Kringggg, kringggggg, kriinngggg
"Haduh, alarmnya kenapa nggak mau berhenti, sih? Diam dong! Aku masih ngantuk, nih!" jemari lentik Vivi terus saja berlarian ke sana ke mari, mencari keberadaan benda yang sudah berani mengusik tidur indahnya.
Brraakkkkkkk!
"Mati lo!" Vivi mengulas senyum dengan mata yang masih saja terpejam.
Kringgggg, kringgggg, kriiinnggggg
"Ya Allah, kenapa masih bunyi, sih?"
Vivi merasa frustasi. Dengan berat hati, dia pun terpaksa membuka mata sayunya.
"Hoaaammmmm" dengan terus mengucek matanya, Vivi berusaha mengumpulkan nyawanya. Dan saat Vivi membuka matanya,
"Hahh!" seketika Vivi dibuat menganga selebar mulut kuda nil, dia mengucek matanya lagi dan mencoba membuktikan kebenaran apa yang baru saja dilihatnya.
"HAPPY BIRTHDAY SAYANGKU"
Hiasan ulangtahun yang tertempel di dinding itu tepat berada di depan matanya.
Senyumnya pun semakin mengembang saat memperhatikan setiap sudut di dalam kamarnya.
Sebuah dekorasi ulangtahun yang sangat indah dan meriah. Ya, meskipun bisa dibilang lebih cocok untuk anak-anak.
Balon-balon berwarna merah dan putih memenuhi setiap ujung langit-langit dinding kamarnya, dengan pita-pita warna-warni yang menghubungkan setiap sudutnya.
"*P*asti capek nyiapin ini semua" batin Vivi yang kini memandang ke arah samping.
Vivi tak henti-hentinya mengulas senyum indah. Pandangannya pun kini tertuju pada foto keluarga kecilnya yang terpajang di atas nakas.
Kringgggg, kringgggg, kringggggg
"Astagfirullah, masih bunyi aja? Kirain udah mati itu alarm" Vivi mendengus kesal.
Ia pun turun dari tempat tidurnya menuju arah pintu untuk segera mengambil benda yang sedari tadi tidak bisa diam itu.
Padahal tangannya tadi sudah berhasil melemparnya sampai ke pintu, namun ternyata usahanya tadi sia-sia.
"Turun aja deh sekalian, haus juga." Vivi membuka pintu perlahan, seolah takut ada yang terbangun karena pergerakannya.
"Astagfirullah" Vivi membelalakkan kedua matanya saat melihat tangga yang sudah dihias senada dengan dekorasi kamarnya, balon dan pita-pita pun melilit indah sampai ujung tangga di bawah sana.
"Meriah banget, udah kayak tujuh belasan aja", Vivi melempar senyum entah kepada siapa.
"Balon balon lagi?" Vivi memutar bola matanya seolah tak percaya saat melihat ke arah dapur.
Kue black forest lengkap dengan lilinnya, serta kartu ucapan sudah tertulis rapi di sampingnya.
"HAPPY BIRTHDAY SAYANGKU"
Vivi tersenyum dan meletakkan kembali kartu ucapan itu di meja.
"Bikin coklat panas enak kayaknya,"
...
Vivi pun berjalan menuju ruang keluarga, tempat favoritnya jika sedang di rumah.
Dengan dinding kaca tembus pandang tepat menghadap kebun mawar kesayangannya, membuat Vivi selalu betah berlama-lama di sana, bahkan tempat yang bisa membuatnya merasa tenang jika sedang ada masalah.
Dengan menggenggam secangkir coklat panasnya, Vivi terus saja memandang ke arah luar kebun mawar nya.
Pikirannya pun ikut menerawang jauh.
..................................................
"Doooorrrrrr!" Teriak beberapa orang bersamaan.
"Ya ampun, ngagetin aja! Untung nggak tumpah minuman aku!" Vivi kesal bukan main, dia mengelus dadanya berulang-ulang.
