NovelToon NovelToon

Cinta Sang CEO

01

Elrando Smith pemilik sekaligus pemegang jabatan tertinggi di seluruh perusahaan dan anak cabang perusahaan berlogo E'R CORP.

Sangat mudah menjumpai anak cabang perusahaan itu dimana-mana. Perusahaan besar itu memiliki banyak usaha diberbagai bidang yang tersebar hingga berbagai kota juga negara.

Sebagai orang terkaya ketiga didunia yang membuatnya jadi yang pertama di Asia. El panggilan akrab untuk pemuda itu. Membuatnya dapat melakukan apapun yang dia sukai dan dengan mudah mendapatkannya.

El sebenarnya hanya meneruskan usaha milik ayahnya saja. Perusahaan yang hampir gulung tikar itu mampu dibangkitkan masa kejayaannya oleh El hanya dalam waktu satu tahun saja.

Perusahaan yang dibangun oleh ayah El sebenarnya sudah cukup populer karena kepiawaian sang ayah dalam berbisnis. Negosiasinya bisa sangat memuaskan setiap penanam saham diperusahaannya dengan hasil sempurna.

El juga banyak belajar pada ayahnya tentang dunia bisnis. Hingga akhirnya ia memilih kuliah dibagian itu untuk membantu ayahnya mengelola perusahaan yang saat itu semakin maju.

El kuliah di Prancis tentang bisnis dari hasil bea siswa yang ia dapatkan karena memang otaknya yang cerdas. Empat tahun ia menempuh pendidikan dengan hasil memuaskan.

Setibanya ditanah air, El ingin memberi kejutan untuk kedua ornag tuanya. Tapi apa yang ia lihat bahkan lebih mengejutkan lagi baginya.

Sang ibu yang sangat ia sayangi tega mengkhianati ayahnya dengan membawa semua surat-surat saham perusahaan.

Ibunya itu pergi bersama seorang pria yang telah memukuli ayahnya hingga babak belur. Bahkan patah kaki akibat pukulan dari orang-orang mereka.

El mengetahui semuanya dari cctv yang ada di rumah mereka. Karena ayahnya yang sudah terkapar tidak berdaya ketika ia sampai rumah.

Setelah ayahnya keluar dari rumah sakit, El mengatakan akan melapor pada polisi tentang apa yang sudah terjadi pada ayahnya.

Tapi ayahnya melarangnya dan meminta El untuk mengembangkan perusahaan mereka yang tersisa dicabang Bandung.

Perusahaan yang baru dibeli ayahnya tanpa sepengetahuan ibunya. Itu sebabnya perusahaan kecil itu tidak diketahui oleh ibunya.

Karena kondisi perusahaan itu yang akan bangkrut. Akhirnya El dan ayahnya sepakat menjual rumah mereka di Jakarta untuk pindah ke Bandung.

Uang hasil penjualan rumah mereka gunakan untuk memulihkan perusahaan itu dan sebagian lagi untuk bertahan hidup.

Dengan segala kegigihan El yang mendapat dukungan penuh dari ayahnya. Perusahaan kecil itu bisa sukses dan menjadi perusahaan terbesar di Asia.

Dengan itu El bertekat untuk balas dendam pada orang-orang yang sudah menghancurkan keluarganya dan membuat ayahnya lumpuh.

Itu sebabnya El mengubah nama perusahaan mereka yang semula Smith Corp menjadi E'R Corp. Hal itu tentu saja disetujui oleh ayahnya yang selalu mendukung apapun yang dia lakukan demi kebaikan mereka.

"Bagaimana dengan perusahaan, Nak?" Tanya Samuel, ayah El.

Yang merasa dirinya dipanggil melihat pada sumber suara tersebut, dan langsung bangun dari duduknya dukursi kerja.

"Ayah. Kenapa tidak meminta bantuan pada pelayan jika ingin kesini?" Tanya El balik sembari menghampiri ayahnya yang duduk dikursi roda.

Entah kemana perginya pelayan yang ia perintahkan untuk menjaga ayahnya, hingga datang sendiri kekantor.

