▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️
"Setelah semua kejahatan yang kau lakukan, kau pantas menerima ini." Ucap pria berambut perak itu dingin. Mata merah nya memancarkan kebencian, memberikan kesan sadis dan berbahaya.
Pria itu mengarahkan pedang nya ke leher seorang gadis yang terduduk lemas di hadapannya.
Gadis itu diam tak berkutik, tubuhnya sudah terlalu tidak bertenaga untuk memberontak. Kulit putih yang dulu mulus itu kini, dipenuhi oleh goresan-goresan dan bekas darah yang telah mengering.
Wajah cantik itu kini terlihat pucat.
Kehampaan dan keputusasaan terpancar jelas di manik mata birunya. Dia hanya menunduk sambil menatap tanah di hadapannya.
Pakaian yang lusuh, kaki dan tangan yang terikat kuat semakin membuat gadis itu terlihat mengkhawatirkan.
"Kau membuat keluargamu terbunuh, bisa dibilang kau adalah pembunuh sebenarnya, bukan?" Pria itu masih berdiri di hadapan seorang gadis yang sudah tidak berdaya. Gadis tersebut masih saja diam seolah sudah tidak ada nyawa yang tersisa dalam tubuhnya.
Pedang nan tajam mulai menggores leher jenjang gadis itu sehingga cairan kental berwarna merah mulai mengalir dari lehernya.
Tubuh gadis itu bergetar hebat, dia pantas menerima semua ini.
"Keluargamu rela berkorban untuk mu, mereka rela di eksekusi demi menanggung semua kejahatan yang kau lakukan."
"...Tapi, gadis tidak tahu diri seperti mu, masih dibutakan oleh keserakahan. Membiarkan orang tua mu meninggal dan meracuni tunangan putra mahkota."
"Tidak ku sangka didunia ini ada gadis yang sangat buruk seperti mu. Kau bahkan menolak perjodohan dengan ku, karena mengincar kakak ku yang merupakan putra mahkota, bukan? Kau berpikir jika membunuh tunangan putra mahkota kau bisa menikah dengan kakak ku? Tidak semudah itu."
"Bodoh. Gadis licik seperti mu ternyata benar-benar bodoh". Ucapan dingin itu membuat gadis di depannya merasa seperti penjahat yang pantas dihukum berat. Rasa bersalah semakin menyerang gadis lemah itu.
Tapi dia bisa apa? Ini adalah hasil dari kejahatan yang telah dia lakukan selama ini. Dia adalah penjahat yang sesungguhnya.
Gadis itu berpikir, bahkan jika di eksekusi pun, belum bisa menebus semua kejahatannya.
Gadis itu menutup matanya, mengenang memori-memori bersama keluarganya. Ayahnya yang bijaksana, ibunya yang penyayang dan kakak yang selalu menjaganya.
Mengingat kenangan itu membuat air matanya mengalir semakin deras.
Dia menyayangi keluarganya, tapi semua ini sudah terlambat. Mereka sudah tiada. Andai waktu bisa diulang, dia akan memperbaiki semua ini.
"J-joseph." Ucap gadis itu lirih.
"M-maaf, m-maafkan ku untuk segalanya. Maaf aku sudah menuduhmu meracuniku karena menolak perjodohan dengan mu." Napas nya terasa sesak.
"K-kau bahkan d-dihukum atas kesalahan yang tidak kau perbuat."
"K-katakan pada Morgan dan Lavia, a-aku benar-benar menyesal." Ucap gadis itu sambil menahan rasa sesak di dadanya. Pria di hadapannya hanya diam tak peduli.
Ia mengangkat kepalanya menghadap langit malam yang menjadi saksi bisu kematiannya.
Gadis itu tersenyum.
"Mulai eksekusi nya." Ucap gadis itu.
Gadis itu menghembuskan napasnya pelan. "Ayah, ibu, kakak. Aku menyayangi kalian." Ucapnya pelan, mengucapkan kata-kata terakhir nya.
Tubuh nya sudah terlalu lelah, dia sudah siap untuk mati. Bahkan untuk hidup satu detikpun dia sudah tidak sanggup. Dan inilah akhir dari segalanya, dia akan menanggung semua kejahatan yang dia ciptakan.
