" Anne , ayah mau bicara " Ucap Antonio pada anak semata wayangnya itu .
" Ada apa ayah ? " Anne tampak antusias dengan apa yang akan di bicarakan ayahnya . Tampak dari raut wajah sang ayah , pembicaraan mereka kali ini sangat serius .
" Sudah lama kamu menginginkan keluarga yang utuh bukan ? " Tanya Antonio .
" Iya ayah , apa ayah ingin menikah lagi ? " Tebak Anne seraya memajang senyumnya di akhir kalimatnya .
Sudah lama Anne mendambakan sosok seorang ibu . Dan sudah pasti , jika ayahnya meminta restunya untuk menikah lagi maka Anne akan langsung merestuinya .
" Benar Anne , apakah kamu setuju ? " Anne tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan ayahnya barusan .
" Tidak ayah , aku tidak akan melarang mu untuk mewujudkan impian ku " Jawab Anne seraya memberikan pelukan hangat pada sang ayah .
🌫️
Mata Anne menjelajahi rumah bergaya kuno yang akan ia tinggali bersama keluarga barunya . Ia dan ayahnya harus meninggalkan rumah mereka dan tinggal bersama keluarga barunya dirumah itu . Tampak beberapa barang antik yang terpajang di setiap sudut-sudut rumah itu . Kesannya terlalu kuno , namun berkelas . Tiba-tiba pandangan Anne berhenti pada seekor anjing pudel yang mati mengenaskan dengan sebuah benda tumpul berlumuran darah .
Isi perut Anne hampir saja keluar ketika melihat pemandangan kotor itu . Kedua tangannya berusaha menutup erat mulutnya dan sesegera mungkin Anne berlari menuju toilet .
" Siapa yang tega melakukan itu , dasar psikopat " Ujar Anne seraya menatap wajahnya di cermin wastafel .
" Kak Anne , waktunya makan malam " Panggil Theresa dari balik pintu toilet .
" Baiklah , tunggu sebentar " Anne segera bergegas menuju ruang makan dan berusaha melupakan apa yang ia lihat barusan .
Senyum kebahagiaan tersungging di bibir mungilnya ketika melihat Ayahnya , ibu barunya , beserta kedua saudara saudari barunya yang telah menunggunya di ruang makan .
" Hallo Anne , makan malam pertama kita " Ucap Davina , Ibu tiri Anne .
Semuanya menyambut hangat kedatangan Anne terkecuali saudara tiri laki-lakinya yang sedari tadi diam seraya menundukkan kepalanya . Anne merasa agak canggung dengan sikap saudaranya itu .
" Jangan sungkan Anne , ini Theresa dan ini Allen . Semoga kalian menjadi saudara yang akur " Ucapan Davina seakan menghujani hati Anne dengan kebahagiaan yang tiada tara .
Selama ini , tidak pernah sekalipun Anne merasakan kasih sayang seorang ibu . Ibu kandungnya tutup usia saat usianya baru beberapa hari . Hatinya sunyi ketika harus sendirian dirumah menunggu kedatangan sang ayah yang sibuk bekerja . Namun di sisi lain , Anne bukanlah seorang gadis yang berfikiran negatif terhadap takdir hidupnya . Baginya , apa yang diberikan Tuhan hari ini , adalah apa yang harus ia syukuri sepanjang perjalanan hidupnya .
Braakkk ... Semuanya terlonjak kaget dengan perbuatan Allen barusan .
" Ada apa Allen ? kenapa kamu gebrak mejanya ? " Tanya Davina pada anak sulungnya itu .
Allen memalingkan wajahnya dan pergi meninggalkan ruang makan . Antonio tersenyum kecil seakan paham bahwa Allen belum sepenuhnya menerima kehadirannya .
" Maafkan kak Allen " Ucap Theresa dengan raut wajah penuh rasa bersalah .
" Oh , tidak apa-apa Theresa . Semuanya butuh waktu untuk menerima . Ayo makan lagi , ada banyak hal yang ingin aku ceritakan setelah ini Theresa " Ucap Anne berusaha mencairkan suasana .
