***
Ditengah kota dan kebisingan yang mewarnai nya menyimpan banyak sekali rahasia, ditengah kemegahan dan keramaian sesungguhnya menyimpan rapat kehidupan keras dan menyedihkan.
Rean seorang anak tertua dari dua bersaudara sedang menyemir sepatu seorang pekerja yang baru saja pulang dari kantornya, sembari asyik membaca koran itu, dia menikmati satu roti di tangannya, mungkin karena kelelahan sehabis bekerja pria dewasa itu tidak menghiraukan yang lain, hanya roti dan koran yang ia baca.
Perut yang keroncong, baju lusuh dan tubuh kurus itu perlahan menyemir sepatu yang ada di hadapannya, dia berjongkok layaknya seorang budak yang melayani tuan nya.
Remahan roti yang jatuh ia pelototi dengan lekat, sedari tadi perutnya memang sudah keroncongan.
Tetapi Rean kecil berpenampilan lusuh dan kurus itu tetap melakukan pekerjaannya, dia mengingat adiknya yang bernama Sean sedang kelaparan di rumah menunggu nya pulang, pantang bagi Rean untuk makan dan kenyang sendirian, di umurnya yang masih enam tahun dia sudah tumbuh menjadi seorang kakak yang baik, dia bercita-cita ingin menyekolahkan adiknya juga memberikan kehidupan layak untuknya.
Orang-orang yang berlalu-lalang sibuk dengan apa yang mereka lakukan.
"Pak, saya sudah selesai menyemir sepatu Bapak," suara lembut nan lemah karena kelaparan itu tersenyum ceria mengajak pelanggan nya berbicara, dia sangat senang karena sebentar lagi dia akan mendapatkan uang hasil jerih payahnya.
Dengan seksama pria berbadan sedikit gemuk berkulit putih pucat memeriksa setiap jengkal sepatunya, lalu tanpa senyuman dan wajah datar dia membayar Rean dengan tarif yang sudah Rean tetapkan, lalu seperti biasa pelanggan itu akan pergi meninggalkan dia di keramaian yang bising, seolah anak kecil kurus itu bukan lagi seorang anak kecil, melainkan seseorang yang pantas mengerjakan pekerjaan kasar itu.
Padahal jika ada sedikit nurani, seharusnya setiap orang yang melihat itu seharusnya membantu nya, atau menyuruhnya pulang, karena hari sudah malam, dan anak kecil seperti Rean belum pantas bekerja, yang harus ia lakukan adalah belajar.
Tetapi itulah kehidupan, orang lain menilai sesamanya dari penampilan, karena tubuh kurus dan pakaian lusuh Rean, orang-orang mengira jika Rean hanya seorang gelandang yang tidak pantas di bantu.
Dompet kecil yang sudah di ikat kan di dalam bajunya sudah penuh dengan recehan, Rean sangat bahagia, dari pekerjaannya hari ini dia setidaknya mampu membeli sebanyak lima roti, jadi adiknya bisa makan selama lima hari. Untuk Rean sendiri, jangan ditanya lagi, dia rela memungut makanan di jalan, bagaimana pun kondisi makanan itu, yang penting perutnya kenyang dan bisa bekerja.
"Wah, aku sangat beruntung, hari ini ada roti yang tidak basi, syukurlah," seru Rean terbelalak bahagia saat melihat roti bekas makanan pelanggan nya tadi, terjatuh di bawa bangku kecil yang ia bawa sebagai perlengkapan bekerjanya.
Roti itu tinggal seperempat, tetapi sudah cukup untuk mengisi perutnya yang sangat keroncongan.
Roti itu ia ambil seperti harta berharga, di kantonginya dengan pelan, dia akan makan dengan adiknya nanti di rumah.
Mengetahui malam semakin larut, dia memutuskan untuk pulang sebentar, sebelum pulang dia singgah membeli roti untuk makanan adiknya.
Setelah beberapa saat dia pun sampai di sebuah kontrakan gelap, bau dan tidak terawat, belum lagi kontrakan itu sangat berisik karena dekat dengan rel kereta api.
