"Hancurkan dia, Sandra!" teriak Putra, "Konsentrasi! Jangan kepikiran tentang cintamu yang kandas!"
"Berisik kau, Put! Jangan bahas-bahas itu terus!" teriak Sandra sambil berlari mengejar hantu seorang wanita berambut panjang yang melayang dengan cukup cepat, "Kau malah mengingatkanku!"
Sandra melihat hantu wanita berbelok menuju sebuah kamar pembantu di dapur. Begitu Sandra sampai di kamar, dia tidak melihat apapun. Yang dia lihat hanya sebuah lemari yang pintunya tertutup dengan sendirinya. Sandra mencoba membuka lemari itu. Tidak ada apapun. Hanya ada pakaian-pakaian. Tidak ada hantu wanita. Sandra kembali ke ruang tamu dengan menggerutu.
"Bagaimana?" Tanya Putra.
Sandra berkata dengan kesal, "Aku kalah cepat."
Beginilah kehidupan Sandra Permatasari. Teman-temannya biasa memanggilnya Sandra. Dia adalah seorang siswi kelas sebelas. Di hari-harinya sebagai manusia normal, Sandra adalah seorang siswi cantik dan pintar yang biasa diidolakan oleh banyak siswa. Dari adik tingkat hingga kakak tingkat. Di hari-hari yang 'tidak normal', dia bekerja sebagai pemburu hantu. Kemampuan Sandra adalah pyrokinesis atau pengendalian api.
Sebagai pemburu hantu, Sandra tidak sendiri. Dia memiliki tim. Yang pertama adalah Setya Putranto yang biasa dipanggil Putra. Cowok aneh maniak daging ini seorang yang mempunyai kemampuan lumokinesis atau pengendalian cahaya. Yang kedua adalah Marcellino Setiawan yang biasa dipanggil Marcell. Kemampuannya adalah elektrokinesis atau pengendian listrik. Dari mereka bertiga, cowok berkacamata bernama Marcell ini yang paling jahil. Mereka semua sebaya dan bersekolah di tempat yang sama. Tapi berbeda kelas. Yang ketiga adalah Jayabaya atau biasa dipanggil dengan Jay. Jay tidak hadir dalam misi ini.
"Cell, bagaimana?" teriak Sandra.
Marcell keluar dari sebuah kamar di lantai dua. Sambil membersihkan kacamatanya, dia berkata pada kami, "Nihil, teman-teman."
"Jangan-jangan sembunyi di atap?" Sandra menduga.
Marcell berkata, "Tidak, Sandra. Dari tadi aku tidak merasakan hawa keberadaannya."
"Oke, turunlah, Marcell!" kata Putra.
"Bukankah aku harus mengawasi lemari-lemari sialan di lantai dua seperti katamu, Put?" tanya Marcell.
"Turun sajalah!" teriak Sandra, "Kita istirahat dulu."
Sandra dan dua rekannya akhirnya duduk-duduk di ruang tamu. Mereka memutuskan untuk beristirahat selama beberapa menit. Otak mereka pusing karena berpikir bagaimana cara menemukan hantu yang menjadi target mereka. Tubuh mereka lelah karena harus kejar-kejaran dengan hantu sialan ini.
"Sudah enam jam kita kejar-kejaran dengan si rambut panjang ini," kata Putra.
"Benar," kata Marcell setelah melihat jam tangannya, "Aku benci kejar-kejaran. Memangnya ini film india? Berlari-lari di antara pepohonan sambil bernyanyi?"
"Aku bersumpah akan menarik rambutnya sekuat mungkin begitu dia tertangkap," kata Sandra dengan muka yang merah padam.
Tim Sandra saat ini berhadapan dengan jenis hantu yang disebut Lady in the White atau White Lady. White Lady adalah sosok hantu wanita yang berjubah putih dan berambut panjang. Rambutnya yang hitam sangat panjang hingga menyentuh kakinya. Seperti hantu pada umumnya dia suka menjatuhkan berbagai macam barang dan melayang ke sana kemari. Dengan kaki tanpa menyentuh lantai tentunya. Mukanya berlumuran darah, pucat atau hancur separuh. Siapapun yang melihat mukanya pasti akan terpesona. Saking terpesonanya mampu membuat orang pingsan.