🌫️
" Kak Anne , marah soal kak Allen ? " Tanya gadis berusia 12 tahun itu pada Anne .
" Untuk apa aku marah , aku sangat menyayangi kalian semua " Balas Anne dengan senyumannya yang khas .
Theresa menunduk sembari memajang wajah sedihnya . " Aku takut " Ucap gadis itu seraya memeluk Anne dengan erat .
" Hey " Anne mengelus pelan pucuk kepala gadis itu dengan lembut . " Apa yang perlu kamu takutkan , kita semua baik-baik saja " Anne berusaha menenangkan Theresa .
" Perasaanku tidak enak " Theresa memejamkan matanya sejenak dalam pelukan Anne .
Tok tok tok ...
Mendengar suara itu , Theresa segera melepas pelukannya dan beranjak dari tempat tidurnya . Anne melihat sosok Allen yang membawa nampan berisi obat dan segelas air untuk Theresa .
" Selamat malam " Ucap Allen seraya mengelus pucuk kepala Theresa . Meskipun tanpa ekspresi , tergambar jelas dari tatapannya bahwa ia sangat menyayangi Theresa .
Anne tersenyum lebar pada Allen yang menatapnya , namun senyumannya sama sekali tak mendapat balasan dari saudara tirinya itu . Mungkin Allen hanya perlu waktu untuk bisa menerima keluarga barunya ini , pikir Anne .
" Ehhmm , Theresa . Apa kau tau tentang anjing pudel dirumah ini ? " Tanya Anne penasaran dengan apa yang ia lihat tadi .
" Ponny ? Itu anjing kak Allen , tapi sejak siang tadi aku belum melihat Ponny " Jawaban Theresa membuat Anne semakin bingung .
" Aku menemukan anjing itu mati mengenaskan di ruang tengah "
Theresa diam mendengar apa yang di katakan Anne kemudian meletakkan telunjuknya di depan bibirnya .
" Soal itu , biar jadi urusan kak Allen " Ucap Theresa sembari mengecilkan volume bicaranya agar tidak di dengar Allen .
Anne hanya mengangguk meskipun banyak pertanyaan yang tertinggal di kepalanya .
" Tidurlah Theresa , bukankah kau harus bersekolah besok " Ujar Anne .
" Aku tidak bersekolah layaknya anak-anak lain Kak Anne " Jawab Theresa diselingi tawa kecilnya .
" kenapa ?" Tanya Anne penasaran .
" Sejak kecil aku menderita Leukemia , jadi kak Allen tidak memperbolehkan ku keluar rumah . Sewaktu kak Allen sekolah , dia mengajariku tentang pelajaran yang ia terima di sekolah . Jadi menurutku , aku sudah tamat sekolah juga sama seperti kak Allen " Jelas Theresa dengan ekspresi menahan tawa .
" Kamu sakit ? " Tanya Anne prihatin .
" Aku hanya sakit , bukan tidak berdaya " Balas Theresa seraya tersenyum bangga .
" Kamu hebat " Puji Anne seraya memeluk kembali saudarinya itu .
🌫️
Sinar matahari perlahan masuk melalui celah-celah kamar . Mata Anne mulai menerawang setiap sudut kamar mencari dimana letaknya jam dinding . Setelah menemukan apa yang ia cari , matanya terpaut dengan deretan angka di jam itu .
Pukul 07:45
Anne terlonjak kaget karena hari ini ia bangun telat padahal ia harus masuk 30 menit lagi di mata kuliah paginya . Anne bergegas untuk bersiap-siap ke kampusnya secepat mungkin .
" Ann " Panggil seseorang saat Anne hendak masuk ke dalam mobilnya .
Anne menoleh sebentar , namun tak ada seorangpun yang terlihat . Anne melanjutkan perjalanan menuju kampusnya berharap agar ia bisa tiba tepat waktu .
🌫️
Syukurlah hari ini Anne berhasil datang tepat waktu dan mengikuti mata kuliahnya . Tahun ini adalah tahun pertamanya , dimana setiap waktu berharga baginya .