"Ayah, bisa sendiri," jawab Samuel ayah El.

"Tapi aku membayar mereka untuk menjaga, Ayah. Bukan membiarkan Ayah sendirian seperti ini," gerutu El mendorong ayahnya menuju sofa ruang kerjanya.

"Pertanyaan Ayah belum kamu jawab, Nak." Protes Samuel.

"Semuanya baik-baik saja, Ayah. Jadi jangan khawatir, yang penting sekarang itu kesembuhan, Ayah. Jika saja Ayah tidak menolak untuk berobat keluar negeri, pasti sekarang Ayah sudah bisa berjalan lagi," ucap El.

"Ayah, mau berobat keluar negeri. Tapi ada syaratnya," tawar Samuel menatap putranya penuh arti.

Mata El sedikit memicing mancoba untuk menebak apa yang ayahnya inginkan.

"Apa, Yah?" Tanyanya

"Kamu harus memberi Ayah menantu dan cucu secepatnya," ucap Samuel.

Ah, kenapa ayahnya harus meminta itu sih malas sekali gumamnya dalam hati.

"El, kamu harus membuka hatimu untuk seorang gadis. Jangan jadikan masa lalu kita sebagai belenggu yang hanya akan mengikat kamu padanya. Jadikan masa lalu buruk kita itu sebagai pedoman bagimu, agar lebih berhati-hati mencari pendamping. Dan tidak memandang seseorang hanya dari penampilan depannya saja," ucap Samuel.

"Tidak semua wanita itu sama, Nak. Cobalah untuk membuka hatimu, demi masa depanmu sendiri," lanjutnya.

El diam mendengarkan apa yang diucapkan ayahnya. Bukan dia tidak mau menuruti keinginan ayahnya. Hanya saja semua wanita yang mendekatinya, kebanyakan yang rela memberikan diri mereka demi uang.

Tidak ada bedanya mereka semua, batinnya.

Samuel yang melihat diamnya sang putra hanya bisa tersenyum saja. Ia sangat paham apa yang menyebabkan putranya seperti itu jadi dia tidak akan memaksa.

Suatu hari nanti kamu pasti menemukannya, Nak. Batin Samuel.

Pintu terketuk dari luar tanda ada orang yang akan masuk. Setelah El memerintahkan orang itu masuk. Pintu terbuka dan menampakkan pelayan ayahnya yang membawa bungkusan ditangannya.

"Dari mana, Ian?" Tanya El tajam.

Ia tidak ingin jika ada yang lalai menjaga ayahnya.

"Ayah, memintanya membelikan kopi didepan." Samuel lebih dulu berbicara, karena Ian pergi atas permintaannya.

"Kenapa tidak minta disini saja, Yah? Makanan diluar sana belum tentu sehat," ucap El.

"Kopi didepan lebih enak dari pada buatan OB mu," ucap Samuel meminum kopinya pelan menikmati.

Aroma kopi menyeruak di indra penciuman El hingga membuatnya tertarik juga dengan apa yang diminum ayahnya.

Samuel tahu jika anaknya itu tergoda dengan minumannya. Tapi ia tetap diam sembari meminum kopinya.

"Wah, kopi ini sangat enak. Sepertinya minum ditempat jauh lebih nikmat lagi," ucap Samuel.

"Tapi itu tidak sehat, Yah." Larang El halus. Padahal matanya masih menatap minuman ayahnya.

"Dari yang Ayah lihat, tempatnya sangat bersih dan rapi. Banyak karyawanmu yang makan disana juga sepertinya," kata Samuel santai.

"Benarkah? Sepertinya aku harus mengeluarkan surat larangan agar mereka tidak makan sembarangan," ucap El.

"Biar saja mereka makan dimanapun yang mereka mau. Asal jam kerja kembali tepat waktu dan bekerja dengan baik," ucap Samuel lagi.

"Kau mau?" Tawar Samuel pada El.

El ingin menolak tapi rasa penasarannya lebih mendominasi. Karena ia tahu jika ayahnya tidak akan menyukai makanan jika tidak cocok baginya.

