NovelToon NovelToon

Bukan Keluarga Impian

1. Aluna Dan Kevin

Cerita bermula dari sepasang suami istri.

Sang pria bernama Alex yang berasal dari keluarga berada. Tapi karena sifat malasnya, Alex pun dibuang oleh keluarganya. Apalagi setelah dia memilih menikahi Kania, seorang wanita yang berasal dari panti asuhan yang kemudian dibesarkan oleh keluarga sederhana.

Kania adalah seorang wanita mandiri dan pekerja keras. Kania berstatus karyawati di sebuah mall saat bertemu dengan Alex. Dia resign saat Alex menikahinya. Rupanya Kania tak tahan dengan sikap Alex yang pencemburu dan selalu marah saat dia berinteraksi dengan customer pria.

Alex dan Kania bertemu di sebuah lapangan olah raga. Saat itu Alex masih bekerja di perusahaan milik keluarga sebagai Manager keuangan, sedangkan Kania berstatus sebagai SPG di mall yang ada di bilangan Jakarta. Kegemaran Alex dan Kania berolah raga membuat keduanya makin dekat hingga kemudian menjalin kasih.

Kisah cinta mereka ditentang oleh keluarga Alex karena Kania hanya anak angkat pegawai negeri. Namun demi cinta, Alex memilih mempertahankan Kania dan rela menerima resiko yaitu dibuang oleh keluarganya yang kaya raya itu.

Alex dan Kania memilih kawin lari. Kania menerima Alex dengan seribu janjinya itu begitu saja tanpa memikirkan masa depan yang akan menyambut mereka nanti. Bahkan Kania rela meninggalkan orangtua angkat yang telah mengasuhnya sejak balita karena terbuai janji manis Alex.

"Percaya lah, kita pasti bahagia Kania. Asal bersamamu, aku yakin bisa melewati semua rintangan itu. Ayo kita menikah dan hadapi semuanya bersama," rayu Alex kala itu.

"Iya, aku setuju. Mari berjuang bersama dan buktikan sama keluargamu yang kaya itu kalo kita mampu berdiri di atas kaki Kita sendiri," sahut Kania antusias.

Alex pun terharu. Dia memeluk Kania dengan erat lalu mendaratkan ciuman lembut di bibirnya.

"Makasih Sayang," bisik Alex.

"Sama-sama ...," sahut Kania sambil membalas ciuman panjang Alex di bibirnya.

\=\=\=\=\=

Alex dan Kania akhirnya kawin lari. Setelah meresmikan pernikahan mereka, Alex mengajak Kania tinggal di sebuah rumah.

Rumah sederhana namun berukuran besar dan dilengkapi perabotan itu merupakan aset milik keluarga Alex yang tak diketahui Kania. Alex sengaja berbohong pada Kania dan mengatakan rumah itu milik rekannya.

"Berapa sewa yang dia minta per bulannya?" tanya Kania.

"Ga ada. Dia cuma nyuruh kita nempatin sekalian menjaga rumah ini," sahut Alex berbohong.

"Alhamdulillah. Ini udah lebih dari cukup untuk kita berteduh. Setidaknya kita bisa menghemat pengeluaran," kata Kania.

Alex mengangguk mengiyakan ucapan istrinya. Diam-diam dia tersenyum sambil mengamati Kania yang sedang meletakkan tas berisi pakaian mereka di kamar.

"Terus gimana sama biaya hidup kita ?. Kalo kamu ga kerja, uang tabungan kita lama-lama bisa habis lho," kata Kania mengingatkan.

"Kamu ga usah khawatir. Aku udah dapat kerjaan di bengkel temenku. Gajinya emang ga besar, tapi lumayan lah. Aku pikir cukup untuk biaya bulanan Kita berdua," sahut Alex sambil membaringkan tubuhnya di lantai.

Kania pun tersenyum. Dia bahagia karena Alex menepati janjinya untuk bertanggung jawab pada kehidupannya setelah mereka menikah.

\=\=\=\=\=

Kehidupan pernikahan Alex dan Kania awalnya dipenuhi madu dan kebahagiaan. Namun pernikahan mereka mulai menemui batu sandungan setelah setahun pernikahan, tepatnya setelah kelahiran anak pertama yang mereka beri nama Aluna.

Entah mengapa, sejak kelahiran Aluna perlahan Alex pun berubah. Alex yang saat itu bekerja di bengkel mobil mulai terpengaruh teman-temannya yang gemar minum minuman beralkohol dan berjudi. Bahkan Alex rela menghabiskan gajinya di meja judi daripada menafkahi anak istrinya.

Selanjutnya kehidupan rumah tangga Kania dan Alex mulai sering diwarnai pertengkaran. Masalah utamanya adalah keuangan yang morat marit karena kegemaran buruk Alex. Meskipun Kania sudah kembali bekerja untuk membantu Alex, namun sayang gajinya sebagai SPG tak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecil mereka.

Dan di saat keuangan keluarga sedang tak stabil, Kania hamil anak kedua.

Berbeda dengan kehamilan pertama yang dihujani cinta dan perhatian dari Alex. Di kehamilan Kania kali ini Alex justru tak peduli. Bahkan Alex mulai tega memukul Kania. Alex juga merampas uang gaji Kania untuk dia pertaruhkan di meja judi. Dan jika sudah seperti itu Kania hanya bisa menangis sambil memeluk Aluna.

Hingga beberapa bulan kemudian Kania melahirkan anak keduanya. Bayi berjenis kelamin laki-laki yang lahir prematur itu diberi nama Kevin. Meskipun lahir prematur, Kevin tumbuh menjadi anak yang sehat dan normal seperti anak seusianya.

