NovelToon NovelToon

The Killer Knight VS The Mafia Queen

Episode 1 Pria Penyelamat & Perempuan Suci

Der Killer Ritter..The Killer Knight..Sang Ksatria Pembunuh..

Julukan untuk seorang Ketua Klan Mafia Toddestern (Bintang Kematian) di Inggris, yang menggantikan Ayahnya, Robert Knight yang telah meninggal. Saat masih dipimpin Ayahnya, Klan Mafia itu mengalami kemunduran, meskipun sudah didirikan bertahun-tahun. Namun setelah dipimpin oleh Der Killer Ritter, Klan Mafia itu berkembang begitu pesat dan mampu memperluas daerah kekuasaannya. Semua berkat kemampuan dalam menyusun strategi, membuat senjata sekaligus sikapnya yang berdarah dingin dan tidak segan menghabisi lawannya tanpa ampun.

Diluar identitasnya sebagai Ketua Mafia, Der Killer Ritter adalah seorang Arsitek terkenal bernama Sall Sherwyn Knight, yang hasil karyanya begitu diminati kalangan atas di Inggris, namun wajahnya jarang terekspos media. Pribadinya dingin, tidak banyak bicara, dan selalu membatasi pergaulannya dengan dunia luar. Tentu saja hal ini dilakukannya untuk menutupi rahasia besarnya sebagai seorang Ketua Mafia.

Sall selalu menggunakan topeng setiap kali menjalankan tugasnya sebagai Sebagai Ketua Mafia dan saat bertemu dengan Klan Mafia lain. Semua anggota klannya wajib menjaga rahasia Sall dari orang luar. Klan Mafia lain tidak boleh ada yang tahu identitasnya sebagai Arsitek, dan orang yang mengenalnya sebagai Arsitek juga masyarakat luas, tidak boleh mengetahuinya sebagai Ketua Klan Mafia. Tidak ada satu orangpun yang berani membocorkan rahasia Sall, karena sanksi bagi yang membocorkan rahasianya adalah kematian.

Image-nya sebagai Ketua Mafia yang kejam bergelar Der Killer Ritter sangat bertolak belakang dengan nama aslinya yang merupakan bentuk doa Sang Ibu. Ibunya, Rosalie A. Knight merupakan seorang perempuan keturunan bangsawan yang jatuh cinta pada seorang pengusaha yang ternyata Ketua Mafia. Namun Ibu Sall tidak menyesal menikah dengan Robert, meskipun dirinya sempat merasa marah karena merasa dibohongi. Terlebih saat buah hatinya lahir, Rosalie begitu bahagia dan berharap putranya akan tumbuh sesuai nama pemberiannya, Sall Sherwyn Knight yang berarti Ksatria Penyelamat yang bergerak secepat angin.

*************************

MARKAS BESAR TODDESTERN, LONDON-INGGRIS

Sall sedang memimpin meeting besar yang dihadiri semua petinggi Klan, mereka menyampaikan perkembangan bisnis sekaligus kendala yang mereka hadapi.

"Aku ingin memperluas persebaran bisnis kita di Jerman dan Italia. Leroy, lakukan pendekatan dengan Klan-klan kecil, cari tahu lebih dulu bisnis mereka dan berapa banyak. Nanti akan aku putuskan, cara apa yang akan kita lakukan agar mereka tunduk pada kita."

"Baik, Boss," jawab Leroy tegas.

"Leon, ada yang ingin kamu laporkan tentang kerjasama kita dengan Klan Spanyol itu?"

"Iya Boss ... sesuai instruksi anda, kami sudah mengirimkan banyak pasukan untuk membantu Ketua Mafia BN dari Spanyol yang bernama Bernardo itu. Bernardo telah kehilangan banyak anak buahnya karena markas besarnya diserang klan Ble Asteri yang berasal dari Indonesia. Kami bahkan mengirim banyak anggota untuk membantu orang-orang kepercayaan Bernardo untuk menghabisi seseorang bernama Hans Scott, yang diketahui memberikan bantuan pada klan Ble Asteri untuk menyerang markas besarnya di Spanyol. Namun misi kami gagal, Boss."

Sall menggebrak meja dengan kencang, sehingga bukan hanya mengejutkan Leon, tapi semua orang yang hadir di ruangan itu.

"Kamu menjelaskan panjang lebar padaku, namun hasilnya gagal? Bodoh!!"

"Maaf Boss, saat kami hampir berhasil, tiba-tiba ada sekelompok orang yang menggagalkan rencana kami. Bahkan orang-orang kepercayaan Bernardo semuanya tewas, Boss." Leon berusaha menjelaskan untuk membela diri dan rekan-rekannya.

"Siapa yang berani menggagalkan misi penting ini?" Sall bertanya dengan berapi-api.

"Dia adalah Ketua Klan Mafia Ble Asteri, namanya Sanchia Arelia Ric." Ucapan Leon dibalas kerutan di kening Sall.

"Seorang perempuan? Kalian bahkan gagal menghadapi Klan yang dipimpin seorang perempuan?"

Sall kembali menggebrak meja meluapkan emosinya, rahangnya mengeras dan tangannya mengepal kuat.

"Bunuh perempuan bernama Sanchia itu. Bantu Bernardo sampai berhasil, kirimkan anak buah kita sebanyak yang dia butuhkan. Dia menjanjikan perusahaannya juga wilayah kekuasaan di Spanyol jika kita berhasil membantunya kali ini."

"Tidak semudah itu Boss. Apa Boss tahu Klan Mafia DS Scorpion?"

Sall mengangguk cepat dengan tatapan tajam mengarah pada Leon.

"Hans Scott yang menjadi target kami kemarin adalah Ayah dari Ketua Mafia DS Scorpion, Satya Efrain Scott. Dan saat kami menyerang mansion Hans Scott, Satya sedang ada disana lengkap dengan anak buahnya."

Sall mengusap wajahnya kasar, dengan mata berkilat tajam, dia meminta Leon menceritakan kejadian penyerangan orang-orang kepercayaan Bernardo yang dibantu anak buahnya ke mansion Hans Scott.

Leon pun mulai menceritakan apa detail kejadian yang dia ketahui. Saat itu Anggota Klan Bernardo yang dibantu banyak anggota Klan Toddestern, segera memasuki mansion milik Hans Scott, setelah sebelumnya melempar gas beracun diantara para pengawal yang berjaga di mansion itu. Tanpa memberi para pengawal itu kesempatan melawan, anggota Klan Bernardo dan Klan Toddestern seketika menembaki semua orang yang berjaga di mansion itu. Beberapa orang yang ada di ruangan segera memberi perlawanan, sehingga terjadi baku tembak diantara 2 kubu tersebut.

