Jingga kecil sudah hampir dua bulan, terbaring lemas di ranjang Rumah Sakit itu tak berdaya.
Penyakit yang di deritanya sungguh aneh, karena, tidak terdeteksi oleh dokter.
Mata bulatnya kini terpejam redup, mulutnya yang mungil tak dapat berceloteh lagi.
Kaki yang selalu membawanya berlari kesana-kemari dengan lincahnya, kini, lemah lunglai tak berdaya. Jangankan untuk berlari, berdiripun sudah tidak sanggup lagi.
Sungguh penderitaan yang sangat luar biasa baginya. Balita cantik dan mungil itu, kini, lemah tak berdaya.
Kedua Orangtuanya hanya bisa berdo'a dan berharap, ada keajaiban dan ridlo Allah SWT. yang akan mengangkat penyakit sang buah hati.
"Bagaimana dokter, kondisi Anak Kami sekarang?" Pak Rusdi, Ayahnya Jingga segera menghampiri dokter yang baru saja keluar dari ruang periksa.
"Iya dokter, Anak Kami bisa sembuh kan?" Bu Nita, Ibunya Jingga pun segera bertanya pada dokter, dan bangkit dari tempat duduknya.
"Bapak, Ibu, Saya harap Ibu dan Bapak mohon bersabar, dan banyak berdo'a. Kami di sini telah berusaha sekuat tenaga, dan semampu kami. Namun, kondisi Putri Bapak dan Ibu belum ada perubahan sama sekali. Untuk itu, kami mohon ma'af, dan kami memberikan penawaran bagi Bapak dan Ibu.
Apa mau di pindahkan, ke rumah sakit yang lebih lengkap peralatannya... Atau mau di bawa pulang saja ke rumah? Soalnya, Kami di sini sudah merasa tidak sanggup.... Putri Bapak dan Ibu, sudah hampir dua bulan di sini... Tapi, belum
ada perkembangan sama sekali!" Ujar dokter menjelaskan dengan panjang lebar.
Bu Nita dan Pak Rusdi, saling pandang, setelah mendengar penjelasan dari dokter......
"Bagaimana ini Pak? Anak Kita?" Tanya Bu Nita sambil menangis....
"Apa tidak bisa di usahakan dokter? Tolonglah Anak Kami!" Pak Rusdi memohon....
"Kami sudah berusaha, semampu Kami .. Pak... Kalau Nak Jingga, terus berada di sini.... Tanpa adanya perkembangan, Kami sangat menyayangkan, makin lama di rawat inap di sini, makin besar biaya yang di keluarkan... Kalau ada
perubahan ke arah kesembuhan... Itu tidak jadi masalah.... Tetapi, kalau
tidak ada perubahan seperti sekarang ini, bagaimana??" Ujar dokter lagi.....
"Karena itu, Kami pihak rumah sakit, memberikan pilihan bagi Bapak dan
Ibu... Kalau menurut Saya... Kesembuhan Nak Jingga itu, menunggu keajaiban dari Allah swt!" Lanjut dokter lagi.
"Baiklah dokter.... Kalau begitu, Kami akan memba- wanya pulang saja ke rumah.... Kami akan merawatnya sendiri sebisanya!" Kata Pak Rusdi, menentukan pilihan, untuk membawa jingga pulang ke rumah...
"Kalau begitu... Kami akan mempersiapkan untuk kepulangan Jingga.... Bapak, silahkan untuk mengurus administrasinya..... Saya tinggal dulu... Pak... Bu...!" Lanjut dokter lagi.
" Baik Pak... Silahkan....!" Jawab Kami serempak.
Sepeninggal dokter, Pak Rusdi langsung beranjak, untuk menyelesaikan administrasi....
Sedangkan Bu Nita, sibuk mengemasi barang-barang bawaannya, selama mereka di rumah sakit.
Lumayan banyak juga....
Dua bulan kurang beberapa hari, Kami menginap di rumah sakit.
Jingga, masih tetap seperti waktu pertama, Dia di bawa ke rumah sakit ini.
Dia nampak kurus kering, tiada asupan makanan selain air infushan.....
Tubuhnya lemah....
Matanya sayu, seakan merasa berat, untuk di kedipkan....
"Eeh... Eeh...!" Cuma itu yang terucap dari mulutnya yang mungil itu...
Bu Nita menatap mata Anaknya, yang sayu tak bercahaya itu...
Air matanya terus menetes, di kedua belah pipinya, dengan tiada henti.....
"Anakku.... Yang kuat ya sayang...!" Ucapnya, sambil dikecupnya kening Anaknya, dengan penuh kasih sayang....
"Sudah Bu... Jangan menangis terus... Ayo...
Segera gendong Anaknya....
Kita pulang sekarang! Apa barang- barangnya sudah di bereskan semuanya?" Tanya Pak Rusdi, yang tiba-tiba sudah ada di sana...
"Aku sedih Pak... Kasihan Anak Kita..!" Jawab Bu Nita, sambil terus menangis...
"Sudah Buu.... Tidak baik seperti ini... Lebih baik, Kita berdo'a untuk kesembuhan Anak Kita..!" Sahut Pak Rusdi, sambil memeluk Istrinya.
Sekedar menenangkannya...
"Iya Pak... Semoga Anak Kita,
mendapat pertolongan dari Allah swt." Sahut Bu Nita, sambil terisak sedih.
Kamipun segera beranjak, dari rumah sakit itu, untuk pulang kembali ke rumah Kami....
Anak-anak Kami, yang lainnya, pasti sudah lama menunggu kepulangan
kami dari rumah sakit ini...
Di perjalanan pulang, kami tak banyak bicara, kami ter-
diam dalam kesedihan yang
mendalam.
Sesampainya di rumah...
Benar saja...
Setibanya kami di depan rumah...
Kakak-kakaknya Jingga, nampak senang melihat kepulangan kami...
"Assalamualaikum...!" Kami mengucapkan salam, kepada mereka yang tengah berkumpul, sambil nonton tv
di ruang tengah.
"Wa'alaikum salam... Ibu datang... Bapak datang... Jingga datang...!!" Mereka ramai, menyambut kedatangan kami...
"Jingga sudah sembuh Ibu...?" Tanya Violet... Kakaknya Jingga yang pertama...