Dan dari yang ia tahu semua makanan yang disukai ayahnya memang sangat enak.

"Cobalah jika penasaran. Dari pada mati karena rasa penasaran yang tak tersampaikan." kekeh Samuel mendapat cengiran dari El.

Mata El membola sempurna saat kopi itu masuk kedalam mulutnya dan mengaliri tenggorokannya yang memang haus.

Benarkan, jika pilihan ayahnya itu tidak pernah salah. Buktinya rasa kopi ini sangat pas dan nikmat.

Tanpa sadar, El sudah menghabiskan kopi milik ayahnya dan mengembalikan cangkir kosong saja pada si pemilik.

Samuel menatap El dengan mata yang sedikit memicing, membuat si tersangka cengengesan saja.

El menekan tombol panggil pada telpon dimeja kerjanya.

"Jack, pergi beli kopi didepan," ucap El pada sekretarisnya. Tanpa menunggu jawaban dari Jack, panggilan sudah ditutup lebih dulu oleh El.

"Ayah, ingin minum ditempatnya langsung sekarang, TITIK." Pinta Samuel final tanpa bantahan lagi.

"Baiklah, kita keluar sekarang." El menurut.

Samuel tersenyum karena anaknya mau diajak keluar minum kopi. Sejak perusahaan yang El jalankan semakin berkembang mereka memang jarang menghabiskan waktu berdua.

Jadi Samuel senang jika putranya mau menemaninya duduk sebentar saja.

El memang memiliki sifat yang kejam dan arogan jika diluar rumah atau sedang dalam lingkup bisnis.

Namun jika sudah dirumah atau berhadapan dengan ayahnya maka sikap itu akan menghilang begitu saja.

El sangat menyayangi ayahnya yang selama ini sudah berjuang untuknya. Jadi sekarang dia akan berusaha memberikan yang terbaik pula untuk ayahnya.

Di luar ruangan, El melihat sekretarisnya yang tidak jauh darinya. Sebelum Jack sampai lift, El memanggilnya lebih dulu.

"Jacki" Yang dipanggilpun menoleh dan melihat kedua tuannya sedang berjalan menuju lift juga.

"Ada lagi, Bos?" Tanya Jack

"Tidak! Kita pergi saja kesana bersama," sahut El dengan wajah datar dan seramnya.

"Anda tidak salah, Bos?" Tanya Jack memastikan.

"Kalau tidak mau ikut tinggal saja" ketusnya.

Jack hanya mengangguk kecil lalu mengikut dibelakang bosnya. Dari pada terus bertanya hanya akan membuatnya dalam masalah, pikir Jack.

02

Suasana caffe yang cukup ramai itu tiba-tiba saja dipenuhi dengan teriakan para wanita yang memuja El. Bahkan tidak segan-segan mereka untuk mengajak El menikah.

Ini lah yang menjadi alasan El lebih suka makan ditempat yang lebih tertutup. Para wanita itu sangat menganggunya meski tidak mendekat.

Namun suara teriakan mereka yang cukup kuat karena tidak hanya satu atau dua orang saja membuatnya tidak nyaman.

Jack yang sudah paham akan hal itu langsung mrnghampiri seorang pelayan dan menanyakan ruangan yang lebih tertutup lagi.

Setelah mendapatkannya, barulah Jack mengajak tuannya untuk memasuki ruang yang memang lebih privasi atau vip.

Ruangan ini tidak terlalu besar tetapi karena desain dan tata ruangnya yang bagus membuatnya terlihat luas juga nyaman.

"Silahkan, Tuan." Seorang pelayan menyerahkan buku menu.

"Kamu mau apa, El?" Tanya Samuel saat melihat putranya diam saja.

"Samakan saja dengan, Ayah. Aku tidak tahu apa yang enak disini," jawab El menutup buku yang ia pegang dan meletakkannya dimeja.

"Apa menu yang paling sering dipesan orang?" Tanya Samuel pada pelayan pria disampingnya.