Namun karena jumlah pasukan Bernardo & Klan Toddestern lebih banyak, sehingga memudahkan mereka untuk memukul mundur para pengawal Hans Scott. Tidak disangka orang yang sejak tadi begitu aktif melindungi Hans Scott dan istrinya adalah Satya Efrain Scott, yang mereka semua ketahui adalah Ketua Klan Mafia DS Scorpion.

Salah satu dari orang kepercayaan Bernardo yang bernama Diego tiba-tiba mengacungkan pistolnya tepat di depan wajah Satya.

“Anak buahmu banyak yang mati, kamu hanya perlu menyerahkan Ayahmu pada kami, maka kami akan melepaskan semuanya.”

“Tidak akan pernah. Bunuh saja aku untuk menggantikannya.”

Mata Satya nyalang, dengan kepalan tangan yang memunculkan urat-uratnya karena menahan emosi yang begitu kuat.

“Untuk apa? Tuan Bernardo hanya menginginkan Hans bukan kamu.”

Hans memegang bahu Satya dari belakang, namun tidak membuat Satya berbalik menghadap Hans.

“Sudah Satya, biarkan Daddy ikut dengan mereka.”

“Tidak akan pernah aku biarkan Daddy pergi dengan mereka.”

Tiba-tiba dua orang kepercayaan Bernardo yang lain menodongkan pistol mereka ke kepala Satya. Namun saat salah satunya terlihat akan menarik pelatuknya, tiba-tiba ada seorang perempuan yang muncul dan melesatkan tembakan ke arah orang kepercayaan Bernardo itu, dan tepat mengenai bahunya. Orang itu adalah Ketua Ble Asteri, Sanchia Arelia Ric.

“Aaaargh ... siapa itu?"

Orang yang ditembak oleh Sanchia roboh setelah diberi tembakan kedua di perutnya. Suasana berubah riuh, anak buah Sanchia langsung merangsek masuk dan menembaki anak buah Bernardo. Tanpa membuang kesempatan, anak buah Satya pun segera mengambil pistol cadangan dari sepatu mereka, karena pistol yang ada di balik baju sudah digeledah dan diambil oleh anak buah Bernardo. Anak buah Satya segera mengamankan Hans dan istrinya ke belakang.

Baku tembak tidak  dapat dielakkan, semua pistol yang mereka gunakan menggunakan peredam suara, sehingga tidak terdengar keributan sampai keluar rumah. Anggota Klan Bernardo dan Klan Toddestern terus menjadikan Satya dan Sanchia sebagai target sasaran.

Sanchia berusaha mendekat ke arah Satya, karena Satya terus saja diberondong tembakan. Terutama oleh dua orang pemimpin penyerangan yang mengganti sasarannya, karena Satya terus saja menggagalkan usaha mereka untuk membunuh Sanchia. Tiba-tiba terdengar teriakan samar dari mulut Satya, saat salah satu pria itu berhasil melesatkan sebuah peluru ke lengan Satya, tepat saat Satya berlari untuk lebih mendekat pada targetnya.

"Aaaarrrgh ...."

Posisi Satya yang terbuka dan tidak terlindungi, membuat anak buah Bernardo memiliki kesempatan lebih besar untuk membunuh Satya. Namun sebelum itu terjadi, Sanchia langsung melindungi tubuh Satya seraya melesatkan beberapa peluru ke tubuh dua orang kepercayaan Bernardo sehingga akhirnya mereka tergeletak di lantai dengan tubuh berlumuran darah.

Baku tembak terus berlanjut, beberapa orang mulai menyadari kalau Sanchia menekan perut dan dadanya sekuat yang dia bisa, karena dua peluru berhasil menembus perut dan dadanya saat melindungi Satya tadi. Sanchia yang terdiam lama dengan posisi duduk membelakangi Satya, membuat Satya mengerutkan keningnya dan mendekati Sanchia.

"Sanchia, apa yang terjadi?"

Satya begitu terkejut melihat tangan Sanchia yang basah oleh darah. Baju hitam yang dipakai Sanchia pun sudah basah, yang Satya yakini darah dari luka di dada dan perut Sanchia. Sanchia tersenyum tipis ke arah Satya seraya menekan kuat dada dan perutnya, dengan mulut yang hendak mengucapkan sesuatu.

"Jangan mengatakan apapun!" Satya segera menggendong Sanchia, dilindungi satu anak buah Satya yang bergerak waspada agar tidak ada peluru yang mengarah pada Satya dan Sanchia.

*************************

Sall menggeram kesal menatap nyalang wajah Leon yang baru saja selesai bercerita.

"Berdasarkan ceritamu, sepertinya ada hubungan special diantara orang yang bernama Satya dan Sanchia itu. Dapatkan semua informasi tentang Sanchia, Satya, Hans dan siapapun yang berhubungan dengan mereka. Aku beri waktu 3 jam, bawakan hasilnya ke ruanganku."

Sall segera meninggalkan ruang meeting dengan langkah lebarnya, dengan emosi masih menguasai dirinya. Dia butuh sesuatu yang bisa menghilangkan kemarahannya saat ini, dan pilihannya adalah dengan memasuki ruang kerjanya dan menyesap sedikit wine mahalnya.

3 jam kemudian, Leon sudah memasuki ruang kerja Sall dengan membawa data-data yang Sall minta.

"Katakan!" ucap Sall tanpa basa-basi.

"Boss, berdasarkan data yang saya dapat, orangtua Satya yang bernama Hans Scott dan orangtua Sanchia yaitu Leonard Ric bersahabat sejak bertahun-tahun yang lalu. Dulu mereka juga bersahabat dengan Bernardo. Tapi Bernardo mengkhianati Leonard dengan melakukan percobaan pembunuhan pada Leonard. Lalu menikahi Ibu Sanchia yaitu Annesya, yang saat itu sudah memiliki Sanchia dan sedang hamil Nieva, adik Sanchia." Leon menjelaskan panjang lebar pada Sall yang terlihat cukup penasaran.

"Hmm, sebenarnya aku paling tidak suka dengan pengkhianat persahabatan, tapi kita harus membantu Bernardo kali ini. Lalu apa lagi yang kamu dapat?" Sall kembali bertanya pada Leon.