Bu Nita hanya menunduk, sambil menyembunyikan air mata, yang menetes di pipinya...
"Kenapa Buu.... Jingga sudah sembuh kan Buu?" Yanya Pelangi, Kakaknya Jingga yang nomor dua...
"Anak-anak... Ibu sama Jingga masih cape... Sebentar ya..!" Ayah mereka,
menghentikan pertanyaan- pertanyaan, dari anak-anaknya...
"Ooh.. Iyaa... Ma'afkan Kami... Ibu... Bapak... Habis, Kami tidak sabar, ingin segera bermain bersama Jingga..!" Sahut Pelangi..
Violet beranjak dari hadapan kami...
Tak lama kemudian, dia sudah datang lagi...
Dengan nampan berisi gelas di tangannya...
"Ibuu... Bapak... Minum dulu..!" Dia menawarkan minuman yang di bawanya.
"Terimakasih anak pintar..!" ucap Bu Nita, memujinya...
"Sama-sama.." Sahut Violet, sambil duduk di hadapan Ibunya.
"Adik Jingga kok... Tidur terus, kenapa Bu ?" Tanya Pelangi, sambil menatap wajah adiknya...
"Iya..! Adikmu tertidur karena, kecapean " Jawab Ibunya.
Dia, tak kuasa menjawab pertanyaan Pelangi anak keduanya...
"Kakak... Adik Jingga, belum pulih...Jadi, belum bisa di ajak bermain, dia harus banyak istirahat...!" Pak Rusdi menjawab pertanyaan kedua kakaknya Jingga...
"Eeh... Eeh... Eeh..!"Tiba-tiba, Jingga bersuara, dengan sangat lemahnya, hampir
tak terdengar...
"Kenapa sayang?..." Tanya Bu Nita... Tapi, tak ada jawaban lain. Selain eeh... Eeh...
"Kayaknya, anak kita sudah lima hari, belum bab ya Buu?" Tanya Pak Rusdi, dengan wajah khawatir...
"Iya Pak... Terus, bagaimana kita menanganinya?" Tanya Bu Nita lagi...
"Bapak, pikirkan dulu caranya..!" Sahut Pak Rusdi, mulai panik...
Dengan panik dan khawatir, Pak Rusdi pergi ke belakang...
Tidak tahu apa yang dia cari disana...
Tak lama kemudian, Pak Rusdi sudah datang lagi, dengan selang yang kecil di tangannya...
Bu Nita, kaget melihatnya...
"Untuk apa itu Paak?..." Tanyanya, keheranan...
"Bapak, mau coba dengan selang ini, semoga bisa membantu." Jawab Pak Rusdi, sambil duduk di dekat anak bungsunya itu...
Dimiringkannya tubuh Jingga, yang kurus kering, tinggal tulang berbalut kulit itu.
"Astaghfirullahaladzim..!" Kami semua terperangah, kaget luar biasa...
Kami, tidak percaya dengan penglihatan kami... Saat itu...
Bagaimana tidak??
Saat di singkap kan, kain penutup bokongnya Jingga, nampak sesuatu berwarna kemerahan di sana...
Pak Rusdi mengira, itu kotorannya Jingga...
Namun, waktu Pak Rusdi hendak mengambilnya...
Tubuh Jingga, bergerak sambil mengerang, seperti yang kesakitan...
"Kenapa sayang?" Teriak
Pak Rusdi kaget.
Diperhatikannya bokong Jingga dengan seksama...
Deg...Deg...
Debaran jantung Pak Rusdi,
berdegup kencang.
Pak Rusdi terperangah, tak
percaya, dengan apa yang di
lihatnya...
Ternyata... Itu... Anusnya Jingga yang keluar. Saking panasnya, suhu di dalam tubuhnya Jingga.
DEG...DEG...DEG...
Jantung Pak Rusdi, semakin
cepat detakannya...
Dia kaget! luar biasa...!
Pak Rusdi, langsung mundur, sambil mengusap dadanya...
"Ya Allah... Ma'afkan Aku... Aku tidak tahu, kalau ituu... Anusnya anakku, yang keluar saking panas tubuhnya...!"
Ujar Pak Rusdi, sambil matanya melotot memandangi bokongnya Jingga yang kurus kering.
"Ya Allah....?!" Bu Nita men-
jerit tertahan, kemudian, dia
tak sadarkan diri.
Bu Nita, tidak tahan dengan
apa yang dilihatnya...
Dia tak kuasa, melihat pende
ritaan anaknya yang begitu
mengenaskan.
Melihat istrinya tak sadarkan diri, Pak Rusdi jadi
semakin panik, di satu sisi,
kondisi anaknya yang mengenaskan, di sisi lain, istrinya lemas tak sadarkan diri... Air matapun, menetes
di pipinya, mewakili kondisinya sa'at itu.
Dia menangis tak berdaya.
" Bapak... Kenapa menangis...?" Pelangi, anak
keduanya tiba-tiba sudah ada di sampingnya.
Mungkin, dia terbangun, sa'at mendengar jeritan istrinya.
Di peluknya, gadis kecilnya itu, Pak Rusdi tak bisa men-
jawab pertanyaan anaknya.
"Ade Jingga... Kenapa Pak..?" Tanyanya lagi, sambil
melepaskan pelukan Pak
Rusdi, dia memandangi adik
nya, yang lemah tak berdaya.
"Ade Jingga... Lagi tidur!"
Sahut Pak Rusdi perlahan.
Dia pun beranjak, mengham-
piri istrinya, yang masih tidak sadarkan diri.
"Bapak... Kenapa Ibu tidur di
lantai...?" Tanya Pelangi lagi,
sambil mendekati ibunya.
" Ibu... Ibuu... Ibuu... Bangun
Buu... Jangan tidur di lantai..!" Ujarnya, sambil menggoyang-goyangkan tubuh Ibunya.
Tak lama, setelah pelipis dan
hidungnya Bu Nita, di olesi
dengan minyak angin, Alhamdulillah dengan izin
Allah swt, Bu Nitapun akhirnya siuman.
Setelah sepenuhnya sadar, diapun menangis lagi, teringat akan penderitaan Jingga, buah hatinya.
"bagaimana ini... Paak... Aku tidak tega melihatnya... Apa
lagi memegangnya!" Bu Nita, menangis lagi,6 melihat keadaan anaknya yang makin parah itu...
