Pagi itu cuaca tampak cerah, sinar matahari menjadi teman
penghangat di pagi itu. Vanessa duduk di sofa dekat jendela, taman kecil yang
sengaja Nathan buat untuk dirinya terlihat indah dengan bunga yang
berwana-warni.
Vanessa mengerucutkan bibirnya melihat Nathan yang baru
selesai mandi malah ikut duduk dengannya. “Sana pake baju ih,” usir Vanessa
sambil mendrong dada Nathan. Sebetulnya Vanessa masih belum terbiasa melihat
Nathan yang bertelanjang dada di depannya.
“Baju akunya mana?” tanya Nathan.
“Ih itu udah aku siapin di atas tempat tidur, liat tuh,”
tunjuk Vanessa.
Nathan tersenyum dan mencium kening istrinya sebentar lalu
berjalan mendekati tempat tidur. Nathan mengulum senyumnya sambil menatap ke
arah Vanessa yang sedang melihat ke arahnya.
Saat Nathan membuka handuknya refleks Vanessa menutup
matanya, “Kamu mah kebiasaan ih ngerjain aku mulu,” ucap Vanessa masih menutup
matanya.
Nathan tertawa melihat reaksi istrinya yang masih malu-malu,
padahal mereka sudah tiga bulan bersama bahkan hampir tiap hari mereka
melakukannya jika Vanessa tidak menolak dengan alasan lelah karena pekerjaannya
yang banyak.
Setelah selesai memakai bajunya Nathan melihat Vanessa yang
membuka matanya. “Sarapan dulu yuk,” ajak Vanessa.
Nathan menganggukan kepalanya dan berjalan beriringan menuju
ruang makan. Sarapan sudah tersaji di sana pembantu kami sudah menyiapkannya,
Vanessa memang jarang memasak setelah bekerja, malah bisa di katakana tidak
pernah karena Nathan tidak ingin istrinya itu kelelahan.
Vanessa dengan lahap memakan sarapannya, “Kamu berhenti
bekerja aja ya sayang,” pinta Nathan.
Mendengar ucapan Nathan yang membahas kembali soal kerja,
Vanessa menyimpan sendok yang sedang ia pegang dan menatap suaminya, “Kenapa
harus berhenti?”
“Kamu di rumah aja yah, aku bisa masih mampu memberimu
sepuluh kali lipat dari gaji yang biasa kamu terima sayang,” jawab Nathan.
Vanessa menghela nafasnya, “Ini bukan masalah uang sayang,
aku bosan kalau harus di rumah terus,” keluh Vanessa. Dia sudah merasakannya
selama satu bulan di rumah tanpa kegiatan pasca hidup kembali dirinya, Nathan
benar-benar tidak mengijinkan Vanessa pergi ke mana pun. Beli novel saja harus secara
online, sangat membosankan. Sebelum kembali bekerja kegiatan Vanessa hanya
memasak, membaca novel atau bermain gitar begitu saja terus sampai dia memohon
agar suaminya mengijinkannya bekerja.
“Kan nanti kita akan punya banyak anak, jadi kamu gak bosan
lagi di rumah,” ucap Nathan sambil memasukan nasi gorneng kedalam mulutnya.
Vanessa diam, dia mencoba berpikir untuk menjawab ucapan
Nathan, baru kali ini suaminya itu membahas masalah anak. “Oke nanti kalau
sudah punya anak aku akan berhenti bekerja … memangnya kamu mau punya anak
berapa?” tanya Vanessa.
“Berapa yah,” ucap Nathan sambil berpikir. “Lima kayanya,”
jawab Nathan santai.
Mata Vanessa membulat sempurna, “Apa lima.”
Nathan menganggukan kepalanya, “Kalau bisa sih lebih,
kemarin tuh aku dengerin karyawan yang lagi ngomongin itu keluarga yang anaknya
sebelas itu loh. Terus aku coba nonton, kayanya seru yah punya anak banyak
gitu,” ucap Nathan sambil tersenyum senang membayangkan kalau rumah nya penuh
dengan suara anak-anak.
Vanessa menggaruk rambutnya, dia bergidik ngeri membayangkan
saat ibunya melahirkan Riko. Vanessa berdiri lalu berjalan meninggalkan Nathan
yang masih senyum-senyum tidak jelas.
Nathan yang tersadar dari lamunannya melihat ke arah
istrinya yang sudah tidak ada di hadapannya. “Sayang tunggu aku,” teriak Nathan
sambil terburu-buru menyusul Vanessa.
Vanessa sudah masuk ke mobil dan duduk sambil memainkan
ponselnya. Nathan yang melihat perbedaan raut wajah istrinya mencoba menghibur,
“Sayang aku gak papa ko anak nya lima aja, atau paling sedikit empat aja yah,”
ucap Nathan memberi penawaran agar istrinya tidak marah lagi.
