Jangan dibaca karena novel ini tidak akan lanjut. Jadi daripada buang waktu dan berakhir kecewa, lebih baik baca novel saya yang lain.
1. Legenda Petarung - Tamat.
2. Legenda Petarung (2) - Tamat.
3. Kaisar Petarung : Perjalanan Zhang Yu - On Going.
Seorang anak laki laki sedang berjalan sambil memanggul sebuah kapak di pundaknya. Terlihat dari posturnya, dia berumur sekitar delapan tahun.
Meskipun masih muda, dia tidak bisa menikmati hidup layaknya seorang seumurannya.
Wu Sha, itu adalah nama anak lelaki tangguh yang harus hidup dari sisa sisa kediaman Keluarga Wu.
Hidup sebagai seorang putra kepala keluarga tak membuatnya hidup sempurna.
Terlahir dari seorang selir dan tidak mempunyai bakat sebaik saudara seayahnya membuat dirinya di kucilkan, bahkan oleh sang ayah sendiri.
Tidak ada yang peduli dengannya, kecuali sang ibu. Namun sudah tiga tahun dia hidup seorang diri, menghadapi semua nya sendiri.
Ibunya meninggal saat Wu Sha berumur lima tahun. Meskipun ditinggalkan oleh sang ibu, tak membuat keluarga lainnya merasa simpati kepada nya.
"Ibu, kenapa kau meninggalkanku seorang diri di kediaman yang kejam ini." Wu Sha memandang langit dengan mata sedu.
Wu Sha memasuki ruangannya, atau lebih tepat di bilang gubuk.
Gubuk kumuh tak terurus yang berada di belakang kediaman kepala keluarga atau ayahnya menjadi tempat bernaungnya sejak tiga tahun lalu.
Saat ibunya masih ada, masih disampingnya, setidaknya dia memiliki sandaran dan tempat tinggal lebih baik dari sebuah gubuk tanpa ranjang ataupun alas di dalamnya.
"Ibu, bolehkah aku menyusulmu. Aku sangat merindukan dirimu," Ucap Wu Sha yang sudah lelah dengan hidupnya.
Wu Sha masuk ke dalam gubuknya dan menaruh kapak beserta kayu bakar yang diperolehnya di dekat tempatnya berdiri.
Gubuk seluas dua kali dua meter menjadi saksi penderitaan yang Wu Sha alami selama ini.
Wu Sha keluar dan memandang langit yang sudah mulai berwarna jingga.
Senyuman pedih nampak jelas ia ukir di bibirnya.
Tersirat kesedihan yang sangat dalam, dalam senyumannya.
"Ibu, andai kau tahu betapa menyedihkan hidupku setelah kepergianmu, apakah kau masih tidak mengajak diriku untuk pergi bersamamu?" Wu Sha berbicara layaknya sedang berhadapan dengan sosok wanita yang sangat dia rindukan.
Langit mulai menggelap, matahari tak bersinar lagi, karena telah usai sudah tugasnya. Digantikan bulan yang mulai menampakkan dirinya.
"Ibu, semoga kau bahagia disana..."
Wu Sha berbaring dan mengangkat tangannya ke atas, mencoba meraih bulan dengan tangannya.
krkt!
Tangan Wu Sha mengepal erat, kemudian mengarahkan tangan tersebut ke hidungnya dan menghirup aromanya.
Huft...
Wu Sha melepaskan hirupannya, entah mengapa, saat dia melakukan hal yang sama, ia selalu merasa tenang setelahnya.
Wu Sha masuk ke dalam gubuknya, menyalakan api, kemudian berbaring dengan beralaskan sebuah kain tipis.
"Kenapa aku merasa akan ada suatu hal besar yang akan terjadi?" Wu Sha bergumam heran.
Dia mencoba untuk memejamkan matanya, tapi tak kunjung juga dapat tertidur.
Setelah lama mencoba, dia pun terlelap dalam tidurnya.
Pagi hari tiba, suara burung berkicau membuat siapapun tak tahan untuk terus tertidur.
Seperti biasa, Wu Sha sudah bersiap untuk berlatih bela diri di aula klannya.
Meskipun tak ada yang mengharapkan kehadirannya, Wu Sha tetap datang untuk berlatih.