Tim Sandra menghadapi White Lady yang menggunakan semua lemari di rumah ini sebagai tempat tinggalnya. Tidak heran jika pemilik rumah membuka lemari, malah mendapati senyuman dari sesosok wanita dengan muka berlumuran darah. Malahan seorang wanita tua di rumah ini baru saja meninggal dengan pendarahan parah di kepala. Ketika membuka lemari di lantai dua, dia mendapat senyuman 'manis' dari sosok gadis yang 'sangat cantik'. Sehingga wanita tua itu lari hingga terjatuh. Tidak kuat dengan cobaan ini, kepala rumah tangga menelepon Departemen Investigasi Supranatural.
Sandra berdiri dan mengajak dua temannya, "Aku akan membuat teh dulu di dapur. Mau ikut?"
Putra dan Marcell saling berpandangan lalu ikut berdiri juga, "Boleh juga."
Sesampainya di dapur, mereka hanya diam karena terlalu lelah. Sandra sedang mengisi panci dengan air. Putra dari tadi hanya menguap saja sementara Marcell memainkan pengendalian listrik di tangannya. Sambil menunggu air mendidih, mereka duduk-duduk di meja makan.
"Apa benar-benar hanya ada sembilan lemari?" tanya Sandra tiba-tiba.
"Benar, Sandra," kata Marcell, "Bukankah kita sudah mengetahuinya sejak mulai menangani kasus ini tiga hari yang lalu?"
Tidak puas dengan jawaban Marcell, Sandra mengambil ponsel milik Putra. Dia mencoba menelepon pemilik rumah. Putra memberitahu Sandra bahwa saat ini operator sedang dalam gangguan.
"Selamat malam, Pak," kata Sandra.
"Selamat ... lam, Sandra. Bagai ... na ... di ... na?" jawab si pemilik rumah dengan suara terputus-putus.
"Kubilang juga apa," kata Putra dengan suara lirih, "Sinyalnya putus-putus."
Sandra tidak menghiraukan Putra. Dia menjawab pertanyaan si pemilik rumah, "Masih belum terkendali, Pak. Saya ingin bertanya, apakah Bapak yakin di rumah ini hanya ada sembilan lemari?"
"Yakin," kata si pemilik rumah yang segera menyebut letak kesembilan lemarinya dengan suara putus-putus.
"Terima kasih atas informasinya. Selamat malam," kata Sandra yang segera menutup telepon.
"Berapa lemari?" tanya Marcell.
"Sembilan lemari ... seperti katamu," jawab Sandra
"Aku bilang juga apa," respon Marcell, "Lagi pula kita sendiri juga sudah memeriksa semua lemari.
Tiba-tiba ponsel Putra bordering dan layar ponselnya tertulis "Jay". Jay adalah pembimbing sekaligus pemimpin tim Sandra. Sandra segera meraih ponsel dan menerima panggilannya.
"Ka...an ...dah ... menangkap hantu...?" kata Jay.
"Belum, Jay. Hantu ini sedikit merepotkan. Dia menantang kami main petak umpet lalu mengejutkan kami."
"...pa ... yang membuat ... sah?"
Muak dengan gangguan operator ini, Sandra meraih gagang pintu belakang dapur dan membukanya. Belakang dapur adalah kebun yang cukup luas dan Sandra berjalan keluar rumah untuk mendapat jaringan yang lebih baik. Setelah di teras belakang, Sandra menjelaskan semua kejadian selama enam jam di rumah ini pada Jay. Secara tak sengaja jangkauan mata Sandra menangkap sesuatu yang bergerak di pojok kebun.
Sandra pura-pura tidak tahu keberadaan benda bergerak itu. Matanya terus mengamati. Tidak butuh waktu lama bagi Sandra untuk menyimpulkan bahwa benda bergerak barusan adalah sosok Lady in the White yang mengajak timnya kejar-kejaran dan beberapa kali berniat membunuhnya. Hantu itu bersembunyi di balik semak-semak sambil mengamati Sandra. Sandra tetap pura-pura tidak tahu. Setelah obrolan dengan Jay selesai, Sandra segera masuk ke dapur lagi dan memberi tahu dua temannya.
"Pastikan pengendalian kalian sudah digabung dengan nether dan ikuti aku," kata Sandra.
"Kau menemukannya?" bisik Putra.
Sandra mengangguk, "Tembaklah ke arah yang sama denganku."