"Sanchia dan Satya tidak ada hubungan apapun, karena Satya saat ini sedang menjalin hubungan dengan seorang penulis novel terkenal bernama Sasa." Jawaban Leon diangguki Sall.

"Jadi informasi apa lagi yang kamu dapat tentang Sanchia? Jangan sampai nanti dia menggagalkan misi Bernardo lagi."

"Boss, Sanchia saat ini sedang dalam pemulihan karena luka tembak di dada dan perutnya akibat pertempuran kemarin. Dia adalah Ketua Klan Mafia Ble Asteri yang sudah dia dirikan 5 tahun yang lalu, dia adalah anak pertama dari Leonard Ric dan Annesya Park. Adiknya bernama Nieva Adonia Ric. Sanchia merupakan ahli membuat racun, dia juga ahli dalam hal strategi. Setiap kali berhadapan dengan klan lain, dia akan menggunakan topeng. Dan profesinya di luar Klan, adalah sebagai Arsitek."

Sall mengerutkan keningnya karena merasa terkejut sekaligus heran dengan informasi yang Leon paparkan.

"Kenapa aku menemukan banyak persamaan dengan perempuan ini? Seorang Ketua Mafia, yang selalu menggunakan topeng saat berhadapan dengan klan lain, profesi di luar klan adalah Arsitek, dan sama-sama ahli strategi, meskipun aku bukan ahli membuat racun tapi ahli membuat senjata. Dan satu lagi, nama Klan-nya Ble Asteri yang artinya Bintang Biru, sedangkan Klanku adalah Toddestern, yang artinya Bintang Kematian. Kenapa bisa ada banyak kebetulan seperti ini? Satu hal yang tidak aku mengerti, kenapa aku merasa tertarik dengan perempuan ini meskipun belum melihat wajahnya? Sanchia Arelia, artinya perempuan suci berhati emas. Kenapa aku penasaran dengan perempuan ini?" tanya Sall dalam hati.

"Leon, mana photo Sanchia, aku ingin melihat seperti apa wajahnya?"

Leon menscroll tab-nya, lalu memperlihatkan wajah Sanchia pada Sall. Tidak disangka, Sang Ketua Mafia seketika terpesona pada gadis cantik berwajah khas Korea, dengan rambut panjang, bibir seksi serta mata indahnya.

"Cantik ...." Puji Sall dalam hati.

"Dan ada satu informasi lagi, Boss. Akan sulit sekali untuk membunuh Sanchia. Kalaupun kita berhasil membunuh Sanchia, akan banyak klan mafia yang mengejar kita."

"Apa maksudmu?" Sall sedikit mencondongkan tubuhnya, menuntut jawaban sejelas-jelasnya dari Leon.

"Klan Ble Asteri milik Sanchia pasti melindunginya, ditambah Satya dengan Klan DS Scorpion-nya. Dan ternyata, Adik Ipar Satya yang bernama Kendrick adalah Ketua Klan Mafia Dragon Salvaje di Spanyol, Kakak Kendrick yang bernama Bryllian juga adalah Pewaris Klan Chrysos Dragon. Belum cukup itu saja, mereka semua bersahabat dengan Brandon Wang yang merupakan Ketua Klan Mafia Wang Eagle di Korea Selatan."

(Maaf buat yang merasa tokoh pendukungnya terlalu banyak, ini tokoh-tokoh yang muncul di novelku sebelumnya).

Sall menghela nafas panjang seraya menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya.

"Aku berubah pikiran, aku tidak ingin dia mati. Aku ingin dia masuk ke dalam Klan kita."

"Sepertinya aku tertarik dengan perempuan ini." Batin Sall.

"Apa maksud Boss?" Leon terlihat bingung.

"Kamu mengerti maksudku, aku ingin memperkuat Klan kita."

"Tapi bagaimana caranya?" Leon bertanya lagi, menuntut penjelasan.

"Aku punya rencana agar kita bisa mendapatkan Sanchia, tanpa dikejar-kejar oleh semua Klan disekitarnya."

Sall menyeringai puas, karena otak encernya sudah menemukan cara yang paling tepat untuk memuluskan rencananya.

*************************

Episode 2 Mati untuk Hidup Bersamaku

MANSION ORANGTUA SANCHIA - WEST JAVA, INDONESIA

Di mansion orangtua Sanchia, saat ini sedang berlangsung acara pernikahan Nieva adik dari Sanchia dengan Kevin, tangan kanan dari Pewaris Klan Mafia Chrysos Dragon di Inggris. Bernardo yang sudah tiba di Indonesia sejak malam tadi, berniat menghabisi Leonard (Papa Sanchia), Hans (Ayah Satya), dan Satya tepat saat acara pernikahan masih berlangsung. Karena ingin memberikan rasa trauma bagi Annesya (Mama Sanchia) dan juga Nieva di moment bahagia keluarga mereka.

Sall yang juga memutuskan ikut ke Indonesia, sudah memperingatkan Bernardo untuk menyerang setelah acara pernikahan selesai, dengan tetap memantau dan memastikan keberadaan targetnya. Karena jika menyerang saat pesta masih berlangsung, kemungkinan gagal akan semakin besar. Mereka masih berkumpul, dan jumlah yang besar akan lebih mudah mengalahkan Bernardo dan anak buah Sall. Namun Bernardo keras kepala, dia berniat tetap menyerang lebih cepat tanpa mengikuti instruksi Sall.

Sall membuat persiapan khusus kali ini, bukan hanya beberapa rencana cadangan untuk menghindari kegagalan, tapi juga memasang microchip di semua leher belakang anak buahnya. Microchip itu merupakan alat penyadap sekaligus alat pengendali yang dapat melumpuhkan sementara tubuh dan otak anak buahnya, dan hanya Sall yang bisa mengaktifkan atau menonaktifkan microchip tersebut.

Hal ini dilakukan Sall untuk mengantisipasi masalah, jika anak buahnya tertangkap oleh lawan-lawannya. Dan ada lagi satu rencana besar yang akan memuluskan niatnya untuk membawa Sanchia masuk ke dalam klan-nya tanpa dikejar-kejar semua klan hebat yang ada di sekitar Sanchia.