"Hampir semua menu sering dipesan pelanggan, Tuan." Pelayan menjawab

"Lalu apa yang spesial? Menu baru misalnya," ujar Samuel.

"Ada menu yang hanya dibuat oleh nona kami, Tuan. Dan ini yang paling spesial, saya yakin Tuan-Tuan akan menyukainya," ucap si pelayan antusias.

"Kalau begitu katakan pada nonamu untuk menyiapkannya. Pastikan itu menu yang baru," ucap El menatap tajam pelayan itu.

"Baik, Tuan. Akan saya sampaikan pada nona. Lalu minumnya?" Pelayan itu mulai takut.

"Hot coffe latte saja dua. Kau Jack? Ian?" Samuel menatap kedua pemuda yang masih berdiri itu.

"Kami apapun mau, Tuan Besar." Jack menjawab seadanya.

"Ya sudah, samakan saja semuanya." Samuel tersenyum tipis pada pelayan agar tak takut.

Pelayan tadi menunduk hormat lalu pergi dengan cepat karena takut dengan El yang banyak dia dengar sebagai pengusaha terkejam dan arogan itu.

Benar saja jika memang orang mengatakan hal itu,lihatlah bagaimana caranya duduk dan menatap orang lain yang seakan merendahkan.

"El! Ubah sedikit sikapmu itu agar kau bisa mendapatkan seorang gadis," ucap Samuel.

"Mereka sama saja, Ayah. Tidak ada yang baik, yang mereka tahu hanya mengejar harta dan tahta serta ketampanan. Cih, aku tidak suka wanita-wanita seperti itu," ucap El sedikit kesal kalau sudah membicarakan wanita.

"Terserah kau sajalah. Ayah, tidak akan memaksamu, mungkin jika sudah kau temukan yang berbeda nantinya barulah kau mengerti." Pasrah Samuel terhadap anaknya

Di waktu yang sama..

Seorang wanita cantik baru saja turun kedapur sedang memeriksa semua peralatan dan bahan-bahan kebutuhan untuk kafenya. Tapi tiba-tiba seorang koki yang bekerja disana memanggilnya.

"Nona, ada pelanggan yang ingin menu baru juga makanan spesial," ucap koki.

"Baiklah, aku akan segera membuatnya," sahut Sein.

Wanita itu adalah Seina Larasati, seorang gadis cantik yang memiliki tubuh ideal, kulit putih dan matanya yang bulat. Dia pemilik tempat yang banyak digandrungi oleh orang-orang.

Selain makanannya yang enak, tempatnya juga bersih dan nyaman. Letak yang dekat dengan perkantoran membuat kafe itu tidak pernah sepi pelanggan.

Bahkan setiap jam makan siang, Sein sering ikut turun tangan membantu didapur agar pelanggan tidak terlalu lama menunggu. Seperti sekarang ini, Seina memasak langsung pesanan pelanggannya yang ingin menu baru.

Seina memang sudah menyiapkan menu baru untuk kafenya tapi belum ia berikan resepnya pada koki yang bekerja disana.

Setelah masakan selesai, koki lainnya menyusun makanan itu diatas nampan lalu meletakkan kertas yang bertuliskan no meja atau ruangan.

Pelayan yang melihat no ruangan tersebut diam saja tanpa bergerak. Seina yang melihat itu menegurnya.

"Hey! Kenapa masih disitu? Antarkan lah makanan ini, jangan membuat pelanggan menunggu lama," ucapnya.

"Begini, Nona. Pelanggan yang itu sangat menyeramkan," ucap pelayan itu pelan tapi masih didengar oleh Seina.

"Menyeramkan bagaimana?" Herannya.

"Aduh ... Saya tidak berani masuk kesana sendirian, Nona."

"Teman-temanmu sedang sibuk semua," ucap Seina.

Pelayan itu diam dengan memandang makanan itu seram. Padahal makanannya sendiri terlihat enak dan menggugah selera siapapun yang melihat juga mencium aromanya.

"Mila, bisa kamu ikut dengannya?" Tanya Seina pada menager sekaligus temannya.