" Lagian kamu ngelamun aja. Eh ya, by the way. Happy birthday sayangnya kita, sahabat kita, cintanya kita, gemesnya kita." Ucap tiga orang gadis secara kompak dan lantang, mereka yang seolah tak mendengar amukan Vivi itu pun langsung memeluk paksa tubuh Vivi.
"Ihhhh, pengap. Coklat panas aku kesesakan ini!"
Ketiga gadis itu, Sandra, Nasya dan Niyas pun tertawa mendengar keluhan sahabatnya itu, tapi tak membuat mereka melepaskan pelukannya.
"Udah dong, masa' mau pelukan sampai besok?" Lukman pun angkat bicara, pacar Niyas itu memutar bola matanya malas.
"Tau nih cewek-cewek. Kayak nggak pernah ketemu seabad aja. Padahal tiap hari juga barengan," Dio pun langsung melempar bantal sofa ke arah gadis-gadis Teletubbies itu.
"Apa an sih, Dio? ganggu aja! Dipecat jadi pacarnya Sandra, baru tahu rasa, loh!" Nasya melotot tak suka.
"San, temen kamu tuh. Mau pisahin kita!" Dio merengek dibuat-buat.
" Kamu sih, gangguin macan tidur!"
"Udah-udah, yang ada beneran sampai besok ini pelukannya. Ayo, Beb, Vivi suruh cepet-cepet mandi. Ntar kita semua kesiangan." Lukman memisahkan debat capres itu.
"Emang kita mau kemana?" Vivi bangkit dari duduknya.
"Mau jalan-jalan dong, kan kamu lagi ultah," Niyas melempar senyum andalannya
"Ke mana?"
"Rahasia dong. Banyak nanya kamu nih. Kayak pembantu baru aja," Sandra terkekeh
"Ayah sama bunda kemana, Vi? Kok dari kita datang, nggak kelihatan?" Nasya celingukan mencari sesuatu.
"Udah berangkat ke Bandung kayaknya, soalnya pas aku bangun udah nggak ada. Semalam sih pamitnya berangkat subuh"
" Pantesan nggak kelihatan", Nasya sudah menggenggam apa yang tadi dicarinya. Setoples keripik kentang.
"Ngoceh mulu nih, udah sana mandi terus dandan yang cantik, terus cus kita jalan-jalan, kita juga udah pamit kok semalam sama ayah bunda kalau hari ini mau ngajak princessnya jalan" titah Sandra
"Iya, iya, buru-buru amat sih. Emang mau kemana juga", Vivi sudah menaiki tangga.
"Mau cariin kamu jodoh!" kata-kata itu begitu saja meluncur dari mulut Lukman.
"Hahaha, hegghh!" Vivi menoleh lantas tertawa kecut, tiba-tiba saja hatinya menjadi nyeri.
Niyas pun memelototi Lukman, begitu juga dengan yang lainnya.
Seketika suasana pun menjadi hening karena ulah Lukman
...
tap, tap, tap
Vivi pun sudah siap dengan sweater topi berwarna putih tulang, celana highwaish biru dongker, serta sneaker putihnya. Rambut coklat gelapnya yang panjangnya di bawah bahu itu pun dibiarkan tergerai.
" Yukkk"
"Hayukkkkkk" ucap mereka berbarengan.
...
"Ayo naik, Beb," Dio sudah siap dengan motor sportnya.
Sandra pun langsung naik dengan semangat.
"Lah, lah, lah, tuh Sandra sama Dio.
Terus Niyas sama Lukman.
Lah, aku?" Vivi mulai gelisah melihat Niyas pun sudah naik di motor matic Lukman.
"Tuh sama teteh," (sapaan akrab untuk Nasya)
"Apessss banget hari ini. Teteh kan nggak bisa bawa motor! Capek dong kalau aku harus nyetir terus." Vivi memelas.