Tepat tengah hari, Bernardo dan semua anak buah Sall yang sudah siap di posisi menyerang, kini sudah merangsek masuk ke dalam mansion, mengabaikan instruksi Sall untuk menunggu sekitar 1 jam lagi. Sall yang saat itu bersama Leon dan beberapa anak buahnya, dengan posisi sekitar beberapa KM dari mansion, tidak dapat berbuat apa-apa. Sall hanya menunggu anak buahnya melarikan Sanchia dari mansion dan menjalankan rencananya sendiri.

Sementara itu di mansion orangtua Sanchia, suasana yang hangat dan menyenangkan bagi keluarga Sanchia dan para tamu undangan, tiba-tiba berubah riuh. Sanchia berlari seraya memperingatkan tamu-tamunya untuk berkumpul. Sanchia yang masih mengenakan gaun merahnya, sedikit mengikat gaunnya ke atas untuk memudahkan pergerakannya, lalu tangan kanannya memegang pistol dengan posisi waspada.

"Kita diserang. Minta semuanya bersiap."

Sanchia memang terlihat memberi instruksi pada anak buahnya, tapi perkataannya masih terdengar banyak orang. Sehingga semua orang langsung berkumpul seketika. Anak buah Sanchia dan semua sahabat-sahabat Sanchia yang berasal dari klan-klan hebat lain pun bersiap dengan pistol di tangan mereka. Tentunya dengan mengamankan lebih dulu keluarga dan para tamu undangan di tempat yang lebih aman.

Sesuai dugaan Leon, Selain Sanchia ada juga beberapa orang hebat lainnya, yaitu diantaranya Bryllian dan Daniel dari Chrysos Dragon, juga Kevin dari Chrysos Dragon yang disebut-sebut akan resmi bergabung dengan Ble Asteri setelah kini resmi menjadi suami Nieva, Satya dari DS Scorpion, ditambah lagi Alrico yang merupakan orang kuat di Ble Asteri.

Tiba-tiba Bernardo muncul di hadapan targetnya dengan seringainya yang terlihat santai. Leonard dan Hans keluar dari persembunyiannya, berniat menghadapi langsung orang yang mereka sebut pengkhianat. Namun Satya meminta keduanya untuk kembali bersembunyi, karena situasi terlalu berbahaya.

Bernardo tanpa aba-aba langsung mengacungkan senjata laras panjangnya ke arah Satya dan melesatkan pelurunya. Satya dan yang lainnya langsung merunduk, melindungi diri sebisa mungkin. Terjadilah baku tembak yang sebentar saja langsung memakan korban luka dari kedua belah pihak.

Posisi Sanchia, mulai terdesak saat anak buah Sall terus saja memberondong Sanchia tanpa henti. Sebenarnya hal ini dilakukan bukan untuk melukai Sanchia, namun memberi tekanan saja, sebelum anak buah Sall membawa Sanchia pergi.

Sementara itu, Bernardo terlihat menargetkan Satya untuk dihabisi terlebih dahulu, tapi Satya terus bergerak maju seraya berlindung sesekali, saat peluru Bernardo dan yang lainnya mengarah padanya. Tekadnya untuk menghabisi Bernardo, sumber dari segala masalah yang terjadi, sangatlah kuat. Sehingga Satya terus bergerak maju sampai satu pelurunya berhasil melesat di dada Bernardo yang seketika memercikan darah segar.

Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Satya melesatkan kembali pelurunya hingga menembus perut Bernardo. Posisi tembakannya sama persis dengan yang dialami Sanchia beberapa hari yang lalu. Tubuh Bernardo luruh, mengejutkan anak buah Sall yang seketika mengganti targetnya pada Satya, yang segera dilindungi Kevin, Bryllian, Daniel dan Alrico.

Tanpa mereka sadari, sebuah peluru berhasil mengenai kaki Sanchia, yang seketika terduduk merasakan rasa sakit yang begitu kuat, sehingga dia tidak mampu berdiri lagi. Sebenarnya hal itu terpaksa dilakukan, karena anak buah Sall kesulitan mengatasi Sanchia, jika harus membawa Sanchia tanpa melukainya terlebih dahulu.

Sesaat kemudian, tiga orang anak buah Sall yang sudah menjadikan Sanchia sasaran sejak tadi, segera membawa pergi Sanchia diam-diam. Membawa lari Sanchia dengan mobil hitam yang dijalankan dengan kecepatan tinggi.

Anak buah Sanchia memberikan obat bius untuk membuat Sanchia tidak sadarkan diri, karena akan sangat beresiko jika perempuan setangguh Sanchia dibiarkan tetap sadar, meskipun dengan luka yang ada di tubuhnya.

Ternyata mobil yang membawa Sanchia, dikejar oleh mobil Satya dan Alrico dengan kecepatan tinggi pula. Anak buah Sall segera melaporkan hal ini pada Sall melalui Leon.

"Jangan berhenti, akan ada mobil lain yang menghalangi mobil yang mengejarmu. Sesuai rencana, mobil kalian akan didorong dan dijatuhkan oleh mobil yang menghalangi kalian tadi, setelah kalian masuk ke mobil lain yang berwarna silver. Lakukan yang benar, jangan sampai gagal." Sall memberikan instruksi dari tempat persembunyiannya.

Masih terjadi kejar-kejaran antara mobil anak buah Sall dengan mobil dibelakangnya yang berisi Satya dan Alrico. Anak buah Sall segera membanting setir ke kanan dan ke kiri agar terlihat mobil mereka kehilangan keseimbangan, lalu mobil yang sejak tadi berada di belakang mobil Satya dan Alrico, kini menyalip dan menghalangi mobil dibelakangnya. Sehingga Satya dan Alrico tidak bisa melihat saat Sanchia dan anak buah Sall berpindah mobil.

Yang Satya dan Alrico lihat sesaat kemudian, ada mobil dari arah berlawanan yang menabrak mobil-mobil di depannya, termasuk mobil yang membawa Sanchia dan mendorongnya sampai menerobos pagar pembatas dan meluncur jatuh ke dalam laut yang sangat dalam. Mereka terlihat shock dan langsung melihat ke arah laut yang jelas memperlihatkan mobil yang membawa Sanchia tadi.

Sementara itu Sall dan anak buahnya sudah membawa Sanchia menuju tempat aman yang jauh dari sana. Seringai Sall muncul karena telah berhasil mengelabui Satya dan Alrico yang hampir saja menggagalkan rencananya.

*************************

1 hari berlalu sejak jatuhnya mobil yang membawa Sanchia ke dasar laut, keluarga Sanchia masih terus melakukan pencarian, tapi Sanchia ataupun 3 orang penjahat yang membawanya masih belum ditemukan. Tim SAR mengalami kesulitan dalam melakukan pencarian, dikarenakan cuaca buruk akibat hujan deras dan gelombang tinggi sejak malam tadi, menghambat upaya pencarian.