Dia mengingat betul pesan ibunya saat dia berumur empat tahun.
'Kau harus manjadi pria yang kuat! Menjaga semua orang yang kau sayangi.'
Wu Sha mengangguk tanda dia akan melakukan apa yang menjadi pesan ibunya.
Di aula pelatihan generasi muda keluarga Wu....
Wu Sha yang memang tidak pernah dibimbing, dilatih oleh para tetua atau siapun dari keluarga Wu, dia selalu berlatih seorang diri.
Dia selalu berlatih di pojokan, karena tidak akan terlalu banyak yang memerhatikannya saat ia berlatih disana.
Tapi tiba tiba terdengar suara tidak asing, suara yang selalu ingin ia hindari.
"Hei, sampah! Kesini kau!"
Seorang anak lelaki yang terlihat sedikit lebih tua dari Wu Sha memanggil Wu Sha dengan sebutan sampah.
Wu Sha dengan patuh menghampiri anak laki-laki tersebut.
"Ada apa?" tanya Wu Sha.
"Beraninya kau! Apakah kau berhak bertanya kepadaku seperti itu?!" Teriak anak laki-laki itu dengan marah.
Anak laki-laki itu tak lain merupakan saudara tiri Wu Sha, Wu Zetian.
Wu Zetian terlahir dari istri sah patriark, ditambah dia menjadi generasi emas, menjadikan dia sangat disayang ayahnya.
Wu Sha diam, dia tak mau membuat masalah menjadi semakin besar.
Tapi, memang pada dasarnya Wu Zetian ingin mencari masalah padanya, meskipun hanya diam, Wu Zetian terus mencari kesalahan nya.
"Sekarang kau mengacuhkanku! Biarkan aku memberimu pelajaran, agar kau menghormati saudara laki-laki mu!"
Wu Zetian maju dan dengan cepat memberikan pukulan tepat mengenai perut Wu Sha.
Wu Sha jatuh terduduk, dia diam, tak mencoba untuk bangkit.
"Saudara?! Heh... Aku bahkan tak tahu apa yang kau maksud dengan kata saudara." Wu Sha yang sudah mulai bosan hidup tak lagi diam.
Wu Zetian sungguh terbakar mendengar perkataan Wu Sha.
Tapi saat akan memberikan pukulan keduanya, seorang pria paruh baya datang menghentikannya.
"Tuan muda, apa yang ingin kau lakukan?" Pria itu bertanya pada Wu Zetian.
"Aku hanya memberikan sampah ini sedikit pelajaran," Ucap Wu Zetian tanpa beban.
Dia sudah biasa melakukannya dihadapan semua orang, tidak ada yang menegurnya ataupun memarahinya, karena Wu Sha hanya seorang sampah bagi keluarga Wu.
"Aku tahu, tapi kau tak seharusnya membuang waktu berhargamu hanya untuk mengurusi sampah sepertinya." pria paruh baya itu menatap hina Wu Sha.
"Tetua ketiga, kau benar. Seharusnya aku berlatih, daripada membuang waktuku hanya untuk sampah sepertinya." Wu Zetian berjalan mendekati Wu Sha.
"Tapi... Setelah aku memberikan pukulan kepadanya!"
Bugh... Sert....
Wu Sha terseret beberapa langkah akibat pukulan Wu Zetian. Sedangkan pelakunya sudah berjalan menjauh bersama tetua ketiga.
Huk huk...
Seteguk darah kental keluar dari mulut Wu Sha.
Wu Sha mengelap sudut bibirnya, kemudian berdiri dengan kaki gemetaran.
Setelah sudah kembali normal, dia kembali berlatih.
Sudah menjadi hal biasa baginya untuk menjadi sasaran anak muda keluarganya, orang yang melihatnya tak ada satupun yang peduli kepadanya.
Wu Sha akhirnya memutuskan untuk kembali ke gubuknya, setelah melihat matahari sudah berada tepat di atas kepalanya.
Saat gubuknya sudah terlihat dalam pandangannya, seorang pria paruh baya nampak tengah menunggu kedatangannya.
Jarak keduanya yang sangat jauh dan posisi pria itu yang berdiri menghadap kesamping, membuat Wu Sha tak mengenali siapa pria paruh baya dihadapannya.