“Hmmm.” Vanessa hanya menjawab dengan deheman, dia sedang
malas berdebat dengan suaminya, apalagi membicarakan masalah keinginan Nathan
yang ingin memiliki anak banyak.
Sesampainya di kantor Vanessa keluar dari lift di lantai
lima, dan masuk ke ruangan staf keuangan. Ruangannya masih tampak kosong, Vanessa
sengaja datang lebih pagi ada pekerjaan yang harus dia kerjakan, sangat urgent
karena Niko akan melakukan persentasi nya siang ini.
Ruangan staf mulai terdengar ramai, Vanessa sudah
menyelesaikan pekerjaannya. Dia keluar dari kubikelnya, berjalan menuju ruangan
Niko. Niko terlihat tidak bersemangat mukanya kusut, “Kenapa kaka ipar?” tanya
Vanessa.
“Teman mu itu ngambekan,” lirih Niko.
Vanessa tersenyum, pria satu ini akhirnya jatuh cinta juga
dengan Putri sahabatnya. Dia duduk di hadapan Niko, “Memangnya ada masalah apa
?” tanya Vanessa.
“Kemarin itu aku lupa janji ketemu sama dia, dia marah gak
mau angkat telpon.”
“Data untuk persentasi hari ini beres?” tanya Vanessa.
“Justru itu kemarin aku keasikan ngerjain, soalnya takut gak
keburu. Sampe lupa ada janji sama Putri, dia tuh marah-marah dulu di telpon
karena udah nunggu dua jam di sana katanya,” ujar Niko.
“Kirim aja bunga, terus makanan, sama coklat ke kosan. Nanti
juga dia yang nelpon abang duluan,” ucap Vanessa memberi ide.
“Kaya gitu doang?” tanya Niko dengan nada tidak percaya.
“Ya emangnya harus gimana, emangnya abang mau buat drama berlutu
gitu di hadapan Putri?”
Niko menggelengkan kepalanya, “Ngapain gak ada kerjaan
banget,” ketus Niko.
“Ya makanya aku kasih ide yang simple. Pokoknya makanannya
yang banyak, biasanya kalau dia lagi kesel tuh makannya banyak kadang punyaku
juga di embat dia,” ucap Vanessa. Dia masih ingat saat Putri putus dengan
pacarnya, kerjaannya tuh cari makanan terus ngeluh-ngeluh sakit hati
ujung-ujungnya minta makanan, katanya biar ada tenaga buat ngadepin kehidupan
yang pahit. Vanessa ingin tertawa jika mengingat kejadian itu.
“Oke, thanks yah.”
Vanessa menganggukan kepalanya, lalu memberikan hardisk. “Udah
beres nih bang, moga sukses yah persentasinya.”
Setelah melihat Niko yang menganggukan kepalanya sambil
fokus pada ponselnya. “Gerecep banget si abang langsung pesen bunga,” batin
Vanessa saat mengintip layar ponsel Niko. Tanpa berpamitan Vanessa berjalan
keluar ruangan Niko.
***
Saat semua orang pergi untuk ke kantin Vanessa malah naik ke
atas untuk menemui suaminya. Ruang sekertaris Nathan tampak kosong, Vanessa
membuka ruangan Nathan tanpa mengetuknya dulu. Nathan terlihat sedang fokus
pada layar laptopnya. Vanessa duduk di sofa dan membuka kotak makan yang ada di
atas meja. Ini peraturan yang harus dia ikuti, Nathan tidak ingin Vanessa makan
di kantin bersama yang lain karena menurutnya makan siang adalah me time mereka
di kantor.
Nathan mengalihkan perhatiannya melihat Vanessa yang sedang
asik bermain ponsel sambil makan. “Kemapa senyum-senyum?” tanya Nathan sambil
duduk di sebelah Vanessa.
“Itu Putri lagi sombong di kasih bunga, coklat dan makanan
dari abang,” ucap Vanessa menjelaskan.
Nathan membuka kotak makannya, “Tumben abang nagsih bunga,”
gumam Niko.
“Mereka lagi marahan, makanya aku kasih saran buat
ngeluluhin hati Putri,” jawab Vanessa setelah menelan makanan yang ada di
mulutnya.
“Kalau kamu lagi marah aku gituin luluh juga gak?” tanya
Nathan sambil menatap istrinya.
“Tergantung marahnya karena apa dulu?” tanya Vanessa sambil
memasukan daging kedalam mulutnya.
“Kalau aku mau anak sebelas, kamu marah gak? Nanti aku kasih
bunga yang banyak.”
“Memangnya kamu serius mau punya anak banyak?” tanya
Vanessa. Dia menutup kotak makannya, meskipun makanannya masih tersisa tapi
nafsu makannya hilang karena ucapan Nathan yang membahas masalah anak lagi.
“Iya aku pengen banget, soalnya dulu itu mami gak mau
ngelahirin lagi waktu aku minta adik. Jadi aku Cuma bisa main sama Niko doang …
gak seru kalau Cuma main berdua.”