"Teteh bisa bawa motor kok, tapi ntar baru semeter pasti udah nyusruk. Hahaha" ledek Dio yang langsung mendapat tatapan mematikan dari Nasya.
"Udah buruan. Kesiangan ntar kita" Lukman pun langsung ngacir disusul Dio.
"Apesss deh" Vivi pun ikut melajukan motornya mengekori Dio dan Lukman.
grruueeeenggggggg!
"Astagfirullah, Vivi! " teriak Nasya terkejut.
Vivi hanya terkekeh dan pura-pura tidak mendengar. Nasya memang selalu parno jika Vivi sudah mengebut di jalan.
...
KEBUN BINATANG SURABAYA
Bangunan monumen khas kota pahlawan itu pun baru saja mereka lewati.
Dan tiba-tiba saja motor Lukman memasuki area parkir dan diikuti Dio.
" Lahh, mereka ngapain belok sini? Ini kan parkiran masuk? Mau ngapain ke sini? Wah, nggak bener ini! " Vivi pun mengoceh tidak jelas, merasa ada sesuatu yang mengganjal.
Diam-diam Nasya di belakangnya pun hanya senyum-senyum sendiri.
"Yuk," Sandra sudah menggenggam enam lembar tiket.
"Kan! Kan! Rada sakit nih, kalian! Ngapain coba kita ke sini? Emangnya kita mau rekreasi, kayak anak TK?" Vivi terus saja nyerocos melihat para sahabatnya yang ajaib ini. Namun teman-temannya pun malah tertawa.
Dan sekarang mereka pun berjalan dan memasuki area hewan beruang, mereka berjalan beriringan dan mulai mengerjai Vivi yang tengah berulang tahun.
"Beb, lihat deh! Beruang yang pojok itu, kayak Vivi, ya?" ledek Sandra
"Hahaha, bener kamu, Beb"
Vivi hanya melirik sekilas, dan memilih melanjutkan membaca novel di telepon pintarnya sambil terus berjalan.
"Eh San, lihat deh! Kayaknya beruang yang gede itu lebih mirip deh, sama Vivi," Niyas pun menimpali.
"Haha, yang item gede itu, ya?" Tawa Sandra meledak diikuti dengan yang lainnya.
Vivi memutar bola matanya malas, "Terus aja terus, ledek terus sampai puas."
" Jangan gitu dong, masa cantik begini malah disamain sama beruang yang gede, item, jelek itu?" Nasya meraih pundak Vivi.
"Iya nih, Teh, mereka pada jahat. Dari tadi aku dibully terus. " Vivi memajukan bibirnya merasa ada yang membela
"Vivi itu nggak mirip sama beruang yang di pojok, ataupun yang gede item itu, lagi. Vivi itu justru mirip sama beruang yang kecil itu. Yang di tengah tuh, yang di kandang sendirian. Jones dia, hahahaha... " Nasya tertawa puas,
Yang lain pun ikut tertawa.
"Huh dasar, kirain mau belain. Nggak taunya malah njatuhin juga!" Vivi pun kesal, dia pun langsung pergi meninggalkan mereka yang masih di belakang.
"Eh dia udah mulai marah, kerjain lagi, yuk?" Niyas pun langsung menyusul Vivi dan berusaha menyamai langkahnya.
Buggghhh!
"Ups, sorry, nggak sengaja," Niyas meminta maaf dengan ekspresi yang sengaja dibuat-buat.
" Jalan pakai nabrak-nabrak! Tuh jalannya masih lebar!" Vivi pun kembali jengkel karena dia tahu Niyas dengan sengaja menabrak bahunya, meskipun tidak terlalu sakit. Tapi dia sempat kaget.
Kini mereka sedang mengitari area bermain dengan gajah. Yang mana pengunjung bisa menaiki gajah mengitari rute di area tersebut.