" Hey nona Michelle " Panggil seorang pria seraya menepuk bahu Anne . Panggilan itu adalah sebuah panggilan spesial untuk Anne yang di ambil dari nama belakangnya Annette Michelle .
" Hey , Frans " Pria yang di hadapan Anne ini tak lain adalah Frans sang kekasih . Mereka sudah lama menjalin hubungan sejak masih duduk di bangku sekolah menengah .
Tidak ada yang spesial dari Frans selain bisa menjadi pendengar yang baik bagi Anne . Tidak semua hubungan berjalan mulus , begitu juga dengan hubungan mereka . Namun bagi Anne , hubungannya dengan Frans adalah urusan yang nomor ke sekian dalam hidupnya .
" Bagaimana keluarga barumu ? Apa kau betah ? " Tanya Frans .
" Oh , aku sangat menyayangi mereka " Jawab Anne dengan penuh semangat .
Frans bukanlah tipe orang yang terlalu mengedepankan hubungan asmaranya , melainkan ia masih terpaut dengan kebebasannya . Wajar saja jika ia hanya bicara pada kekasihnya jika ia punya kesempatan bukan jika ia punya waktu .
Usai berbincang dengan Frans , Anne memutuskan untuk kembali kerumah karena mata kuliah yang harus ia ikuti hari ini telah usai . Anne berjalan menyusuri koridor kampus yang mengarah langsung ke tempat parkir . Anne terhentak kaget saat ada seseorang yang tiba-tiba memegang pundaknya dari arah belakang .
" Emeli , itu membuatku kaget " Anne mengelus dadanya yang kemudian di ikuti tawa kecil sahabatnya itu .
" Eehhmm , aku ingin bicara serius Anne " Terpampang jelas perasaan cemas dan takut dari raut wajah sahabatnya itu .
" Ayolah , jangan memajang wajah seperti itu " Ujar Anne seolah membawa sahabatnya itu kedalam situasi yang lebih ringan .
" Aku mohon padamu , menjauhlah dari Frans . Dia bukan orang yang baik " Pinta Emeli dengan raut wajah yang cemas .
" Aku tidak pernah berpikir bahwa Frans orang yang baik atau buruk . Hubungan kita biasa saja , jadi apa yang perlu kau takutkan " Anne berusaha meyakinkan Emeli .
" Dia punya banyak wanita diluar sana , dia bukan laki-laki yang pantas untukmu . Tinggalkan dia sebelum kau dirugikan oleh Frans " Tukas Emeli .
" Kamu mau aku meninggalkan dia ? baiklah . Aku tau kamu mengkhawatirkan ku Emeli " Anne terlihat tanpa beban dengan perkataannya kali ini . Hubungan yang telah ia jalani selama 3 tahun terakhir ini , akan berakhir semudah membalikkan telapak tangan .
" Apa kau mencintai Frans ?"
Anne tertawa geli atas pertanyaan sahabatnya itu .
" Tentu tidak Emy , aku belum memiliki keseriusan dalam hubungan asmara . Perjalananku masih panjang , aku harus meraih gelar ku , dan membuat keluargaku serta sahabatku tersenyum bangga " Penjelasan Anne cukup membuat Emeli tenang .
" Syukurlah " Ucap Emeli dengan senyum cemerlangnya yang terpampang jelas di sudut-sudut bibirnya .
🌫️
Anne membuka perlahan knop pintu rumah yang tidak terkunci itu . Tidak ada suara sedikitpun yang terdengar . Langkah Anne terhenti ketika kakinya menginjak cairan merah segar yang menggenang di lantai . Aliran darah dan degup jantungnya seakan ingin berhenti ketika melihat darah segar mengalir deras dari tubuh wanita itu . Wanita yang tidak asing baginya , Davina .
Suaranya Anne seketika menghilang , ia ingin menjerit hebat , namun pita suaranya seakan sudah mati di bunuh pemandangan di hadapannya itu . Anne diam mematung tanpa suara , ia masih tidak percaya atas apa yang dilihatnya . Tak berselang lama pergelangan tangan Anne di genggam erat dan di tarik Theresa menuju kamar .