"Sorry, Bos. Sibuk," alasannya. Dia sendiri takut saat tahu siapa yang ada didalam sana.

Salein menghembuskan napasnya sejenak, lalu beranjak keluar dari dapur.

"Ayo, kamu bawa pesanannya," ucap Seina.

Dengan senang hati pelayan itu mengangkat nampan makanan mengikuti bosnya yang sudah didepan sana.

Ternyata didepan pintu ruang vip itu dijaga oleh dua orang berjas hitam. Pantas mereka takut, batinnya.

Kedua orang yang berjaga didepan pintu itu menghalangi Seina yang akan membuka pintu.

"Maaf, Nona. Anda siapa dan perlu apa?" Tanya seorang darinya.

"Pemilik tempat ini, Bos kami." Pelayan dibelakang menjawab. Dia tahu bosnya jarang mau berbicara dengan orang asing.

"Oh maaf, silahkan." Pintu dibuka oleh keduanya.

Seina dan pelayannya masuk kedalam dimana terdapat dua orang pria yang duduk dan dua lagi masih berdiri dibelakang mereka.

Saat dekat dengan meja pelanggannya, Seina meletakkan pesanan mereka. Ia juga memasang senyum terpaksa hanya untuk beramah pada pelanggan.

"Silahkan dinikmati, Tuan-tuan." Seina lalu pergi setelah selesai bersama pelayannya.

Seina tahu jika pria muda yang duduk itu menatapnya tajam dengan wajah yang mirip dengan singa lapar. Tapi Seina tidak perduli dan melenggang pergi begitu selesai dengan urusannya.

Bahkan senyum yang tadi sempat ia berikan langsung hilang setelah ia balik badan dari pelanggannya. Ekpresi datar dan dinginya kembali lagi. Yah, ini lah Seina yang terkenal dingin dan datar.

Tidak banyak yang dekat dengannya kecuali Mila yang memang selalu bersamanya sejak sekolah SMA dulu. Namun meskipun begitu para karyawannya tidak pernah protes atau komentar dengan ekpresi Siena itu.

Mereka sudah cukup nyaman bekerja disana walau tidak pernah melihat senyum si bos.

Sementara dimeja yang baru ditinggalkan Seina tadi sedang terjadi kemelut karena ejekan dari Samuel.

"Jack, Ian, kalian melihat putraku bukan?" Tanyanya.

"Tuan muda ada didepan Anda, Tuan Besar." Ian menjawab dengan wajah tak paham.

"Kau Jack, dimana bosmu?" Tanyanya lagi.

"Didepan Anda, Tuan Besar." Jack bingung juga.

El juga bingung melihat ayahnya yang menanyakan keberadaannya padahal dia ada didepan ayahnya tepat. Apa ayah buta? gumamnya dalam hati.

"Ayah tidak seperti apa yang kau pikirkan, El." Samuel tahu apa yang dipikirkan anaknya.

"Lalu, kenapa Ayah mencariku? Sejak tadikan aku disini," bingung El.

"Entah kau merasakannya atau hanya Ayah saja yang tahu. Gadis tadi tidak menatapmu sama sekali, bahkan melirikpun sepertinya tidak" Samuel berucap santai sembari mencoba makanannya.

"Duduk kalian berdua," lanjutnya.

Jack dan Ian duduk karena permintaan tuan besar mereka tidak bisa dibantah.

"Ayah, tahu itu?" tanya El memastikan.

"Tentu. Sepertinya pesonamu sudah berkurang," jawab Samuel.

"Kalau pesonaku berkurang, tidak mungkinkan wanita yang diluar sana tadi berteriak melihatku," ucapnya.

"Buktinya wanita itu tidak melirikmu sedikitpun. Senyuman yang ia berikan tadi juga terpaksa. Demi profesionalitas," kata Samuel.

"Mungkin dia sakit mata," ucap El sembari menikmati makanannya yang memang sangat enak. Bahkan lebih enak dari makanan restoran berbintang.

"Masakannya enak. Benarkan Jack? Ian?" Tanya Samuel.