"Sean, bangunlah, Kakak sudah pulang," seru Rean pada adiknya yang ia lihat terbaring di kasur lusuh tempat mereka biasa tidur.
Senyuman itu masih merekah, karena dia membawakan roti favorit adiknya, dia pasti akan melihat senyum ceria adik lucunya yang bernama Sean itu.
Tetapi kecurigaan mulai muncul, Sean belum juga bangun, tubuhnya juga panas, bibirnya pucat dan banyak keringat di dahinya.
"Sean, bangunlah, mari makan bersama, kau laparkan?" Rean kecil memanggil adiknya tetapi tidak juga Sean bangun.
Tangisan yang membasahi pipinya sudah mulai deras, dia tidak tahu harus berbuat apa, sepertinya adiknya demam karena kelaparan, tetapi Sean tidak tahu harus berbuat apa.
Anak kecil yang polos itu hanya bisa memeluk adiknya erat-erat, dia fikir jika menghangatkan tubuh adiknya maka adiknya itu akan sembuh dan bangun. Tetapi waktu telah berlalu, Sean tetap saja tidak bangun.
"Brakk!" seorang wanita cantik berpakaian terbuka masuk dengan kasar ke kontrakan petak itu, kepalanya pusing dan tubuhnya sempoyongan karena mabuk.
Wanita cantik itu adalah ibu kandung Rean dan Sean namanya Hera, bekerja sebagai wanita malam dan tidak pernah memperdulikan anak-anaknya, menurut Hera mereka berdua adalah pembawa sial, kegagalan dalam hidupnya.
Tubuhnya yang berat karena mabuk ia istirahat kan di kursi sofa, tetapi belum juga beberapa detik dia istirahat, suara anak yang ia benci itu langsung terdengar.
"I ... Ibu, maafkan aku mengganggu mu, ta ... tapi Sean tidak bangun bangun juga, sepertinya dia sakit, aku harus bagaimana?" Rean mencoba meminta tolong pada ibunya, walaupun dia tahu jika ibunya pasti tidak akan menolong, tetapi dia tetap mencoba.
"Plak!" tamparan keras mengenai wajah Rean sampai dia terpental ke lantai.
"Dasar anak tidak tahu di untung! sudah syukur kau kubiarkan hidup! jangan mengganggu ku sialan!" teriak Hera dengan mata memerah karena masih dalam pengaruh alkohol.
Tangisan Rean yang keras tadi perlahan menghilang, ia menangis meringis tanpa mengeluarkan suara, air matanya membasahi luka wajahnya membuat perih nya semakin terasa.
"Brak ... Brak ... Brak!" suara gedoran dinding terdengar dari tetangga sebelah, hal ini sudah sering terjadi, karena kontrakan ini sangat sempit dan padat, jadi apapun yang terjadi akan terdengar sampai ke ujung kontrakan.
"AKU TAHU DIAMLAH!" teriak Hera pada tetangga yang menggedor pintu sembari melemparkan bekas botol minuman keras yang ada di atas meja membentur dinding begitu keras.
Lalu setelah itu, dia pun tertidur kembali di sofa, sama sekali tidak melihat putranya yang tergeletak di lantai meringis kesakitan.
Tidak mau membuang waktu, Rean berlari ke kamar dan menggendong adiknya, pasti di luar sana ada orang dewasa yang tahu bagaimana menyembuhkan orang sakit.
Perutnya masih kelaparan, wajahnya memar dan sedikit berdarah, Rean menggendong adiknya keluar kontrakan.
"Pak, tolong adik saya sakit, bagaimana cara menyembuhkan nya?" suara kecil itu mencoba meminta tolong pada seorang pemilik toko di depan gang, tetapi bukannya mau menolong pria itu langsung menutup pintu tokonya, dikira ingin mencuri.
Rean menangis dengan keras, tubuhnya tetap berjuang menggendong adiknya, perutnya yang lapar dan juga wajahnya yang terluka tidak di hiraukan lagi.