"Sekarang giliran aku." Sandra maju dengan percaya diri.
Buughhhh!
Seketika Vivi langsung tersungkur, entah Sandra yang terlalu keras menabraknya atau memang Vivi sedang tidak siap. Karena sedari tadi dia berjalan, fokusnya hanya pada ponselnya.
"Eh, anak gajah jatuh!" celetuk Sandra, yang langsung membuat semuanya tertawa.
Bukannya langsung bangun, Vivi ternyata masih syok dengan kejahilan sahabatnya. Dia pun tak mampu merubah posisinya yang mirip seperti superman siap terbang.
Tiba-tiba ada yang mengulurkan tangan di hadapannya, Vivi pun hanya mendongakkan kepala. Melihat siapa empunya, jika salah satu sahabatnya, ia bersumpah akan menggigit tangannya sebagai balasannya.
"Kok malah diam? Ayo saya bantu berdiri." Sesosok lelaki tampan sedang tersenyum. Dia tengah berjongkok dan mengulurkan tangannya ke Vivi.
"Eeenghhhh!?" Vivi yang sedang bingung, justru tak menerima uluran tangan tadi, dan langsung berusaha sendiri. Bangkit dari pose superman nya.
Vivi mengibas-ibas baju dan celananya yang kotor sambil sesekali mencuri pandang pada laki-laki itu.
Laki-laki itu terus saja tersenyum melihat tingkah Vivi. Sepertinya ia tahu kalau Vivi malu.
Dan itu semakin membuat Vivi salah tingkah.
Jantungnya berdegup kencang saat laki-laki itu terus saja memandanginya sambil tersenyum.
Entah kenapa laki-laki tampan itu terus saja memandangi Vivi. Ada sesuatu yang bergetar di hatinya saat memandangi dara berusia delapan belas tahun itu.
"Kamu nggak apa-apa? Kok malah senyum-senyum?" tanya lelaki itu dengan lembut.
Blussh!
"Hhhggggg" pipi Vivi langsung merona, dia tak sanggup berkata-kata. Malu setengah mati, hanya itu yang dirasa.
"Kamu nggak apa-apa, Vi?" akhirnya ada juga satu suara yang memecah keheningan. Karena sedari tadi mereka semua hanya melongo menyaksikan perpaduan pose superman dan drama korea KW yang dibintangi Vivi dengan laki-laki itu.
"Hmmmm!" Vivi melotot ke arah sahabat-sahabatnya.
Rasa kesalnya belum selesai, kini ditambah rasa malu pakai ampun melandanya. Bingung harus berbuat apa, ia takut apa yang dia lakukan akan semakin membuatnya semakin malu. Yang dirasa saat ini sudah mirip dengan pemeran teater yang tiba-tiba lupa dialog saat pentas di depan jutaan penonton.
Dengan perasaan campur aduk, Vivi pun memutuskan untuk diam dan berlalu pergi. Tanpa menghiraukan para sahabatnya dan lelaki tampan yang beberapa menit lalu sempat menarik perhatiannya
"Udah dong marahnya," Sandra mencoba meraih pundak Vivi namun langsung saja ditepis kasar.
"Vi, jangan marah beneran. Kita niatnya cuma bercanda," Niyas pun juga berusaha menyamai langkah Sandra.
"Allah melarang kita untuk bermusuhan lebih dari tiga hari" Namun pun ikut memulai aksinya.
Vivi menyerngitkan alisnya "Hey, emangnya kita suami istri? Nggak boleh marahan lama-lama?"
"Hahahaha," mereka pun tertawa bersama.
Ya begitulah Vivi, dia tidak akan bisa berlama-lama marah dengan siapapun, apalagi sahabatnya. Dan mungkin dulu juga pada mantan tunangannya, Ardian.
"Yaudah, sekarang kita cari makan, yuk." Dio pun buka suara.