Dengan nafas terengah-engah , Theresa mengunci pintu kamarnya . Gadis itu duduk di lantai dengan penampilan tak karuan , sementara Anne masih dengan tatapan kosongnya yang di penuhi bayang-bayang kejadian yang ia lihat semenit yang lalu .
" Di dimana mana ayahku ? " Tanya Anne dengan nada bergetar .
Theresa hanya menggeleng seakan mengisyaratkan bahwa ayah Anne turut menjadi korban . " Apa yang terjadi ? " Tanya Anne histeris .
Theresa enggan menjawab dan memilih beranjak dari lantai yang ia duduki seraya membukakan pintu kamar untuk Anne .Tanpa menunggu lama , anne segera berlari menuju Davina yang tewas mengenaskan di depan kamar itu .
" Ibu , apa yang terjadi " Tangisan histeris mengiringi Anne yang masih tidak percaya . Beberapa meter dari mayat Davina , Anne melihat ayahnya yang keadaannya sama mengenaskannya dengan Davina . Anne segera berlari menuju ayahnya dengan langkah yang tidak beraturan .
" Ayaaaahhhh " Teriakkan Anne memenuhi seisi ruangan . Semuanya seakan mimpi , baru sehari impiannya terwujud dan ia harus merasakan hantaman batin yang begitu menyakitkan sepanjang hidupnya .
" Ann " Entah dari mana suara itu berasal , suara itu sama persis dengan yang ia dengar pagi tadi . Anne mengangkat kepalanya perlahan , menerawang di antara redupnya pencahayaan rumah itu . Dilihatnya seorang pria berkaos putih dengan cipratan darah segar yang mengotori bajunya .
" Allen , apa yang terjadi " Anne yakin bahwa pria itu tak lain adalah Allen , saudara tirinya .
" Masuklah ke kamar mu , aku akan membersihkan kedua bangkai itu " Ucap Allen santai dengan sebatang rokok yang terapit jemarinya .
" Apa maksudmu ? " Anne segera beranjak menghampiri Allen , namun Theresa datang menarik Anne agar menjauh dari Allen dengan sekuat tenaga .
" Dengarkan aku kak Anne , masuklah " Pinta Theresa dengan air mata yang masih menggenang di pelupuk matanya .
Tanpa mempedulikan Theresa , Anne berusaha berjalan kearah Allen dengan langkah gontai . Allen hanya menatap Anne sinis dan terus menghisap batang rokoknya .
" Pembangkang !! " Bentak Allen dengan suara yang keras .
" Kak Allen , biarkan dia pergi bersamaku " Pinta Theresa sembari terus menarik lengan Anne agar ikut bersamanya .
Tubuh Anne seketika ambruk ke lantai , keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya . Anne tampak shock dengan apa yang ia alami hari ini . Masih jelas wajah sang ayah yang melintas di alam pikirannya .Bagaimana bisa ia di tinggalkan secepat ini . Ia bahkan belum membahagiakan sang ayah selama hidupnya .
🌫️🌫️
Gadis bertubuh kurus itu masih menatap Anne yang terbaring tak berdaya di hadapannya . Matanya sembab dan membengkak pertanda baru saja menyudahi tangisannya . Hatinya hancur atas kepergian ibunya , terlebih lagi nyawa ibunya harus berakhir di tangan kakak kandungnya sendiri .
" Theresa " Suara Allen menghentikan lamunan gadis itu .
" Iya " Sahutnya sembari sesenggukan .
Allen melangkahkan kakinya dan berhenti tepat di hadapan sang adik . Tak hanya sampai disitu , Allen mulai bersimpuh di hadapan Theresa dengan air mata yang turut membanjiri pipinya .
" Maafkan aku " Ucapnya lirih . " Aku di kalahkan oleh emosi dan kebencian ku " Tambahnya dengan nada yang semakin bergetar .
" Untuk apa aku marah dengan keadaan ? " Theresa segera menuntun tubuh kakaknya itu untuk bangun dan berhenti bersimpuh di hadapannya .