"Tolong, siapapun, adikku sakit," teriakan itu semakin lemah, tetapi tetap tidak ada yang menolong. Di setiap tempat hanya ada beberapa orang mabuk dan wanita penghibur, lokasi tempat mereka tinggal memang dipenuhi oleh tempat-tempat terlarang, jadi orang mabuk dan wanita penghibur sudah biasa terlihat di daerah itu.
Tubuh kecil yang kelaparan itu akhirnya sudah sampai pada batasnya, Rean terkapar dan terjatuh, pandangannya semakin gelap dan samar, tetapi Rean tahu ada seseorang yang mendekati mereka, sebuah bayangan hitam yang terlihat berlari kearah mereka.
Namun, tak sempat Rean melihat wajah samar itu dia langsung tidak sadarkan diri.
.
.
.
***
“To … tolong, siapapun adikku, adikku, ahhh!” Rean yang sedang bermimpi mengenai masa lalunya terbangun dari tidurnya, keringat yang begitu banyak sudah membasahi tubuhnya, jantungnya berdenyut sangat cepat dan tubuhnya masih saja gemetaran.
“Aneh, mengapa mimpi itu muncul lagi? dan rasanya seperti nyata dan terasa menyakitkan,” ketus Rean berjalalan menuju dapur untuk mengambil minuman.
Rean kebingungan, mengapa dia bisa memimpikan hal yang sudah ia lupakan itu, rasa sakit dan terbuang itu entah mengapa kembali lagi.
"Tring … Tring … Tring"
Deringan ponselnya tiba-tiba berbunyi, dan sebagai assiten yang selalu sigap, Rean bergegas menuju ponselnya, karena merasa jika yang akan menghubungi dirinya adalah Winston.
“Ahh, ternyata dia,” gumam Rean tersenyum seperti seorang remaja yang tersipu malu saat menerima telepon dari gebetannya.
“Halo?” sahut Rean pura-pura santai dan dengan nada yang biasa, namun wajahnya berkebalikan dengan nada suaranya, wajahnya sangat berbinar dan terlihat seperti seseorang yang sedang kasmaran.
“Ha … halo, apakah aku mengganggumu malam-malam begini?’ sahut Lily sedikit gugup, saat pernyataan hubungan yang sedikit aneh di pantai tempo lalu, membuat Rean dan Lily terpaut hubungan romansa yang sedikit aneh.
“Tidak, memangnya ada perlu apa?” ucap Rean masih kaku, sekarang Rean sudah membaringkan tubuhnya lagi, dia tersenyum sangat lebar dan jemarinya tidak berhenti mengusap dadanya karena degupan aneh yang baru ia rasakan itu membuatnya bergetar.
“Hais, kenapa dia kaku sekali? kenapa bertanya ada perlu apa? aku menghubungi mu saja sudah mengumpulkan niat seribu watt, dan sekarang dia masih saja tidak peka jika aku sepertinya merindukan dia, huhu, nasibku ini,” gumam Lily sedikit menjauhkan ponselnya dari telinganya dan berdecak sedikit kesal, saat menemukan jika Rean sama sekali tidak peka, jika ada seorang gadis menghubungi seorang pria pada malam hari maka artinya gadis itu tidak bisa tidur dan sedang merindukan pria yang menjadi kekasihnya itu.
Bagaimana tidak, sebelum berhasil menguhubungi Rean, Lily sudah berpikir kurang lebih tiga jam sampai akhirnya memencet tombol panggil, namun nyatanya orang yang ia hubungi tetap saja kaku dan tidak peka.
“Tidak bisa dibiarkan, pembibitan berkelas untuk mendapatkan anak seperti Axel dan Alexa harus berjalan dengan lancar, aku juga harus segera memiliki anak dari bibit unggul! aku harus lebih agresif!” decak Lily menyalakan semangat juangnya untuk tetap berjuang mendapatkan bibit unggul dari Rean, sama seperti apa yang mereka bicarakan di pantai tempo lalu.