"Kita minta pertolongan Allah saja...!" Lanjut Pak Rusdi lagi.
"Iya Pak... Tidak mungkin kita membangunkan Tetangga, di
malam-malam begini...!" Sahut Bu Nita lagi.
"Ibu...!" Pelangi memeluknya.
"Eeh... Ada Pelangi... Kenapa
tidak tidur...?" Bu Nita baru
sadar, kalau anak keduanya
ada di sana.
"Ibu... Sudah bangun...?" Tanya Pelangi polos.
"Iya... Sekarang, kak Pelangi
bobo lagi ya...!"
"Pelangi mau bobo di sini.!"
Sahutnya, sambil berbaring di atas tempat tidur.
Tak menunggu lama, mata
Pelangipun terpejam, kemu-
dian, tertidur lelap.
"Tolong Buu... Ambilkan daun sembung di halaman... Lalu cuci bersih, dan rendam dengan air panas hingga layu..!" Ujar Pak Rusdi...
Dengan airmata yang deras,
mengalir di kedua pipinya, Bu Nita, beranjak ke luar rumah, untuk memetik daun
sembung, yang di minta Suaminya.
Tidak berapa lama, Bu Nita sudah datang lagi, dengan membawa mangkuk, berisi daun sembung di tangannya...
"Ini Pak... Mau di gimanain? Aku... Ngeri melihatnya." Sahut Bu Nita, sambil menu-
tup wajahnya, dengan kedua tangannya...
"Akan Saya coba, ya Allah... Aku memohon PadaMu... Berikan Aku kekuatan...!" Sahut Pak Rusdi lagi, sambil duduk di dekat Jingga...
Perlahan-lahan, Pak Rusdi mengambil daun sembung yang sudah layu...
Tangannya nampak gemetaran, hingga daun sembungnya bergerak-gerak.
DEG...DEG...DEG...
Jantungnya berpacu dengan
begitu kencangnya.
Dengan sangat hati-hati, ***** Jingga, yang terburai keluar itu, di masukin secara perlahan-lahan, mengguna-
kan daun sembung, yang telah di rendam dengan air
panas.
Sedikit demi sedikit...
Pak Rusdi, nampak menahan nafasnya...
Bu Nita, menutupi wajahnya, dengan kedua tangannya...
Dia tak tega, melihat ***** jingga, anaknya itu terburai
keluar dari tempatnya.
Jingga nampak meringis...
Balita mungil itu, terdengar mengaduh kesakitan...
"Eeh.... Eeh...!" Suara Jingga,
memelas kesakitan.
Matanya, yang beberapa hari ini terpejam...
Mendadak melotot. Karena,
menahan rasa sakit yang teramat sangat...
Melihat keadaan Jingga seperti itu, Pak Rusdi
menghentikan tangannya.
"Astaghfirulahaladziiim.....Ya Allah...Tolong selamatkan
anak kami!" Pak Rusdi tersentak kaget...
"Kenapa... Jingga... Pak....?" Bu Nita bertanya, sambil tak henti- hentinya menangis.
" Anak kita kesakitan Bu...!"
Sahut Pak Rusdi, dengan wajah yang pucat pasi.
"Lalu... Gimana Pak...?" Tanya Bu Nita lagi, sambil tak henti-hentinya menangis.
"Walau bagaimanapun juga... Kita harus berani! memasukan kembali,
duburnya anak kita bu, dokter sudah angkat tangan
tak mungkin, kitapun angkat tangan juga, Bapak harus berani, Bapak harus terus mencobanya Buu, Bapak yakin! Allah pasti menolong kita!" Ujar Pak Rusdi penuh harap.
Bu Nita, hanya mengangguk
perlahan, sambil menarik nafasnya dalam-dalam.
"Angetin lagi daun sembungnya! Siram aja pake air hangat !" Ujar Pak
Rusdi lagi.
Bu Nita, menerima daun sembung dari suaminya, dan, disiramnya daun sembung itu, dengan air panas dari termos.
"Ini... Pak... Tapi, hati- hati ya Pak...!" Ujar Bu Nita, sambil menyodorkan daun sembung, yang ada di tangannya...
" Baik Buu... Semoga, usahaku ini... Berhasil dan...
Di ridhoi Allah swt. dan... Anak kita, akan sembuh dan sehat lagi, seperti sedia kala...!" Sahut Pak Rusdi, sambil menerima daun sembung itu, dan, dengan hati-hati... Di masukin kembali, ***** itu ke tempatnya semula...
"Aamiin...Ya.. Allah... Aku ingin, segera melihat anakku ceria kembali, Aku ingin, anakku sembuh lagi, dan lincah, seperti sebelum dia sakit..."! Sahut Bu Nita lagi,
Di iringi dengan deraian airmata, yang terus menerus menetes di kedua pipinya...
Setiap hari, Pak Rusdi dengan telatennya berupaya memasukan kembali ***** jingga yang terburai keluar dari tempatnya...
Keduanya tak putus asa dengan semua cobaan itu...
Walau dalam hati keduanya sudah tipis harapan..
Kain kafan buat jinggapun sudah di sediakan buat jaga-jaga. Karena, tempat tinggal mereka jauh dari toko ataupun pasar... Keduanya menyediakan itu
dengan perasaan sedih yang tiada terbayangkan...
Setiap sa'at Suami Isteri itu, terus berdo'a dan berdo'a tiada henti...
Sepanjang malam... Suami isteri itu selalu melaksana-
kan Qiyamulail...
Di akhiri dengan do'a dan cucuran air mata pengharapan kepada Allah
subhanahuwata'ala...
Karena do'a kedua orangtua yang tulus dan ikhlas, dan juga karena upaya yang tiada henti dan tiada kenal lelah... Akhirnya...
Alhamdulillah... Terjawab sudah semua do'a - do'anya.
Terpenuhi sudah semua pengharapan kedua suami isteri itu.
Keajaibanpun terjadi pada duburnya Jingga...
Karena kegigihan akan usahanya...
***** si cantik balita yang bernama Jingga itu, sedikit demi sedikit duburnya jingga masuk ke tempatnya semula...
Usaha lahir bathinpun di lakoni oleh pasangan
suami isteri itu...
"Harus di ganti namanya... Karena, mungkin terlalu berat buat dia...!" Kata seorang tetangga suatu hari.
