NovelToon NovelToon

My Grumpy Love (Season 1)

Prolog

Adara Fredella Ulani adalah seorang gadis berumur 19 tahun yang awalnya tinggal di Kota Yogyakarta. Dia hanya memiliki satu orang tua tunggal yaitu ibunya yang tinggal terpisah dikampung halamannya di Kota Solo bersama adik perempuannya yang berumur 14 tahun yang saat ini menempuh pendidikan kelas 2 SMP. Setelah kepergian ayahnya yang telah meninggal 10 tahun lalu, Adara dan keluarganya hidup dengan sederhana. Karena masalah ekonomi yang melanda dikeluarganya tidak cukup untuk menghidupi mereka bertiga, akhirnya Adara terpaksa tinggal bersama neneknya yang berada di Kota Yogyakarta meninggalkan ibu dan juga adiknya.

Adara tinggal bersama neneknya yang tidak begitu menyukai keluarganya sejak dulu. Neneknya ialah ibu dari ayahnya yang sejak dulu menentang pernikahan kedua orangtuanya. Tapi entah kenapa nenek mau menerima Adara untuk tinggal dengannya. Setelah beberapa bulan tinggal disana dan menganyam pendidikan SMA di Jogja, Adara baru menyadari maksud tersembunyi dari ajakan neneknya tersebut. Setiap hari dirinya dipaksa melakukan tugas-tugas seperti seorang pelayan. Dari membersihkan rumah, mencuci baju dan piring, mengepel lantai sampai memasak makanan untuk keluarga neneknya. Jika ibunya bertanya tentang keadaannya disana, Adara hanya bisa berbohong jika dirinya baik-baik saja dan mendapat kehidupan yang layak. Adara tidak ingin ibu dan adiknya bersedih karena memikirkan dirinya.

Sudah 3 tahun berlalu, Adara masih tinggal disana sampai berhasil lulus SMA. Karena kepintarannya Adara juga mendapat beasiswa kuliah di Universitas I******* di Jakarta. Salah satu Universitas terbaik di Kota besar itu. Adara mengambil Jurusan Psikolog setelah memikirkan beberapa pertimbangan dan pada akhirnya pengajuan beasiswanya diterima. Rasa syukur terus dipanjatkan olehnya pada Tuhan Yang Maha Esa karena semua keberuntungan yang telah didapatnya. Dan juga Adara bersyukur karena bisa terbebas dari neneknya.

Sebelum pergi ke Jakarta, Adara menyempatkan diri kembali ke Solo menemui Ibunya. Adara berpamitan lebih dulu pada beliau dan juga pada adiknya. Sebenarnya Adara benar-benar enggan untuk pergi jauh meninggalkan mereka. Tapi demi masa depannya untuk bisa membantu ibunya, semua dilakukan dengan berat hati.

Esok harinya Adara berniat menuju Jakarta menggunakan bus. Karena minimnya uang yang dibekali ibunya. Adara tetap bersyukur karena dengan apa yang sudah diberikan oleh ibunya.

“Nduk, jangan lupa pesan ibuk ya. Jaga diri baik-baik disana. Jangan lupa makan tepat waktu.” Pinta Ibu pada Adara saat mereka berada di Terminal Tirtonadi Solo untuk mengantar kepergian Adara.

“ Adara akan selalu ingat pesan ibuk.” Jawab Adara dengan memeluk ibunya.

“Apa kau sudah pamit pada nenekmu, kalau mau ke Jakarta?” Tanya ibu lagi.

Sejenak Adara terdiam dan mengangguk kepala pelan. Padahal saat Adara ingin pulang ke Solo, neneknya berusaha mengunci dirinya di kamar. Nenek sama sekali tidak mengijinkan jika Adara pergi ke Jakarta, karena selama ini neneknya lah yang sudah menghidupi kebutuhan Adara saat di Jogja. Jadi menurut nenek, Adara seharusnya membalas semua hutang budinya dengan bekerja dirumah itu sampai waktu yang ditentukan nenek.

Adara berusaha memberontak dan kabur dari sana dengan bantuan salah seorang pembantu yang telah membantunya melarikan diri. Sebelumnya Adara sudah meninggalkan pesan berupa secarik kertas surat yang ditulisnya. Surat itu berisi, jika suatu hari nanti, Adara akan membayar semua biaya yang telah neneknya berikan padanya selama 3 tahun itu. Walaupun sebenarnya, Adara sudah rela menjadi pelayan dirumah itu tanpa meminta apapun.