“Umm, setelah pembicaraan kita tempo lalu saat di pantai, kita tidak pernah membicarakan nya lagi, aku rasa kita harus mendiskusikannya sesegera mungkin dan mempraktekkannya segera, aku ingin tujuan hubungan kita segera terlaksana, aku tidak bisa tidur karena memikirkan tentang pembibitan itu,” sahut Lily masih saja tidak mengerti apa yang ia bicarakan.
Lily secara tidak sadar dan sengaja telah membahas perihal hubungan intim untuk mendapatkan anak dengan seseorang yang baru saja menjadi kekasihnya itu.
“Secepat itu? tetapi aku belum siap sama sekali, aku harus menyiapkan mentalku dulu, aku juga harus menanyakan beberapa tips dari Bos Winston, jika berhubungan badan seperti itu aku masih belum memiliki pengalaman,” sahut Rean dengan begitu jujurnya.
Terlihat sekali jika selama hidup dia belum pernah berhubungan dengan seorang gadis, dan Lily adalah kekasih pertamanya, jadi wajar saja jika dia tidak mengerti, apalagi selama ini dia disibukkan dengan segudang pekerjaan oleh Winstoin, jadi untuk memikirkan adegan dewasa seperti itu adalah hal yang sangat tidak biasa bagi Rean.
“Ha? hubungan badan? tunggu … tunggu, apakah aku baru saja meminta berhubungan badan dengan dia? apakah aku di tolak? apakah mulutku dan pemikiranku yang bodoh ini sudah menghancurkan aku lagi? aaaaa!” teriak Lily dalam hatinya saat menyadari jawaban Rean itu adalah merupakan respon dari pernyataan yang dengan tidak sengaja ia utarakan sendiri.
Karena baru saja panik karena merasa terlalu bodoh, secara tidak sengaja Lily mematikan panggilan teleponnya, dia memukul-mukul bantal yang ada di tempat tidurnya itu.
“Huhu, aku malu, aku malu, aku malu, tolong seseorang berikan aku kepintaran sedikit saja, aku tidak ingin terlalu bodoh di hadapannya, huhu,” Lily menangis tersedu-sedu karena merasa jika dirinya terlalu bodoh untuk Rean.
Lily merasa jika wanita sepertinya sama sekali tidak menarik di mata pria, apalagi pengalamannya dengan pria yang bernama Rey yang telah memanfaatkan dirinya karena kebodohan dan kepolosannya dahulu, Lily merasa jika dirinya terlalu memiliki banyak kekurangan, makanya saat berhubungan dengan Rean, Lily ingin terlihat perfect dan ingin meminimalisir kebodohannya, namun seperti tadi, bahkan dia masih saja tidak sadar apa yang ia katakan.
“Tring … Tring … Tring”
Setelah beberapa saat menangis, ponselnya kembali berdering.
Lalu, segera Lily melihat jika sekarang kekasihnya, Rean, sedang menelepon dia, namun kali ini bukan panggilan telepon, namun video call.
“Ha? tunggu, tunggu, wajahku, wajahku sama sekali tidak bermake-up,” teriak Lily langsung bergegas mengambil tas isi peralatan riasnya dan memakaian bedak setipis mungkin juga lipstick di bibirnya.
Karena perasaan insecure dan tidak percaya dirinya membuat Lily tidak percaya diri jika harus berwajah polos dihadapan orang lain, apalagi kali ini dia akan bertatapan muka dengan kekasihnya, Lily ingin setidaknya tampil cantik, agar dia dicintai oleh Rean.
“Ehem, ehem, bersikap se-naturtal mungkin, jangan berbicara hal-hal bodoh dan bersikaplah anggun Lily, ayo, semangat!” decak Lily mengepal tangannya dan mengatur pernafasannya. Lalu setelah itu mengangkat video call itu.
“Uhmm, ada apa? kenapa kau menelepon lagi?” ucap Lily sembari mengatur rambutnya agar terurai ke belakang telinganya, senyumannya merekah dan matanya melihat kebawah bukan ke layar.
Lily terlihat seperti anak gadis yang mencoba menarik perhatian lawan jenisnya dengan bersikap begitu feminim dan anggun.