"Iya, ayo, aku juga belum makan. Capek dari tadi muter-muter." Lukman langsung menyetujui
"Karena kamu hari ini ultah, terserah kamu deh, mau makan apa." Sandra mengerlingkan satu matanya
Vivi langsung sumringah, "Asyik, bakso, ya?"
"Haduh sorry deh, aku kemaren malam udah makan bakso, yang lain ya, Cantik" Nasya menyengir kuda
"Mie ayam?" pandangan Vivi tertuju pada sebuah depot bertuliskan asli wonogiri.
"No! kamu punya sakit lambung, nggak baik sering-sering makan mie." cegah Niyas
"Terus apa dong?" Vivi mulai cemberut.
"Sosis bakar, ya?"
"Itu namanya nyemil, aku ini laper" Lukman pun ikut berargumentasi
"Siomay, ya?" Vivi memelas
"Nggak Vi, kamu paling gak bisa makan saos kacang" Nasya langsung mencegah.
"Itu aja," Dio menunjuk ke satu depot yang ada di ujung.
"Iya, setuju. Ayo!" mereka semua pun langsung bergegas dan meninggalkan Vivi.
Mau tak mau Vivi pun mengikuti sahabat-sahabatnya yang sudah duduk di meja paling depan.
"Katanya aku yang milih mau makan apa, tapi malah kalian yang nentuin. Terus buat apa tadi nawarin, huh!" Vivi semakin cemberut,
Mereka semua kini sudah berada di depot berplakat "RAWON PAK NDUTT UENAAAKKK "
"Udah dimakan! Kesehatanmu loh." Nasya cengingisan.
"Huh, sebel!" Vivi hanya mengaduk-aduk makanannya, dia memang tak seberapa suka dengan makanan ini.
"Nih daging kenapa potongannya gede-gede banget? gimana makannya?" Vivi memandang bingung potongan daging berwarna coklat kehitaman itu. Akhirnya ia pun melahap beberapa potong daging itu dengan ragu.
Emhh!!!
"Waduh, ada yang nyangkut. Ganjel banget. Gimana nih!" Vivi mengabsen setiap cela di giginya dengan lidahnya sendiri.
"Kamu kenapa, Vi?" Sandra melihat keanehan
Vivi menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat.
Dia malu setengah mati kalau sampai mereka tau ada daging yang menyangkut di giginya.
Bisa-bisa dia dikatai jorok.
"Udah yuk, keliling lagi." Lukman dan Dio pun berdiri dan pergi untuk membayar.
Vivi keluar dari depot dengan perasaan gelisah. Pasalnya selipan daging tadi masih menyangkut di giginya, dia berpikir keras bagaimana caranya agar selipan daging itu bisa segera lepas, untung saja dia sudah mengantongi beberapa tusuk gigi sebelum meninggalkan depot tadi.
Memang Vivi tipe orang yang tidak sabaran atau memang takut dibilang jorok, yang jelas memang sangat mengganggu baginya.
Selama berkeliling Vivi pun tak berani membuka mulutnya sama sekali, dia hanya mengangguk dan menggeleng-gelengkan kepala, dan sesekali tersenyum.
"Beb, kita naik bebek gowes itu, yuk." ajak Sandra pada Dio.
"Kita double date aja, gimana?" Lukman setuju.
"Cantik-cantikku, kita berempat naik bebek gowes dulu, ya. Kalau kalian mau naik juga, kalian naik berdua aja. Oke?" tutur Niyas dengan centilnya.
"Hhmmm," Vivi pun hanya mengangguk pasrah.
"Kita duduk di pinggir danau itu yuk Vi, sambil lihat anak-anak naik bebek gowes" Nasya langsung menarik tangan Vivi, dan lagi lagi Vivi pun hanya bisa menurut
"Vi?"
"Hhmmmm?"
"Aku kebelet, nih! Aku ke toilet dulu ya, Kamu jangan kemana-mana. Oke?" sebelum mendapat jawaban, Nasya langsung saja pergi.