Jarak semakin dekat membuat Wu Sha membulatkan matanya.
Tanpa sadar dia bergumam, "Ayah.. "
Sosok yang selalu ia harapkan datang memberikan kenyamanan dalam hidupnya saat ini terlihat sedang menunggunya.
Wu Sha dengan cepat mendekat, tapi apa yang ia bayangkan tak seindah kenyataan.
"Apa yang kau lakukan terhadap Zetian."
Wu Sha menghentikan langkahnya, kemudian memasang wajah kecut.
"Seharusnya aku tak berharap lebih darinya, seorang ayah yang dengan tega membiarkan putranya hidup seorang diri, tidak akan begitu cepat akan tersadar." Wu Sha merasakan kesakitan yang amat dalam di hatinya.
Apakah ini yang namanya seorang ayah? Apa kesalahanku, sehingga dia begitu tega terhadapku?
Wu Sha bertanya tanya, dia tak tahu apa kesalahannya yang membuat ayah kandungnya begitu acuh kepadanya.
"Kenapa kau diam? Jawab pertanyaanku!" Wu Dong berseru lantang.
"Aku tidak melakukan apapun, dia yang tanpa alasan yang jelas memukulku," Ujar Wu Sha membela dirinya sendiri.
"Kau jangan mengada ngada, kau pasti memprovokasi Zetian terlebih dahulu." Wu Dong bersikukuh.
Wu Sha hanya diam, pasrah menerima amarah ayahnya. Ia tahu, ayahnya tak akan pernah membelanya meskipun dia berkata yang sebenarnya.
Dia bertekad, itu adalah terakhir kalinya dia berharap kepada ayahnya.
Kekecewaan terhadap sosok ayah, sudah melebihi ambang batas toleransinya.
Selama ia hidup, hanya beberapa kali ayahnya menemuinya. Tapi dia terlalu berharap jika ayahnya menemuinya kerena kasih sayang ataupun rindu, ayahnya hanya akan menemuinya saat anak tersayangnya mengadu kepadanya.
"Ayah, tidak adakah rasa sayang untukku, sedikit saja?" Tanya Wu Sha.
Wu Sha ingin memantapkan hatinya, jika ia harus mengeraskan hatinya untuk sang ayah.
Wu Dong mendengus, kemudian berbalik membelakangi Wu Sha.
"Kau adalah anak dari selirku, aku tak memiliki kewajiban memberimu kasih sayang. Lagi pula, kau hanyalah seorang sampah!" Ucap Wu Dong dingin.
"Meskipun ibuku seorang selir, dia adalah wanita yang kau nikahi. Juga aku adalah anak kandungmu, darahmu mengalir dalam tubuhku." Wu Sha meningikan nadanya.
Dia sangat sensitif jika membahas suatu hal tentang sang ibu. Apalagi, dengan jelas pria dihadapannya merendahkan wanita yang sangat berharga baginya.
Wu Dong berbalik, lalu menatap Wu Sha dengan rumit.
"Ya... Memang, dia adalah wanita yang ku nikahi, tapi dia bukan istriku," Seru Wu Dong dengan wajah mencibir.
"Seorang selir hanya selir, tak lebih!" Tambahnya.
Wu Sha menunduk, wajahnya menggelap sempurna. Amarah terlukis jelas dalam ekspresinya.
Ha Ha Ha...
Dengan menangkup wajahnya, Wu Sha tertawa keras.
Kemudian berhenti secara tiba-tiba, perasaan mencekam seolah menyelimuti tubuhnya.
"Heh... Aku mengerti!" Wu Sha melirik tajam Wu Dong, tak terlihat sedikitpun wajah takut ataupun ragu dalam dirinya.
"Silakan pergi!" Dengan menunjuk ke sembarang arah, dia berkata pelan.
Meskipun terdengar pelan, aura dingin sangat kental dalam ucapannya.
Merasa diusir di wilayahnya sendiri, Wu Dong tak terima.
"Beraninya kau menyuruhku pergi. Ini adalah wilayahku, kau tak pantas memerintakku, aku adalah seorang.."
"PERGI!!"