Energi nether energi yang mengalir di antara dunia manusia dan dunia hantu. Dengan menggunakan energi nether, para hantu bisa menyentuh benda-benda di dunia fisik. Jangan heran jika melihat pintu menutup sendiri tanpa ada angin atau apapun sehingga banyak manusia lari ketakutan. Semua itu terjadi karena para hantu melapisi tangannya dengan energi nether. Tidak hanya hantu, para manusia terutama anggota SID juga bisa menggunakan nether. Sehingga semua benda fisik yang dilapisi energi nether bisa mampu menyentuh benda gaib. Sebagai contoh, setelah melumpuhkan hantu, Sandra dan teman-temannya biasa mengikat para hantu di tiang jemuran dengan tali tambang.
"Tembak!"
Sandra dan dua rekannya kompak menembak Lady in the White. Tinju Sandra mengeluarkan api, Putra menembakkan cahaya putih dan Marcell menembakkan listrik kuning. Semua serangan mereka dilapisi oleh nether. Serangan kejutan sukses. Hantu itu robohdan menjerit kesakitan. Kepanasan karena terbakar api Sandra, kakinya berlubang karena tertembus oleh cahaya Putra dan ada beberapa bagian tubuhnya yang lumpuh karena sengatan listrik Marcell. Semua serangan barusan membuat si hantu lemari menderita."Saatnya bagiku untuk melakukan hal yang ingin kulakukan sejak tadi," kata Sandra dengan tangan yang dilapisi oleh nether.
Sandra menghampiri hantu lemari dan tersenyum padanya. Dengan tangan-tangannya yang kuat, Sandra menarik rambut hantu lemari hingga terseret-seret. Dia membawa hantu ini ke teman-temannya. Kemudian Sandra berhenti dan mulai memukul dan menendanginya. Puas menganiaya hantu lemari, Sandra mengikatnya di meja makan dengan tali yang sudah dilapisi oleh nether.
"Kau terlalu kejam, Sandra," kata Putra.
"Cantik-cantik tapi psikopat," Marcell menambahkan.
"Hantu lemari ini, meskipun tidak langsung, telah membunuh manusia," kata Sandra, "Jaga dia. Ada yang ingin kuperiksa."
Sandra meninggalkan dua rekannya dan pergi menuju kebun belakang rumah. Benar dugaan. Ternyata ada lemari di tempat hantu itu mengintip Sandra. Meskipun lemari ini sudah hancur dan dibuang oleh pemilik rumah, tetap saja bisa menjadi media hantu. Berarti ada sepuluh lemari di rumah ini.
"Ada satu lemari lagi di kebun. Dia menjadikan lemari kebun sebagai tempat persembunyiannya," kata Sandra.
Marcell menghela nafas, "Pantas saja tidak ketemu-ketemu."
"Kenapa pemilik rumah menaruhnya di kebun? Untuk menyimpan apa?" tanya Putra.
Sandra menggeleng, "Lemarinya rusak. Pemiliki rumah membuangnya."
PENGUMUMAN: Aku buat cerita baru, nih. Judulnya Black Death. Masih masuk Manipulator Universe. Settingnya di Amerika Serikat. Fokus ke Departemen Medis. Silahkan baca, teman-teman
"Ternyata kemarin malam sesuai dugaanmu, ya," kata Marcell.
"Apanya?" tanya Sandra.
"Masih ada lemari yang belum dihitung. Seandainya klien kita bicara sejak awal mungkin kita tidak terlalu susah."
"Benar, Cell. Tapi siapa juga yang menghitung lemari rusak begitu?"
"Ngomong-ngomong, nanti malam kita jadi ke gereja tua?" tanya Sandra yang masih asyik mengunyah mie pangsitnya.
"Tentu saja," jawab Putra, "Masalahnya aku lupa bertanya hantu macam apa lagi yang kita hadapi."
"Hantu apapun aku berani. Bahkan Red Lady sekalipun," sumbar Marcell yang diikuti tawanya.
"Bodoh," kata Sandra, "Mudah-mudahan hantu yang mudah namun upahnya maksimal."
"Aku sedang butuh upah maksimal," kata Marcell, "Dompet lagi kering, nih."
Sandra, Putra dan Marcell sekarang berada di kantin sekolah. Awalnya, Sandra duduk di kantin seorang diri. Dia sedang menunggu mantannya untuk membicarakan hubungan. Sepuluh menit kemudian, Putra dan Marcell datang menemani Sandra. Mereka bertiga makan siang di sini sambil membicarakan misi kemarin malam. Selama enam jam mereka menghadapi White Lady yang menggunakan lemari sebagai medianya. Memang makhluk itu sebenarnya mudah diatasi tapi sedikit merepotkan.