“Tidak, aku hanya ingin melihat wajahmu sebelum aku pergi tidur, bisakah kau melihat ke arah kamera sebentar?" sahut Rean masih saja dengan nada yang kaku.
“Umm, baiklah jika kau memaksa, sebenarnya aku sangat malu, tapi demi dirimu aku akan melihat ke arah kamera,” jawab Lily perlahan menghadapkan wajahnya yang tertunduk tersipu malu itu ke depan kamera sehingga wajahnya terlihat jelas di layar ponsel Rean.
“Aku sudah melihat ke layar, apakah kau suka? sebenarnya aku tidak menggunakan make-up apapun, jika aku cantik dan kau ….” belum sempat Lily melanjutkan pembicaraannya Rean langsung menyahuti Lily.
“Baiklah, aku sudah melihat wajahmu dan mengambil potretnya, sepertinya aku sudah bisa tidur tanpa bermimpi buruk lagi, selamat malam,” sahut Rean masih saja tidak mengerti bagaimana memperlakukan seorang wanita.
Lalu tanpa aba-aba dan peringatan, Rean langsung memutuskan panggilan video callnya, tujuannya menghubungi Lily adalah karena ia ingin melihat wajah Lily sebelum tidur, dia ingin mencoba apakah jika melihat wajah wanita yang membuat jantungnya berdebar itu apakah mampu membuatnya berhenti bermimpi buruk seperti tadi.
Sedangkan Lily yang masih terkejut masih menganga di depan layar ponselnya, matanya terbelalak dan tubuhnya masih terpaku tidak bisa merespon apa yang baru saja terjadi.
***
Jangan lupa komen dan masukan membangun nya ya 🖤🌚
***
Seperti dugaan Rean, saat melihat wajah Lily dengan ajaibnya dia bisa tidur tenang malam itu tanpa meminum obat penenang, biasanya Rean akan rutin meminum obat penenang untuk menekan rasa takut dan tekanan psikologis yang ia alami saat ia kecil, namun kali ini sesuatu yang belum pernah ia rasakan terjadi, hanya dengan melihat wajah seseorang yang menghangatkan hatinya bisa membuatnya lebih tenang, sungguh lebih hebat dari efek obat penenang.
“Sepertinya jika dia selamanya berada disisiku, mungkin aku akan bisa tidur tenang setiap malam tanpa bantuan obat penenang, sepertinya aku harus mempersiapkan diriku dan belajar mengenai cara tepat berhubungan badan, aku tidak ingin mengecewakannya,” sahut Rean bermaksud belajar dari Bosnya, juga mencari literatur mengenai edukasi ke hal dewasa itu.
Sedangkan Lily yang tadi sudah sempat mengenakan sedikit bedak tipis dan lipstick sedang menangis lagi, dia kebingungan harus bagaimana dan bersikap seperti apa, dia menangis sampai matanya bengkak.
“Huhu, padahal aku sudah mengenakan lipstick agar dia terpesona padaku, tapi dia langsung mematikan video callnya, apakah berhubungan dengan pria tidak peka sebegini menyakitkannya?” seru Lily sambil sesenggukan.
Dia mengusap air matanya dengan tissue, sekarang kamarnya sudah dipenuhi tissue akibat kegalauannya.
“Tidak bisa dibiarkan, aku harus membuatnya mencintaiku dan hanya melihatku seorang! misi perebutan hati akan dimulai, langkah pertama yang harus ku lakukan adalah bertanya pada Mr. google! Semangat Lily, tidak ada waktu untuk menyerah, ingatlah wajah Axel dan Alexa, bukankah kau ingin memiliki anak yang lucu seperti mereka? bibit unggul ku kali ini tidak boleh lepas!’ decak Lily mengusap dengan kasar air matanya, dan matanya penuh api semangat, dia terlihat seperti seseorang yang hendak terjun ke sebuah peperangan dan dia adalah prajurit terdepannya.
Sungguh permulaan hubungan yang aneh, mereka sama-sama saling menyukai, namun yang satunya bisa langsung terlelap sedangkan yang satunya lagi karena kepolosan dan kebodohannya masih tidak menyadari jika Rean juga menyukainya, jadi dia sedang mencari tahu langkah-langkah cara merebut hati lelaki dewasa.