" Aku benci ibu , karena aku menyayangimu " Allen tak kuasa menahan air matanya yang berjatuhan seiring dengan amarahnya yang masih tersisa . " Aku benci ketika dia tidak mempedulikan penyakitmu dan lebih mementingkan urusan pribadinya " Nada bicara Allen meninggi karena tak kuasa menahan dirinya .
Theresa menggeleng seraya tersenyum menatap wajah kakaknya itu . " Aku tidak peduli siapa dirimu , pembunuh ? penjahat ? atau bahkan orang paling jahat sekalipun . Kau tetap kakakku , saudaraku . Aku tidak akan sekuat ini jika bukan karena usahamu " Ucapan Theresa barusan seakan meluluhkan hati Allen yang sudah mengeras akibat amarahnya yang menggebu-gebu .
Air mata Allen terus berjatuhan , amarahnya seketika perlahan padam mendengar kalimat yg di lontarkan Theresa . Baginya , Theresa adalah harta paling berharga yang pernah ia miliki .
" Aku hanya ingin kakak berjanji tidak akan menyakiti aku ataupun kak Anne lagi " Ujar Theresa dengan air mata yang hampir tumpah dari pelupuk matanya .
Allen menatap wajah Anne sekilas sebelum ia mengalihkan pandangannya pada Theresa . " Mana mungkin aku menyakitinya " Allen mengusap air matanya perlahan seraya mendengus pelan . " Aku juga menyayanginya sama sepertimu Theresa " Jelas Allen disertai kilas senyum kecilnya .
" Aku ingin kakak berjanji " Pinta Theresa seraya mengacungkan kelingking mungilnya pada sang kakak .
Allen hanya mengangguk sembari tersenyum dan mencubit pipi adiknya itu . Ada rasa bersalah dalam diri Allen saat ini , dan bukan hanya itu . Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam , ia ingin memperbaiki semuanya walaupun keinginannya hampir mustahil untuk dilakukan . Mungkin sulit bagi Anne untuk menerima apa yang di perbuat Allen hari ini , namun Allen yakin bahwa suatu saat nanti , ia akan menebus kesalahan yang ia perbuat hari ini pada Anne .
Allen menatap lekat-lekat wajah wanita yang berada tepat di hadapannya itu . Tangannya mulai bergerak menyisipkan helaian rambut yang menutupi sebagian wajah gadis itu ke belakang telinga . " Gadis yang malang " Batinnya .
Wanita itu terlihat damai dalam tidurnya dengan hembusan nafas yang beraturan . Hati wanita itu jelas saja sedang tercabik-cabik atas kepergian ayahnya . Allen masih memandangi wajah cantik nan teduh itu , lalu tanpa permisi Allen mendaratkan satu kecupan hangat di kening gadis itu .
" Laki-laki macam apa aku ini ? menyakiti hati wanita yang sudah lama ia cintai " Gerutu Allen dalam batinnya .
🌫️
Hatinya gusar ketika melihat wanita yang sudah lama ia sukai tengah berjalan dengan pria lain . Sudah lama ia menginginkan wanita itu agar jadi kekasihnya , namun sulit baginya untuk mengumpulkan keberanian walaupun hanya untuk sekedar berkenalan . Allen tau persis siapa wanita yang merupakan adik kelasnya itu . Namun , untuk yang kesekian kalinya , ada rasa tidak pantas dalam dirinya untuk mendekati wanita itu . " Ann " Begitu cara Allen menyebut nama wanita itu .
" Hey " Panggil seseorang seraya menepuk pundak Allen tiba-tiba .
Allen menoleh seraya menampakkan smirknya pada sahabatnya itu . " Aku baru saja melihatnya Emeli " Ujar Allen dengan tenang .
" Apa kau cemburu ? " Goda Emeli seraya memperlihatkan senyum nakalnya .
" Cemburu ? Jelas saja iya " Allen menunduk sembari membuang nafas kasar . " Apa Frans orang yang baik untuk Ann ? " Sambungnya .
Emeli mengangkat bahu dan kedua tangannya pertanda tidak tahu apa-apa tentang Frans . Ia hanya tau bahwa Frans baru saja menjalin hubungan dengan Anne yang juga merupakan sahabatnya .