Awalnya Kania berharap kehadiran Kevin bisa memotivasi Alex agar mau berubah. Tapi sayangnya harapan Kania berakhir sia-sia.

Suatu hari Kevin demam tinggi dan Kania tak memiliki uang untuk membeli obat penurun demam apalagi berobat ke klinik. Karena terlambat mendapat pertolongan, dokter mendiagnosa Kevin akan mengalami kelumpuhan permanen dan harus menggunakan kursi roda.

"Maaf Bu Kania. Dengan berat hati saya sampaikan, Kevin terlambat mendapat pertolongan. Meski pun nyawanya selamat, tapi ... " dokter sengaja menggantung ucapannya karena iba melihat Kania yang mulai menangis.

"Tapi apa dok?" tanya Kania tak sabar.

"Begini Bu. Karena Kevin tak mendapat asupan makanan yang layak juga vitamin yang diperlukan, maka tubuh Kevin melemah dan mengalami hambatan untuk tumbuh normal seperti anak lain seusianya. Dengan kata lain Kevin mengalami mal nutrisi. Kekurangan berat badannya masih bisa kita upayakan, tapi untuk kakinya rasanya sulit. Banyak zat yang diperlukan tulang untuk tumbuh dan berkembang tak ditemui di kaki Kevin. Jadi ... ke depannya Kevin harus menggunakan kursi roda untuk menunjang aktifitasnya," kata dokter dengan hati-hati.

"Maksud dokter Anak Saya cacat?" tanya Kania dengan suara tercekat.

"Betul Bu. Maaf kalo ini mengejutkan. Tapi saya harus bicara jujur supaya Bu Kania tak berharap terlalu banyak," sahut sang dokter tak enak hati.

Kania pun menangis histeris mengetahui anak laki-lakinya lumpuh. Kemudian Kania pulang dengan membawa kemarahan. Dia menyalahkan Alex atas derita yang menimpa dirinya dan kedua anaknya.

"Kau. Gara-gara keegoisanmu dan sifat malasmu, anakku sekarang cacat. Kau harus bertanggung jawab Alex!" jerit Kania marah.

"Mana mungkin dia cacat. Dia cuma telat makan aja kok," sahut Alex santai.

Ucapan Alex membuat Kania kesal. Kania pun meraih Kevin yang berbaring itu Ialu mendudukkannya dengan paksa. Kevin yang kaget dibangunkan paksa pun mulai menangis. Apalagi sang mama juga memaksanya berdiri dan berjalan.

Berkali-kali Kevin terjatuh dan itu membuat Kania ikut menangis. Aluna yang iba melihat Kevin menangis pun berusaha membantu.

"Kevin ... !" panggil Aluna.

"Kakak ... tolong Kak. Sakit ...," rintih Kevin sambil menangis.

Aluna pun menghampiri Kevin dan berusaha menenangkannya. Kemudian dia menoleh kearah sang mama.

"Cukup Ma!. Jangan paksa Kevin buat jalan lagi. Mama kan tau Kevin udah ga bisa berdiri apalagi jalan!" jerit Aluna marah sambil memeluk Kevin erat.

Ucapan Aluna membuat Alex terkejut. Untuk sejenak Alex hanya bisa membisu sambil menatap kedua anaknya.

Kania yang kesal pun merangsek maju untuk memukuli Alex. Karena tak tahan dengan amukan Kania, Alex pun memilih pergi dari rumah.

\=\=\=\=\=

Setelah beberapa tahun bertahan, akhirnya Kania menyerah. Dia memutuskan menggugat cerai suaminya. Saat itu usia Kania enam belas tahun, sedangkan Kevin dua belas tahun.

Setelah mendaftarkan gugatan perceraiannya, Kania pun pergi meninggalkan kedua anaknya tanpa pamit. Kania tak tahu bahwa kelak ini akan menjadi penyesalan terbesar dalam hidupnya.

Alex murka saat mengetahui dirinya dicerai dan ditinggalkan. Dia mengamuk dan menghancurkan semua benda yang ada di sekitarnya.

"Sia*an kau Kania. Kenapa kau pergi tanpa membawa anak-anak ini. Mereka hanya beban dan Aku ga mau dibebani!" kata Alex lantang.

Aluna dan Kevin terkejut mendengar ucapan sang papa. Setelah saling menatap sejenak, Aluna pun menjawab ucapan Alex dengan berani.

"Kalo Papa keberatan merawat aku dan Kevin, kami bisa pergi dari sini. Kami juga ga sudi tinggal sama orang yang bahkan ga bisa mengurus dirinya sendiri!" sahut Aluna tak kalah lantang.

Ucapan Aluna membuat Alex tersinggung. Setelah menendang pintu, Alex keluar dari rumah itu dan tak pernah kembali.

"Gimana nih Kak. Mama sama papa pergi. Terus kita sama siapa Kak?" tanya Kevin sambil menangis.

"Jangan khawatir Kev. Kakak yang bakal urus semuanya nanti. Tapi Kakak minta satu aja dari kamu. Jangan nangis lagi. Ngerti ga?!" tanya Aluna.

Kevin mengangguk lalu menghapus air matanya. Aluna pun tersenyum lalu memeluk Kevin dengan erat.

Dan sejak saat itu lah Aluna yang mengurus semuanya termasuk sang adik.

Untuk membiayai kehidupannya dan sang adik, Aluna bekerja paruh waktu sebagai penjaga toko kelontong.

Kevin ikut membantu dengan cara menemani Aluna saat menjaga toko. Untuk mengusir kejenuhan, biasanya Kevin membaca buku yang akan dijadikan pembungkus.

"Kak, buku yang itu belum aku baca. Yang ini aja yang buat bungkus!" seru Kevin sambil memberikan buku yang telah selesai dia baca.