Sebelum Wu Dong mengakhiri perkataannya, Wu Sha lebih dulu memotongnya dengan bentakan skakmat.
Wu Dong tanpa sadar terdiam, dia mencerna apa yang dia rasakan barusan.
Kemudian melirik Wu Sha yang tampak mengerikan dengan wajahnya yang sudah menggelap marah.
Wu Dong pergi dengan raut wajah tak sedap dipandang.
"Kenapa aku seperti tertekan auranya, apakah dia bisa berkultivasi?" Wu Dong bermonolog.
"Tidak, Tidak. Dia seorang pecundang tak berguna. Tapi auranya... " Wu Dong menggeleng kuat, mencoba menghempaskan pikiran menjalarnya.
Wu Sha memasuki gubuknya, dan meraih sebuah kotak kecil di sudut ruangan.
"Ibu, aku tidak hidup lebih baik, seperti yang aku janjikan kepadamu."
Wu Sha duduk di dalam gubuk, manatap sebuah kotak di tangannya yang berisi sebuah cincin. Cincin peninggalan dari ibunya.
Cincin yang selalu ia simpan dan tak pernah ia keluarkan setelah tiga tahun lamanya.
Jari jemari Wu Sha meraih cincin berwarna perak kekuningan itu, kemudian memasangnya di jari tengah tangan kanannya.
"Apa yang harus aku lakukan ibu?" Tanya Wu Sha seraya memutar-mutar cincin yang terpasang di jarinya.
Dia juga tidak tahu sebenarnya apa yang istimewa dengan cincin itu. Tapi yang dia yakini, cincin itu lebih berharga dari nyawanya, karena merupakan peninggalan dari sang ibu.
Flasback on...
Di sebuah ruangan, terlihat seorang Wanita paruh baya terbaring lemah di sebuah ranjang.
Di sisi ranjang, nampak seorang bocah laki-laki berusia lima tahun.
Mereka tak lain adalah Wu Sha, yang sedang menemani Gong niu, sang ibu yang lagi sakit.
"Ibu, cepatlah kau sembuh. Sha'er tak mempunyai seorang pun yang menginginkan Sha'er kecuali Ibu. Ibu harus kembali bersama Sha'er, kita akan hidup berdua, meninggalkan kediaman ini yang selalu menindas kita." Dengan ekspresi penuh harap dia meraih tangan Gong niu.
Air mata Gong niu merembes, mendengar perkataan sang putra yang paling dia sayangi.
Dia hanya bisa diam, dia tak sanggup untuk menghancurkan harapan putranya.
"Maafkan ibumu yang tak berguna ini Sha'er. Andai ibu bisa... ah, mungkin waktu yang tersisa tidaklah banyak." Gong niu hanya bisa memendam semuanya dalam hati.
"Ibu, kenapa kau menangis? Kita akan hidup bahagia setelah ini, kau seharusnya senang bukan?!" tanya Wu Sha polos.
Gong niu mengusap sudut matanya, kemudian berusaha duduk bersender.
"Eh... Apa yang akan kau lakukan ibu, seharusnya kau tetap berbaring saja." Wu Sha membantu ibunya untuk duduk.
"Tidak apa.... Sha'er, sekarang umurmu berapa?" tanya Gong niu mengalihkan perhatian putranya.
Wu Sha mengeluarkan kedua tangannya dan mencoba menghitung.
"Sekarang Sha'er berumur lima tahun!" Serunya dengan semangat.
Gong niu tersenyum, lalu membelai kepala Wu Sha pelan.
"Mungkin ini adalah saatnya," Gumam Gong Niu lirih dengan wajah datar, namun Wu Sha masih bisa mendengarnya.
Meskipun mendengarnya, Wu Sha tak mengerti makaud perkataan ibunya, dia hanya bisa memiringkan kepalanya dan memasang wajah bingung.
Gong Niu kembali memasang wajah tanpa beban, tersenyum cerah memandang putranya.
"Sha'er, mungkin ibu tak akan bisa selalu bersamamu, ibu hanya berharap kau menjaga kenang kenangan dari ibumu ini." Gong niu melepaskan kalungnya, kemudian mengambil cincin yang menggantung, dan menyerahkan cincin tersebut kepada Wu Sha.