"Aku berharap misi yang susah. Semakin susah semakin cepat pula kita naik pangkat," kata Putra, "Semoga Paladin cepat menaikkan pangkat kita."
Paladin adalah sebuah organisasi rahasia yang menangani masalah-masalah di 'dunia belakang'. Maksud dari 'dunia belakang' adalah dunia dimana manusia normal atau manusia awam tidak boleh mengetahuinya. Untuk menyelesaikan semua permasalahan di dunia belakang, Paladin melatih manusia-manusia berkemampuan khusus yang disebut manipulator. Mereka memiliki kemampuan mengendalikan elemen-elemen alam. Contohnya adalah pengendalian api seperti Sandra, pengendalian listrik seperti Marcell, pengendalian cahaya seperti Putra, pengendalian es, pengendalian air, pengendalian tanaman, pengendalian logam, pengendalian perak dan masih banyak lagi. Semua manusia bekemampuan khusus ini bertugas untuk menyelesaikan permasalahan dunia belakang.
Agar lebih mudah dalam mengklasifikasi dan menyelesaikan masalah, Paladin memiliki sembilan departemen. Departemen pertama adalah Departemen Petarung atau biasa disebut Legion. Departemen ini melatih manipulator untuk membantu departemen lain ketika menjalankan misi. Disebut-sebut sebagai departemen terkuat. Departemen kedua adalah Departemen Hewan Mitologi dan Kriptozoologi yang bertugas untuk mengamankan, meneliti dan melindungi hewan-hewan mitologi. Departemen ketiga adalah Departemen Sihir yang bertugas untuk melakukan penelitian sihir, mengamankan benda-benda sihir dan memburu penyihir-penyihir jahat dan seperti penyihir beraliran satanik. Keempat, ada Departemen Sains yang bertugas untuk melakukan penelitian terkait ilmu fisika, kimia dan biologi serta cabang-cabangnya. Kelima ada Departemen Sejarah dan Arkeologi yang bertugas untuk menggali, mengidentifikasi, mengamankan situs-situs sejarah kuno yang memiliki kekuatan magis. Keenam ada Departemen Medis yang bertugas untuk melakukan penelitian terhadap wabah dan penyakit, menciptakan obat dan menyembuhkan luka-luka dan penyakit yang diderita oleh para manipulator setelah bertarung. Ketujuh ada Departemen Antar Dimensi yang menghubungkan dunia ini dengan dunia di luar bumi. Kedelapan ada Departemen Intelijen yang mengumpulkan semua data yang terkait dengan dunia belakang. Terakhir adalah Departemen Investigasi Supranatural yang bertugas untuk mencari, memburu dan menangkap hantu. Di Departemen Investigasi Supranatural inilah Sandra, Putra dan Marcell bekerja.
"Ah, dia datang," kata Sandra.
Pandangan Putra dan Marcell langsung tertuju ke satu arah. Mereka berdua melihat apa yang dilihat oleh Sandra. Paham kenapa Sandra berada di kantin ini seorang diri, Putra dan Marcell segera pindah tempat duduk ke meja yang tak jauh dari Sandra.
"Hajar si tukang selingkuh itu," kata Putra.
"Jangan lupa, Ndra, pajak putus," kata Marcell seraya menepuk bahu Sandra.
Sandra tersenyum, "Iya, gampang. Bisa diurus nanti."
Deddy Aliando segera berjalan menghampiri Sandra. Cowok itu duduk di depan Sandra dengan muka yang memelas. Deddy dan Sandra saling berdiam diri selama beberapa menit. Berkali-kali Deddy menghela nafas dan menunjukkan pada Sandra muka melasnya. Sandra benar-benar tak peduli dengan tingkahnya. Matanya terus menatap Deddy dengan santai.
"Ndra, please, aku masih mencintaimu," Deddy membuka percakapan.
"Cinta atau tidak, sayang atau tidak, aku tak peduli. Sudah cukup jelas menurutku bahwa hubungan kita telah berakhir," jawa Sandra.
"Aku khilaf, Ndra ..."
"Khilaf macam apa kok sampai dua kali?"
"Aku ..."
