NovelToon NovelToon

Gejolak Masa Muda 2

Rani

Untuk yang baru baca, aku sarankan untuk membaca GEJOLAK MASA MUDA terlebih dahulu. Biar kalian tidak bingung dengan tokoh-tokoh di dalamnya. Tapi kalau nggak juga gak masalah kok. Selamat membaca, semoga kalian suka.

🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹🔹

Hai, Rani.

Setiap kali mendengar sapaan itu, dunia terasa lebih indah untuk Rani. Kalau boleh diibaratkan, seperti terjadi musim semi di hatinya, saat bunga-bunga bermekaran di setiap sudutnya. Atau mungkin seperti ada ledakan kembang api pada malam yang gelap. Mungkin juga seperti ada yang menawari-nya berendam air es di ruangan ber-AC saat dia sedang kepanasan.

Oke, mungkin terdengar agak lebay, tapi biar sajalah. Pokoknya seperti itulah kira-kira perumpaan saat Rani menyatakan betapa senang dirinya.

Tentu tidak semua orang yang menyapanya bisa menghasilkan efek seperti itu terhadapnya. Hanya Ghevin. Ya Ghevin, Rani memang menyukai cowok berwajah tampan dan bertubuh tinggi besar itu sejak tiga setengah tahun lalu. Pesonanya memikat Rani sejak pandangan pertama.

Kalau ditanya apa yang memesona dalam diri Ghevin, Rani juga tidak bisa menjelaskan. Dia hanya merasa ada sesuatu yang spesial dalam diri Ghevin, yang tidak bisa membuatnya berpaling. Serius, sejak menyukai Ghevin, Rani tidak pernah suka pada cowok lain tidak peduli cowok itu seganteng personel boy band Korea sekalipun.

Sayangnya, sepertinya Ghevin tidak memiliki perasaan yang sama dengan Rani. Sudah sering Rani berusaha mengiriminya sinyal cinta, tapi Ghevin tetap saja lempeng seperti jalan tol. Entah Ghevin tidak menangkap sinyal itu, atau memang sengaja membiarkan sinyal itu berlalu begitu saja.

Tapi Rani bertekad tidak akan pernah menyerah. Dia yakin suatu saat nanti Ghevin pasti menjadi pacarnya. Bahkan, kalau dia sedang lebay, dia berangan-angan akan menikah dengan Ghevin dan punya anak seribu.

***

Bolpoin yang mendarat di kepala Rani membuat lamunannya soal Ghevin buyar. Rani menoleh dan melihat Melly, sahabatnya, sedang menatapnya sambil menggeleng-geleng.

"Lo kebiasaan deh," omel Melly. "Jangan pasang ekspresi aneh-aneh gitu kek kalo ada Ghevin."

Ekspresi aneh-aneh bagaimana? Rani merasa dari tadi ekspresinya biasa-biasa saja. Kecuali kalau wajahnya yang sedang tersenyam-senyum sendiri itu disebut aneh. Tapi menurut Rani itu wajar. Dia kan sedang senang.

Saat ini Rani memang sedang mengerjakan tugas kelompok biologi bersama Melly di ruang tamu rumah sahabatnya itu ketika tadi Ghevin lewat dan menyapanya. Ghevin baru pulang dan segera masuk ke dalam kamarnya. Hanya saja, meskipun Ghevin sudah tidak terlihat lagi, Rani masih belum bisa menghilangkan senyumnya. Mungkin karena itulah Melly jadi gemas melihatnya.

Melly yang cantik jelita adalah adik Ghevin. Dia memiliki kulit putih, wajah berbentuk hati, dan rambut lurus yang panjangnya melewati bahu. Tidak terhitung banyaknya cowok yang naksir padanya. Tapi cowok-cowok itu harus patah hati karena kini dia sudah punya pacar.

Rani bersahabat dengan Melly sejak SMP. Kini mereka juga satu SMA dan berada di kelas yang sama, bahkan juga duduk sebangku. Rani harus berterima kasih pada Melly karena berkat dialah dirinya bisa mengenal Ghevin. Waktu itu Melly mengajak Rani ke rumahnya ketika pertama kali Rani bertemu dengan Ghevin.

Tapi Melly mengalami dilema, apakah dia harus mendukung Rani jadian dengan kakaknya atau tidak. Bukan karena dia merasa Rani tidak cocok untuk Ghevin, tapi dia tidak ingin Rani sakit hati nantinya. Ghevin, dengan berat hati Rani katakan, memang playboy. Lebih dari sekadar playboy, dia playboy cap kakap, saking seringnya dia berganti cewek.

Rani sendiri tidak keberatan dengan sifat playboy Ghevin, karena dia merasa bisa mengubah Ghevin menjadi cowok setia. Mungkin akan butuh usaha ekstra, tapi Rani bersedia melakukannya.

Rani justru heran. Ghevin kan playboy, tapi kenapa Ghevin sama sekali tidak pernah meliriknya? Apa Rani kurang cantik untuknya?

Rani pernah bertemu dengan salah satu mantan pacar Ghevin, dan Rani akui kecantikan mantan pacarnya Ghevin itu membuat dia minder. Kalau Ghevin hanya menyukai cewek yang kecantikannya luar biasa seperti itu, berarti Rani sama sekali tidak ada harapan.

Rani memang tidak jelek, Melly bilang rambut pendek sebahu Rani membuatnya terlihat manis, lucu, dan menarik, tapi tetap saja tidak bisa dibandingkan dengan mantan pacarnya Ghevin itu.

(BERSAMBUNG...)