Wu Sha mulai menyadari maksud perkataan Gong Niu.
Dengan wajah sedih dia bertanya kepada ibunya, tapi tak ada jawaban darinya.
"Apa maksudmu bu?"
Bukannya menjawab, Gong Niu malah berbicara melantur.
"Kau sudah besar, kau akan menjadi orang tangguh di masa depan. Pastikan kau selalu membawa cincin itu kemanapun kau pergi."
Dengan posisi yang sudah kembali berbaring, dia menangis tak bersuara. Air mata yang dari tadi ditahan mulai ambyar.
Beberapa saat kemudian, mata Gong Niu telah tertutup rapat, tak lagi terdengar hembusan nafas darinya.
"Ibu.. "
Tak ada balasan dari Gong niu yang membuat Wu Sha khawatir.
"Ibu!"
Melihat ibunya terbaring di hadapannya dengan mata terpejam, semakin memperburuk perasaannya.
Wu Sha meraih pundak ibunya, kemudian mengguncang dengan sekuat tenaganya.
"Kau bercanda kan, bu? Kau pasti bercanda! Kau tak bisa meninggalkanku seorang diri di kediaman yang kejam seperti ini." Wu Sha berteriak histeris.
Ibu!!
Kenapa?
Kenapa kau meninggalkanku?
Kenapa kau tak mengajakku sekalian bersamamu?!
Wu Sha memeluk tubuh ibunya dengan erat, menumpahkan rasa sedihnya.
Kehilangan seorang ibu merupakan pukulan berat bagi seorang anak, apalagi jika melihat kondisi Wu Sha yang hanya memiliki Gong Niu seorang di sampingnya.
Dengan mata berkaca, serta tangan terkepal. Dia meyakinkan ibunya bahwa dia akan menjaga cincin pemberian sang ibu, dia juga berjanji akan hidup lebih baik.
"Ibu, jika ada kesempatan kedua. Aku ingin kau yang menjadi ibuku. Aku janji, akan membuatmu bahagia dalam kehidupan itu," Gumam Wu Sha dalam hati.
Flasback of...
Wu Sha masih memutar cincinnya, semakin lama semakin kuat putaran yang dia lakukan.
Srwt...
Tanpa sengaja cincin itu menggores jari Wu Sha, sehingga darah mengalir keluar tanpa ada yang menghalang.
Wu Sha yang menyadari darah di jari tengahnya, hanya menatap acuh, karena dia tak merasakan sakit sedikit pun.
Tapi beberapa saat kemudian hal ajaib pun terjadi.
Darahnya tidak lagi menetes, tapi terhisap masuk kedalam cincin.
"Apa yang terjadi!"
Wush wush..
Sebuah cahaya bersinar terang, bersumber dari cincin di tangan Wu Sha.
Wu Sha tak bisa berkata lagi, mulutnya kelu, karena perasaan terkejut sekaligus perasaan takut.
Blus!
Dalam sekejap mata, Wu Sha lenyap tanpa jejak. Tidak ada jejak apapun mengenai lenyapnya pemuda berumur delapan tahun tersebut.
***
Shut..
Egh...
"Dimana ini..." Wu Sha mengerjapkan matanya yang semula terpejam rapat.
Wu Sha memandang ke sekitar, kemudian matanya melebar, seakan ingin keluar.
"Apakah sungguh nyata?! Ini luar biasa!" Wu Sha tak bisa menahan untuk tak melompat kegirangan.
Dunia yang ia sendiri bahkan tak berani untuk memikirkannya, sekarang berada tepat di hadapannya.
Sebuah dunia indah, hamparan padang rumput yang diselingi taman dan juga sebuah danau.
Begitu memukau menurut mata kecil Wu Sha. Ia sampai terlena, dan melupakan kejanggalan mengapa ia tiba tiba berada di tempat tersebut.
Wu Sha berlari, mendekati taman dengan kedua tangan terbentang.
Bersenandung ria, menikmati sebuah surga baginya.
Tapi Wu Sha tiba tiba berhenti, lalu kembali memasang wajah bingung.
Kenapa aku bisa di sini? tempat macam apa ini?