Tepat dihari ulang tahun nya yang ke-21, gadis itu dieksekusi.
Tubuh tak bernyawa itu tergeletak di tanah dengan darah segar mulai menjalar ke sekitarnya.
▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️
Brak...
"Ah, benar-benar menyedihkan." Ucap seorang gadis berambut coklat gelap sambil menutup buku novel yang berada di tangannya dengan keras sehingga menghasilkan suara.
"Buku yang ku dapat dari kamar ibu ini berhasil membuatku membacanya sampai habis." Ucapnya sambil meletakkan novel tua itu ke kamar ibunya lagi.
"Ibu, aku merindukan mu." Gadis itu langsung duduk diranjang dan memeluk sebuah foto yang dia bingkai sedemikian rupa.
"Ibu, kamu tahu, ini kali pertamanya aku membaca buku sampai habis. Ibu tahukan, aku sangat tidak suka membaca." Ucapnya leluasa seolah olah ibunya ada didekatnya.
"Hahahha, aneh bukan?" Ia langsung merebahkan tubuhnya di ranjang dingin yang sudah lama dibiarkan begitu saja.
"Sampai kapanpun, aku akan tetap mencintaimu, ibu" Gadis itu menutup matanya dan mulai memasuki dunia mimpi.
BRAKK....
Gadis yang baru saja memasuki dunia mimpi langsung membuka matanya. Suara pintu yang didorong keras membuatnya terkejut.
"THANIA!!! DIMANA KAMU!!!" Suara itu, suara yang dia takuti.
Jantungnya berdegup kencang. Tubuhnya bergetar hebat, suara pria yang dia takuti kini terdengar di telinganya. Ia menggemam erat ujung bajunya dengan rasa cemas.
Dia takut.
Gadis itu memberanikan diri untuk keluar dari kamar ibunya sebelum pria itu menghancurkan segala yang ada di dekatnya.
Ia hanya diam sambil berdiri di depan kamar ibunya.
"DASAR ANAK TIDAK BERGUNA!!! LAGI-LAGI KAU TIDAK BISA MEMENANGKAN OLIMPIADE MATEMATIKA!! KAU MEMBUATKU MALU!!" Teriak nya tepat didepan gadis itu.
Pria tua itu menampar pipi nya kuat sehingga meninggalkan tanda merah dan sudut bibir gadis malang itu mengeluarkan darah.
Matematika, selalu matematika. Sudah berkali-kali ia katakan, dia tidak bisa matematika! Kenapa pria itu selalu memaksanya!
Semua orang punya kelemahan masing-masing. Setiap orang tidak bisa disamakan dengan orang lain!
Kenapa orang-orang hanya mengukur kecerdasan dari nilai matematika?!!.
"Ya, saya memang tidak berguna. Kenapa anda tidak mengusir saya sehingga saya tidak membuat anda malu?!"
Pria itu langsung melempar vas bunga keramik kewajah gadis itu sampai pecah. Pecahan vas itu menggores wajah nya sehingga mengeluarkan darah.
Gadis bernama Thania itu terduduk di lantai. rasanya sakit, benar-benar sakit.
"ANAK TIDAK PUNYA TATA KRAMA!! BISANYA KAU BERBICARA SEPERTI ITU KEPADA AYAH MU!!"
Thania menghembuskan napasnya pelan, ia menggigit bibir bawahnya sambil menahan rasa sakit di wajahnya. Tidak hanya wajah, ia harus menahan rasa perih karena pecahan kaca itu mengenai sudut matanya. Tapi ini belum seberapa, rasa sakit ini belum sebanding dengan rasa sakit di hati nya.
"Apa anda masih pantas disebut sebagai seorang ayah? Huh?" ucap gadis itu menantang.
Pria itu geram, dia menarik paksa tangan Thania untuk berdiri lalu melemparnya dengan kuat, sehingga tubuh gadis itu terbentur keras ke dinding.
"Aakh..." pekik Thania sangat kesakitan. Tubuh itu bergetar hebat dan ia hanya bisa memejamkan mata menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya. Dengan tidak peduli dan tanpa belas kasihan, pria itu pergi meninggalkan thania yang terluka parah.
"Hiks... Hiks..." dunia benar-benar kejam, kenapa tidak ada yang menyayangi nya?