"Kamu nih ada-ada aja Kev. Emangnya baca bisa bikin Kamu pinter ya?" tanya Aluna sambil meraih buku yang disodorkan Kevin.

"Bukan pinter Kak. Buku itu kan jendela dunia. Jadi membaca banyak buku bisa bikin kita tau lebih banyak," sahut Kevin hingga membuat Aluna tersenyum.

"Tapi kenapa kakak pusing ya kalo kelamaan baca kaya kamu. Kayanya, selesai SMU kakak mau lanjut kerja aja," kata Aluna.

"Sayang dong Kak. Kalo Kakak kuliah, pasti hidup kita bisa lebih baik," kata Kevin penuh harap.

"Kuliah ga menjamin hidup kita sukses Kev, tergantung usaha kita juga. Ada orang lulusan SD bisa jadi juragan besi dan kaya raya. Tapi ada juga yang lulusan Sarjana malah jadi OB bahkan jadi pengangguran kaya papa," sahut Aluna sambil mencibir.

Kevin pun membisu sambil memikirkan ucapan Aluna.

"Daripada buat kuliah, mending uangnya kakak pake buat biaya kamu sekolah dan berobat Kev," kata Aluna sesaat kemudian.

"Apa ada sekolah yang mau nerima orang cacat kaya Aku Kak?" tanya Kevin.

"Ada dong. Kakak janji bakal daftarin kamu ke sekolah yang tepat biar kamu ga minder. Yang penting kamu semangat dan jangan putus asa," sahut Aluna sambil menepuk punak Kevin.

Kevin mengangguk dengan wajah berbinar bahagia. Kevin yakin Aluna pasti bisa memenuhi janjinya itu nanti.

\=\=\=\=\=

Sore itu Aluna dan Kevin pergi ke lahan kosong yang mirip lapangan bola sepulang bekerja. Aluna mendorong kursi roda Kevin perlahan. Setelahnya Aluna pun membantu Kevin berdiri dan memintanya berlatih berjalan seperti yang selama ini mereka lakukan.

"Ayo, sekarang kamu jalan ke sana. Pelan-pelan aja ga usah cepet-cepet," kata Aluna.

"Iya Kak. Tapi Kakak jangan jauh-jauh ya," pinta Kevin.

"Tenang aja. Kakak jagain di sebelah sini ya Kev," sahut Aluna.

"Tapi kalo ntar aku jatoh terus nibanin Kakak, janji ga marah ya," pinta Kevin.

"Ya jangan sampe jatoh dong. Niat banget sih jatohnya," gerutu Aluna disambut tawa lebar Kevin.

Kemudian Kevin mulai bergerak selangkah demi selangkah. Aluna nampak tersenyum melihat kemampuan Kevin yang maju pesat. Walau beberapa kali hampir terjatuh, namun Kevin tak patah semangat.

Dan akhirnya Kevin berhasil menyelesaikan rute yang harus dilaluinya itu seorang diri. Dia tiba di sisi lain lapangan setelah mengikuti arahan Aluna.

"Alhamdulillah. Yeeey ... aku bisa Kak!" seru Kevin dari ujung lapangan.

Aluna pun berlari lalu menghambur memeluk sang adik. Keduanya nampak tertawa bahagia.

"Makasih ya Kak. Sekarang aku sembuh dan bisa jalan lagi," kata Kevin dengan suara bergetar.

"Sama-sama. Itu juga karena tekad kuat kamu untuk sembuh Kev," sahut Aluna sambil mengurai pelukannya.

"Aku janji ke depannya bakal bikin Kakak bahagia. Meskipun harus mengorbankan kebahagiaanku sendiri, aku ga peduli," kata Kevin sambil menatap Aluna lekat.

"Ga usah janji apa-apa Kev, pamali. Ngeliat kamu sembuh aja Kakak udah bahagia. Dan mulai sekarang kita bisa lanjutin mimpi kita," kata Aluna.

"Iya Kak," sahut Kevin cepat hingga membuat Aluna tersenyum.

"Sekarang pulang yuk. Tapi sebelum pulang kita mampir dulu makan baso di warungnya Pakde Sodiq," kata Aluna.

"Ok Kak!" sahut Kevin antusias hingga membuat Aluna tertawa.

Kemudian Kevin dan Aluna melangkah bersama sambil mendorong kursi roda yang tak terpakai itu.

Tanpa Aluna dan Kevin sadari, keduanya sedang diawasi oleh sepasang mata milik Danar, ayah Alex. Pria itu mengamati kedua cucunya dari dalam mobil dengan mata berkaca-kaca.

"Akhirnya kamu sembuh Kev. Semoga setelah ini, tak ada lagi yang menghalangimu untuk mengejar mimpimu," gumam Danar sambil tersenyum.

Tak lama kemudian Danar mengetuk kaca mobil untuk memberi isyarat kepada supir pribadinya agar segera melajukan mobil.

Tak lama kemudian mobil mulai melaju meninggalkan tempat itu.

\=\=\=\=\=

2. Perlahan Bangkit

Setelah mengenyangkan perut masing-masing dengan semangkuk baso, Aluna dan Kevin pun melanjutkan perjalanan menuju ke rumah. Sesekali mereka tertawa bersama sambil melompat kegirangan. Aluna merasa beban terbesarnya menyembuhkan sang adik musnah sudah. Kini yang ada hanya asa yang melambung tinggi di cakrawala.

Aluna dan Kevin masih berjalan sambil bergandengan tangan. Senyum tercetak jelas di wajah Aluna dan Kevin seiring sapaan para tetangga yang kebetulan berpapasan dengan mereka.

"Ya Allah. Kamu udah bisa jalan lagi Nak!" sapa Mimin tetangga di samping rumah Aluna.