"Sangat, Tuan Besar. Saya yakin ini makanan paling enak yang pernah saya makan. Benar-benar tidak ada duanya," puji Jack diangguki Ian.

"Kau pernah melihat pemilik tempat ini, Ian?" Tanya Samuel yang sering meminta Ian membelikannya kopi disini.

"Belum, Tuan Besar. Tapi dari yang pernah saya dengar, katanya pemilik kafe ini sangat cantik," jawab Ian.

"Mungkin yang tadi itu pemiliknya. Menurut pelanggan yang sering kesini, mereka pernah melihat pemilik kafe yang meski cantik, dia sangat dingin dan cuek," lanjutnya.

"Kau tahu dari mana berita itu?" Tanya Jack.

"Aku sering mendengar para pelanggan pria berbisik-bisik membicarakan tentang pemilik kafe ini, yang body goals tapi sulit didekati," jawab Ian.

"Ya sudah, cepat selesaikan makan kalian."

Samuel melihat wajah putranya yang sedang berpikir. Entah apa yang dia pikirkan? Samuel hanya berharap jika putranya segera menikah dan berkeluarga agar ada yang memperhatikannya.

03

El masih terlihat sibuk dikantornya dengan berbagai berkas yang tertumpuk dimeja kerjanya yang besar. Berkas-berkas itu adalah laporan dari semua cabang perusahaannya juga dari divisi kantor pusatnta sendiri.

Telpon milik El berbunyi pertanda jika ada panggilan yang masuk. Tanpa melihat siapa yang melakukan panggilan lebih dulu, El langsung menganggkatnya.

El hanya diam saja menunggu orang diseberang sana yang sedang mengucapkan sesuatu padanya.

"Bos, kami sudah melakukan seperti apa yang Anda minta," ucap seseorang diseberang sana.

"Hasilnya?"

"Besok bisa dipastikan perusahaan itu akan kesana untuk kerja sama."

"Bagus, lalu?"

"Semua sahamnya sudah kami alihkan keperusahaan, Bos."

Senyum smirk muncul diwajah El yang dapat membuat siapa saja yang melihatnya ketakutan.

"Kerja bagus. Terus pantau mereka dan laporkan setiap gerakan yang mereka lakukan. Terutama wanita tua itu," ucap El dengan nada dingin juga tajam.

"Laksanakan bos."

Telpon terputus setelah orang disebarang menyanggupi perintahnya. Sudah beberapa hari ini El selalu memata-matai perusahaan yang dulu milik ayahnya.

Perusahaan yang pertama kali dimiliki ayahnya dari hasil jerih payah dan tabungan pribadi sang ayah yang sudah direbut orang lain. El bertekat untuk merebut kembali apa yang seharusnya menjadi milik ayahnya.

"Kita akan memilikinya kembali, Ayah. Aku janji akan mengambilnya segera," gumam El.

El melanjutkan pekerjaannya lagi hingga tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 1 malam. Setelah membereskan semua berkasnya, El beranjak keluar dari ruangannya untuk pulang.

Biasanya El lebih suka tidur didalam kamar yang ada didalam ruang kerjanya. Bahkan semua keperluannya sudah tersedia disana untuk memudahkannya jika tidak pulang kerumah.

Tetapi malam ini entah mengapa El ingin pulang kerumah meski malam sudah sangat larut.

"Pulang kemana, Bos?" Tanya Jack yang duduk dikursi kemudi.

"Rumah utama," jawabnya.

Mobil melaju dengan kecepatan normal mambelah jalanan malam dikota Bandung. Cuaca malam ini sedikit gerimis hingga jalanan lenggang dari para pengemudi.

El terus melihat kesamping kanannya menikmati pemandangan diluar yang sedikit basah. Namun matanya tidak sengaja melihat seorang wanita yang nampak santai berjalan dibawah gerimis dan gelapnya malam.

Sepertinya ia mengenali siapa wanita itu dari pakaian yang ia kenakan.

"Bukankah dia yang di kafe tadi siang?" Gumamnya pelan tapi masih didengar Jack.