Ayahnya bahkan sangat membencinya. Ia bahkan tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah.
Tangisan gadis itu memenuhi seluruh rumah mewah ini. Tubuhnya sakit, bahkan dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Darah berceceran di lantai, dan semua perabotan rumah berantakan.
Thania memejamkan matanya pelan, berharap agar suatu keajaiban terjadi ketika ia membuka mata.
*Aku hanya ingin bahagia.
Hanya itu yang aku inginkan*.
▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️
Maaf, typo bertebaran.
Don't forget to like
▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️
▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️
Titt... Titt...
Alarm pagi yang selalu memekakkan telinga, adalah permulaan yang tidak menyenangkan di hari senin ini, upacara bendera yang setiap minggu dilaksanakan, pelajaran kimia dan matematika di hari yang sama. Sungguh aku benci hari senin.
06.15
Ku matikan alarm laknat ini dan aku bersiap untuk pergi ke sekolah. Hanya sendirian di rumah ini, sunyi dan terasa dingin. Ayahku yang tidak peduli denganku dan hanya bisa mengucapkan kata-kata yang tidak mengenakkan di telinga ketika bertemu dengan ku.
Pria itu sedang di luar negeri sekarang, aku tidak tahu dan tidak peduli di negara apa yang sedang ia tinggali saat ini. Pria itu bahkan tidak layak dipanggil dengan sebutan ayah.
Mengingat apa yang dulu dia lakukan kepada ku dan ibuku membuat rasa sakit, benci dan amarah dalam hati ku semakin mencuat. Entah apa yang membuatnya sebenci itu pada kami, aku tidak tahu.
Sudahlah,
Lebih baik aku mencari orang yang dapat menerimaku apa adanya.
Tapi, apakah mungkin ada seseorang yang dapat menerimaku apa adanya? Bukankah itu mustahil?
Aku hanya terkekeh pelan.
Bukankah hidup itu tidak adil?
Setelah selesai bersiap siap untuk ke sekolah, aku pun mengambil kunci motor dan mulai berangkat ke sekolah. Sungguh tidak ada yang menarik pagi ini. Membosankan seperti biasanya.
▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️
Akhirnya aku pun sampai di sekolah dengan aman. Kulangkahkan kakiku menuju kelas dan tiba-tiba...
"Eh, maaf gue ngak sengaja numpahin minuman ke baju lo." Gadis itu meminta maaf tapi tidak ada rasa bersalah di raut wajahnya, sepertinya ada hal yang dia rencanakan terhadap ku, atau aku yang terlalu overthinking.
"Hmm..." balas ku acuh dan segera pergi karena mungkin saja dia akan melakukan hal yang lebih dari ini.
"Maafin adek gue ya, dia emang kayak gitu orang nya, agak ceroboh." Ucap seorang yang tiba-tiba berdiri di belakang ku. Wajah nya terlihat familiar, tapi siapa ya?.
"Lo siapa?" Tanya ku.
"Than!. Ini gue, Dina. Masa lo lupa sihhh, kita kan pernah sekelas waktu kelas 10." Ucapnya kepada ku. Aku mengangguk paham. Padahal aku masih lupa.
"Iya, gue maafin. Bilang ke adek lo, sekali lagi numpahin minuman di baju gue, gue patahin lehernya." Ucapku ngasal kepada gadis bernama Dina itu. Dia terkejut, lalu mengangguk cepat.
"Buset! ngeri amat. Sekali lagi gue minta maaf ya." Ucap nya kepadaku.
"Hmm... " Aku langsung pergi dari hadapannya.
Aku pergi ke lokerku terlebih dahulu untuk mengambil baju simpanan yang sewaktu waktu dapat aku gunakan jika kotor.
Selesai berganti baju, aku pun masuk ke kelas dan melihat semua orang sibuk mengerjakan pr kimia, aku sih bodo amat karena aku memang tidak peduli dengan kimia.
"Than!! Lo bikin pr kimia ga?" tanya sahabat ku, Alexandra.
"Kagak bikin gue." Balas ku santai sambil meletakkan tas di kursi.
Xandra yang mendengar ku mengucapkan hal itu langsung menghentikan kegiatan salin menyalin pr kimia, lalu menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Kenapa lo? Kayak ga tau gue aja." ucap ku.