"Alhamdulillah, iya Bu. Ini karena kak Luna yang sabar ngelatih aku jalan tiap hari," sahut Kevin senang.

"Masya Allah. Ibu bangga sama kalian yang sabar dan kompak. Kalian berdua bisa bertahan hidup tanpa orangtua. Andai aja Ibu punya cukup uang, Ibu pasti mau nanggung hidup kalian berdua," kata Mimin penuh haru.

"Jangan ngomong gitu dong Bu. Walau Ibu ga bisa menanggung biaya hidup kami, tapi Ibu kan udah nasehatin kami kalo kami salah. Itu udah lebih dari cukup untuk kami yang tinggal tanpa pengawasan orangtua," kata Aluna sambil tersenyum tulus.

"Gimana kalo malem ini Kalian makan di rumah Ibu ?" tanya Mimin sesaat kemudian.

"Emang ada acara apa sampe ngajak mereka makan di rumah Bu?" sela suami Mimin tiba-tiba.

"Duh Bapak nih gimana sih. Emangnya Bapak ga liat kalo Kevin udah bisa berdiri dan jalan lagi sekarang?" tanya Mimin sambil melirik kearah Kevin.

Asep pun mengikuti arah tatapan sang istri lalu melonjak kaget.

"Masya Allah. Apa saya ga salah liat nih?!" kata Asep lantang.

"Ga salah Pak. Kevin emang udah bisa jalan lagi sekarang," sahut Aluna sambil tersenyum.

"Wah, itu artinya kamu udah bisa ikutan main bola dong sama Bapak," gurau Asep.

"Iya Pak. Tapi Saya jadi cadangan dulu ya," pinta Kevin malu-malu.

"Gampang lah itu, bisa diatur nanti," sahut Asep sambil merangkul pundak Kevin.

Aluna tertawa melihat interaksi Kevin dan Asep. Dalam hati Aluna bersyukur memiliki tetangga sebaik Asep dan Mimin.

Asep adalah seorang pelatih sepak bola yang juga merupakan karyawan di perusahaan swasta. Sedangkan Mimin adalah ibu rumah tangga biasa yang membantu suaminya dengan berjualan gorengan. Mereka juga mengenal orangtua Aluna dan prihatin dengan nasib yang menimpa keluarga Aluna.

\=\=\=\=\=

Hari itu Aluna mengantar Kevin ke sebuah klinik kesehatan. Aluna ingin memastikan kondisi sang adik pada dokter spesialis tulang.

Hati Aluna dan Kevin bahagia tak terkira saat mendengar Kevin dinyatakan sembuh dan sehat oleh dokter di klinik itu.

"Tapi Kevin masih harus bersabar sedikit lagi. Kalo mau jago lari dan melakukan aktifitas lain secara mandiri, Kevin harus rajin berlatih biar otot-otot yang selama ini tidur bisa bangun dan kembali melakukan fungsinya," kata dokter.

"Iya dok," sahut Kevin.

"Berapa lama Kevin harus berlatih dok ?" tanya Aluna.

"Setiap hari sampe Kevin sanggup untuk berlari dan melakukan kegiatan berat lainnya secara mandiri. Tapi lakukan secara bertahap ya. Ga usah buru-buru karena itu bisa membuat otot cidera," sahut dokter sambil menulis resep.

"Baik dok," sahut Aluna dan Kevin sambil tersenyum.

Setelah keluar dari klinik, Aluna membawa Kevin ke sebuah lembaga pendidikan.

Usia Kevin sekarang tiga belas tahun, itu artinya masa sekolah SD sudah hampir lewat. Supaya Kevin semangat belajar dan tak malu karena harus mengulang dari awal, Aluna mendaftarkan Kevin sekolah kejar Paket A di sore hari.

"Jadi aku didaftarin sekolah Kak?" tanya Kevin dengan mata berbinar.

"Iya. Kakak yakin kamu malu kalo harus mengulang kelas di SD. Makanya kakak daftarin kamu sekolah di sini aja. Nanti lulus dari sini kamu bisa langsung lanjut SMP kaya teman-teman kamu. Gimana, mau ga?" tanya Aluna.

"Iya. Aku mau banget. Makasih ya Kak," sahut Kevin sambil memeluk Aluna.

"Sama-sama. Yuk, kita masuk," ajak Aluna sambil menggamit tangan Kevin.

\=\=\=\=\=

Sejak terdaftar sebagai peserta didik kejar Paket A, Kevin terlihat semangat. Bahkan Aluna sering mendapati sang adik belajar hingga larut malam.

"Udah malam Kev. Tidur dulu," tegur Aluna.

"Iya sebentar lagi Kak. Nanggung banget nih," sahut Kevin tanpa menoleh.

"Besok kan bisa. Jangan sampe kamu sakit gara-gara begadang ya Kev," kata Aluna.

Kevin menghentikan kegiatannya lalu menoleh kearah Aluna.

"Aku emang ga sabar untuk lulus Kak. Aku pengen bantuin Kakak cari uang biar kita bisa hidup lebih baik. Selama ini Kakak udah ngurusin aku, sekarang giliran aku yang kerja karena aku kan laki-laki," kata Kevin sungguh-sungguh.

Ucapan Kevin membuat Aluna terharu. Dia pun menghampiri Kevin lalu memeluknya dengan erat.

"Tapi badan kita juga perlu istirahat Kev. Kalo kamu sakit, yang ada kamu malah ngerepotin Kakak lho," kata Aluna mengingatkan.

Ucapan Aluna membuat Kevin sadar jika apa yang ia lakukan bukan lah hal yang baik. Kevin pun mengurai pelukan lalu bergegas membereskan meja belajarnya.