Wu Sha termenung, berusaha berpikir realistis. Dia mengangkat tangannya, dan memandang cincin di jari tengahnya dengan tatapan penuh arti.
"Apakah karena cincin ini?" Gumam Wu Sha.
Belum sampai Wu Sha berpikir lebih, dia terlonjak mendengar sebuah panggilan.
"Bocah!"
Sebuah suara misterius tiba tiba terdengar, entah dari mana suara itu berasal.
Dengan panik Wu Sha mencari siapa pemilik suara itu, tapi tak ada siapapun di sekelilingnya.
Diam diam Wu Sha mulai gemetar, tanpa sadar mulai merapatkan kakinya.
"Siapa?" Dengan takut Wu Sha membuka mulutnya.
"..."
Tak ada balasan membuat nyali Wu Sha semakin menciut.
Dengan pasti bocah delapan tahun itu mundur perlahan. Dengan kedua tangan saling menaut, melancarkan untaian kata kata permohonan.
"Sesepuh, jangan ganggu anak bodoh ini, aku tak sengaja masuk dan mengganggu istirahat sesepuh. Ampuni anak bodoh ini."
"Kau keterlaluan sekali bocah, aku bukanlah arwah yang bisa kau panggil sesepuh!" Suara misterius itu terdengar marah.
"Mm.. Ya, ya. Anda bukan arwah, anda adalah makhluk luhur yang sudah meninggal, anda bukanlah arwah. Aku percaya senior."
Masih dengan wajah takut, Wu Sha mengiyakan suara misterius itu.
"Kau!"
Suara misterius itu kesal sampai tak bisa berkata.
"Maaf senior." Wu Sha seketika berlutut, bahkan bersujud karena sudah terlalu takut.
"$&@$#... " Suara misterius dengan kuat menahan rasa kesalnya.
Haih...
"Bangunlah! Aku masih hidup, tak seperti apa yang kau bayangkan."
Wu Sha bangun, tapi masih nampak wajah cemas dalam ekspresinya.
Setelah Wu Sha mulai tenang, secara misterius kembali terdengar, tapi kali ini lebih lembut penuturannya.
"Bocah, siapa namamu?"
"Wu... Wu Sha." Bocah delapan tahun itu menjawab dengan ragu.
"Bocah Wu, maukah kau menjadi muridku? aku akan menjadikanmu seorang pendekar hebat." Suara misterius menawari Wu Sha agar menjadi muridnya.
"Mau! Tapi bukankah seharusnya kau menunjukkan dirimu, sebelum aku menganggapmu sebagai guru?!"
Wu Sha tak lagi takut, setelah mendengar tawaran suara misterius. Ia berpikir, suara misterius itu setidaknya bukan berniat jahat kepadanya.
"Sebaiknya kau bersujud tiga kali terlebih dahulu dengan memanggilku sebagai gurumu. Setelah kau resmi menjadi muridku, aku akan keluar dihadapanmu." Suara misterius menolak dan mengeluarkan persyaratan lain.
"Tidak, aku tak akan melakukannya sebelum aku melihatmu," Seru Wu Sha dengan cepat.
"Tak perlu bersujud, hanya panggil aku 'guru' dan aku akan keluar saat itu juga." Suara misterius terus bersikukuh.
"Tidak. Keluar atau lupakan," Ujar Wu Sha yang juga tak ingin kalah, dia menggeleng sambil memejamkan matanya.
Suara misterius tak langsung menjawab, dia nampak seperti sedang berpikir.
"Baiklah, aku akan keluar. Tapi kau harus berjanji terlebih dahulu untuk kau menjadi muridku," Syarat suara misterius itu kepada Wu Sha.
"Baiklah, aku janji kepadamu akan menjadi muridmu," Seru Wu Sha dengan yakin.
Suara misterius itu malah tertawa, kemudian berkata.
"Kau jangan kaget bocah, jangan sampai kau pingsan karena terpukau dengan penampilanku."
Dalam hati, Wu Sha membatin. "Aku merasakan firasat buruk. Entah apa yang akan terjadi setelah ini."
Setelah beberapa saat menunggu, Wu Sha mulai tak sabar.
"Kenapa dia tak menampakkan diri juga, apakah dia mengurungkan niatnya?" Gumam Wu Sha.