“Syahnaz. Jaga ibuk ya. Kakak sangat berharap padamu. Nanti kakak akan memberi kabar setiap pulang kuliah untuk menanyakan kabar kalian.” Pinta Adara pada adik perempuannya itu.

“Iya Kak.” Jawab Syahnaz. Mereka berdua saling memeluk hingga meneteskan air mata. Adara sangat menyanyangi adiknya itu begitupun sebaliknya.

“Ya sudah, Adara pergi dulu buk. Sampai ketemu lagi.” Adara memeluk ibunya kembali dan menangis dipelukannya.

“Iya Nduk. Hati-hati ya.”

Adara melepas pelukannya dan berjalan ke arah bus yang sudah siap berangkat. Dari balik jendela, Adara melambai pada mereka berdua. Tak henti-hentinya Adara menangis sendu saat bus meninggalkan tempat itu. Menuju ke kota metropolitan Jakarta.

.

.

.

.

Uang Koin

Adara sudah berada di kontrakan kecilnya di Kota Jakarta. Waktu menunjukkan pukul 07.00 pagi. Setelah dirinya baru sampai semalam dari perjalanan panjanganya di kampung dan langsung mencari rumah kontrakan yang cukup nyaman untuknya. Adara sendiri yang telah menyewa kontrakan itu sendiri saat masih berada di Yogjakarta dengan menggunakan uang tabungannya, cukup untuk tinggal di kota itu selama beberapa bulan kedepan. Untung saja Ibu pemilik kontrakan itu sangat ramah dan baik. Adara berharap dirinya akan betah tinggal disana dan bisa belajar sambil mencari pekerjaan sampingan disana.

Pagi itu Adara mulai membersihkan rumah kontrakannya yang hanya berukuran 8 x 7 meter itu. Mencuci baju kotornya, mengepel lantai, mengeringkan kasur dan juga melipat baju miliknya. Seharian Adara disibukkan dengan tugas rumah itu yang susah biasa dia lakukan saat tinggal bersama neneknya. Setelah menyelesaikan semuanya, Adara berniat pergi ke minimarket terdekat untuk membeli kebutuhan sehari-hari.

Adara pergi  ke minimarket menggunakan sepeda kayuh milik Ibu kontrakannya yang diberikan percuma pada Adara untuk transportasi. Adara merasa bersyukur atas pemberian itu dan akan dia gunakan sebaik mungkin.

Didepan minimarket Adara memarkirkan sepedanya dan berjalan masuk. Dengan langkah riang, Adara mulai mencari barang-barang kebutuhannya. Setelah mendapat semuanya, Adara berjalan kearah kasir berniat membayarnya. Saat sampai pada gilirannya, Adara membuka dompet kecilnya berniat membayar pada kasir. Didompetnya hanya ada beberapa uang receh ribuan saja.

“Nona, ini masih kurang 10 ribu.” Ucap Kasir itu yang sudah menghitung uang dari Adara tapi ternyata masih ada kekurangan.

“Ah, maaf. Sebentar aku ambilkan.”

Adara membuka dompetnya yang hanya hanya tersisa 5 ribu dan sisanya hanya uang koin. Sebenarnya Adara masih punya simpanan di kontrakan. Tapi mana mungkin dirinya pulang lebih dulu. Karena setelah ini dia harus pergi ke laundryan untuk mengambil titipan cucian dari ibu kontrakannya.

Adara menghela nafas dan terpaksa mengambil uang koin itu dan mengitungnya di meja kasir.

Saat sibuk menghitung uang koin itu, Adara mendengar ada seseorang yang menertawakannya dari belakang. Dia berbalik dan melihat seorang laki-laki menutupi sebagian wajahnya sedang menahan tawa saat Adara memergokinya.

“Maaf Tuan, apa ada yang salah?” Tanya Adara dengan menyernyitkan dahinya.

“Tidak. Lanjutkan saja.” Jawab laki-laki itu.

Adara kembali focus menghitung uang koin itu sesekali dirinya melirik kebelakang mengawasi laki-laki itu supaya tidak menertawakannya. Kasir didepannya hanya menggelengkan kepala dengan Adara karena gadis itu tidak berpikir secara gampangnya saja. Bukankah lebih baik mengurangi salah satu barangnya itu daripada harus mengeluarkan uang koin yang tidak seberapa dibandingkan harus ditertawakan oleh pembeli lain dibelakangnya.