"Atau... Ditambahin aja nama
nya...!" Ujarnya lagi.
"Baiklah... Akan kami ganti
namanya." Sahut Bu Nita pula, dan terciptalah nama
' Jingga ' .
Nama sudah di ganti.tapi, kesehatannya masih belum
pulih juga.Masih tetap seperti sebelumnya.
"Coba di akuin ke Orang lain... Yaa... Jadi Anaknya siapa... Hanya akuan saja, bukan sebenarnya...!" Kata
tetangga yang lain pula.
"Di akuin jadi anaknya Nenek saja... Nenek senang, semoga bisa jadi Syare'at
buat kesembuhan Neng Jingga cucu nenek.!" Ujar Nek Isah dengan mata yang
berbinar senang.
"Iya... Boleh... Semoga saja.!"
Sahut Bu Nita pula.
Semua saran-saran tetangganya dia coba, dia
ingin agar anaknya bisa sembuh kembali.
Hingga suatu hari , ada seorang tetangga yang menengok Jingga...
"Bagaimana keadaan Jingga sekarang , Bu Nita.?" Tanyanya...
"Alhamdulillah... Mulai membaik...!"
Jawab Bu Nita, sambil mempersilahkan masuk... Tamunya
"Saya ada saran Bu Nita , mudah-mudahan ini bisa membantu...!"
Sahut Tamunya itu...
" Bagaimana kalau Neng Jingga dibawa ke Bu Ustadzah Fatimah...
Itu...Guru mengaji Saya...!" Ujarnya lagi...
"Maksudnya...?" Tanya Bu Nita tak mengerti...
"Begini...Bu Nita...Bu Ustadzah Fatimah itu suka di mintai tolong, untuk
mengobati penyakit yang tidak terdeteksi oleh dokter
... Yaa... Seperti penyakitnya
Neng Jingga ini....Dokter kan sudah angkat tangan... Ini... Mudah-mudahan... Siapa tahu penyakit yang di derita oleh Neng Jingga itu...
Bukan penyakit yang mesti di obati oleh dokter...!"
Lanjut Tamu itu... Yang tidak
lain adalah Bu Tini.
Bu Nita nampak diam sesa'at...
" Orang pintar, atau... Dukun
maksudnya.....?" Tanya Bu Nita ,setengah tak percaya.
" Bukan....Bukan orang pintar ataupun dukun...!" Sahut Bu Tini lagi dengan cepat...
" Lalu... Siapa Ustadzah Fatimah itu..?" Bu Nita bertanya lagi, penasaran...
" Ustadzah Fatimah adalah seorang Guru ngaji, cuma
beliau di beri ilmu yang lebih oleh Allah swt... Kalau Ibu mau ke sana... Saya siap untuk mengantarnya... Semoga ini menjadi syare'at bagi kesembuhan Neng Jingga... Tidak jauh Bu... Masih satu kota dengan kita rumahnya...!"
Sahut Bu Tini lagi, meyakinkan Bu Nita.
" Beliau, bisa melihat orang
yang berniat jahat pada kita.
Dan, beliau juga bisa membuat penawarnya Bu...!" Ujar Bu Tini lagi.
" Banyak yang cocok berobat ke sana, semoga saja Neng Jingga juga.!" Bu Tini menimpali perkataannya tadi.
" Terimakasih Bu Tini... Akan informasinya... Nanti, saya mau ngobrol dulu sama Bapaknya Jingga, Saya tidak
berani memutuskannya sendiri...!" Sahut Bu Nita pula.
" Baiklah Bu Nita... Nanti, kalau mau ke sana... Bilang saja sama saya...
Jangan sungkan... Saya siap mengantar kapan saja... Kebetulan, saya ada mobil...Jadi, tidak usah naik angkutan umum...Biar cepat.
Jadi... Pake mobil saya saja... Saya ridlo, ikhlas Bu Nita...!"" Ujar Bu Tini lagi.
" Sebelumnya, saya ucapkan banyak terimakasih kepada Bu Tini yang begitu baik sama saya sekeluarga.!" Sahut Bu Nita lagi. Beliau
merasa terharu dengan kebaikan tetangganya yang satu ini...
Bu Tini itu, termasuk orang kaya di kampung itu,tapi beliau jauh dari kata sombong...
Dia orangnya peduli sama Tetangga, dan suka menolong orang yang lagi kesusahan.
"Kalau begitu... Saya permisi dulu...Neng Jingga... Segera sembuh ya sayang...!" Ujarnya berpamitan.
Sebelum pulang, tangannya mengelus rambut Jingga yang terbaring tak berdaya...
Beliau meninggalkan sesuatu di atas meja kecil samping tempat tidur Jingga...
"Bu...Tini... Ini apa...?" Tanya Bu Nita sambil mengacungkn sesuatu kepada Bu Tini.
"Ooh....Itu... Sengaja saya simpan di sana...
Tak seberapa...Bu Nita, buat
jajannya Neng Jingga... Ma'af yaa...Bukan bermaksud merendahkan....
Ini cuma rasa sayang saya kepada Neng Jingga...
Mohon di terima...!"
Sahutnya lagi...
" Terimakasih Bu Tini... Tidak usah repot-repot... Saya jadi malu...!" Sahut Bu Nita pula.
"Tidak sama sekali tidak merepotkan... Saya permisi dulu Bu Nita.... Cepat sembuh ya sayang...
Assalamualaikum...!" Sahut Bu Tini sambil berlalu
meninggalkan Bu Nita dan Jingga...
"Terimakasih banyak Bu Tini... Semoga Allah swt. membalas semua kebaikan bu tini... Aamiin...
Wa'alaikumsalam...!" Sahut Bu Nita.
Ada rasa haru di balik nada suaranya...
Sore itu... Setelah Pak Rusdi pulang dari tempat kerjanya.
Beliau lagi santai membacakan cerita anak untuk Jingga.
Bu Nita dengan hati-hati, menyampaikan saran dari Bu Tini tadi
"Bagaimana...Pak...Menurut pendapat Bapak...?"
Kata Bu Nita,diakhiri
dengan pertanyaan.
" Baiklah kita coba... Siapa tahu ada manfa'atnya dan... Siapa tahu perkataan Bu Tini itu benar adanya...!'