Lalu xandra langsung memukul kepalaku dengan pena.
"Awww... Paan sih mukul mukul segala." Ucap ku kesal.
"Lo lupa, atau gimana sih?! Kalau lo ga bikin pr lagi, bisa-bisa bu Beti bakal ngadu lagi sama bokap lo!"
"Biarin aja lah! Capek gue." Ucapku malas.
"Than, please, kali ini lo nurut sama gue ya. Gue ga mau lo dikasarin sama bokap lo lagi. Kalau lo ga mau, sini gue buatin pr lo." Ucap xandra berusaha untuk membujuk ku.
Aku terdiam sejenak, memang minggu lalu guru kimia ku, bu Beti. Mengadukan ku kepada ayah. Saat pulang sekolah,ayah langsung menelponku dan marah-marah,membentak dan menyebutku binatang. Itu memang hal yang sangat buruk.
"Tau ah, males gue! Gua udah biasa di bilang binatang. Lagian ngapain lo yang ngerjain tugas gue? Bodo amat lah." aku memang sudah tidak peduli dengan pria tua itu. Dia menyebutku binatang, menyebutku anak tidak tahu terimakasih, anak tidak tahu di untung, anak tidak berguna, di bentak, itu sudah biasa dalam hidupku.
Xandra masih menatapku dengan khawatir. Xandra selalu baik padaku dan selalu khawatir dengan ku. Walaupun keluarga nya bahagia dan tidak sepertiku, tapi dia mengerti posisi ku saat ini.
"Xan, kok lo mau sih temenan sama orang kayak gue?" Tanya ku tiba-tiba yang membuat Xandra bingung.
Gadis berambut pirang itu menatap ku lama. "Lo ngomong apa sih?! Lo itu sahabat gue yang terbaik. Kenapa sih tiba-tiba nanya kek gitu?".
"Lo nggak malu gitu, punya sahabat kayak gue?" Tanyaku pada xandra.
"Kenapa malu?"
"Gue ini sakit, gue sering bolak balik ke psikiater. Gue ngerasa ga pantes jadi sahabat lo." Ucap ku pelan.
"Than, lo kenapa sih? Berkali-kali gue bilang, lo itu udah sembuh. Lo ga sakit apa-apa. Sampai kapan pun lo tetap jadi sahabat gue yang terbaik." Ucap xandra lalu memeluk ku erat.
▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️
Bel pulang pun berbunyi, semua siswa bergegas untuk kerumah masing-masing. Tetapi aku tidak ada niat sedikit pun untuk pulang ke rumah ku.
Hatiku benar-benar terasa kosong, aku merasa seperti tidak punya tujuan.
"Than!" Panggil xandra mengejutkan ku.
"Kok akhir-akhir ini lo sering ngelamun? Cerita sama gue ya?"
Aku menggeleng lemah, "Gue nggak apa-apa kok, cuma mikirin 'nanti malem makan apa ya?' gitu doang" Ucap ku ngasal.
Xandra masih diam menatapku, dia terlihat masih belum percaya dengan jawaban yang ku berikan.
"Lo pikir gue bakal percaya gitu?"
"Iya" Balasku singkat.
Xandra menghembuskan napasnya kasar.
"Than, lo kerumah gue aja gimana? Daripada sendirian di rumah." aku memang tidak berniat untuk pulang, tapi aku juga tidak ingin kerumah xandra.
Aku hanya... Takut merepotkan orang lain.
"Ga usah, gue kerumah aja, gue gapapa kok sendirian." xandra masih menatap ku dengan tatapan khawatir.
"Serius?"
"Gue serius, Alexandraaa." Ucapku sambil tersenyum sebagai jawaban dari pertanyaan xandra.
"Eh, tapi-"
"Lo pulang gih, tuh abang lo udah jemput." ucapku sambil mendorongnya untuk segera pulang.
"Bye..!"
Aku masih berdiri dari kejauhan melihat keakraban antara xandra dengan kakak nya. Mereka membuat ku iri. Tanpa sadar aku tersenyum tipis.
Kapan aku bisa seperti dia? Merasakan kasih sayang yang tidak pernah aku rasakan?
Sudah lah, sepertinya semua itu tidak akan pernah bisa ku rasakan.