Setelah selesai Adara mengambil barang belanjaannya dan berniat pergi keluar.

“Nona, awas ada uang koinmu yang jatuh.” Ucap laki-laki tadi.

Adara yang mendengar itu langsung berbalik dan melihat kebawah untuk melihat uang koinnya yang mungkin jatuh seperti apa yang laki-laki itu katakan. Tapi Adara tidak melihat apapun yang jatuh dilantai. Dia mendongak dan menatap laki-laki itu. Dan ternyata bukan hanya laki-laki itu yang kembali tertawa tapi juga kasir dan pembeli lainnya bersama-sama menertawakan kepolosan Adara.

“Maaf Nona. Ternyata aku salah.” Ucap laki-laki itu terus berusaha menahan tawanya tanpa merasa bersalah.

Adara sebenarnya ingin membalas perbuatan usil laki-laki itu tapi niatanya diurungkan dan berbalik meninggalkan tempat itu. Diluar minimarket, Adara menggerutu kesal. “Laki-laki menyebalkan!! Awas saja jika nanti ketemu lagi”

Adara mulai mengayuh sepedanya meninggalkan minimarket. Dari dalam minimarket itu, laki-laki yang tadi berbuat usil pada Adara hanya menepiskan senyum sembari terus memperhatikan Adara yang semakin menjauh. “Unik.”

^

Malam harinya, Adara yang baru saja selesai mandi keluar dengan hanya memakai handuk melilit di tubuhnya. Rambutnya yang panjang masih basah setelah keramas. Kulitnya sangat putih. Rambutnya panjang berwarna hitam kecoklatan, memiliki bulu mata lentik, alis tebal dan juga bibir yang cerah seperti buah cerry. Adara menyukai penampilan biasa, tidak terlalu modis dan sering mengucir rambutnya ke belakang dengan dicepol. Jika orang lain lihat penampilan Adara sehari-hari, maka mereka akan menganggap Adara anak Kudet, cupu dan juga kuper. Ya, karena Adara tidak memiliki banyak teman dan lebih suka menyendiri. Bukan karena sombong atau angkuh, tapi karena Adara merasa jika dirinya tidak pantas menjadi teman mereka. Dirinya selalu merendahkan diri karena kesederhanaanya. Dia selalu berpikir, Orang mana yang mau berteman dengan gadis kampung seperti dirinya?

Adara selesai memakai pakaian santai dan langsung merebahkan tubuhnya ke atas kasur. Lalu Adara mengambil ponsel jadulnya yang masih bisa dipakai untuk berkomunikasi dengan ibu dan adiknya dikampung. Adara mulai melakukan video call pada nomor adiknya.

Tut Tut Tut….

“Halo?” suara Syahnaz terdengar dari seberang sana.

“Naz, bagaimana kabarmu dan ibuk?” Tanya  Adara.

“Baik kak. Sebentar aku penggilkan ibuk dulu ya.” Tawar Syahnaz.

“Memangnya ibu sedang apa Naz?”

“Sedang mengantar cucian ke tetangga kak.” Jawab Syahnaz terlihat beranjak pergi untuk memberitahu ibunya.

“Naz, tidak usah panggil ibuk. Sampaikan pada ibuk saja jika kakak sudah sampai kemarin malam. Disini kakak baik-baik saja. Besok kakak akan mulai kuliah. Nanti kalau ada waktu luang, kakak akan memberi kabar lagi pada kalian.” Tutur Adara.

“BAiklah kak, bilang pada kami jika kakak ada masalah disana ya. Nanti syahnaz sampaikan pada ibuk. Oh ya, apa kakak tahu? Kakak kelas yang sering ku ceritakan pada kakak dulu, dia sekarang sudah putus dengan pacarnya. Dan sekarang dia mendekatiku kak. Aku tidak suka caranya dan…blab la bla…” celoteh Syahnaz panjang lebar.

Adara mendengarkan dengan baik curahatan hati adik perempuannya itu. Adara tidak pernah mengeluh jika adiknya sering bercerita masalah pribadi atau pun tentang keluarganya. Karena Adara begitu menyanyangi Syahnaz dan selalu memberi nasehat pada adiknya itu.

Mereka saling bercerita banyak hingga sampai tengah malam. Adara yang merasa lelah meminta untuk mengakhiri video call itu dan menyuruh adiknya supaya tidur karena besok mereka akan sama-sama bersekolah. Adara tidak membutuhkan waktu lama untuk tertidur dan langsung terbenam akan mimpi malamnya.