" Apa tindakanmu setelah ini ? " Tanya Emeli .
" Pindah " Ketus Allen dengan ekspresi kecewanya .
" Hey , hanya karena masalah ini ? Ayolah berpikir jernih Allen " Ujar Emeli yang tak habis pikir dengan jalan pikiran Allen yang begitu sempit menurutnya .
Allen terdiam beberapa saat , tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya .
" Jika memilikinya merupakan sesuatu yang mustahil , maka tidak masalah jika aku terlihat bodoh hanya karena memperjuangkan sesuatu yang tidak mungkin " Jelas Allen seraya menahan bulir air matanya yang hampir terjun dari pelupuk matanya .
" Allen " Panggil Emeli dengan nada pelan . Namun Allen tak sedikitpun menoleh dan memilih beranjak pergi dari hadapan Emeli .
🌫️
Jemari tangannya masih membelai dengan lembut rambut coklat milik wanita itu . Batinnya berkecamuk hebat , hatinya hancur berkeping-keping membayangkan air mata wanita itu mengalir dengan begitu derasnya . Hati kecilnya tak henti-hentinya mengucapkan beribu kata maaf .
Takdir dari masa lalunya lah yang membawanya sampai di posisi yang tidak pernah ia impikan ini . Mengapa seorang Annette Michele harus terlahir sebagai anak dari Antonio Abraham . Dan mengapa seorang Antonio Abraham harus menjadi ayah tirinya sendiri .
" Aarrrrggghh " Pekik Allen geram seraya mengepalkan tangannya . Nafasnya sama sekali tak beraturan mengikuti setiap nada emosi jiwanya .
Suasana hatinya seketika berubah ketika Anne mencengkeram lengannya dengan kondisi setengah sadar . " Ayah " Panggil Anne . Allen membuang pandangannya dari wajah Anne , hatinya semakin hancur dan remuk .
" Maafkan aku Anne " Ucapnya lirih .
" Kak Allen " Panggil Theresa yang baru saja memasuki kamarnya . Allen menoleh sembari melontarkan senyum tipisnya pada sang adik .
Theresa berjalan mendekati Allen dengan raut wajah sedihnya , matanya masih saja sembab , dan tatapannya sayu . Theresa memeluk erat tubuh Allen dan menyandarkan kepalanya tepat di dada bidang milik Allen . Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Theresa . Air matanya lagi-lagi jatuh beriringan dari pelupuk matanya .
" Maaf " Ucap Allen dengan nada bergetar seraya membalas pelukan sang adik . Hanya itu yang bisa ia katakan untuk mewakili hatinya pada adik perempuannya itu . Jantungnya berpacu hebat seiring dengan pikirannya yang amat sangat kalut . " Andai saja waktu bisa dengan mudah di putar pasti ia akan lebih mengontrol amarahnya walaupun itu terdengar akan sangat sulit baginya " Batin Allen .
🌫️
" Theresa , ayo bereskan pakaianmu . Kita akan segera pergi " Titah Davina dengan nada yang memaksa .
" Jangan Theresa . Kau tidak akan pergi begitu saja tanpa izin dariku " Sergah Allen .
Theresa di buat bingung oleh keadaan , mau di bawa pergi kemana dia oleh ibunya . Dan mengapa Allen terlihat sangat marah kali ini .
" Apa kau tau apa pekerjaan ibumu selama ini ? " Allen menampakkan smirknya seraya meraih lengan mungil Theresa .
Davina tidak tinggal diam dan menarik paksa lengan Theresa dari genggaman Allen .
" Berhentilah bersikap bodoh ibu . Ini anakmu , jual saja ribuan manusia di luar sana , asal jangan dia . Kau bahkan tidak paham bagaimana caranya menjadi ibu untuk Theresa " Allen meninggikan nada bicaranya .
" Bicara apa kau Allen ? " Tanya Antonio yang baru saja muncul di hadapannya .