"Dengarkan aku, Deddy Aliando ... pertama kau selingkuh dengan anak SMA 8. Dan sekarang ... sekarang lebih parah ... kau selingkuh dengan temanku sendiri."
"Maaf, Ndra ... aku hanya ingin ..."
"Ingin apa? Ingin agar aku membodohi diriku sendiri dengan berpacaran denganmu tiga kali, Ded?"
"P ..." kata Sandra tiba-tiba.
"P?" tanya Ando keheranan.
"... U ..." Sandra melanjutkan huruf-hurufnya.
"Oh, ayolah, Ndra ...," Ando mulai paham apa yang akan dikatakan Sandra.
"... T..."
"Aku masih mencintaimu ...,"
"...U ..."
"Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi."
"S!" kata Sandra yang mengakhiri kalimatnya, "Apakah aku harus mengejakan lima huruf sialan tadi dua kali, Ded?"
Deddy Aliando akhirnya menyerah. Sebelum pergi dia mengatakan, "Kita akan membicarakan ini lagi."
"Oh, tidak perlu repot-repot, Ded. Jangan sia-siakan waktumu denganku. Manfaatkan waktumu dengan Ariel saja."
Setelah Deddy Aliando tak terlihat lagi, Marcell dan Putra kembali duduk di dekat Sandra. Mereka berdua menanyai Sandra berbagai macam hal. Karena memang obrolan antara Sandra dan Deddy cukup singkat, dua cowok itu tidak percaya dan terus mendesak Sandra untuk bercerita lebih banyak lagi.
"Astaga, teman-teman, hanya itu yang kubicarakan dengannya," kata Sandra yang mulai kewalahan, "Serius, deh."
"Masa hanya itu?" tanya Marcell.
"Ya ampun, Cell, hanya itu," kata Sandra, "Maafkan aku Cell, Put, aku menyakiti Deddy. Aku menyakiti teman kalian."
Putra tersenyum dan menepuk bahu Sandra, "Dia memang teman kami. Tapi kau adalah saudara kami, Ndra. Lagi pula, dia yang salah, kan?"
"Saudara? Bukannya saudari?" tanya Sandra.
"Kalau saja kau lebih feminim, mungkin Putra akan memakai kata 'saudari'," kata Marcell yang langsung tertawa.
"Itu benar," kata Putra, "Tujuan hidupku adalah membuatmu lebih feminim."
"Lalu setelah Putra berhasil mengubahmu menjadi feminim, giliranku untuk memacarimu," kata Marcell yang tawanya meledak.
Sandra juga tertawa, "Belum menyerah juga, Cell? Aku tidak akan berpacaran dengan rekan timku sendiri."
Untuk menjaga profesionalisme sebagai pemburu hantu, Sandra sebisa mungkin menghindari berbagai macam emosi dengan rekan timnya. Begitulah yang diajarkan oleh almarhum papanya yang juga anggota Departemen Investigasi Supernatural. Mulai dari yang negatif seperti marah hingga yang positif seperti cinta. Jika terjadi masalah dengan Marcell atau Putra, Sandra akan berusaha sekuat tenaga untuk segera menyelesaikan masalah. Jika masalahnya besar, gadis itu akan curhat ke Jay dan Jay akan bertindak sebagai penengah. Untuk urusan cinta, belum pernah ada masalah besar antara dirinya dengan Marcell atau Putra. Secara blak-blakan, Marcell mengaku pernah menaksir Sandra. Tentu saja Sandra menolaknya karena idealis pada prinsipnya.
"Kau benar-benar idealis, ya," kata Marcell, "Meskipun kau menolakku berkali-kali, aku tetap mengagumimu."
"Kalau kau memang ingin berpacaran lagi, Ndra, kukenalkan pada temanku," kata Putra.
"Terima kasih, Put," kata Sandra, "Tapi aku tidak mau cepat-cepat. Aku harus move on dulu."
Sandra melihat jam di ponselnya dan ternyata sudah pukul dua belas siang yang berarti sudah waktunya pulang. Dia pun segera berpamitan pada dua rekan timnya. Rencana Sandra adalah pulang pukul setengah sebelas, sampai rumah pukul dua belas dan tidur siang pukul setengah satu. Kebiasaan ini rutin dilakukan Sandra sejak dia SMP.
"Kalian hari ini mau main ke mana, teman-teman? Pulang jam berapa?" tanya Sandra.