^^

Esok paginya Adara mulai bersiap-siap pergi ke kampus. Hari ini dirinya hanya ke kampus untuk pendaftaran ulang besoknya dirinya akan mengikuti kegiatan ospek kampus. Rumah kontrakan Adara yang dekat dengan kampus sangat mengirit uang sakunya. Hanya lima menit bersepeda dan 10 menit berjalan kaki.

Adara mengayuh sepedanya yang memiliki keranjang didepannya yang dia gunakan untuk menaruh tas sekolahnya. Dengan bersemangat Adara mulai manjalani aktivitasnya sebagai mahasiswa baru. Adara berharap selama kuliahnya disini, dirinya tidak kena masalah dan segera lulus untuk bisa kembali ke kampung dan mencari bisnis disana dengan ijasah sekolahnya kelak.

Adara mulai memasuki kampus yang memiliki gerbang menjulang tinggi. Kakinya yang mungil terus mengayuh sepeda dengan riang. KAmpus dimana dia akan mengayam pendidikan disana begitu luas dan memiliki lapangan olahraga dan juga taman yang luas. Adara tak henti mengucapkan syukur atas keberuntungan yang dia dapat saat ini. Bersekolah di kampus besar dan salah satu kampus terbaik di kota Jakarta itu.

Adara yang sedari tadi sibuk melihat sekeliling tempat kampus, tanpa sadar dirinya hampir menabrak seseorang yang berjalan ingin menyeberang. Adara segera mengalihkan padangannya saat menyadari akan menabrak seseorang. Dibelokkannya sepeda kayuh itu ke kiri dan langsung menukik dengan tajam mengarah ke semak-semak.

Tanpa bisa dikontrol, Adara dan sepedanya langsung nyungsep di semak-semak itu dan membuat pakaian dan rambutnya kotor terkena daun-daun kering. Adara mencoba berdiri. Dirinya dibuat kaget saat beberapa mahasiswa disana malah menonton dirinya bahkan ada yang menertawakannya cukup keras. Adara merasa gemetar dan juga malu apalagi penampilannya yang jelek saat ini. Adara mencoba menutupi wajahnya dengan tas miliknya.

Tiba-tiba ada seseorang yang berteriak keras menghentikan tawa mereka semua. Orang itu berjalan mendekati Adara yang masih menunduk malu. Adara tidak berani melihat siapa orang itu, dia hanya bisa melihat sepatunya yang dia yakini seorang laki-laki.

“Jika bersepeda pakai otak bukan pakai kaki!” Ucap orang itu dengan suara dingin nan menusuk hati.

Adara merasa kesal akan ucapan laki-laki itu. Dia memberanikan diri mendongak untuk melihat wajah orang itu. Adara sejenak terbius dengan ketampanan laki-laki itu. Tubuhnya yang atletis, proposional dan juga kekar, bermata hitam dengan tatapan matanya setajam elang menghujam bola mata Adara. Baru kali ini Adara melihat laki-laki yang begitu membuatnya terpesona. Dan baru kali ini dia melihat laki-laki didepannya ini.

Tapi sejenak pandangan Adara teralihkan pada seseorang laki-laki yang mendekati mereka berdua. Laki-laki itu tersenyum jahil pada Adara dan berjalan santai ke arahnya. Adara sangat terkejut melihat laki-laki itu yang ternyata adalah laki-laki kemarin yang berbuat usil padanya di minimarket. Dan Adara merasa sial bertemu lagi dengan laki-laki itu di kampusnya. Laki-laki itu berdiri diantara dirinya dan laki-laki yang bermata elang itu.

.

.

.

.

.

Jangan lupa VOTE, LIKE , KOMENT yaaa…^-^

Tak Sengaja Menabrak

Sejenak pandangan Adara teralihkan pada seseorang laki-laki yang mendekati mereka berdua. Laki-laki itu tersenyum jahil pada Adara dan berjalan santai ke arahnya. Adara sangat terkejut melihat laki-laki itu yang ternyata adalah laki-laki kemarin yang berbuat usil padanya di minimarket. Dan Adara merasa sial bertemu lagi dengan laki-laki itu di kampusnya. Laki-laki itu berdiri diantara dirinya dan laki-laki yang bermata elang itu.

“Hai gadis, apa kau kehilangan koinmu lagi?” Tanya laki-laki usil itu.