Bukan hanya mengandalkan Tim SAR, Kevin dan Bryllian juga mengerahkan anak buahnya untuk melakukan pencarian, baik secara langsung atau menggunakan camera drone, camera satelit dan semua cara yang bisa mereka lakukan. Tapi lagi-lagi upaya mereka terhambat, karena cuaca yang tidak juga bersahabat.

Mama Annesya dan Nieva, tidak hentinya menangis, kehilangan Sanchia bagaikan mimpi buruk yang ingin mereka tepis. Mereka yang ditemani beberapa sahabat yaitu Mama Citra (ibu Satya), Zivara (istri Bryllian), dan Danila (kekasih Daniel) sudah berkali-kali tidak sadarkan diri karena tidak kuat menerima cobaan yang begitu tidak mereka duga.

Sementara itu Kevin yang ditemani Satya, Alrico, Daniel dan Bryllian, mengumpulkan sisa anak buah Sall yang mereka kira anak buah Bernardo itu, di ruang khusus interogasi. Orang-orang yang mereka kumpulkan adalah yang keadaannya tidak terlalu parah, dan tidak memerlukan perawatan intensif. Karena meskipun musuh, Kevin tidak membiarkan anak buah Sall mati begitu saja, tapi Kevin tetap merawat mereka dengan memberikan penjagaan yang sangat ketat. Semua anak buah Sall diminta berjajar dalam keadaan tangan dan kaki terikat.

"Kalian dari Klan Bernardo atau Klan lain yang membantu Klan Bernardo? Kamu jawab!"

Kevin menunjuk seorang laki-laki yang terlihat seperti pemimpin pasukan sejak di pertempuran kemarin, yang nyatanya adalah salah satu tangan kanan Sall. Namun orang itu malah menatap nyalang, tanpa bersedia menjawab pertanyaan Kevin. Kevin mengeluarkan pistol di balik bajunya, lalu segera menodongkannya tepat di kepala laki-laki itu, yang sama sekali tidak terlihat tertekan apalagi ketakutan.

"Jawab brengs*k! Siapa Boss kalian? Aku tahu bukan Bernardo orangnya."

Laki-laki itu menyeringai seolah menantang Kevin yang terlihat sudah sangat emosi. Tentu saja laki-laki itu tidak akan menyebutkan nama sang Big Boss dan mengkhianatinya, meskipun harus menerima ancaman dan perlakuan seburuk apapun.

"Kamu tidak akan pernah tahu, karena kami tidak akan pernah mengatakan siapa Boss kami, meskipun kamu menyiksa kami sampai mati."

"Jadi kamu memilih mati?" Kevin menekan kalimatnya seraya menghunus tatapan tajam.

Laki-laki itu tertawa mengejek Kevin, merasa perkataan Kevin sekedar gertakan saja. Namun Kevin mematahkan dugaan laki-laki itu dengan menembakan satu peluru di pahanya, yang seketika berteriak kencang menahan rasa sakitnya. Laki-laki itu meringis kesakitan namun dia begitu memegang loyalitasnya terhadap sang Big Boss, dan malah semakin membuat Kevin geram dengan aksi diamnya.

"Jadi siapa Boss kamu?"

Laki-laki itu mengulas seringainya, lalu tiba-tiba tertunduk mematung, dan tergolek lemas di atas lantai. Belum habis rasa terkejut dari Kevin dan sahabat-sahabatnya, tanpa disangka semua anak buah Sall di ruangan itu mendadak tidak sadarkan diri tanpa sebab.

Kevin, Satya, Alrico, Daniel dan Bryllian langsung merasa panik dan memeriksa keadaan orang-orang itu dibantu anak buah mereka.

Kevin menemukan bekas luka sayat di leher belakang mereka dan diambilnya pisau dari salah satu anak buah Sanchia. Perlahan dibukanya sayatan di leher orang yang tadi ditembaknya, dan sesuai dugaan Kevin, dia menemukan apa yang dia cari.

"Mereka semua dipasangi microchip, entah ini alat pelacak atau alat pengendali, tapi kita harus menemukan penyebab kenapa mereka bisa tidak sadarkan diri."

Bryllian memeriksa denyut nadi dan beberapa bagian tubuh orang-orang itu, kemudian mengerutkan keningnya.

"Mereka tidak mati, tapi mereka bukan sekedar pingsan. Keadaan mereka lebih parah dari itu."

Daniel yang mendengarkan perkataan Bryllian, kini memijit pelipisnya seolah sedang berpikir.

"Kevin, jika alat itu adalah alat pengendali, mungkinkah alat itu yang menyebabkan mereka tidak sadarkan diri seperti ini, atau racun yang sudah di setting penyebarannya."

"Entahlah, kita harus cari tahu tentang hal ini Daniel."

"Apa mungkin microchip itu adalah alat pengendali otak, yang dikendalikan secara jarak jauh, dan bisa melumpuhkan otak seseorang." Satya menyampaikan asumsinya.

"Bisa jadi dugaan kamu benar, Satya. Tapi kita tidak dapat menyimpulkannya secepat ini." Bryllian ikut menimpali perkataan Satya yang terdengar masuk akal.

"Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang Kevin?"

Alrico yang diam sejak tadi, kini mulai meminta instruksi dari Kevin yang sudah ditunjuk untuk menggantikan posisi Sanchia untuk sementara oleh Papa Leonard.

"Alrico, untuk sementara ini, tolong bawa mereka ke tempat perawatan. Kita juga harus lanjutkan penyelidikan, siapa sebenarnya yang menjadi dalang dibalik ini semua."

"Siap ...!"

Alrico dan anak buahnya segera membawa orang-orang yang tidak sadarkan diri itu ke ruang perawatan. Sementara Kevin, Satya, Daniel dan Bryllian berniat menemui keluarga dan pasangan mereka yang sedikit terlupakan karena fokus dengan pencarian Sanchia.

*************************

Saat ini Sanchia dibawa ke sebuah Villa yang berada di luar Pulau Jawa, Sall sengaja membawa Sanchia sedikit menjauh dari mansion orangtua Nieva, agar tidak mudah dilacak sebelum nanti Sall membawa Sanchia ke Pulau pribadinya di luar negeri.