"Yang mana, Bos?" Tanya Jack penasaran.

"Fokus saja dengan setirmu."

Jack memilih diam tanpa bertanya lagi karena tidak ingin mendapat tatapan tajam dari bosnya itu.

El melihat kedepan karena merasa seperti orang yang sudah membuang-buang waktu hanya untuk melihat gadis yang tidak dikenalnya itu. Lebih baik memeriksa laporan saja gumamnua dalam hati sembari membuka tab nya.

Sampai dirumah besar milik keluarga Smith, mobil yang membawa El masuk dan berhenti didepan pintu utama.

El dan Jack turun dari mobil lalu menyerahkan kunci mobinya pada penjaga yang biasa memasukkan mobil kegarasi.

Pintu utama dibuka oleh pelayan yang masih berjaga. Di dalam terlihat sudah sunyi, bahkan pelayan yang biasanya terlihat hilir mudik pun sudah tidak manpak lagi.

"Mana, Ayah?" Tanya El singkat.

"Tuan besar sudah tidur sejam yang lalu, Tuan Muda." Hasan kepala pelayan dirumahnya.

"Butuh sesuatu, Tuan Muda?" Tawar Hasan.

"Tidak."

El pergi menuju kamarnya dilantai 3 menggunakan lift. Meski ada tangga disana yang menghubungkan antar lantai yang biasa ia gunakan jika menuju keatas. Tapi rasa lelahnya membuatnya malas naik tangga.

Setibanya didalam kamar, El langsung masuk kekamar mandi untuk membersihkan dirinya lebih dulu. Setelahnya barulah El merebahkan tubuhnya di atas ranjang king sizenya yang empuk dan nyaman.

Keesokan paginya...

El bangun saat jam sudah menunjukkan pukul 7. Setelah duduk sejenak barulah ia mandi dan berpakaian rapi dengan jas yang melekat pas ditubuhnya membuat ketampanannya bertambah sempurna.

Setelah selesai dengan penampilannya, El turun kebawah untuk sarapan pagi bersama ayahnya yang pasti sudah menunggu.

Benar saja dugaannya kalau ayahnya sudah duduk menunggu dengan koran yang sedang dipegangnya.

"Pagi, Ayah."

"Pagi, jam berapa kamu pulang?" Samuel melipat korannya lalu meletakkan dimeja.

"Jam 1."

"Tumben jam segitu masih ingat pulang? Biasanya kamu lebih senang menemani kantormu dari pada, Ayah."

"Hanya ingin pulang saja," jawab El acuh lalu mengambil makanannya.

Selesai makan El langsung berdiri dan pamit pada ayahnya.

"El, pergi."

"Berhati-hatilah, jangan terlalu paksakan dirimu kalau lelah."

El mengangguk dan berlalu menuju mobilnya yang sudah terdapat Jack disana menunggunya. Jack membukakan pintu belakang untuk bosnya kemudian masuk kearah kemudi saat bosnya sudah duduk manis didalam.

Mobil melaju keluar dari pekarangan keluarga Smith yang megah dan luas. El kembali membuka tab nya untuk memeriksa pekerjaannya.

Sampai diperusahaan, El keluar dari mobil kemudian melangkah masuk kedalam kantornya diikuti Jack dibelakangnya.

Mereka menggunakan lift khusus hingga tiba dilantai 30 yang hanya terdapat ruangan direktur, sekretaris juga staf khusus perusahaan itu.

Beberapa saat setelah El duduk dikursinya, pintu terbuka menampakkan Jack yang memasuki ruangan.

"Bos, ini berkas yang harus di tanda tangani." Jack menyerahkan beberapa map yang diletakkan di atas meja.

"Ada laporan apa dari, Sinta?" Tanya El masih fokus pada map yang dipegangnya.

"Ada beberapa perusahaan lagi yang mengajukan kontrak kerja, Bos. Termasuk YL GROUP."

El menghentikan gerakan tangannya yang sedang menanda tangani kertas didepannya.

"Heh, mereka sudah mengajukan kerja sama? Cepat juga," sinis El.