“Elvan, Kau mengenal wanita ini?” Tanya balik laki-laki yang bermata elang.

“Mana mungkin aku kenal wanita aneh seperti dia. Menurunkan pamorku saja.” Jawab Elvan dengan terkekeh. Membuat Adara mengalihkan pandangannya kesal.

“Kukira kau dekat dengannya.” Ucap laki-laki bermata elang itu sekilas melirik sinis pada Adara.

“Apa kau sedang ada masalah dengannya Hardin?” Tanya Elvan.

“Masalah? Justru sebaliknya,” jawab Hardin dengan nada sinis. Pandangannya kembali dipertajam pada Adara. Ada maksud tersembunyi dari perkataan Hardin.

Hardin berniat pergi dari sana tanpa berbicara pada Elvan dan mengacuhkan mereka begitu saja. Adara bisa melihat tubuh orang yang bernama Hardin itu semakin menjauh. Tapi yang membuatnya aneh, setiap orang yang dilewati oleh laki-laki itu selalu menundukkan kepala. Bukan karena hormat atau sekedar sapaan. Tapi Adara melihat ketakutan di wajah mereka.

Melihat Adara yang terus memperhatikan Hardin, Elvan tersenyum usil. Dia berpikir Gadis ini pasti juga terpikat dengan Hardin. Belum tahu dia, siapa Hardin itu? pikirnya. “Hai Nona, apa perlu aku membantumu.?” Tawar Elvan mulai menyentuh sepeda kayuh milik Adara yang masih tergeletak mengenaskan di semak-semak.

Adara yang tersentak dengan perkataan Elvan segera cepat-cepat menyingkirkan tangan laki-laki itu dari sepedanya. “Pergilah. Aku tidak perlu bantuanmu. Aku bisa melakukannya sendiri.” Tolak Adara, suaranya terkesan judes.

“Yakin bisa sendiri? Kurasa lain kali kau akan butuh bantuanku.” Ucap Elvan tersenyum miring.

“Tidak akan! Lebih baik kau pergilah.” Tegas Adara sembari merapikan rambut dan bajunya yang kotor. Terkena daun kering dan tanah basah.

“Apa kau mahasiswa disini?”

Adara hanya melirik tajam padanya. “Kalau iya kenapa!!” nada ketus dilontarkan dari bibir mungilnya.

“Wah, bagus kalau begitu. Kurasa kau pasti mahasiswa baru. Perkenalkan aku Adhitama Elvan Syahreza, dan laki-laki tadi adalah Hardin Bramantio Damian. Kami adalah-“

“Aku tidak peduli!. Tolong pergilah.” Adara sedikit menaikkan suaranya karena kesal.

“Oke, oke. Slowly. Kita akan bertemu lagi. See you” ucap Elvan dengan mengedipkan sebelah matanya diiringi senyuman usil yang sukses membuat Adara semakin kesal.

Setelah memastikan laki-laki itu pergi, Adara mengambil sepedanya dan menuntunya menuju parkiran. Adara segera pergi ke toilet terdekat untuk membersihkan dirinya yang sekarang bau tubuhnya khas bau tanah basah.

“Kenapa hari ini aku sial sekali. Hampir menabrak orang aneh dan bertemu lagi dengan laki-laki menyebalkan itu!” gumam Adara didepan cermin didalam sebuah toilet wanita. Dirinya hanya seorang diri disana.

Setelah membersihkan tubuhnya, Adara segera bergegas ke ruang Administrasi kampus. Tidak menunggu lama, Adara sudah selesai melakukan pendaftaran ulang dan mendapat jadwal ospeknya untuk besok. Dengan langkah kaki riangnya, Adara keluar dari ruang Administrasi. Saat ingin keluar menuju arah parkiran, Adara melewati lorong-lorong kampus. Adara menoleh ke sebuah tempat yang dia yakini perpustakaan kampus itu. Adara melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 13.00 siang, masih ada waktu untuk dirinya berkeliling tempat itu atau setidaknya mengunjungi perpustakaan yang selalu menjadi tempat favoritnya di sekolah dulu. LAngkah kecil gadis itu membawanya masuk kedalam ruangan dengan banyaknya rak berisi buku-buku dari berbagai macam genre. Perpustakaan itu ada dua lantai, lalu ditengah tempat itu terdapat kursi dan meja kayu khusus dipergunakan untuk membaca. Adara yang merasa tidak sabar segera masuk lebih dalam mencari buku yang menurutnya menarik. Disana hanya ada beberapa orang saja karena tidak semua mahasiswa disana senang membaca, Adara yakin mahasiswa disana yang tidak suka dengan tempat itu pasti sedang bersantai di lapangan berumput hijau dengan banyak area bermain dan beroalahraga. Kegiatan yang tidak terlalu disukai Adara.