Pak Rusdi menyetujui saran dari Bu Tini tetangganya...
Keesokkan harinya..Bu Nita
berangkat ke rumahnya Bu Tini...
Minta di anterin ke rumah Ustadzah Fatimah...
Merekapun lalu berangkat ke rumahnya Ibu Ustadzah Fatimah.Dengan memakai
mobil Bu Tini...
Sesampainya di sana , ada beberapa Tamu yang menunggu...
Rupanya, Ibu Ustadzah Fatimahnya sedang
menerima tamu...
Kami bergantian menemui Ustadzah Fatimah sesuai urutan kedatangannya...
"Silahkan duduk di depan saya.!" Ujar Ustadzah Fatimah,kepada kami yang
sudah mulai kebagian urutan untuk berdiskusi.
"Baik...Bu Ustadzah...Terima
kasih...!" Sahut Bu Tini.
Kamipun bertiga duduk tepat di hadapan Ustadzah Fatimah...
Sekejap Ibu Ustadzah Fatimah memandang Anakku, Jingga yang aku gendong... Lalu, beliau mengelus rambutnya Jingga... Wajahnya , hingga telapak kakinya Jingga di elusnya perlahan-lahan...
"Ma'af ...Ibu Mamahnya Ade
ini...? Siapa nama Adenya...?" Tanya Ustadzah
Fatimah.
"Iya... Saya Ibunya... Anak saya namanya Jingga...!" Sahut Bu Nita.
"Nama yang bagus...Ibuu...
Ma'af yaa...Menurut penglihatan saya , penyakitnya Neng Jingga itu bukan penyakit biasa , bukan penyakit yang
bisa di obati oleh dokter...
Saya lihat ada seseorang yang tidak suka melihat ke-
lancaran usaha Ibu... Ini sebenarnya salah alamat..!"
Ujar Ustadzah Fatimah , memberikan keterangan...
"Maksudnya...?" Bu Nita ber-
tanya tak sabar.
"Ibu dan Neng Jingga sama
ya hari kelahirannya...?" Us-
tadzah Fatimah bertanya lagi... Sambil matanya tak lepas menatap wajahnya Jingga yang pucat...
"Iya Bu Ustadzah... Kami lahir di hari yang sama...!" Sahut Bu Nita lagi.
" Baiklah... Saya coba melihat apa sebenarnya maksud dan tujuannya...!"
Ujar Ustadzah lagi.
"Yang dituju itu sebenarnya
Ibunya.namun , kena ke Neng Jingga . yang masih kecil dan waktu itu lagi lengah...!" Ujar Ustadzah lagi.
"Biarlah nanti juga kita akan tahu siapa dia yang punya
hati iri dan dengki...!"
"Jangan lupa terus berdo'a
dan... Nanti sepulang dari sini , sebelum waktu Maghrib tiba... Galilah sudut
sebelah selatan kamar depan , sedalam satu sikut lebih...!"
"Ada apa yang terkubur di sana...? Apapun yang di temukan... Langsung bawa ke sini...!" Ujar Ustadzah Fatimah lagi.
Sedikitpun aku tak mengerti,
akan semua perkataannya itu...Ku lirik Bu Tini yang duduk di sampingku...
Beliau menganggukkan kepalanya...
"Usahakan kamar depan di
pake sholat berjama'ah dan
pengajian , serta zikir dan sholawatan...Undang para Tetangga, untuk melaksana-
kan pengajian... Minimal sebulan sekali...!" Ujar Sstadzah Fatimah menambahkan.
"Neng Jinggaa... Yang kuat ya... Engkau Anak yang baik ,
masa depannya masih pan-
jang... Usahakan Neng Jingga jangan di biarkan sendirian...Ya Bu... Saya yakin kalau kita berdo'a dengan sungguh-sungguh... Pasti Neng Jingga akan
sembuh , soalnya ini
salah sasaran... Tapi , Ibu beruntung punya Anak dengan hari kelahiran yang sama...!" Lanjut Ustadzah lagi.
"Maksudnya bagaimana Ustadzah...?" Tanya Bu Nita.
"Kalau Ibu tidak punya Anak yang sama hari kelahiran-
nya... Santet itu akan menge nai sasarannya , yaitu Bu Nita... Karena, menurut penglihatan saya, Orang itu tidak suka melihat Bu Nita sekeluarga bahagia... Kalau
seandainya kena langsung ke Bu Nita... Akibatnya, jauh dari yang terlihat sa'at ini...!"
Lanjut Ustadzah Fatimah lagi menjelaskan.
Bu Nita mendengarkan pen
jelasan Ibu Ustadzah Fatimah, dengan perasaan
bingung dan tak mengerti...
"Baiklah... Kalau begitu ibu harus segera pulang , dan
segera gali sudut kamar itu
jangan sampai telat... Usaha
kan hari ini... Akan lebih baik sebelum Maghrib, harus sudah dibawa ke sini... Silahkan Bu... Ma'af...Bukan saya ngusir Ibu... Ini semua demi kebaikan dan kesembuhan Neng Jingga...!" Ujar Ustadzah lagi menyuruh kami untuk pulang.
"Iyaa...Baik Bu Ustadzah...Ka
mi pamit permisi... Terimakasih atas semua sarannya...!"
"Jangan lupa kata-kata saya tadi.!" Ujar Ustadzah lagi mengingatkan.
"Baik...Buu...!" Sahut Bu Nita.
"Assalamualaikum...!" Kami pamit dan mengucapkan salam.
"Wa'alaikumsalam...Warah-
matulahi Wabarokatuh...!"
Sahut Bu Ustadzah.
Kami bergegas pulang ke rumah , Bu Tinipun ikut pulang ke rumahku...
Bu Tini penasaran dengan apa yang dikatakan Ustadzah tadi...
Spa benar ada yang mengubur sesuatu di sudut
kamar rumahnya Bu Nita...
Sesampainya di rumah, Bu Nita menidurkan dulu Jingga di ruang tengah.
" Kakak... Tungguin Adikmu ya...! Ibu ada perlu dulu...!"
Ujar Bu Nita menyuruh Violet, kakaknya Jingga untuk menunggui Jingga.
" Baik Buu...!" Sahut Violet pula.
"Aku juga mau nemenin de Jingga ah... Boleh ya Bu...!"