Aku menengadahkan kepalaku menghadap langit.
kebahagiaan, hanya itu yang aku inginkan.
▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️
Jangan lupa like, comment dan tambahkan ke favorit.
Maapkeun typo bersebaran
Salam hangat
_ThePaleCat
▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️
▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️
Sesampainya di rumah, ayah langsung menelponku, aku yakin pasti ayah akan marah dan membentak ku seperti biasa. Sungguh aku sudah lelah. aku ingin pergi, tapi tidak bisa.
Bahkan waktu aku berumur 10 tahun, aku sudah mencoba pergi dari rumah ini dan memutuskan hidup di kota lain tanpa ada hubungan lagi dengan pria itu.
Tapi ayah mengetahui hal itu dan 2 hari setelah aku kabur, anak buah ayah lah yang menemukan ku. Mereka menarik ku dengan paksa dan mengunci ku di sebuah ruangan sehingga aku tidak bisa melarikan diri.
Ruangan yang gelap dan pengap itu benar-benar tidak bisa ku lupakan. Apakah itu adalah hukuman yang pantas untuk anak usia 10 tahun?
Saat itu, ayah yang berada di luar negeri langsung pulang dan mencambuk ku berkali-kali. Aku cukup trauma dengan hal itu. Bahkan, bekas-bekas cambukan nya itu masih belum menghilang di kulit ku.
Aku lelah,
Dan takut.
Daripada seorang gadis, aku lebih terlihat seperti zombie. Wajah pucat, tubuh tidak terurus dan bekas luka yang belum sepenuhnya memudar.
Aku mengangkat telepon ayah dan meletakkan handphone di sebelah ku. Aku bahkan sudah tidak menghiraukan bentakan pria itu.
"THANIA!! APA APAAN KAMU ITU!!! SAYA SUDAH LELAH MENDENGAR KAMU ITU BIKIN MASALAH!!"
"SEHARI SAJA KAMU TIDAK BIKIN MASALAH BISA TIDAK?!!"
aku menghembuskan napas ku pelan, aku sudah sangat lelah. Pria ini selalu marah dan membentak ku.
"KEMARIN KAMU CABUT DARI KELAS. SEKARANG APA LAGI MASALAH YANG KAMU BUAT HAH?!! DASAR ANAK TIDAK TAHU DIUNTUNG! DASAR ANJ--"
Aku langsung mematikan telepon dari pria tua itu. aku selalu membiarkan dia membentak ku, tapi aku tidak tahan jika dia menyebutkan ku binatang. Aku ini anaknya, kenapa dia tidak pernah menyayangi ku?
Lagi dan lagi, aku berusaha mengingat masa kecilku. Kesalahan apa yang telah aku perbuat padanya?
Tanpa terasa air mata ku mengalir dengan derasnya. Aku sudah terlalu lelah, batin ku sudah terlalu sakit. Hanya dia satu-satunya keluarga yang aku punya. Tapi kenapa? Kenapa?.
Xandra pun berteman dengan ku hanya karena kasihan, aku sebenarnya tidak mau dikasihani. Aku tidak mau. Bagaimana pun juga hanya xandra yang peduli dan menganggapku ada.
Aku menghapus air mata ku berkali-kali, tapi kenapa air mataku semakin mengalir? Dadaku sakit, aku kesulitan bernapas. Napas ku sesak, ini terlalu berat bagiku. Tidak ada satupun yang menyayangi ku.
Ku pejamkan mataku sejenak, berharap semua rasa sakit ini hilang. Berharap, setelah aku membuka mata, kebahagiaan lah yang menyambut ku, bukan kesakitan yang ku rasakan selama ini.
Lama-kelamaan kesadaran ku hilang, dan aku tertidur.
▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️
"Aku tahu kamu itu orang yang baik."
Aku mendengar suara itu samar-samar suara yang lembut dan hangat. Aku pun mengerjapkan mataku berkali-kali. Seorang wanita dengan rambut panjang mengelus rambutku pelan. Wajahnya, aku tidak bisa melihat wajahnya. Siapa dia? apa dia bidadari? Jika iya, dimana aku sekarang?
Apakah aku sudah mati?
"Tapi, kamu benar-benar terluka."