"Dua bulan lagi naik-naikan kelas dan bulan depannya mulai semester baru. Nah, kamu bisa siap-siap untuk daftar masuk SMP Kev," kata Aluna.

"Aku didaftarin di SMP mana Kak?" tanya Kevin.

"Maunya sih SMP Negeri. Tapi kalo ga bisa, terpaksa SMP Swasta," sahut Aluna santai.

"SMP Swasta kan mahal Kak," kata Kevin.

"Iya, kakak tau. Kamu tenang aja. Kakak bisa cari kerja tambahan supaya bisa biayain sekolah kamu. Tugas kamu cuma satu, sekolah yang bener, jangan main mulu. Biar ga ngerugiin kakak. Masa udah capek-capek dibiayain malah ga lulus," kata Aluna sambil mendelik kesal namun justru membuat Kevin tertawa.

"Ga usah Kak. Aku juga bisa nyari duit buat biaya sekolah aku," kata Kevin di sela tawanya.

"Jadi kamu beneran mau kerja. Kerja apaan Kev?" tanya Aluna.

Bukannya menjawab pertanyaan Aluna, Kevin justru pura-pura menguap lalu melangkah ke kamar meninggalkan Aluna begitu saja.

\=\=\=\=\=

Sore itu Aluna menemani Kevin menuju tempat diselenggarakan ujian persamaan. Aluna sengaja minta ijin pulang lebih awal dari toko agar bisa menemani sang adik. Aluna ingin memberi suport kepada Kevin agar semangat mengerjakan soal-soal ujian nanti.

"Semangat ya Kev. Jangan lupa berdoa. Jangan fokus sama satu soal yang sulit. Coba kerjain yang gampang dulu, yang susah belakangan aja. Ntar kalo masih ada waktu baru kerjain yang susah tadi. Kakak yakin kamu pasti bisa," pesan Aluna sambil menepuk punggung Kevin.

"Iya Kak," sahut Kevin lalu masuk ke dalam kelas.

Aluna pun menghela nafas panjang lalu melangkah menuju kursi dan duduk menunggu di sana. Selama tiga hari berturut-turut Aluna melakukan hal itu hingga keberadannya menarik perhatian salah satu pengajar di sana.

"Siapa gadis yang berdiri di sana itu?" tanya Wuri, staf pengajar dimana Kevin menimba ilmu.

"Oh itu Kakaknya Kevin, Bu," sahut pengajar lain yang bernama Sri.

"Keliatannya sayang banget sama adiknya, sampe mau nungguin di luar ruang ujian tiap hari," kata Wuri sambil tersenyum.

"Mereka emang kompak Bu. Maklum, mereka kan cuma tinggal berdua aja di rumahnya karena orangtua mereka udah ga tinggal sama mereka lagi," kata Sri.

"Jadi mereka yatim piatu?" tanya Wuri prihatin.

"Bukan. Kedua orangtua mereka bercerai dan meninggalkan mereka gitu aja. Yah, bisa dibilang mereka anak broken home gitu Bu," sahut Sri lalu melangkah keluar ruangan.

"Kasihan," gumam Wuri.

Wuri masih memandangi Aluna dengan perasaan tak menentu. Dia melihat ketegaran di mata gadis cantik itu. Wuri pun ikut tersenyum saat Kevin keluar dari ruangan dan langsung memeluk sang kakak.

"Alhamdulillah selesai. Aku bisa ngerjain semuanya Kak!" seru Kevin sambil memeluk Aluna.

"Alhamdullilah. Kamu emang hebat. Semoga nilai kamu bagus dan layak untuk masuk SMP negeri ya Kev," kata Aluna penuh harap.

"Aamiin," sahut Kevin sambil mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Kemudian Aluna dan Kevin melangkah meninggalkan tempat itu. Masih terdengar celotehan keduanya yang saling bersahutan.

Di tempatnya Wuri nampak memandangi tubuh kedua kakak beradik itu hingga keduanya melewati gerbang.

"Kenapa Ri?" tanya Sri.

"Mereka ... " sahut Wuri sambil menunjuk Aluna dan Kevin dengan ujung dagunya.

"Kamu masih ngeliatin anak-anak itu?" tanya Sri tak percaya.

"Iya. Abis aku masih penasaran," sahut Wuri dengan mimik lucu.

"Kamu tuh. Anak kamu kan udah dua. Masa masih mau ngadopsi mereka juga?" tanya Sri tak percaya.

"Aku ga keberatan kok," sahut Wuri santai.

"Diomongin dulu lah sama suamimu. Jangan sampe niat baikmu malah jadi bumerang buat kamu," kata Sri datar.

"Maksud kamu apa sih Sri?" tanya Wuri tak mengerti.

"Kamu liat sendiri kan kalo kakaknya Kevin itu cantik. Apa suami kamu yang jelalatan itu sanggup menahan hasratnya. Apa kamu ga kawatir dia bakal manfaatin keadaan lalu melecehkan gadis itu nanti?" tanya Sri to the point.

Wuri tersentak. Ingatan Wuri kembali ke masa beberapa tahun lalu. Masa dimana dia dan Galih hampir bercerai karena ulah Galih yang hampir menodai keponakan perempuan Wuri.

Saat itu keponakan Wuri memang menginap di rumah Wuri untuk mengisi liburan. Wuri sempat meninggalkan keponakannya yang berusia remaja itu untuk belanja di mini market sebentar. Saat Wuri kembali ke rumah, ia melihat motor Galih terparkir di teras. Mengetahui sang suami kembali, Wuri bergegas masuk ke dalam rumah. Wuri terkejut mendapati rumah dalam kondisi sepi, tapi terdengar suara aneh di kamar keponakannya.