" Jika aku balik bertanya , apakah putri anda tau bahwa anda adalah seorang mafia yang melancarkan perdagangan manusia ? Aku juga tau semua rencana busukmu . Dan aku juga tau , jika sepuluh tahun yang lalu , kau dan wanita ini menghabisi nyawa ayahku " Allen menatap sinis kearah Antonio yang mulai naik pitam mendengar ucapan Allen .
Tanpa basa basi Antonio mendaratkan bogem mentahnya di pipi Allen . Allen tersenyum kecut seraya mengusap darah segar yang mengalir dari sudut bibirnya . " Pergilah ke neraka bawah tanah anak kurang ajar " Tukas Antonio seraya melayangkan vas bunga keramik ke arah Allen , namun dengan sigap Allen dapat menghindari serangan Antonio .
" Untuk apa anak itu hidup jika hanya menanggung sakit dan menjadi beban dalam hidup kami nantinya " Ujar Antonio sembari berjalan mendekati Theresa .
" Jangan sentuh dia " Pekik Allen geram .
Davina hanya tersenyum sinis dengan kedua tangannya yang mengunci pergerakan Theresa . " Kak Allen " Panggil Theresa dengan suaranya yang mulai gemetar menahan air matanya yang hampir jatuh .
Antonio menodongkan pistolnya ke arah pelipis Theresa dengan senyum cemerlangnya di ikuti tawa kecil dari Davina .
" Aku tidak yakin kau ibuku , dasar wanita jalang " Ucap Allen sembari berjalan beberapa langkah kearah Theresa . " Jangan mendekat atau peluru ini akan bersarang di otak anak ini " Cegat Antonio .
Allen mengangkat kedua tangannya dengan tatapannya yang tenang namun menghanyutkan . Dan dengan secepat kilat , Allen menjatuhkan tendangannya tepat di wajah Antonio . Pistol yang tadinya berada di genggaman Antonio kini berpindah kepemilikan ke tangan Allen . Tanpa pikir panjang Allen menghujani Antonio dengan tembakan brutalnya .
" Hentikan !! " Pekik Davina dengan raut wajah tak percaya dengan apa yang di lakukan anak sulungnya itu . " Allen hentikan " Suara Davina menggema memenuhi seisi ruangan itu .
Allen menghentikan aksinya seraya tersenyum puas atas apa yang ia lakukan . " Masih berniat untuk menghabisi adikku ? Aku bisa saja membuatmu menyusul Antonio ke neraka " Ucap Allen dengan nada yang penuh penekanan di setiap kata-katanya .
Davina mengeluarkan sebilah pisau yang kemudian ia sandarkan pada leher Theresa . " Jangan ibu " Pinta Theresa lirih , air matanya mengalir begitu deras di ikuti dengan perasaan takut yang tergambar jelas di wajahnya .
" Lepaskan " Allen mencoba dengan nada yang lembut . Namun Davina menggeleng seraya memutar bola matanya muak . " Ku bilang lepaskan " Bentak Allen dengan amarahnya yang sudah sampai pada puncaknya . " Sekali lagi ku bilang lepaskan dia " Nada suara Allen semakin meninggi .
" Tidak akan bodoh " Ucap Davina dengan aksen liciknya . Hingga sebuah peluru kembali mendarat dari pistol yang di genggam Allen dan menghantam keras mata kanan Davina . Jeritannya sekilas masih terdengar menggema , namun hilang seketika bersama nyawanya . Allen mendorong tubuh mungil Theresa ke dalam kamarnya sebelum ia kembali menghujani mayat kedua orang itu dengan parang tumpulnya .
Theresa menjerit keras dari balik pintu kamarnya seakan tak ingin berada di tempat itu lagi . " Ku mohon tolong hentikan kak Allen , mengapa kau membunuh mereka ? " Jerit Theresa disertai tangisannya yang terdengar menyakitkan . Darah segar mengalir menggenangi ruangan itu . Allen menatap lekat kedua orang yang baru saja di jemput oleh malaikat kematian mereka .
" Jika ini salah tolong maafkan Theresa , aku tidak ingin kau dan Ann menjadi korban kedua mahluk terkutuk ini " Ucap Allen seraya menyalakan sebatang rokoknya .
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!