Pelangi meminta untuk ikut
nemenin Jingga juga.
Setelah menasehati anak-anaknya untuk menemani Jingga...
Bu Nitapun segera pergi ke belakang untuk mengambil
cangkul...
Dia akan menggalinya sendiri...
Dia tidak akan menunggu Suaminya pulang...
Dia ingin segera mengetahui benar atau tidak perkataan Ustadzah Fatimah itu...
Tak berapa lama, Bu Nita sudah kembali lagi dengan
cangkul di tangannya...
" Mau di gali sekarang, Bu...?" Tanya Bu Tini agak heran.
" Iya Bu Tini... Saya sudah tidak sabar... Ingin segera mengetahuinya...!" Sahut Bu
Nita lagi.
" Lagipula... Sebelum Maghrib, harus segera di perlihatkan ke Bu Ustadzah,
saya enggak mau telat...!"
Sahut Bu Nita.
" Ayo...Bu Tini...Ikut aku...!"
Ujar Bu Nita lagi. Langkahnya menuju kamar depan...
Tak perlu di ulang, langsung
Bu Tini bangkit dari tempat duduknya...
Dan, mengikuti Bu Nita menuju kamar depan.
Tanpa pikir panjang lagi, sudut kamar bagian selatanpun di galinya sama
Bu Nita...
Satu kali, dua kali, lantaipun mulai terbongkar ...
Tak ada apa- apa...
Hanya tanah biasa saja.
Dengan penuh semangat dan rasa penasaran yang teramat sangat, di galinya tanah di sudut ruangan kamar itu...
"Sudah ketemu Bu...?" Bu Tini bertanya penasaran.
" Belum Bu...!" Sahut Bu Nita.Tangannya terus mengayunkan cangkulnya...
Tiba-tiba...Bu Nita terperangah kaget...!
Matanya melihat sesuatu di
dalam tanah yang di galinya itu...
DEG...DEG...DEG...
Dengan hati berdebar-debar,
dan jantung yang berdetak
sangat kencang, Bu Nita mengeluarkan sesuatu yang di temuinya dari dalam
tanah galian itu.
"Ada apa Bu Nita...?" Tanya
Bu Tini ikut kaget juga melihatnya...
" Lihat...! Bu Tini ini apa...?
Siapa yang menguburnya di sini...?" Sahut Bu Nita.
Dengan gemetaran,
tangannya mengeluarkan sesuatu dari dalam tanah yang digalinya tadi.
"Apa Buu...?" Sahut Bu Tini sambil mendekati Bu Nita.
"Bungkusan kain putih Bu...
Seperti...Kain kafan...!" Sahut Bu Nita sambil menyodorkan bungkusan itu kepada Bu Tini.
Dengan jantung yang berdetak kencang, dada yang berdebar sangat keras.
Perlahan-lahan, bungkusan
putih itu di buka oleh keduanya...
Keringat dingin, mulai bercu
curan menahan berbagai rasa yang bergelora di dada
keduanya...
Antara tak sabar ingin segera mengetahui isinya dan...Rasa takut akan apa yang ada di dalam bungkusan putih itu.
'Ya Allaaah...Apa ini...?"
Keduanya sontak berteriak.
Karena, sedikitpun tak menyangka akan menemukan benda aneh itu.
Bu Tini spontan melotot matanya, setelah melihat apa yang di hadapannya.
"Astagfirullahaladziim....Ya
Allah... Siapa yang berbuat serendah ini...?" Bu Nitapun
tak kalah terkejutnya dengan apa yang ditemukan
dan di lihatnya sa'at itu.
Nampak di sana ada boneka dari kain putih juga, bertuliskan namanya... NITA
Tepat di dada boneka kain belacu putih itu...
"Ya Allah... Namaku, kenapa
di tuliskan di sini...?" Teriak
Bu Nita tak terkendali.
"Bu Nitaa... Itu banyak jarumnya... Ya Allah...!" Bu Tinipun berteriak juga.
Mata boneka itu di tusuk pake jarum pentul...
Satu jarum pentul juga tertancap di leher boneka itu...
Di bagian perut juga, ada tiga jarum pentul yang di tancapkan di sana...
Bukan hanya di tiga tempat itu, tapi di bagian lutut masing-masing ada dua buah jarum pentul juga...
Di bagian lutut depan satu...
Dan, di bagian belakangnya
satu jarum pentul juga.
Bukan itu saja, di bagian atas kepala boneka itu juga
ada tiga buah jarum pentul tepat di ubun-ubunnya...
Bergidik tubuh Bu Nita dan Bu Tini, menyaksikan boneka yang mereka temukan dari dalam tanah di kamarnya itu.
Bu Tini meraba bulu kuduknya, yang tiba-tiba merinding.
Sungguh... Sangat mengerikan... Dan, membuat bulu kuduk merinding melihatnya.
"Astagfirullahaladziim... Bu Nita... Yang kuat yaa...! Eeh...
Itu di sebelahnya, ada bung-
kusan kecil lagi... Coba kita lihat Bu...!" Ujar Bu Tini lagi.
tTngannya tak lepas memegangi tangan bu nita.
Dengan tak kalah berdebarnya dan berdegup
kencang jantung ini...
Perlahan... Bu Nita membuka
bungkusan yang satunya lagi...
Dengan wajah yang tegang...
DEG...DEG...DEG...
Jantungnya berdegup lagi,
lebih kencang dari tadi.
Perlahan-lahan di bukanya
bungkusan yang satunya lagi itu...
Setelah di buka bungkusan yang satunya lagi...
Ternyata... Isinya segumpal tanah merah... Tanah pekuburan.
"Astagfirullohaladziim...Alla
huakbar... Audzubilahiminnasyaitonirroziim... Apa maksudnya semua ini...?" Bu Nita beristigfar dan mengagungkan nama Allah,
serta dia juga memohon per
lindungan padaNya.
Keduanya saling tatap ketakutan...
" Benar, apa yang dikatakan
Ustadzah Fatimah... Ini sepertinya sudah agak lama
dikubur di sini... Terlihat dari kain putihnya yang sudah mulai menguning...!" Ujar Bu Nita sambil menatap Bu Tini lekat-lekat.
" Iya Buu...Kok ada Orang yang tega berbuat seperti ini... Tapi, temboknya tidak rusak sama sekali... Bagaimana cara menggalinya...?" Bu Tini nampak makin merasa heran.