"Kami sepertinya akan pulang puku tiga. Ada pertandingan futsal melawan SMAN 10," jawab Putra, "Kami harus menontonnya."
Sandra menatap Marcell lalu mengernyit, "Tumben kau suka menonton futsal?"
Marcell berdiri dan berbisik di telinga Sandra, "Aku ingin mendekati cewek kelas 10 yang ikut cheerleader."
Sandra tertawa mendengar jawaban Marcell, "Seharusnya aku sudah menduganya."
"Hati-hati di jalan, Sandra," kata Putra, "Jangan sampai hatimu dibegal lagi oleh Deddy.
Sandra tertawa dan beranjak pergi, "Itu tidak akan terjadi."
"Menurut peta yang diberikan Jay," kata Putra sambil konsentrasi pada petanya, "Kita terus berjalan lurus. Kita belok ke kiri ketika bertemui perempatan kedua. Kemudian berjalan lurus saja dan kita akan segera bertemu dengan gereja tua di kanan jalan. Hantunya biasanya akan terlihat di malam hari."
Sandra dan dua rekannya sekarang sedang menjalankan misi membasmi hantu penunggu gereja tua yang sangat mengganggu. Gereja tua ini terletak di perbatasan Jakarta-Bekasi. SID mendapat laporan bahwa hantu penunggu di sana sering menculik anak-anak selama beberapa hari kemudian mengembalikannya dalam keadaan tanpa ingatan. Laporan lain juga mengatakan sering terlihat seorang wanita berambut panjang duduk di atas dahan pohon sambil mengayunkan kakinya. Tentu saja semua orang yang terpaksa lewat sana dan melihat hantu itu langsung lari terbirit-birit. Lonceng gereja tua juga sering berdentang secara misterius pada pukul 1.13 dini hari. Gereja tua terkutuk, begitulah penduduk lokal menyebutnya.
"Ini perempatan kedua," kata Sandra dan mereka pun berbelok ke kiri.
Setelah berbelok ke kiri, Sandra dan timnya berpapasan dengan seorang anak kecil yang merengek pada ibunya. Kira-kira umurnya lima tahun. Dia terus merengek sambil menunjuk ke arah yang dituju oleh Sandra dan timnya.
"Tidak mau, Ma! Pokoknya tidak mau!" kata anak kecil itu, "Aku mau ke gereja tua dan tidak mau pulang!"
"Kita harus segera pulang, gereja tua terkutuk itu berbahaya, sayang!" kata ibunya, "Sekarang sudah mau malam dan papa sudah menunggu kita di rumah."
"TIDAK, MA!!! AKU TIDAK MAU PULANG!!!" tangisan anak itu makin menjadi, "TIDAK PULANG SAMPAI AKU DAPAT PERMEN DARI KAKAK CANTIK!!"
"Permen??? Kakak cantik???"
"Tadi waktu kita lewat sana, ada kakak cantik yang menawariku permen coklat enak."
Mata si ibu muda langsungg terbelalak dan ketakutan. Dari ekspresinya, mudah bagi Sandra untuk menyimpulkan bahwa ibu muda itu tidak melihat kakak cantik atau apapun ketika melewati gereja tua tadi. Tidak banyak bicara lagi, ibu muda itu langsung memeluk, menggendong anaknya dan berlari secepat mungkin meninggalkan jalan ini. Tangisan si bocah semakin keras dan dia memukul-mukul punggung ibunya. Ibu muda itu tidak peduli. Dia terus mendekap anaknya dan melangkah pulang secepat mungkin.
"Anak itu sepertinya sudah disukai oleh si penunggu gereja," komentar Marcell. Mereka bertiga terus berjalan sambil membicarakan anak barusan.
"Semoga anak itu tidak didatangi, ya," kata Sandra.
"Didatangi atau tidak, tergantung apakah hantunya memiliki 'alamat' anak itu?"
"Benar," kata Putra, "Semuanya tidak masalah jika anak itu tidak pernah menerima permen dari si hantu sebelumnya."
Maksud kata 'alamat' yang disebut Marcell bukan alamat dalam arti sebenarnya. Contohnya, jika sebelum kejadian ini bocah itu pernah menikmati permen yang diberikan si hantu, maka si hantu nantinya dengan mudah bisa menemukan tempat tinggal bocah itu. Karena hantu itu sudah menanam, sebut saja 'chip', pada si anak.