Tapi, sebuah suara cempreng sangat jelas terdengar.
"Balik lah badanmu bocah, aku berada tepat di belakangmu."
Dalam bayangan Wu Sha, dia membayangkan seorang pria tua berambut putih dengan jenggot panjang.
Dengan antusias Wu Sha membalikkan badannya. Namun matanya tak menemukan apa yang dia cari.
Dengan wajah kecewa dia menghela nafas.
"Kenapa kau terlihat sedih, bocah?"
Wu Sha yang mendengar sebuah suara dari bawah pun menurunkan pandangannya yang dari tadi memandang agak tinggi, karena mengharapkan seorang guru yang gagah dan juga tinggi.
Ha?! Mata Wu Sha membulat sempurna, melihat primata kecil di hadapannya.
Wu Sha kembali memandang sekeliling, kemudian menatap lekat lekat primata dihadapannya.
"Hei, monyet kecil. Apakah kau tersesat?" tanya Wu Sha polos sembari berusaha menangkap monyet dihadapannya.
Tapi sebuah lesatan ekor membuat Wu Sha terlempar jauh ke belakang.
"Kau memang bocah tak tau diuntung!" Monyet itu berseru marah.
Wu Sha menyipitkan matanya, berusaha menangkap cermat kesimpulan yang terjadi.
"Apakah kau..." Wu Sha tak sanggup lagi berkata, dirinya terkejut bukan main.
"Ya, aku adalah gurumu. Cepat, panggil aku guru, panggil panggil! Haha..." Monyet itu menaruh kedua tangan di pinggangnya, sedangkan kepalanya terdongak ke atas.
Dia berseru dengan begitu percaya diri, layaknya seorang yang telah berada dipuncak kekuasan.
Wu Sha memandang monyet setinggi pangkal pahanya dengan tatapan rumit.
Apakah seorang monyet bisa membuatku menjadi seorang pendekar hebat? Pikir Wu Sha.
"Apakah kau dapat membuatku menjadi pendekar tangguh?" Tanya Wu Sha.
"Tentu saja, aku ini adalah Su Kong, sang makhluk suci," Seru sang monyet.
"Su Kong? Nama ini terdengar tidak asing," Gumam Wu Sha.
Wu Sha memijit dagunya, berusaha mengingat nama Su Kong dalam ingatannya.
Oh...
Wu Sha mengangkat tangannya, kemudian menatap Su Kong dengan mata berbinar.
"Apakah kau adalah sang legenda? Si raja kera?" Tanya Wu Sha dengan semangat.
Heheh..
Su Kong terkekeh, kemudian mengangguk.
"Sungguh?!" Seru Wu Sha lagi.
"Haha, tentu saja bukan. Aku adalah saudara dari sang raja kera Wu Kong, Su Kong!" Seru monyet itu dengan bangga.
Cuih!
"Kukira, kau adalah sang raja kera yang melegenda." raut muka Wu Sha terlihat kecewa.
"Hei, bocah! Apa maksud wajah kecewamu itu. Aku tak jauh lebih buruk darinya, asal kau tahu itu." Dengan memasang wajah sok, Su Kong berdiri tegak.
"Siapa yang percaya," Gumam Wu Sha pelan seraya memalingkan wajahnya.
Su Kong yang mendengar gumaman Wu Sha seketika keluar asap dari telinganya, tapi ia berusaha menahan rasa kesalnya dengan sekuat tenaga.
Su Kong menghampiri Wu Sha, kemudian melemparkan sebuah kitab yang entah dari mana dia dapatkan.
"Ambil itu! Karena kau adalah muridku, aku akan memberikan semua yang kau butuhkan untuk menjadi semakin kuat...," Ujar Su Kong seraya menunjuk kitab yang baru saja ia lemparkan.
"Andai kau bukan satu satunya kunci untuk aku keluar dari dunia yang mengurungku, aku tak sudi membujuk bocah kolot sepertinya." Su Kong membatin kesal.
Wu Sha meraih kitab yang tergelatak di atas padang rumput, kemudian mencoba membaca apa yang terdapat di sampul kitab itu.
"Apa ini, Kenapa tulisannya begitu berantakan?!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!