Sall meminta dokter-dokter kepercayaannya untuk mengobati luka tembak Sachia yang ada di dada dan perutnya, juga mengeluarkan peluru yang ada di kakinya. Tidak lupa Sall mempekerjakan Dokter bedah plastik dan juga Dokter estetika untuk merawat dan memastikan luka di tubuh Sanchia tidak meninggalkan bekas sedikitpun nantinya.

Sanchia sengaja dibiarkan tidak sadarkan diri selama 2 hari, dengan infus terpasang untuk memberinya asupan nutrisi yang mencukupi tubuhnya. Sanchia dirawat dengan begitu baik oleh Dokter-dokter profesional. Namun selain untuk tujuan perawatan, Sall pun mempunyai tujuan yang lain, yang merupakan bagian dari rencana besarnya.

Hingga di hari ketiga sejak dibawa ke mansion itu, Sanchia sadarkan diri. Alangkah terkejutnya dia, saat menyadari dirinya berada di atas tempat tidur mewah dan terletak di sebuah ruangan yang asing, meskipun dengan design interior yang sangat indah dan nyaman. Pandangannya tertuju pada tangannya yang terpasang infus, seketika Sanchia langsung melepasnya dengan hati-hati.

Sanchia hendak turun dari atas tempat tidur, tapi luka tembak di kakinya terasa sangat sakit. Luka di dada dan perutnya pun masih terasa begitu nyeri. Akhirnya Sanchia mengurungkan niatnya dan hanya mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut kamar, sampai tiba-tiba pintu kamar itu terbuka.

Seorang pria bertopeng, bertubuh tinggi dan berambut cokelat, berjalan menghampiri Sanchia dengan langkah lebarnya, sambil memegang sebuah tab. Tentu saja pria bertopeng itu adalah Sall, Sang Ksatria Pembunuh yang sedang menutupi identitas aslinya.

"Ternyata kamu sudah bangun."

Sanchia sesaat terpana melihat bibir dan sepasang mata hazel yang begitu indah  di hadapannya. Namun, Sanchia segera mengumpulkan kesadarannya kembali.

"Siapa kamu? Kenapa kamu membawaku kesini?" Sanchia menghunus tatapan penuh permusuhan pada laki-laki di hadapannya.

"Sanchia Arelia Ric, aku memang sengaja membawamu untuk bergabung dengan klan-ku. Oh iya, aku menyiapkan sebuah kejutan untukmu."

Sanchia masih terkejut dengan jawaban Sall, dan hendak bertanya kembali. Namun Sall menyodorkan tab yang dipegangnya, dan langsung disambut Sanchia dengan ekspresi bingung. Terdapat 2 buah rekaman video disana, tanpa berlama-lama, Sanchia segera membuka video pertama yang seketika membuatnya membelalakkan mata.

Terlihat jelas seorang gadis diangkat dari laut oleh Tim SAR dan sekumpulan orang yang Sanchia yakini adalah anak buahnya dan anak buah sahabat-sahabatnya. Wajah gadis itu sangat mirip dengannya, bahkan dia memakai gaun yang sama seperti yang dipakainya saat pernikahan Nieva, adiknya.

"Siapa perempuan itu? Kenapa wajahnya mirip denganku?"

Sall belum berniat menjawab pertanyaan Sanchia, dia malah menyuruh Sanchia membuka rekaman video lainnya.

"Bukalah rekaman yang kedua."

Sanchia menurut pada Sall, meskipun masih belum mendapat jawaban yang diinginkannya. Sesaat kemudian mata Sanchia membulat sempurna diikuti air mata yang sudah terjun bebas di pipinya. Matanya beralih menatap nyalang pada Sall yang menyeringai ke arah Sanchia.

"Apa yang sudah kamu lakukan? Kenapa keluargaku mengira perempuan itu adalah aku dan menguburkannya sebagai aku? Aku belum mati!"

(Prosesi pemakaman Sanchia ada di Eps 39 Cold Man Chased by Love)

Sanchia berteriak histeris dan memaksa turun dari tempat tidur. Namun karena lukanya yang masih begitu sakit, Sanchia malah tersungkur jatuh tepat di kaki Sall. Bukannya membantu, Sall justru berjongkok di depan Sanchia dengan senyum sinisnya yang terlihat mengejek.

"Aku membuat mereka percaya bahwa kamu sudah mati, agar mereka berhenti mencarimu."

Sanchia kembali berteriak histeris seraya menarik paksa topeng Sall, yang seketika menampakan wajah tampannya. Sanchia sama terkejutnya dengan Sall, namun sesaat kemudian tangannya mendarat sempurna di pipi Sall, dan meninggalkan bekas merah yang tampak jelas.

"Aku akan membalas semua perbuatanmu padaku. Aku pastikan, kamu akan menyesal melakukan ini padaku ... Sall Sherwyn Knight."

*************************

Episode 3 Mencuri ciuman

Sall memandang lekat wajah Sanchia yang menunjukan kemarahannya. Nafas Sanchia naik turun tidak beraturan, mati-matian menahan emosi dan tangis yang siap menyeruak.

"Bagaimana kamu tahu namaku?" tanya Sall dengan nada dingin dan mengintimidasi.

"Aku tahu wajah ini. Seorang Arsitek sukses dan terkenal, yang karya-karyanya selalu hebat dan memukau. Kamu sengaja kan membuang mayat perempuan yang sudah dipasangi topeng wajah sehingga wajahnya sama sepertiku. Membuat luka tembak yang sama sepertiku dan melakukan rekayasa DNA, agar keluargaku mengira kalau aku sudah mati. Mulai sekarang aku akan selalu membencimu dan membalasmu lebih dari yang kamu lakukan padaku."

Sall sedikit terkejut dengan perkataan Sanchia yang diucapkan dengan berapi-api, terlebih analisa Sanchia terhadap semua rencananya begitu tepat. Bahkan Sanchia bisa menebak kalau Sall mengerahkan beberapa dokter bedah plastik dan dokter estetika paling handal untuk membuat topeng wajah seperti wajah Sanchia dalam waktu singkat. Karena jelas Sanchia tahu, tidak mungkin melakukan operasi plastik langsung pada mayat perempuan itu karena pasti memerlukan waktu yang lama.