Akhirnya malam itu mereka lalui dengan cara yang berbeda namun getaran yang sama.
***
Pagi hari di mansion Winston.
Tok … Tok … Tok
Suara ketukan pintu tidak juga dibukakan oleh lily, saat ini Tuti memang sedang mencoba memanggil Lily untuk ikut sarapan kebawah, karena biasanya Lily sudah standby untuk ikut sarapan, namun kali ini berbeda, makanya Tuti sampai naik ke atas dan memanggil Lily.
Sampai saat ini Lily memang masih tinggal di mansion Winston yang super besar, dia seolah sedang bersembunyi dan melarikan diri dari orangtuanya. Entah apa yang sudah terjadi pada hubungan Lily dan kedua orangtuanya, hanya Lily seorang lah yang tahu.
“Nona Lily? Nyonya Luna memanggil Nona untuk ikut sarapan,” seru Tuti masih mencoba memanggil Lily dari luar pintu, namun tidak juga ada jawaban, membuat Tuti sedikit khawatir dan membuka pintu kamar yang kebetulan tidak dikunci olehnya itu.
Lily memang adalah anak manja yang sedikit pelupa, bahkan pintu kamar terkadang ia lupa menguncinya.
“Astaga Nona Lily, matamu kenapa? rambut Nona juga kenapa?” teriak Tuti sangat terkejut melihat penampilan Lily yang sedang duduk di kasurnya memangku sebuah laptop.
Bagaimana tidak, rambutnya terlihat berantakan seperti singa, terlihat semalaman dia mengusap rambutnya dengan keras, juga lingkaran matanya hitam seperti panda.
Teriakan Tuti disambut senyuman oleh Lily, malah menambah keseraman wajah Lily pagi itu.
“Tuti, aku sedang berusaha keras untuk merebut hati lelaki dewasa, aku sudah mempelajarinya semalaman, aku hanya tinggal mempraktekkannya saja, aku juga sudah membuat list utama proyek merebut hati lelaki pemberi bibit unggul untukku itu,” seru Lily yang terlihat sangat mengantuk dan tanpa sadar tertidur pulas.
Namun, Tuti yang masih terkejut, salah mengartikan tidurnya Lily, Tuti merasa jika Lily sedang pingsan, hal itu diyakini oleh Tuti karena didukung oleh penampilan berantakan dan pucat Lily.
Segera Tuti berlari kebawah dan memanggil Luna, kebetulan disana sudah ada Rean yang memang biasanya sudah siap sedia menjemput Bosnya, winston.
“Nyonya Luna, se … sepertinya Nona Lily pingsan, lingakaran matanya hitam sekali dan rambutnya sangat berantakan seperti singa, dia ….” belum sempat Tuti melanjutkan omongannya, Rean yang mendengar Lily pingsan secara refleks tubuhnya langsung berlari bergegas menuju kamar Lily.
Entah mengapa jantungnya terasa nyeri dan kekhawatiran berlebihan Rean rasakan saat mendengar hal itu, sungguh perasaan yang mirip seperti rasa sakit dahulu.
Luna yang juga mendengar jika Lily jatuh pingsan hendak menuju kamar Lily namun di hadang oleh winston.
“Sayang, biarkanlah mereka berdua dan mengadu kasih disana, yang harus kau perhatikan hanya aku seorang, beraninya kau ingin pergi dan meninggalkan aku disini,” ketus Winston langsung menarik Luna sampai duduk di pangkuannya.
“Mengadu kasih? mengadu kasih ndasmu! dia pingsan, mana ada waktu untuk mengadu kasih! lepaskan aku Tuan suami yang mesum, aku harus memeriksa keadaan temanku,” seru Luna tidak menyangka jawaban nyeleneh dari Winston itu.