Khawatir dengan keponakannya, Wuri pun bergegas mendobrak pintu. Wuri terkejut menyaksikan Galih tengah menind*ih tubuh keponakannya yang nyaris telan*ang dengan tangan yang membekap mulut gadis remaja itu.

Melihat kehadiran Wuri, Galih terkejut lalu refleks melepaskan cekalan tangannya. Kesempatan itu dimanfaatkan dengan baik oleh keponakan Wuri. Gadis itu menjerit lalu lari keluar rumah sambil menangis.

Saat itu Wuri hanya bisa mematung tak percaya. Andai dia terlambat datang, mungkin kesucian keponakannya sudah terenggut.

Mengetahui suaminya hampir menodai keponakannya Wuri pun murka Ialu melayangkan gugatan cerai. Namun entah mengapa mereka batal bercerai. Bahkan Wuri bersedia kembali rujuk dengan beberapa syarat yang disetujui Galih.

Rujuknya Wuri dengan Galih membuat keluarga besar Wuri marah dan memusuhinya. Hampir tiga tahun mereka tak saling menyapa. Di acara keluarga besar pun Wuri tak pernah dilibatkan. Tapi akhirnya keluarga mereka berdamai dan menerima Wuri kembali. Hanya Wuri, tanpa Galih karena keluarga Wuri tak bisa memaafkan Galih.

Meski pun Wuri memaafkannya, tapi Galih tak bisa menghentikan kebiasaan buruknya itu. Beberapa kali Galih tertangkap basah selingkuh oleh Wuri, namun lagi-lagi dengan mudah Wuri memaafkan sang suami. Kejadian yang terus berulang itu membuat keluarga Wuri kesal dan menduga Galih melakukan ritual sesat untuk menaklukkan Wuri.

Kemudian Wuri dan Galih memutuskan mengadopsi anak untuk melengkapi rumah tangga mereka. Mengingat sifat 'buaya' Galih yang akut membuat Wuri memutuskan mengadopsi dua anak laki-laki sekaligus agar kejadian buruk itu tak terulang.

Tapi saat melihat Aluna, keinginan Wuri untuk memiliki anak perempuan kembali bangkit. Beruntung Wuri segera sadar dirinya hanya akan menghancurkan masa depan Aluna jika membawa gadis itu tinggal bersamanya nanti.

Lamunan Wuri pun buyar saat angin menghempas pintu. Dengan berat hati Wuri harus merelakan impiannya kandas begitu saja karena teringat sifat buruk suaminya.

bersambung

3. Yang Terluka

Sore itu Kevin nampak berlari menghampiri sang kakak yang masih berada di toko juragan Amri. Kevin datang sambil membawa map berisi sertifikat kelulusannya.

"Kakak ... !" panggil Kevin lantang hingga mengejutkan Aluna.

"Ada apa Kev. Jangan lari, nanti kamu jatoh!" jerit Aluna khawatir.

"Aku gapapa Kak. Aku bawa ini, coba Kakak liat!" kata Kevin sambil menyodorkan map yang dibawanya.

Aluna meraih map yang disodorkan Kevin dan segera membukanya. Matanya membulat tak percaya melihat tulisan di kertas yang menyatakan Kevin lulus ujian Kejar Paket A dengan nilai memuaskan.

Aluna pun melonjak gembira sambil tertawa. Kevin ikut tertawa lalu memeluk sang kakak.

"Alhamdulillah Kevin lulus. Makasih ya Allah," kata Aluna sambil menitikkan air mata.

Tingkah Aluna dan Kevin tak lepas dari pengamatan Amri, pemilik toko tempat Aluna bekerja.

"Ehm. Ada apa Lun. Seneng banget nih kayanya, sampe lompat-lompat gitu," kata Amri sambil tertawa.

"Eh, Bapak. Maaf Pak, Saya lupa kalo masih di toko," sahut Aluna dengan wajah merona karena malu.

"Gapapa. Ada kabar apa sih yang bikin kamu girang begitu?" tanya juragan Amri lagi.

"Ini Pak. Adik saya lulus ujian Kejar Paket A. Nih nilainya Pak, bagus kan," sahut Aluna sambil memperlihatkan nilai Kevin dengan bangga.

"Wah, selamat ya Kevin," kata juragan Amri sambil mengusak rambut Kevin dengan lembut.

"Makasih Pak," sahut Aluna dan Kevin bersamaan.

"Terus rencana kalian apa setelah Kevin lulus kejar paket A?" tanya juragan Amri penasaran.

"Ehm, kata kakak, saya harus terus sekolah Pak. Kakak juga mau daftarin saya masuk SMP biar pinter," sahut Kevin sambil melirik kearah sang kakak.

"Bagus itu. Terus mau sekolah dimana ?" tanya juragan Amri.

"Maunya sekolah negeri aja Pak. Lebih murah. Sambil nunggu pendaftaran di buka dua bulan lagi, saya mau cari kerja dulu. Biar bisa nabung buat biaya sekolah. Jadi ga ngerepotin kakak banget," sahut Kevin tegas.

Juragan Amri tertegun mendengar jawaban polos bocah di hadapannya. Ia tak menyangka kedua kakak beradik itu bisa berpikir dewasa diusianya yang masih belia.

"Kamu mau kerja juga?. Gimana kalo bantu kakak kamu di toko ini. Tugas kamu belanja ke pasar dan kirim barang pake sepeda kalo ada pembeli yang minta barangnya di antar ke rumahnya. Gimana mau ga?" tanya juragan Amri.

Kevin dan Aluna saling bertatapan sejenak.

"Tenang aja, kamu dapet gaji terpisah dari kakak Kamu. Jadi masing-masing dapet gaji yang tentu jumlahnya berbeda. Gimana?" tanya juragan Amri lagi.

Kevin dan Aluna pun tersenyum lebar lalu mengangguk setuju dengan penawaran juragan Amri.