Sall berusaha terlihat datar dan tidak terganggu dengan apa yang didengarnya. Sanchia menyeret tubuhnya menjauh dari Sall menuju sofa, namun Sall mengejutkan Sanchia dengan menggendong dan merebahkan tubuh Sanchia di atas tempat tidur. Sall masih mendekatkan wajahnya ke wajah Sanchia, tatapan mata mereka beradu. Namun hanya tatapan benci yang Sall rasakan dari mata Sanchia yang berkilat tajam. Seringai Sall muncul seketika, semakin memantik emosi yang kini menyebar dan meluap di hati Sanchia.

"Sebenci apapun kamu padaku, aku tidak akan pernah melepaskanmu. Aku mengambil resiko yang besar dengan membawamu bersamaku. Aku melakukannya, karena aku benar-benar menginginkanmu."

Sall menempelkan bibirnya sekilas di bibir Sanchia, lalu bergegas pergi dari kamar Sanchia. Sedetik kemudian, teriakan Sanchia menggema di seluruh sudut kamar.

"Br*ngseeeeekkk ...!"

*************************

Keesokan harinya, beberapa pelayan sudah bolak-balik membawa makanan yang berbeda-beda ke kamar Sanchia, namun tidak ada satu makanan pun yang disentuh oleh Sanchia. Gadis itu hanya meminta bantuan pelayan wanita untuk membantunya ke kamar mandi dan membalut lukanya pagi tadi. Setelah itu Sanchia tidak mengizinkan siapapun mengganggunya. Kamarnya pun sengaja Sanchia kunci, karena tidak ingin siapapun menerobos masuk, terutama Sall yang sudah begitu kurang ajar menciumnya tanpa izin.

Sanchia duduk di sofa kamar, menghadap jendela yang memperlihatkan pemandangan kolam renang dan pepohonan rindang disekitarnya. Terdengar suara ketukan di pintu kamar Sanchia, namun Sanchia mengabaikannya, seolah-olah tidak mendengar suara apapun. Namun sesaat kemudian terdengar suara pintu terbuka yang membuat Sanchia begitu terkejut. Apalagi saat sedetik kemudian, wajah yang kini begitu dibencinya, muncul kembali dengan senyum sinis di wajahnya yang tampan.

Sejak kemarin, sikap Sanchia membuat Sall tidak tenang. Setelah melakukan virtual meeting dengan beberapa orang kepercayaannya di Inggris, Sall membawakan Sanchia menu sarapan sepiring pancake dan segelas susu hangat. Laki-laki itu meletakannya di atas meja tepat di hadapan Sanchia. Sall juga membuka pintu dan jendela kamar yang mengarah ke taman juga kolam renang, agar cahaya matahari dan udara yang segar dapat masuk.

"Makanlah!!" ucap Sall terdengar datar.

Sanchia tidak menanggapi, bahkan enggan berkata sedikitpun. Tapi hal itu bukan masalah bagi Sall. Laki-laki beralis tebal itu malah mengagumi Sanchia yang terlihat begitu cantik, meskipun tanpa riasan dan hanya mengenakan pakaian sederhana. Yaitu kaos bermodel crop top yang sedikit memperlihatkan perutnya, dipadukan dengan rok panjang bermodel simple.

Sall duduk disebelah Sanchia, namun Sanchia malah berdiri dengan tertatih-tatih. Sall menarik pelan tangan Sanchia yang berdiri membelakanginya.

"Makanlah, kamu belum makan sejak kemarin, dan hanya minum susu saja." Sall berusaha membujuk Sanchia, karena khawatir dengan kesehatan gadis itu.

Sanchia menghempaskan tangan Sall dengan kasar, Sall bisa merasakan Sanchia begitu marah, meskipun wajahnya tidak terlihat karena berdiri membelakanginya. Sall malah mengeluarkan ponselnya lalu mengambil photo Sanchia dari belakang.

"Aku tidak mau makan apapun, keluar! Aku tidak ingin melihatmu."

Sall memang mendengar perkataan Sanchia, tapi sama sekali tidak digubrisnya. Sall malah melipat bibir, mengagumi kecantikan Sanchia dan terus menerus memujinya dalam hati.

"Sepertinya aku memang jatuh cinta pada gadis ini, meskipun sedang marah, dia malah terlihat semakin cantik dan menggemaskan." Puji Sall dalam hati.

Sanchia membalikan badannya dan menatap tajam Sall yang masih saja terlihat santai.

"Kamu bisa dengar tidak sih, keluar sekarang juga, aku benar-benar tidak mau melihatmu." Kalimat Sanchia terdengar penuh penekanan.

Sall tersenyum tipis dengan seringai menyebalkannya, yang membuat Sanchia semakin kesal.

"Baiklah, aku akan keluar, tapi kamu makan ya." Sall berusaha mengalah agar Sanchia mau menuruti permintaannya.

Sall tiba-tiba melingkarkan tangannya di pinggang Sanchia, membuat Sanchia berniat melepas tangan Sall dari pinggangnya. Namun sia-sia, Sall terlihat tidak rela dan mengeratkan pelukannya di pinggang Sanchia. Sall menyadari ada yang tidak beres, saat kaki Sanchia terlihat akan menendang kakinya. Beruntung Sall memiliki refleks yang baik, sehingga dapat langsung menghindarkan kakinya dari serangan kaki Sanchia.

Namun tiba-tiba Sanchia meringis kesakitan, karena gerakannya barusan membuat luka di kakinya semakin terasa sakit.

"Aaaaww ...."

Sall segera melepas pelukannya dan menggendong tubuh Sanchia, lalu merebahkannya di atas tempat tidur. Sall mengangkat sedikit rok Sanchia untuk melihat luka di kaki Sanchia.

"Kamu jangan kurang ajar ya." Sanchia memukul tangan Sall yang tengah mengangkat roknya.

"Aku hanya ingin melihat lukamu, dan lihatlah lukamu terbuka lagi. Aku akan memanggil dokter untuk membalut lukamu dengan baik." ucapan Sall memang benar adanya, tapi Sanchia sama sekali tidak luluh dengan perhatian laki-laki itu.

"Tidak perlu, jangan berpura-pura baik terhadapku."

Sall bersikap acuh tak acuh dan berjalan mendekat ke kotak P3K yang terletak di pojok kamar, dan membawa beberapa perlengkapan yang dibutuhkannya.

Sall membuka pembalut luka di kaki Sanchia dengan sangat hati-hati, namun Sanchia malah memukul tangan Sall yang masih berada di kakinya.

"Jangan pegang-pegang!"

Sall menghela nafas panjang, lalu menatap intens kedua mata gadis pujaannya.