“Sayang, temanmu itu tidak pingsan, dari keterangan Tuti tadi, sepertinya dia hanya ketiduran, mau taruhan tidak? aku bertaruh jika Rean baru akan turun dari lantai atas sekitar satu jam lagi,"
"Dan imbalanku atas taruhan ini adalah kau harus libur kuliah hari ini dan menemaniku seharian, aku juga akan libur dari pekerjaan, Axel dan Alexa bisa dijaga paman mertua, lalu kita bisa ke hotel dan bermain bersama, bagaimana?” tanya Winston dengan pertanyaan penuh jebakan, dia memang sangat suka bersama dengan Luna sepanjang waktu.
“Sayang, aku tidak akan ikut taruhanmu itu, aku akan tetap disini makan dengan tenang dan pergi kuliah,” ketus Luna tapi tetap mencium dahi suaminya yang sangat nakal itu.
***
“Lily?” teriak Rean sesaat setelah masuk kedalam kamar luas itu, lalu tiba-tiba tubuh Rean gemetaran saat melihat tubuh Lily yang tergeletak lemas, juga wajahnya yang pucat dan lingkaran matanya yang hitam.
Dengan sangat cepat Rean berlari meraih tubuh Lily dan hendak menggendongnya menuju rumah sakit, perasaan seperti ini sangat menyakitkan bagi Rean, perasaan seperti ini mengingatkan dirinya akan kejadian tempo lalu, seolah takut kehilangan.
Namun saat hendak menggendong tubuh kekasihnya itu, tiba-tiba terdengar suara dengkuran dari mulut Lily, membuat Rean sedikit terkejut namun lega.
Segera dia letakkan kembali Lily ke kasur dan menyelimutinya dengan benar, dilihatnya dengan lekat wajah Lily yang terlihat sangat lucu dimatanya.
“Pfftt, sejak kapan dia bisa selucu ini? Tidurnya saja seperti anak kecil, sejak kapan kau membuatku begitu khawatir seperti ini,” ucap Rean dengan nada yang pelan sembari mengusap dengan lembut rambut berantakan Lily, Rean hendak merapihkan rambut itu.
Semakin lama melihat wajah itu entah mengapa semakin membuat Rean merasakan perasaan yang aneh, dan saat ini yang Rean tahu hanyalah jika dirinya ingin sekali memeluk Lily, entah terbersit darimana niat itu.
“Sekarang aku sangat ingin memelukmu, biarkan aku memelukmu sebentar aku ingin merasakan tubuhmu sejenak,” bisik Rean tidak bisa menahan hasratnya saat melihat lily, segera Rean menarik tubuh Lily dan didekapnya dengan erat.
Bonus 🖤
"Sayang, bagaimana? apakah kau tidak jadi libur kuliahnya? sudah dua hari kita tidak melakukan itu," ketus Winston sedikit kesal saat permintaanya tidak dituruti oleh Luna.
"Pak suamiku sayang, aku tidak mungkin libur kuliah, beberapa hari yang lalu bukannya kau sudah meliburkan aku selama dua minggu? dan kita melakukan itu nonstop, kau bahkan memberikan anak-anak kita pada Rean dan Lily, tahanlah dulu sebentar," ketus Luna sudah bersiap untuk pergi kuliah.
"Sayangku Axel dan sayangku Alexa, Mama dan Papa akan anterin kalian ke rumah Paman Mama ya, hanya dua jam saja, jangan nakal ya sayang," ucap Luna sekarang sedang berjongkok mencium anak kembarnya, lalu setelah itu langsung menggendong Axel.
"Sayang, gendong Alexa ya, aku sudah mau terlambat nih," sahut Luna hendak pergi bergegas menuju pintu.
"Cium aku dulu, beraninya kau mencium mereka duluan sebelum aku, bibirmu itu hanya milikku! jika kau tidak segera menciumku aku tidak akan mengijinkanmu pergi kuliah!" ketus Winston berlipat tangan dan menampilkan wajah yang kesal.
Luna yang medengar itu menghela nafasnya sejenak dan memejamkan matanya sesaat, dia sungguh keheranan mengapa pria dewasa seperti Winston bisa-bisanya cemburu pada anaknya sendiri.
***
Jangan lupa komen dan masukan membangun nya 🖤🌚
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!