" Iya Buu... Aku juga tidak mengerti... Ini pasti bukan perbuatan manusia.Tapi, per
buatan setan yang di laknat
oleh Allah swt.!" Jawab Bu Nita sambil menarik napas panjang.
Segera bungkusan itu di rapihkan kembali...
Lalu di masukin ke kantong
keresek hitam biar tidak keli
hatan dari luar.
"Sudah jam empat kurang sepuluh menit buu...Sebaik-
nya kita segera membawa
barang ini ke ustadzah...!"
Bu Tini mengingatkan.
" Oiya... Sebentar... Aku mau
bawa Anakku dulu...!" Sahut
Bu Nita.
Segera dia beranjak ke ruang tengah, nampak Jingga tengah di ajak ngobrol oleh Violet... Kakaknya.
"Ayo sayang...Ikut Ibu lagi...
Kakak...Hati-hati di rumah ya... Nanti, kalau Ayahmu pulang, bilangin Ibu lagi ada
perlu dulu sama Bu Tini...
Jingganya di bawa gitu yaa.. Pintu rumahnya di kunci ya...Jangan lupa...
Assalamualaikuum...!" Bu Nita berangkat lagi bersama
Bu Tini dan Jingga ke rumahnya Ibu Ustadzah Fatimah.
Tidak berapa lama di perjala
nan, kamipun sampaikah ke
rumah Ustadzah Fatimah...
Suasana lengang, tidak seperti waktu tadi pagi dan siang, kami jadi langsung bisa masuk tidak perlu antri
terlebih dahulu.
" Bagaimana Ibu...?Ada apa di sana...? Ada yang di temu
kan tidak...? Kalau tidak ada
saya sangat bersyukur...
Berarti... Dugaanku salah...!"
Ujar Ustadzah setelah kami
duduk di hadapannya.
" Ini Ustadzah... Saya temukan di sudut sebelah
selatan kamar depan rumah
saya...Apa arti dan maksudnya ya Bu Ustadzah.. Saya tidak mengerti...!" Ujarku sambil
menyodorkan bungkusan kain putih, yang kutemukan
tadi di rumahku.
Ustadzah menerima bungku
san itu, lalu beliau membukanya...
Beliau beristigfar beberapa kali sambil geleng- geleng kepala, seakan tak percaya
dengan benda yang ada di
hadapannya.
" Perbuatan Orang yang punya rasa iri dan dengki, terhadap orang lain... Setan sangat suka dengan manusia seperti ini... Astagfirullohaladziim....Apa untungnya dengan semua ini...?"
Lalu, tangan Ustadzah mencabuti satu persatu jarum pentul, yang tertancap
di seluruh badan boneka itu
bibirnya terus zikir tak berhenti.
"Iibuu...?" Tiba-tiba Jingga memanggil Ibunya.
Sudah beberapa bulan, bibir
mungil itu tak pernah bicara
Bu Nita sangat senang sekaligus kaget
dengan pendengarannya...
" Iya sayang... Kau memang-
gilku nak...!?" Tanya Bu Nita sambil memeluknya erat.
"Alhamdulillahirabbilalamin
...Si cantik sudah bisa memanggil Ibunya lagi... Terimakasih ya Allah..!"
Ungkapan rasa syukur Bu Nita pada Allah swt.
" Selama sakit Neng Jingga tidak bisa bicara.Karena, tenggorokannya disumbat,
kepalanya pasti sakit karena, ada jarum yang tertancap di boneka ini...Begitu pula, dengan tubuh bagian lainnya...!" Ujar Ustadzah menerangkan.
Sebagai Ibunya, aku merasakan betapa sakitnya,
betapa menderitanya anakku Jingga selama ini...
"Ya Allah... Betapa kejamnya
orang itu... Aku tak bisa membayangkan betapa sakitnya... Betapa menderita
nya anakku selama ini...!"
Ungkap Bu Nita, dengan deraian air mata di pipinya.
"Tanah yang di bungkus itu,
usahakan selalu ada di atas
tungku, sampai empat puluh hari empat puluh malam...Jangan di angkat, walau cuma sebentar...
Nanti, akan ada seseorang yang mengakui perbuatan kejinya itu...!" Ujar Bu Ustadzah lagi.
Bu Nita semakin tidak mengerti dengan semua penjelasan Ustadzah Fatimah itu.
" Baiklah... Ikuti yang saya sarankan tadi... Sekarang, pulanglah... Kasihan Neng Jingga, sebentar lagi maghrib tiba... Bonekanya di bakar saja, di dalam kaleng yang tidak terpakai...
Nanti, abunya satuin dengan tanah dan panaskan diatas
tungku, jangan sampai lupa...!" Ujar Ustadzah lagi mengingatkan aku sebelum
kami pergi meninggalkan tempat itu.
"Baik Ustadzah... InsyaAllah,
akan saya laksanakan semua saran dari Ustadzah,
asalkan itu demi kesembuhan anakku dan juga...Demi kebaikan kami
sekeluarga...!" Sahut Bu Nita,
sambil mendekap Jingga dengan penuh kasih sayang.
"Aku sangat berterimakasih
atas semua sarannya...
Kalau begitu, kami permisi
dulu, takut keburu maghrib.!" Ujar Bu Nita lagi.
"Baiklah... Silahkan.!" Ustadzah Fatimah mempersilahkan kami untuk segera pergi dari tempat itu... Karena, waktu
sudah sore.
Kamipun beranjak dari tempat itu, pulang ke rumah
untuk melaksanakan saran yang di berikan Bu Ustadzah
Fatimah.
" Jangan lupa, pesan dari Ustadzah, Bu Nita...!" Ujar Bu Tini mengingatkan,
setelah Bu Nita turun dari mobilnya, tepat di depan
Rumah Bu Nita.
"Terimakasih Bu Tini... Enggak mampir dulu...?"
" Sudah mau Maghrib, besok saya mampir ya... Ayo..!" Sahut Bu Tini sambil beranjak meninggalkan Bu Nita, menuju ke rumahnya yang cuma terhalang satu rumah dari rumahnya Bu Nita.
Setelah sholat maghrib, aku
laksanakan semua saran dari Ustadzah Fatimah tadi.