"Kalau aku tidak memegangnya, bagaimana aku bisa membalut lukamu?"

"Minta pelayan perempuan untuk melakukannya, aku tidak mau kamu yang membalut lukaku."

Sall memilih tidak peduli pada perkataan Sanchia dan melanjutkan niatnya membalut luka di kaki Sanchia, tidak peduli Sanchia terus meronta dan menendang-nendangkan kakinya. Sampai akhirnya, Sall selesai membalut luka Sanchia dengan sempurna.

Sall mencuci tangannya di wastafel toilet,  lalu membawa menu sarapan yang tadi dibawanya, dan meletakannya di atas nakas samping tempat tidur. Sall duduk di tepi tempat tidur, lalu mengambil sepiring pancake yang terlihat cukup menggoda.

"Aku akan menyuapimu." Sall yang sudah mengarahkan sendok berisi potongan pancake, langsung mendapat penolakan Sanchia.

"Aku tidak mau makan. Jangan memaksaku, dan keluarlah dari kamarku!" ucap Sanchia begitu tegas dan dingin.

"Baiklah, aku akan keluar, tapi kamu harus makan. Setidaknya kamu perlu tenaga yang banyak untuk melawanku."

Seringai di wajah Sall kembali muncul, dan Sanchia menanggapi dengan senyum sinisnya. Sall terlihat akan berdiri dari duduknya, namun bibir nakalnya kembali mendarat di bibir ranum Sanchia, yang seketika mendorong dan memukul-mukul dada Sall.

Sall memegang erat tangan Sanchia yang ada di dadanya, dan fokus berusaha membuat bibir Sanchia terbuka. Sanchia yang sejak tadi mengatupkan bibirnya sekuat tenaga, akhirnya membuka bibirnya, setelah Sall menggigit kecil bibir bawah Sanchia. Sall tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, dan terus menyes*p bibir Sanchia, meskipun Sanchia masih meronta-ronta. Sanchia pun tidak dapat menghindar, karena kepalanya yang menempel pada headboard tempat tidur, membuatnya kesulitan untuk bergerak.

Sall baru menghentikan pertautan bibirnya setelah merasa nafas Sanchia mulai tersengal. Senyum puas terulas di wajah Sall, namun beberapa saat kemudian berubah khawatir saat air mata mengalir di pipi Sanchia.

"Pergi ...! Aku bilang pergiii ...!

Nafas Sanchia naik turun, menahan isakan juga emosi yang siap membuncah. Sall merasakan penyesalan di hatinya, karena telah melakukan sesuatu yang tidak diinginkan oleh Sanchia. Namun entah kenapa, seperti ada dorongan yang kuat untuk mencium bibir Sanchia yang terlihat begitu menggoda. Padahal selama ini, Sall begitu menghindari untuk menyentuh perempuan manapun. Meskipun banyak perempuan begitu gencar menggodanya.

Sall meninggalkan kamar Sanchia menuju kamarnya dengan perasaan tidak menentu. Sesampainya di kamar, Sall segera mengambil tab-nya dan mengawasi monitor CCTV di kamar Sanchia, yang kini memperlihatkan Sanchia yang sedang menangis. Sesekali Sanchia terlihat menggosok bibirnya dengan kasar, seolah berusaha menghilangkan jejak pertautan bibirnya dengan Sall tadi.

Sanchia sesungguhnya sedang merasa kecewa dengan dirinya sendiri, satu kali pun Sanchia tidak pernah menjalin hubungan dengan siapapun sampai saat ini. Namun sekarang ciuman pertamanya justru diambil oleh orang yang sangat dibencinya.

Sementara itu, Sall mulai merutuki kebodohannya, karena tidak menyangka Sanchia akan merasa terpukul seperti ini. Berkali-kali Sall memijit keningnya, merasa bingung tidak tahu harus berbuat apa. Sementara pandangannya masih terpusat pada monitor CCTV yang masih saja memperlihatkan Sanchia yang sedang menangis tersedu-sedu, bahkan setelah lebih dari 1 jam.

Tiba-tiba mata Sall membola, saat dilihatnya Sanchia tiba-tiba terkulai lemas, tidak sadarkan diri. Sall segera berlari menuju kamar Sanchia, dan memanggil dokter pribadinya untuk memeriksa Sanchia.

Setibanya di kamar Sanchia, Dokter Anna kembali memasang infus seperti beberapa hari belakangan ini. Sanchia yang sempat sadar, kini tertidur kembali.

"Tuan Sall, Lukanya mengalami infeksi, namun sudah membaik setelah saya beri suntikan. Setelah Nona sadar, tolong dibujuk agar Nona Sanchia mau makan, karena Nona Sanchia sudah terlalu lama hanya mengandalkan cairan infus. Tidak baik untuk tubuhnya. Dan mohon maaf Tuan, Nona tidak boleh mengalami stres, karena akan memperburuk kondisinya."

Sall hanya mengangguk sambil melipat tangannya di depan dada. Lalu Dokter Anna meninggalkan kamar Sanchia setelah berpamitan terlebih dahulu pada Sall.

Sall duduk di tepi tempat tidur seraya memandangi Sanchia yang tertidur dengan sangat pulas. Masih tampak jelas sembab dan jejak-jejak air mata di wajah Sanchia. Hal itu memancing Sall menyentuh wajah Sanchia, tanpa berniat mengganggu tidurnya.

Setelah 1 jam, Sall masih fokus memandangi perempuan yang mulai mempengaruhi hatinya itu. Namun tiba-tiba Sanchia terdengar mengigau tidak jelas, dengan keringat yang membasahi keningnya. Sall menyentuh kening Sanchia yang ternyata begitu panas. Sall berniat menghubungi Dokter Anna kembali, saat terdengar rintihan dari mulut Sanchia.

"Dingiiiiinn ... Dingiiiiiiinn ...."

Sall segera membaringkan tubuhnya di sebelah Sanchia dan mendekap tubuh mungil Sanchia tanpa ragu. Sanchia pun semakin merangsek masuk mencari kehangatan dari tubuh atletis Sall yang memeluknya dengan erat, sampai akhirnya kembali tertidur dengan lelap.

Sall tersenyum, melihat Sanchia yang begitu nyaman tidur dalam dekapannya. Sama sekali tidak dia sangka, gadis yang mati-matian menolaknya bisa terlelap begitu nyaman di dada bidangnya. Sampai akhirnya Sall menyusul Sanchia ke alam mimpi.

*************************

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!