"Iya, saya mau Pak!" sahut Kevin antusias.

"Ya udah, kamu boleh mulai kerja besok ya," kata juragan Amri sambil menepuk pundak Kevin.

"Baik, makasih Pak," kata Aluna dan Kevin bersamaan.

"Sama-sama," sahut Amri sambil tersenyum.

Setelah juragan Amri meninggalkan toko, Aluna dan Kevin kembali melompat dan tertawa.

Juragan Amri yang melihat tingkah mereka pun tersenyum. Dalam hati dia merasa senang karena bisa membantu kedua kakak beradik itu. Sebenarnya juragan Amri pernah hampir mengadopsi Aluna dan Kevin menjadi anak angkat lalu mengajak mereka tinggal bersama di rumah besarnya. Tapi penolakan istrinya membuat juragan Amri mengurungkan niatnya mengadopsi Aluna dan Kevin.

\=\=\=\=\=

Sepulang bekerja di toko juragan Amri, Kevin dan Aluna mampir ke sebuah mall. Aluna berniat membeli sesuatu sebagai hadiah kelulusan Kevin.

"Ayo, kamu mau beli apa Kev. Tenang aja, kakak yang traktir kok," kata Aluna.

"Serius nih Kak ?" tanya Kevin tak percaya.

"Iya. Aku abis gajian nih," bisik Aluna sambil menaik turunkan alisnya.

"Ok. Aku mau baso, kepiting asam manis, cumi-cumi bakar dan juice alpukat," kata Kevin dengan cepat.

"Pletak ... !"

"Aww ... kenapa kepalaku dijitak Kak?!" tanya Kevin sambil mengusap kepalanya.

"Kamu jangan menghayal ya. Kita nih lagi di toko perlengkapan sekolah, bukan restoran. Ngapain juga kamu pesen kepiting sama cumi-cumi?!" kata Aluna sambil melotot.

"Masa Kakak ga paham juga. Itu kode dari aku Kak. Artinya Aku mau makan makanan restoran yang Aku sebut tadi," kata Kevin manja.

"Ya ampun ... Kevin. Bilang dong dari tadi. Kita kan ga usah mampir ke sini kalo Kamu mau makan!" kata Aluna kesal.

"Maaf Kak. Tapi Kakak tenang aja. Sekarang Kakak traktir Aku. Tapi bulan depan, pas aku gajian, gantian aku yang traktir," kata Kevin antusias.

"Ok deal," sahut Aluna sambil menjabat tangan sang adik yang terulur kearahnya.

Setelahnya Aluna dan Kevin bergegas masuk ke sebuah restoran sea food. Tak lama kemudian pesanan mereka berupa kepiting asam manis dan cumi-cumi bakar ditemani es teh manis pun tiba. Tanpa membuang waktu Aluna dan Kevin melahap hidangan di hadapannya itu dengan lahap.

Saat sedang asyik melahap makanannya, tiba-tiba Aluna melihat kedatangan Gunawan. Pria tampan itu adalah anak kandung juragan Amri. Gunawan nampak melenggang santai memasuki restoran tanpa menoleh kearah Aluna.

Saat itu Gunawan tak sendiri. Ia datang bersama seorang gadis cantik bernama Hilda yang diketahui sebagai pacarnya.

"Kenapa Kak?" tanya Kevin yang melihat tatapan Aluna tertuju lekat pada Gunawan dan pacarnya.

"Ehm, gapapa. Kalo kamu udah selesai, kita pulang yuk," ajak Aluna.

"Sebentar lagi ya Kak. Kita kan juga beli di sini, ga ngutang. Jadi ngapain takut. Kakak santai aja. Abisin semuanya jangan sampe bersisa, setelah itu baru kita pulang," kata Kevin dengan tenang.

Aluna pun mengangguk Ialu kembali menyantap hidangan di hadapannya. Sesekali Aluna nampak mencoba menghindari tatapan Gunawan dan pacarnya yang duduk di kursi tak jauh dari tempatnya duduk.

"Eh, Sayang. Itu bukannya karyawan toko papa kamu ya," kata Hilda tiba-tiba.

"Mana. Oh iya. Itu Aluna sama adiknya," sahut Gunawan.

"Kok kamu ga nyapa mereka sih ?" tanya Hilda.

"Ga lah, untuk apa. Kalo Aku nyapa mereka, yang ada mereka besar kepala nanti," sahut Gunawan ketus.

Hilda pun mengangguk seolah mengerti mengapa Gunawan bersikap seperti itu. Selanjutnya Hilda tak bertanya lagi karena sibuk membalas pesan yang masuk ke ponselnya.

Sambil menikmati hidangan, tak sengaja tatapan Gunawan bertemu dengan tatapan Aluna. Namun Aluna segera membuang pandangannya ke arah lain karena khawatir tak bisa mengendalikan hatinya. Rupanya Aluna menyukai Gunawan diam-diam tanpa sepengetahuan pria itu.

Sambil menemani Kevin makan, Aluna pun kembali teringat pada satu kejadian kecil yang membuatnya sadar jika dirinya tak layak mengharap cinta Gunawan.

Siang itu Aluna sedang menjaga toko seperti biasanya. Kevin tak ikut menemani Aluna hari itu karena harus membereskan kamarnya.

Saat sedang asyik merapikan barang-barang di toko, Gunawan masuk ke dalam toko. Sedangkan beberapa teman Gunawan menunggunya di luar toko.

Dari jauh Aluna melihat Gunawan mengambil beberapa botol minuman dingin dan beberapa bungkus snack, lalu menyerahkannya pada teman-temannya itu.