Tiba-tiba...
"Apa yang kau lakukan...?
Kenapa sudut kamar di bongkar....?" Pak Rusdi tiba-tiba sudah ada di belakangnya.
Setelah di jelaskan semuanya...
Dan, di perlihatkan apa yang
di temukan di sana...
"Astagfirulahaladzim...! Kasihan anak kita...! Karena,
perbuatan orang bodoh,dan
tidak punya perasaan itu...
Anak kita jadi menderita...!"
Ujar Pak Rusdi perlahan.
"Baiklah Bu...! Ayo silahkan
teruskan, semoga dia sadar
bahwa apa yang di lakukan
nya itu sangatlah tidak baik,
dan dosa buat dia...!" Ujar
Pak Rusdi sambil membantu istrinya.
Sejak terbongkarnya kain
putih, yang membungkus
boneka dan tanah merah di
sudut selatan kamar depan
rumahnya Bu Nita...
Perlahan-lahan nampak perubahan di wajah dan tubuhnya Jingga...
Sebelumnya, bab( buang air besar) pun kalau tidak memakai selang yang di masukin ke duburnya...
Lalu... Selang kecil itu di sedot oleh Pak Rusdi...
Kotorannya tidak akan keluar dengan sendirinya...
Usaha Pak Rusdi, untuk mengeluarkan kotoran dari
dalam tubuh Jingga sungguh sangat luar biasa..
Kegigihan sang Ayah, untuk
menyelamatkan Anaknya, dari penyakit berat yang merenggut masa balitanya itu, sungguh sangat membuat orang berdecak kagum...
Tak ada rasa jijik, sa'at menyedot selang itu...
Yang ada dalam benaknya Pak Rusdi, hanyalah bagaimana supaya anaknya
bisa tertolong...
Dan...Upayanya itu tidak sia-
sia... Dengan izin dari Allah
swt. Sedikit-demi sedikit
kotoran yang sudah menge-
ras itu...Bisa keluar juga...
Melalui selang itu...
Kini.... Hanya tinggal ke telatenan dari keduanya, untuk merawat Jingga sepenuh hati.
Niar kesehatannya pulih kembali....
Alhamdulillah setelah duburnya berada di tempat-
nya semula...Jingga kecilpun mulai mau di beri makanan yang lembut- lembut....
Kini... Jinggapun tidak
seperti sebulan yang lalu, tak ada makanan yang masuk ke dalam perutnya...
Hanya air yang dapat masuk ke perutnya. itupun hanya beberapa sendok saja.....
Kini...Sedikit demi sedikit... Makanan yang encer bisa di terima oleh perutnya Jingga...
Wajah Jingga yang kemarin kisut, karena kekurangan cairan , kini mulai terlihat segar kembali...
Semua itu membuat Pak Rusdi dan Bu Nita tersenyum bahagia, secercah harapan terpancar di wajah keduanya.
" Alhamdulillah ya Allah...!"
Ucap keduanya tiada henti.
"Adikku kelihatan cantik kembali...!" Ujar Violet dengan senyum yang menghiasi bibirnya.
Jinggapun tersenyum mendengar celotehan kakaknya.
"Assalamualaikum...!" Terdengar suara perempuan mengucapkan salam.
"Wa'alaikumsalam warahmatulohi wabarakatuh...!" Jawab kami.
Bu Nita bangkit dari tempat duduknya, hendak membukakan pintu menyambut tamu yang datang.
Setelah pintu depan rumah di buka, ternyata tamu yang
datang itu adalah Bu Tini...
Tetangga yang baik hati.
"Bu Tini... Ayo masuk Buu...
Saya sangat senang Ibu datang ke sini...!" Ujar Bu Nita sambil menggandeng
tangan Bu Tini.
"Bagaimana kabar si cantik
Jingga...Bu Nita...?" Bu Tini
langsung menanyakan kabarnya Jingga.
"Alhamdulillah... Sekarang Jingga sudah agak mendingan... Dia, sudah mau
makan walau cuma sedikit-
sedikit...!" Sahut Bu Nita.
"Saya senang mendengarnya...Mana sekarang Neng Jingganya...?" Tanya Bu Tini lagi, sambil pandangannya
berkeliling mencari jingga.
"Jingga ada di ruang tengah
lagi nonton tv sama kakak- kakaknya...!" Sahut Bu Nita
lagi sambil tangannya menunjuk ke ruang tengah, di mana Jingga tengah menonton tv bersama saudaranya.
"Hallo...Jingga ...? Sapa Bu
Tini, sambil duduk di antara
anak-anaknya Bu Nita.
"Hallo... Lagii...!" Sahut ketiga
nya menyambut kedatangan Bu Tini.
Bibir mungil Jinggapun ikut
mengucapkan kata hallo...
Mereka nampak bahagia...Secercah harapan terpancar di mata indah mereka.
Harapan akan kesembuhan
Si mungil Jingga.
Harapan masa depan yang
penuh kebahagiaan.
"Bagaimana dengan benda
yang kita temukan itu Bu...?" Bisik Bu Tini.
"Masih di atas tungku...Di
dapur. Sesuai perintah Ustadzah Fatimah, tak pernah saya pindahkan...!"
Sahut Bu Nita tak kalah ber-
bisik pada Bu Tini.
"Sudah hari ke berapa Buu..?" Tanya Bu Tini lagi.
"Sudah sepuluh hari Buu...!"
Sahut Bu Nita lagi.
"Belum terlihat tanda-tanda
orang yang dzolimnya Bu...?" Tanya Bu Tini lagi penasaran.
"Belum terlihat.Tapi, Alhamdulillah... Anak saya sudah ada perubahan, sudah lebih baik dari sebelumnya...!" Sahut Bu
Nita lagi.
"Saya bahagia mendengarnya... Semoga saja nanti lebih baik lagi...!"
Ujar Bu Tini penuh harap.
"Terimakasih Bu... Karena, kebaikan Bu Tini, Kami jadi bisa mengetahui penyakitnya Jingga... Dan...
Jinggapun jadi lebih baik...!"
Sahut Bu Nita lagi dengan mata yang berkaca- kaca.
"Sudah Bu Nita... Ini semua karena Allah menyayangi kita semua...!" Sahut Bu tini.
"Amiin...Ya Robalalamiin...!"
Ujar keduanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!