"pergi aja semua! hemm!
tapi lumayan bisa nuntasin nih, yang dari tadi nyangkut," Vivi tersenyum dalam hatinya
Baru saja dia mau mengeluarkan tusuk gigi dari kantongnya, dia melihat beberapa gerombolan kecil laki-laki tinggi dan bertubuh tegap, dan diantaranya.
Eng, ing, eng,
"Dia? *Yang tadi bukan, sih? Aduh, malu aku, apa aku kabur aja ya, dari sini? Tapi kemana? Aduh, tapi ntar dikira aku ngapain* lagi?"
Vivi buru-buru mengantongi lagi tusuk giginya dan mencoba bersikap biasa, sambil berpura-pura melihat ke arah danau, Vivi terus saja menyundulkan lidahnya ke helaian daging yang menyangkut, berharap bisa lepas.
Rupanya Vivi melakukan kegiatan kecilnya ini dengan ekstra sabar.
"Ehem!"
Vivi seketika langsung menoleh ke samping
"YaAllah, nih orang kapan datangnya? kok udah duduk di sebelah aja? "
"Terus temen-temennya dia pada kemana semua? mati aku!"
Vivi dibuat grogi bukan main
Jantungnya pun berdegup kencang,
"udah dong jantung, jangan bikin malu,
ntar dia denger lagi,
rileks, rileks, rileks"
"Apa masih sakit, yang jatuh tadi?"
tanya laki-laki itu,
"Emmm," Vivi menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat.
Laki-laki itu tersenyum,
"waduh senyumnya, langsung meleleh coklat di mulut, Bang,"
"Saya Alif" laki-laki itu mengulurkan tangan untuk yang kedua kalinya.
Vivi pun hanya tersenyum dan menjabat tangan Alif dengan malu.
Alif menyerngitkan alisnya, seolah meminta jawaban.
Vivi yang peka, langsung memutar otaknya. Diambilnya buku note di tasnya dan bulpen.
Memang Vivi selalu membawa barang-barang itu kemana pun dia pergi
aku Vivi
disodorkan buku note itu ke Alif.
Alif pun memandang aneh buku note itu, seolah bingung dengan sikap Vivi.
"Kenapa harus nulis?" Alif mengembalikan lagi buku itu ke Vivi
Vivi pun menatap tak suka.
Karena sedari tadi dia pun masih telaten dengan kegiatan kecilnya.
Konsentrasinya pun jadi buyar.
"susah adek jelasinnya, bang! "
Hm, Vivi pun menghela nafas panjang sambil menatap Alif.
"Oh, maaf! Saya nggak tahu" Alif jadi merasa tidak enak.
Trenyuh, seperti ada yang mencubit hatinya, ia jadi bertambah simpati pada gadis malang di sampingnya kini.
Vivi pun menatap bingung.
"apa'an sih nih orang?"
"Maaf, saya nggak tahu kalau kamu ternyata tunawicara." Alif memandang tulus
Darrrr!!!
"*What? Apa dia bilang? Maksudnya apa'an coba ngatain aku bisu?
YaAllah, dosa nggak sih bunuh laki-laki ini?
Seenak jidatnya aja kalau ngomong*."
Vivi langsung melotot ke arah Alif, dengan tatapan ingin membunuh
"Kamu nggak usah berkecil hati. Semua manusia nggak ada yang sempurna kok, di balik kekurangan, pasti ada kelebihan. Dan saya yakin kamu gadis yang hebat", Alif terus memandang Vivi, seperti ingin menenangkan.
Dan yang sedang ingin ditenangkan, sepertinya sedang ingin membunuh.
"apa lagi? malah ceramah.
Sok ngasih motivasi!
bener-bener ya nih orang.
Tampangnya aja ganteng,
tapi tuh mulut lemes banget.