“Tapi nanti kamu harus bantu aku ngurusin anak-anak jangan Cuma
doyan bikinnya doang,” ketus Vanessa.
“Beneran kamu mau? Aku janji bakal bantuin ngurusin
anak-anak kita,” ujar Nathan penuh semangat.
Vanessa terpaksa menganggukan kepalanya, dia senang melihat
Nathan yang terlihat sangat bahagia. Urusan melahirkan biar nanti saja
pikirnya, yang terpenting untuk sekarang adalah suaminya tidak akan membahas
masalah anak lagi.
“Kamu kok gak di abisin makan siangnya?” tanya Nathan.
“Aku udah kenyang,” jawab Vanessa berbohong, tidak mungkin
dia jujur kalau sudah tidak berselera karena Nathan membahas masalah anak.
Nathan sudah selesai dengan makan siangnya, dia merebahkan
tubuhnya di sofa, menjadikan paha istrinya sebagai bantalan.
“Kamu tuh baru juga makan udah tiduran aja, nanti perut nya
buncit kaya om-om,” ucap Vanessa sambil mencubit hidung Nathan pelan.
“Ya gak papa, udah punya istri ini. Jadi gak perlu terlihat
mempesona juga gak masalah,” jawab Nathan enteng sambil memejamkan matanya.
“Kalau nanti aku tergoda sama yang perutnya seksi
kotak-kotak gitu jangan salahin aku yah.”
Nathan langsung membuka matanya, menatap istrinya tajam. “Kamu
jangan coba-coba yah,” ucap Nathan dengan nada serius memperingatkan istrinya.
Vanessa tersenyum melihat reaksi Nathan, “Kamu tuh yah, udah
sana bangun gak baik tau habis makan langsung tiduran.”
“Ya tapi janji dulu gak bakal tergoda sama cowok yang
perutnya seksi.” Melihat Vanessa menganggukan kepalanya, Nathan bangkit dari
rebahannya.
“Kamu belum ada niat berhenti kerja?” tanya Nathan.
Vanessa menggelengkan kepalanya sambil fokus pada ponselnya,
Nathan yang merasa terabaikan tidak terima. Dia merebut ponsel Vanessa.
“Ih sini balikin,” pinta Vanessa.
“Aku tuh lagi ngomong kamu malah asik main ponsel.”
Vanessa mengerucutkan bibirnya, dia lupa kalau suaminya ini
paling tidak suka di abaikan. Pokoknya kalau dia lagi ngomong harus di dengerin
sambil natap matanya.
“Jadi ke rumah ibu malam ini ?” tanya Nathan, saat ingat
bahwa semalam Vanessa meminta ijin padanya tidak bisa menemaninya lembur.
“Ya jadi,” jawab Vanessa singkat.
“Aku boleh ikut gak?” tanya Nathan.
“Kamu gak malu apa ikut acara ibu-ibu arisan?” tanya
Vanessa.
“Emangnya ibu-ibu arisan tuh ngapain aja?” Nathan balik
bertanya, dia merasa penasaran dengan acara arisan ibu-ibu. Soalnya maminya
juga tidak pernah absen jika sudah waktunya arisan.
“Ya gitu semacam reuni ngobrol-ngobrol gitu,” jawab Vanessa
asal. Masalahnya dia juga tidak pernah ikut acara seperti itu, tetapi ibunya
meminta Vanessa untuk ikut karena ingi memperkenalkan Vanessa pada teman-teman
arisannya.
Vanessa melihat jam yang menempel di dinding, “Waktu makan
siangnya udah habis, aku kerja lagi yah,” pamit Vanessa.
Nathan menganggukan kepalanya dan mencium kening Vanessa
sebentar, “Jangan terlalu lelah yah."
“Oke, kamu yang semangat lemburnya,” ucap Vanessa sambil
memberikan senyum terbaik miliknya.
***
Vanessa di antar supir untuk ke rumah ibunya, “Pak ke supermarket sebentar yah,” ucap Vanessa.
Dia merasa basah di bagian bawahnya, sepertinya sudah masuk
datang bulannya. Supir menghentikan mobilnya, Vanessa langsung masuk kedalam
dan membeli kebutuhan datang bulannya. Dia sedikit berlari karena takut telat
sampai ke rumah ibunya. Tetapi tubuhnya menabrak seseorang, dan Vanessa
terjatuh ke tanah.
“Aduh sakit,” keluh Vanessa. Dia berdiri dan membersihkan
roknya.
“Kamu tidak kenapa-napa?”
Vanessa terkejut melihat tuan Pasusanto yang ada di
depannya, “Gak papa tuan,” jawab Vanessa.
“Kamu masih hidup ternyata, terakhir saya dengar kamu sudah
meninggal?” tanya Pasusanto. Pasusanto ini adalah papanya Anatasya, perempuan
yang dulu di perkosa Nathan.
“Keajabian yang maha kuasa, tuan maaf saya duluan,” pamit
Vanessa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!