“Ini dia.” Buku Thinking Fast and Slow oleh Daniel Kahneman menjadi buku incaran Adara.

Adara mengambil buku itu dan membawanya untuk mencari buku lainnya yang ingin di baca selanjutnya. Sebuah Novel karya Nicholas Spark berjudul The Notebook kembali ia ambil dari rak buku yang tertata rapi di genre Romantic Novel. Adara ingin sekali membaca buku-buku itu tapi dirinya tidak cukup banyak waktu jika harus membaca disana. Dengan memberanikan diri, Adara menuju meja Staf Perpustakaan untuk menanyakan sesuatu.

“Permisi. Maaf sebelumnya, Saya Adara mahasiswa baru disini. Apa boleh saya meminjam dua buku ini untuk dibawa pulang?” Tanya Adara penuh harap.

“Coba berikan padaku Nona.” Staf itu mengambil buku itu dari Adara dan memeriksanya lebih dulu.

“Buku ini bisa dibawa pulang. Kami hanya memberi waktu pinjaman selama dua minggu. Setelah itu segera kembalikan ke sini atau akan terkena denda.” Jelas Staf itu dengan ramah. Senyum Adara seketika merekah dengan senangnya. Adara mengambil buku itu.

“Tolong isi data disini lebih dulu.” Staf itu memberi form kertas yang harus diisi lebih dulu oleh Adara.

“Baik.”

^

Adara melangkah riang keluar dari perpustakaan kampus dengan membawa dua buku ditangannya. Dia berniat menuju parkiran untuk pulang kerumah. Tapi langkahnya terhenti saat dirinya tak sengaja menabrak seseorang di dekat taman hingga buku-buku miliknya jatuh.

“M-Maaf.”

“Tidak apa-apa.” Adara segera mengambil buku-buku itu dan menggenggamnya erat. Adara mendongakkan  kepalanya untuk melihat siapa orang yang menabrak dirinya tadi.

“Kau tidak apa-apa kan?” Tanya seorang wanita dengan memakai kacamata berambut hitam bergelombang. Lehernya dipakaikan syal dengan corak bunga anggrek merah.

“Iya, aku tidak apa-apa.” Jawab Adara.

“Syukurlah. Emb, aku Rahel. Namamu siapa?” Tanya wanita itu dengan mengulurkan tangannya sembari menepiskan senyum.

Adara meraih tangan wanita itu dengan membalas senyumannya. “Aku Adara.”

“Apa kau mahasiswa baru juga?” Tanya Rahel penasaran.

“Emb, iya. Kok tahu?”

“Hehehe, hanya menebak saja. Aku juga mahasiswa baru disini. Tapi aku kebingungan karena mencari tempat dimana ruang Administrasi Kampus.”

“Aku baru saja dari sana, tapi aku menyempatkan ke perpustakaan sebentar tadi. Tempatnya didepan sana, kau lurus saja lalu belok ke kiri ada kolam ikan lalu kau naik ke lantai dua. Disana sudah ada tulisannya. Gampang kok.” Jelas Adara.

“Oh, begitu ya. Seharusnya aku tahu dari awal. Karena terlalu percaya dengan orang tadi aku malah tersesat di sebuah gudang penyimpanan. Aku sangat takut.” Cicit Rahel bersedih.

“Siapa orang yang tega melakukan itu padamu?” Adara terkejut dan merasa kasihan pada Rahel.

“Entahlah. Dia perempuan cantik tapi aku tidak tahu siapa namanya. Oh ya, terima kasih ya sudah memberitahuku tempatnya. Kurasa aku tidak akan telat mendaftarkan diri.” Tutur Rahel dengan senyuman senang diwajahnya.

“Iya sama-sama. Kalau begitu aku pergi dulu ya. Semoga berhasil, Sampai jumpa” ucap Adara berjalan pergi meninggalkan Rahel.

“Sampai jumpa juga Adara. Hati-hati dijalan!” Seru Rahel dengan melambaikan tangan bersemangat pada Adara.

.

.

.

.

Jangan Lupa VOTE, LIKE, KOMENT Syantik….^-^

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!