Gunawan melakukan itu tanpa permisi atau mengatakan sesuatu pada Aluna. Membuat Aluna bingung dan tak mengerti. Setelah mengambil minuman dan makanan ringan, Gunawan pun pergi begitu saja.

Selang beberapa jam kemudian juragan Amri masuk dan mulai melihat catatan Aluna. Dia nampak mengerutkan alisnya melihat isi laporan yang tak sesuai dengan faktanya.

Juragan Amri yang curiga pun bertanya pada Aluna.

Karena takut, Aluna hanya membisu dengan tubuh gemetar. Melihat keanehan itu, Amri pun berinisiatif melihat rekaman CCTV dan terkejut melihat perilaku Gunawan di toko itu.

"Kurang ajar. Aku bahkan sudah memarahi Aluna padahal bukan dia pelakunya," gumam juragan Amri geram.

Juragan Amri pun keluar dari ruangannya dan menghampiri Aluna yang sedang menangis diam-diam.

"Maafin saya karena udah salah sangka sama kamu Aluna," kata juragan Amri sambil menepuk pundak Aluna pelan.

Aluna hanya mengangguk pelan pertanda ia memaafkan Amri.

Setelahnya Amri bergegas pulang ke rumah dengan wajah merah padam. Aluna tak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Yang Aluna tahu, esoknya Gunawan datang dengan kemarahan yang memuncak.

"Jadi, Lo yang ngaduin sama bokap kalo gue ngambil makanan ringan di toko kemarin ya?!" tanya Gunawan lantang.

"Bukan Saya Mas. Bapak tau sendiri karena ngeliat rekaman CCTV," sahut Aluna dengan suara bergetar.

"Jangan alasan Lo. Gue tau kalo Lo suka sama gue dan berusaha nyari perhatian gue. Iya kan?!" tanya Gunawan dengan mimik wajah mengejek.

"Saya ... " ucapan Aluna terputus karena Gunawan memotong cepat.

"Ngaca dong, punya kaca kan di rumah?. Lo tuh cuma cewek bodoh, miskin, ga punya orangtua dan ga punya harga diri. Siapa juga yang mau sama cewek kaya Lo. Jangan mimpi Lo!" hardik Gunawan tanpa perasaan.

Aluna tersentak kaget mendengar ucapan Gunawan. Ia memang menyukai Gunawan, tapi apakah itu bisa dijadikan alasan untuk menghinanya. Tanpa Gunawan sadari, ucapan yang dia lontarkan tadi telah membuat Aluna sakit hati.

Diam-diam Aluna menitikkan air mata tanpa suara. Meski ingin, tapi Aluna tak kuasa membalas ucapan Gunawan.

"Dasar cewek kampungan. Kalo bukan bokap gue, ga bakal ada orang lain yang mau nolongin Lo dan adik Lo itu. Jadi ga usah belagu deh!" maki Gunawan lagi sambil membanting pintu.

Aluna melepas kepergian Gunawan dengan gelengan kepala dan tangan yang terkepal.

"Astaghfirullah ... kenapa dia kasar banget sama aku. Biarpun aku suka sama dia, tapi dia ga berhak ngatain aku kaya gitu," batin Aluna sambil mengusap sudut matanya yang basah.

Dan Aluna menghela nafas panjang saat ingatannya berakhir. Di saat yang sama Kevin juga telah menyudahi makannya.

Setelah membayar makanannya di kasir, Aluna dan Kevin bergegas keluar dari restoran. Mereka pergi begitu saja tanpa menyapa Gunawan yang sedang asyik bercanda dengan kekasihnya.

Setibanya di luar restoran, Kevin menggandeng tangan Aluna lalu membawanya pergi. Meski pun Kevin tak tahu soal perasaan Aluna yang sesungguhnya, tapi sebagai saudara sekandung Kevin cukup peka.

"Abaikan aja Kak. Mas Gunawan begitu karena dia masih salah paham sama kejadian itu," hibur Kevin.

"Tapi Kakak masih sakit hati sama ucapannya dulu Kev," kata Aluna lirih.

"Mas Gunawan begitu karena bangga sama kekayaannya bapaknya. Itu artinya kekayaan yang dia banggain bukan punya dia. Jadi kebanggaannya itu semu. Dan aku yakin suatu saat nanti dia pasti menyesal karena udah menolak Kakak cantikku ini," kata Kevin sambil menatap Aluna lekat.

"Ck, udah ah. Sejak kapan sih Kamu jadi pinter ngomong begini Kev ?" tanya Aluna dengan wajah merona.

" Sejak Kakak sekolahin Aku dong," sahut Kevin dengan mimik wajah lucu.

Jawaban Kevin tentu saja membuat Aluna tertawa. Kemudian keduanya bergegas meninggalkan tempat itu sambil bergandengan tangan.

Tawa Aluna juga sampai di telinga Gunawan. Pria itu mendengus kesal lalu berusaha mengabaikannya. Kepergian Aluna tadi membuatnya lega karena tak harus berada dalam ruangan yang sama dengan Aluna.

Gunawan memang membenci Aluna. Baginya Aluna adalah cewek tak tahu malu yang mengejar cintanya. Sialnya lagi, cewek itu adalah karyawan kebanggan ayahnya.

"Dasar cewek ga tau malu. Untung udah pergi. Kalo ga, pasti bikin ulah lagi yang bakal bikin malu gue seumur hidup," batin Gunawan sambil tersenyum sinis.

Tanpa Gunawan sadari, kebencian dan hinaannya kepada Aluna akan menjadi bumerang di masa depannya nanti.

Bukan kah nasib manusia ibarat roda yang berputar ?.

Jika hari ini kita sedang berada di putaran teratas, jangan sombong dan lupa diri. Karena suatu saat kita juga akan berada di bawah bahkan di titik yang terendah.

bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!