Sandra, Putra dan Marcell sampai juga di depan gereja tua. Gereja ini dikelilingi oleh pagar-pagar besi yang tinggi dan berkarat. Cat-cat yang melapisi pagar besi itu sudah mengelupas. Gerbangnya juga sama mengelupas dan berkarat seperti pagarnya. Antara gerbang dan gereja tua dihubungkan oleh pavingan yang bagian sampingnya hampir tertutupi oleh semak-semak. Semak-semak dan tumbuhan liar tumbuh tinggi seukuran pinggang manusia di lahan gereja yang dulunya digunakan sebagai taman. Di bagian taman, ada sebuah ayunan yang salah satu rantainya lepas. Meskipun rusak, sesekali ayunan itu berayun sendiri di malam hari, seperti ada yang menggunakannya. Gereja tua itu sendiri tampak terbengkalai. Bagian bawah pintunya sudah berlubang dan hancur karena dimakan oleh rayap. Jendela-jendelanya pun tidak berkaca. Pohon mangga besar dengan daun lebat menutupi sinar matahari sehingga bagian dalam gereja tua nyaris tidak terkena cahaya matahari jika di siang hari. Mereka bertiga berusaha mengamati apa isi gereja tua itu. Namun mata mereka tidak menangkap apapun. Hanya ada kegelapan. Meskipun atapnya sudah berlubang, tetap saja tidak mengijinkan cahaya apapun yang mencoba masuk. Yang mereka rasakan hanyalah energi nether menyelimuti gereja tua hingga pagar.
Marcell melangkah maju mendekati gerbang. Gerbang berbesi tebal itu dirantai dan digembok tiga bagian: atas, tengah dan bawah.
"Put, bagaimana cara masuknya?" tanya Marcell.
Putra merogoh saku celananya dan tampak mencari sesuatu. Setelah ketemu dia menunjukkan tiga buah kunci yang dirangkai menjadi satu.
"Masuknya mudah, Cell," jawab Putra, "Yang aku bingung adalah bagaimana memulai misi? Tentunya kita tidak boleh sembrono langsung memasuki daerah lawan."
"Kalau tidak memasuki daerah lawan, bagaimana cara kita menangkapnya?" tanya Sandra.
"Yang kuinginkan adalah menyeret dia keluar dari kandangnya dan kita segera menghajarnya," kata Putra.
"Bagaimana menurut dokumen SID yang diberikan pada kita?" kata Marcell.
Putra mengambil dokumen dari tasnya dan menunjukkan pada Sandra dan Marcell, "Hantu itu biasanya menampakkan dirinya minimal pukul tujuh malam dan maksimal pukul empat pagi."
Sandra menggeleng, "Minimal pukul tujuh apanya?! Dia baru saja menampakkan wujudnya pada anak kecil. Meskipun dengan wujud manusia. Makhluk apa sih yang kita hadapi?"
"Suicide Spirit," jawab Marcell, "Memang termasuk tortured soul. Tapi kita tahu dia sudah terpengaruh energi negatif."
"Soal dia menampakkan diri di waktu yang bukan malam memang untuk mencari anak-anak," kata Putra.
"Sejak kapan dia bunuh diri dan apa motifnya?" tanya Sandra.
"Seorang gadis kaya yang bunuh diri lima tahun yang lalu. Orang tua dan adiknya tewas mendadak di sebuah kecelakaan mengerikan. Karena kejadian itu, dia menjadi ... yah ... semacam depresi," jawab Putra, "Dia sangat menyayangi adiknya dan mungkin karena itu juga dia suka anak kecil."
"Aku punya ide," kata Sandra, "Hantu itu suka anak kecil, kan?"
Putra dan Marcell mengangguk. Mereka terus menunggu agar Sandra melanjutkan kalimatnya. Sandra tersenyum licik dan menceritakan idenya.
"Idemu kejam juga," kata Putra yang mengerutkan kening.
"Idemu boleh juga," kata Marcell yang bergairah.
"Memang sepertinya itu ide terbaik untuk menyeret hantu itu keluar," kata Putra yang tiba-tiba bangkit sembari memandang gereja tua.