"Sesuai dugaan Anda, Bos. Bahkan sudah sejak tadi malam mereka mengajukan kerja sama itu hingga menganggu Sinta di pagi buta."

"Apa mereka gila?"

"Bisa jadi, Bos. Tidak mungkin ada orang yang akan mengajukan kontrak kerja pagi buta begitu disaat orang masih tidur."

"Sepertinya mereka bekerja keras semalam hingga tidak bisa tidur," tebak El.

"Dari yang saya dengar, perusahaan itu sangat licik, Bos. Mereka banyak menipu infestor dan selalu menggunakan wanita untuk merayu rekan bisnisnya. Akhirnya perusahaan milik rekan kerjanya diambil alih dengan penipuan," jelas Jack.

"Terima kerja sama itu, aku ingin lihat seperti apa permainan mereka," ucap El dengan senyum tajamnya.

Jack bergidik ngeri melihatnya, padahal sudah biasa dia melihat senyuman sinis atau ekpresi mengerikaan lainnya dari si bosnya. Tapi tetap saja kalau melihat lagi Jack merinding.

Jack keluar dari ruangan bosnya lalu masuk keruangan sekretaris yang berisi lima wanita cantik. Namun sudah bersuami semua, hanya tinggal Sinta saja yang masih sendiri dan menjadi incara Jack.

Sekretaris El memang ada 6 orang dengan Jack yang menjadi ketua mereka. Masing-masing sekretarisnya memiliki pekerjaan berbeda.

Banyaknya perusahaan El membuatnya harus memiliki banyak sekretaris juga.

"Sinta, beri informasi pada perusahaan YL Group kalau kerja sama mereka diterima. Katakan juga untuk menyiapkan semua berkas mereka. Setelahnya kamu atur jadwal Bos dengan Yuni, segera lapor kalau sudah." Jack mengedipkan sebelah matanya pada Sinta.

"Ingin rasanya aku mencongkel matamu, Jack." Sinta kesal karena selalu digoda oleh Jack kalau pekerjaan mereka luang.

Walaupun sebenarnya Sinta tertarik pada Jack, tapi kalau sudah keluar genitnya. Maka Sinta pasti akan kesal dengannya yang selalu menggoda tidak tahu tempat, kecuali ada bos mereka.

"Aa' keluar dulu ya, Neng? Jangan lupa laporannya ditunggu secepatnya," ucap Jack genit tanpa menghiraukan wajah kesal Sinta.

Meski kesal tetapi Sinta tetap senang karena bisa bertemu Jack.

"Ciah ... Si Eneng kesel tapi cinta," ucap seorang temannya.

"Apaan sih?" Ketusnya.

Ini lah membuat Sinta kesal kalau digoda Jack saat dikantor. Dia pasti akan menjadi bahan godaan temannya yang lain.

"Kalua cinta bilang aja, nanti keburu si aa' di ambil orang lain loh."

"Eneng mah jangan galak-galak, nanti aa' lari."

"Di rantai biar nggak lari," kesal Sinta yang malah mengundang tawa teman-temannya.

Jack yang masih didepan pintu merasa senang mendengar semua ucapan para wanita itu yang seakan membantunya berdekatan dengan Sinta.

"Jack!"

Yang dipanggil tersentak kaget mendengar suara berat dan tajam yang didengarnya. Sudah pasti bosnya yang mengerikan itu, habis lah dia kini karena sudah lalai bekerja.

"Butuh sesuatu, Bos?" tanyanya gugup.

"Buatkan kopi."

"Siap."

"Untuk semua orang dilantai ini, dalam waktu 15 menit dari sekarang," lanjut El membuat mata Jack melotot.

Yang benar saja? 15 menit buat kopi untuk 6 divisi yang diisi 5 sampai 7 orang setiap ruangan, di tambah lima orang sekretaris. Nggak kira-kira memang nih si bos, batinnya.

"Waktumu 14 menit lagi dan kau harus tiba diruanganku tepat waktu," ucap El meninggalkan Jakc yang langsung pergi melaksanakan hukumannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!