Aku diam seribu bahasa, mulutku tidak dapat dibuka, ini terlalu membingungkan. Siapa dia? Mengapa mulutku tidak dapat dibuka? Apa aku benar-benar sudah mati? Kenapa dia masih mengelus rambutku?
"Hehe... Pertanyaan mu banyak sekali."
Dia tersenyum? Dia dapat membaca pikiran ku? Dimana ini? Ini terlalu membingungkan.
"Aku hanya ingin menemui mu, itu saja."
Apa maksudnya? Menemui ku? Ini memusingkan.
"Aku pergi dulu."
Dia pergi? Kemana?
Tunggu! Jangan pergi! Tunggu dulu!!
▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️
"Hah..."
Jadi ini hanya mimpi? Kenapa terasa begitu nyata? Siapa wanita itu?.
Tenggorokan ku kering dan keringat membasahi keningku. Tanpa pikir panjang, aku pun langsung pergi ke dapur untuk mengambil minuman.
Sesampainya di dapur aku melihat buku novel yang pernah aku baca tahun lalu tiba-tiba ada ada di atas meja makan. Aku tidak salah lihat kan?.
Tapi, bukannya aku menyimpan buku ini di kamar ibu? Kenapa bisa ada di sini?.
Apa buku ini bisa berjalan? Eh, tidak tidak! Mana mungkin benda mati dapat bergerak!. Tapi, kenapa ada di sini?!!!.
Novel ini,
Novel fantasy dengan alur cerita yang mudah di tebak, menceritakan tentang seorang putri bangsawan yang dibunuh di usia 21 tahun karena keserakahan nya sendiri. Dia menolak menikah dengan pangeran yang bukan putra mahkota.
Dia mengincar putra mahkota dengan berbagai cara. Dan akhirnya mati di tangan mantan tunangan nya karena percobaan pembunuhan terhadap tunangan putra mahkota.
Novel ini aku temukan di kamar ibuku. Berdebu dan terlihat tua.
Yah, walaupun novel ini menyedihkan tidak membuat pembaca cepat bosan. Tapi tetap saja bisa di bilang, novel dengan alur cerita yang biasa.
Aku meraih gelas di hadapan ku, menghiraukan buku itu. Setelah minum, tiba-tiba semuanya gelap.
Apa mati lampu? Kenapa bisa sangat gelap seperti ini? Bukankah sekarang masih sore? Walaupun mati lampu bukankah seharusnya tidak segelap ini?
Napas ku sesak, aku benar-benar benci kegelapan. Ada sebuah cahaya kecil terlihat, benar-benar kecil. Aku pun berjalan ke arah itu. Semakin aku berjalan, kakiku semakin terasa berat, napas ku semakin sesak. Aku pun kehilangan kesadaran.
▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️
Aku mengerejapkan mataku berkali-kali, semuanya terlihat samar. Aku menutup mata kembali dan membukanya lagi.
Ruangan ini terlihat asing, ruangan yang terlihat antik dan mewah.
Orang-orang yang ada di sini menatapku dengan tatapan bahagia. Mereka juga terlihat aneh, pakaian mereka juga terlihat berbeda. Ada apa ini? Penampilan yang sungguh asing.
Apa aku pingsan dan orang ini menyelamatkan ku? Tapi, ini terlihat aneh.
"Oh! Elish akhirnya kamu bangun, semua orang khawatir, ibu benar-benar khawatir." Ucap seorang wanita yang mengaku sebagai ibuku. Dia menangis sambil memeluk ku, kulihat ke sekeliling, kenapa mereka ini?.
"Kamu sudah tidak apa-apa kan? Apa masih ada yang sakit? Atau kamu masih pusing, Elish sayang?" Wanita itu masih tersenyum bahagia kepada ku.
Aku masih diam sambil mencerna perkataan wanita itu. Otak ku berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi sebenarnya. Tapi, otak ku terasa buntu.
Bukannya sebelum ini aku minum di dapur? Tapi kenapa aku tiba-tiba ada di tempat asing ini?
Eh! Tunggu! Dia memanggilku apa? Elish?
Dimana aku?!!
▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️
Jangan lupa like, comment dan tambahkan ke favorit.
Vote juga dan beri rating bintang 5 ⭐⭐⭐⭐⭐
Salam hangat
_ThePaleCat
▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!