Sandra, Marcell dan Putra segera berangkat untuk menjalankan ide Sandra. Marcell membeli senter yang tentunya berhubungan dengan rencana Sandra. Sementara Putra dan Sandra mencari anak kecil di daerah-daerah kumuh dan kotor. Mencari anak-anak terlantar dan anak-anak jalanan. Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk menemukannya. Dengan iming-iming tiga buah hamburger, satu kotak pizza dan uang dalam jumlah besar, seorang anak jalanan tertarik pada penawaran Sandra dan Putra. Bagi anak jalanan, makanan yang ditawarkan Sandra sudah termasuk mewah. Setelah anak jalanan menyetujuinya, mereka bertiga mengajak anak itu makan malam. Pada pukul delapan malam, mereka sudah sampai ke gereja tua.
"Baiklah, tunggu di sini," kata Sandra, "Jika kau melihat seorang gadis cantik muncul dari gereja dan menawarimu permen atau apapun, jangan diterima! Arahkan saja cahaya senter ke mukanya. Jika tiba-tiba mukanya berubah menjadi buruk rupa, kau boleh kembali ke kami."
"Kami di perempatan itu," kata Putra sambil menunjuk perempatan yang mereka lewati sebelumnya, "Tidak begitu jauh, kan? Sambil menunggu perempuan itu muncul, kau boleh tidur."
"Jangan sekalipun berpikiran untuk mendekatinya dan menerima tawarannya. Walaupun tawarannya lebih baik dari tawaran kami," kata Marcell, "Wanita itu berbahaya dan akan kami ceritakan sejahat apa wanita itu. Tentunya setelah kau menjalankan tugas dengan baik."
"Kenapa dia berbahaya?" tanya anak jalanan.
"Tenang saja. Wanita itu tidak berbahaya jika kau menuruti perintah kami," kata Sandra setelah mendorong Marcell.
Anak jalanan itu hanya menurut dan mengangguk saja. Otaknya hanya terbayang pizza, hamburger dan uang. Sehingga bocah itu tidak curiga. Dia tidak diberitahu oleh Sandra bahwa wanita penghuni gereja adalah hantu. Jika diberitahu, tentu saja anak jalanan itu akan lari ketakutan.
Putra mendekai gerbang gereja dan mengeluarkan kuncinya. Kemudian dia membuka satu per satu gemboknya dan melepas lilitan rantainya. Setelah semuanya selesai, Putra kembali ke dua rekannya.
"Kenapa membuka gerbangnya?" tanya Sandra.
Putra tidak menjawab dan baru menjawab ketika mereka bertiga sampai di perempatan, "Untuk jaga-jaga akan terjadinya dua kemungkinan. Pertama, jika umpan kita terpikat godaan si hantu dan masuk ke gereja. Kedua, jika hantunya berhasil lolos dari jebakan kita. Dari dua kemungkinan barusan, apapun yang terjadi, mau tidak mau kita harus masuk ke gereja. Jika gemboknya terbuka, kita bisa dengan mudah masuk ke gereja tua itu. "
Sandra dan dua rekannya sekarang berpisah dari anak itu. Tentu saja sambil tetap mengawasi dari kejauhan. Sedetik, dua detik, satu menit, dua menit, satu jam, dua jam dan hantunya tidak kunjung muncul. Anak jalanan itu juga sudah tertidur bersandar di tiang lampu jalanan. Sandra, Marcell dan Putra mulai terkantuk-kantuk. Mereka bertiga tidur bergantian selama tiga puluh menit.
"Ssstttt ... sssttt ...," kata Sandra sambil menyikut Marcell dan Putra, "Hantunya muncul."
"Oh, ya?" kata Putra sambil melihat jam, "Dia baru muncul dini hari begini."
Sesuai dengan laporan yang tertulis, lonceng gereja berdentang keras pada pukul 1.13. Anak jalanan itu mulai bangun dan mengambil senter. Dia mengarahkan senternya ke pagar dan terlihat sedang berbicara dengan seseorang. Anak jalanan mengarahkan senternya ke gerbang gereja. Sandra, Marcell dan Putra melihat dengan Eyes of Ghost Dimension. Eyes of Ghost Dimension adalah kemampuan mata yang wajib dimiliki oleh semua anggota SID agar bisa melihat hantu. Berkat kemampuan mata itu, terlihatlah sebuah telapak tangan wanita yang pucat terulur di gerbang gereja. Telapak tangan itu menarik pintu gerbang perlahan-lahan hingga terbuka. Anak jalanan itu tersenyum, mengangguk dan bangkit dari duduknya.
"Bocah bodoh!!" kata Marcell yang mulai berdiri diikuti oleh Sandra dan Putra.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!