Sumpah ya, kalau aja ini gak ada yang nyangkut, pengen aku tabok aja tuh mulut!"
Vivi memutar bola matanya malas.
"Ehhm, ehhm, ehhmm" Vivi tiba-tiba menunjuk pedagang es krim keliling.
"Oh, kamu mau itu?"
Vivi pun langsung manggut-manggut.
"Tunggu di sini sebentar, ya. " Ucap Alif lembut seraya berdiri dan pergi
Setelah mengamati keadaan sekitar, dengan cepat Vivi menunduk dan mengeluarkan senjata mininya. Menuntaskan sesuatu yang mengganjal di mulutnya.
Dan???
Ciiuuuhhh.
Hemmmm, lega.
"eh dia balik,"
Vivi pun tersenyum, karena sudah merasa lega,
Alif yang melihat senyum Vivi pun jadi berdebar,
cantik banget kalau lagi senyum,
Ia segera menghampiri Vivi karena dirasa Vivi sudah menunggunya.
"Maaf, saya pilihin ini, soalnya saya nggak tahu kamu suka rasa apa." Alif menyedorkan es krim rasa coklat
Vivi yang memang pecinta coklat, merasa aji mumpung. Hatinya senang bukan main.
Langsung saja es krim itu disambar,
aeemmm, aeemmmm.
Dan?
"Ehhhm! ehhhmmm!
ehhhhmmmm!!!"
Vivi langsung menyerngit dan menutup mulut dengan tangannya rapat-rapat.
Dia menghentak-hentakkan kakinya terus menerus.
Dia bingung bagaimana meluapkan apa yang dirasa saat ini, rasa ngilu yang luar biasa, sakit sesakit sakitnya.
Ya memang, Vivi paling tidak bisa makan atau minum dingin, apalagi es.
"Kamu kenapa? Apa? Mau apa? Kenapa? Aduh, saya bingung. Maaf, saya tidak mengerti bahasa kamu" Alif panik, dia pun berdiri dan celingukan, dia bingung harus berbuat apa.
Karena dia memang tidak tahu Vivi kenapa.
"Kamu mau minum?" Alif terlihat frustasi
Vivi langsung saja mengangguk.
Dengan cepat Alif berlari entah kemana.
Tak lama Alif kembali dengan sebotol air mineral di genggamannya,
langsung dengan sigap Alif membuka tutupnya dan memberikannya pada Vivi.
glekk, glekk, glekkk.
hmmmmm.
Vivi bernafas lega, begitupun Alif yang sempat dibuat bingung.
"Kenapa?" Alif pun duduk. Ia sudah terlihat sedikit tenang.
Vivi hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Alif pun menghembuskan napasnya dengan kasar.
"Ehm, teman-teman kamu kemana? Kok sekarang kamu sendiri?" Alif kembali menatap Vivi
pada naik bebek gowes.
Vivi menyodorkan kembali buku note nya.
"Kenapa kamu nggak ikut?"
hemmm, Vivi mendengus kesal.
nggak ada pasangannya.
Alif menyerngitkan dahinya
"Emangnya kemana pasangan kamu?" Alif belum puas dengan jawaban Vivi
nggak punya pasangan.
Vivi mendorong buku itu dengan kasar ke Alif.
"Kenapa nggak punya pasangan?"
Alif mengembalikan lagi buku Vivi.
"sumpah ya nih cowok.
nanya mulu kayak petugas sensus!"
Vivi mengambil lagi buku itu dengan kasar,
dan menuliskan sesuatu.
karna nggak ada yang mau sama orang bisu!
"hemmm,
kalau masih nanya lagi,
aku timpuk kepalanya pakai buku beneran nih orang!"
Alif membaca tulisan itu dengan tersenyum, seperti ada sesuatu yang meletup-letup di hatinya.
Entah kenapa, tapi jawaban Vivi justru membuat suasana hatinya menjadi tenang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!