Tinggalkan jejak lewat Like, Komen, Vote, dan Rate sebagai dukungan biar aku terus semangat. Trims.

Jangan lupa tap icon ❤ (Favorite) biar nggak ketinggalan tiap kali aku update.

Makalah Kodok

Bolpoin, lagi-lagi, mendarat di kepala Rani. Pelakunya juga masih orang yang sama. Melly.

"Jangan ngelamun terus dong," omel Melly lagi. "Bisa-bisa tugas kita nggak selesai-selesai nih."

"Gue males bikin makalah tentang kodok," keluh Rani. "Mendingan juga gue bikin makalah tentang Ghevin."

"Kita kan nggak lagi bikin makalah kodok," protes Melly.

"Tetep aja," tandas Rani. "Buat gue, nggak tau kenapa biologi itu identik sama kodok."

Perdebatan tentang kodok mungkin akan terus berlanjut kalau Ghevin tidak melangkah ke luar dari kamarnya. Rani langsung memberikan senyum penuh cintanya pada Ghevin.

"Lo mau pergi, Ghev?" tanya Rani ketika melihat Ghevin memegang kunci mobil.

Ghevin mengangguk. "Mau nge-gym."

'Ikut dong,' kata Rani dalam hati. 'Terus lo jadi personal trainer gue. Dijamin gue pasti bakal rajin nge**-gym.'

"Mell," kata Ghevin pada Melly. "Camilan lo jangan diumpetin dong. Bagi si Rani, jangan lo makan sendiri aja."

Melly langsung memasang tampang bete. "Siapa juga yang ngumpetin?" sungutnya. "Camilan gue udah habis. Kan lo yang makanin terus."

Ghevin berpura-pura tidak pernah melihat camilan Melly sebelumnya dan ngeloyor pergi. Rani jadi berbunga-bunga karena Ghevin tidak mau dirinya kelaparan.

Begitu mendengar mobil Ghevin menderu pergi, Rani langsung merebut bolpoin yang dipegang Melly.

"Oke, selesai," cetus Rani.

"Apanya yang selesai?" protes Melly. Dia berusaha merebut kembali bolpoinnya. "Masih kurang tiga halaman lagi."

Rani menjauhkan bolpoin Melly dari jangkauannya. "Tapi kan lusa baru dikumpulin," katanya. "Jadi kita masih bisa ngerjain besok. Jangan terlalu dipaksain harus selesai hari ini juga, Mell. Ntar hasilnya malah nggak bagus."

"Jangan pura-pura mentingin hasilnya deh," kata Melly, yang seperti biasa mengetahui akal bulus Rani. "Lo sengaja nggak nyelesaiin hari ini supaya besok masih punya alasan untuk dateng ke sini. Tentunya lo mau dateng bukan buat ngerjain tugas, tapi buat ngelihat Ghevin."

Bingo! Meskipun Melly sudah bisa menebaknya, tapi untuk lebih amannya, Rani memilih untuk tidak mengaku.

"Tugas lebih penting kok," kilah Rani.

"Kalo gitu biar gue selesaiin hari ini," kata Melly. Dia tidak lagi berusaha mengambil bolpoinnya, tapi justru mengincar bolpoin Rani yang sedari tadi menganggur di meja.

Dengan cepat Rani mengambil kertas folio yang setengah halamannya sudah penuh dengan tulisan Melly. Meskipun Melly sudah memegang bolpoin, tapi dia memerlukan kertas folio itu untuk melanjutkan tugas mereka.

"Ran, siniin nggak kertasnya?" Melly memerintah sambil mengulurkan tangan.

Tapi Rani buru-buru memasukkan kertas itu ke dalam tas. "Biar gue bawa pulang aja," katanya. "Besok gue balikin lagi ke sini."

Lalu, setelah membereskan semua barang-barangnya yang masih berserakan di meja, Rani berdiri. Melly pun mengikutinya. Dia masih cemberut karena ulah Rani menunda menyelesaikan tugas mereka.

"Awas kalo besok kertasnya nyampe ketinggalan!" ancam Melly.

"Tenang aja, nggak bakal gue keluarin dari tas kok," kata Rani.

Melly mengantar Rani sampai ke pintu pagar. Rani melambai padanya sebelum memacu Yamaha Mio pink kesayangannya pergi. Dalam waktu singkat, Rani sudah tiba di rumah. Lalu dia memasukkan motornya ke garasi dan melangkah melewati pintu depan.

"Billy." Rani memanggil adiknya sambil melempar tasnya ke sofa di ruang tamu.

"Ya?" Terdengar sahutan dari dapur.

Rani segera menuju dapur dan mendapati Billy sedang mengais-ngais isi kulkas. Sepertinya Billy lapar dan berharap bisa menemukan makanan di kulkas. Orangtua mereka bekerja dari pagi sampai malam sehingga di rumah sering tidak ada makanan. Setiap kali Rani memprotes ke orangtuanya soal itu, orangtuanya selalu bilang bahwa dia dan Billy harus belajar mandiri.

(Bersambung)

Tragedi Tukang Siomay

Yang ditemukan Billy di kulkas hanyalah telur, jadi dia mengambilnya dan mendekati kompor.

"Masakin gue juga dong," pinta Rani.

"Masak aja sendiri," tanggap Billy cuek.

Rani pun mencubiti Billy supaya dia mau menurutinya. Billy mengaduh-aduh sampai gaduh, lalu akhirnya mengambil sebutir telur lagi. Billy memang paling takut dengan cubitan Rani. Billy bahkan menjuluki tangan Rani sebagai tangan capit kepiting saking pedihnya cubitan Rani.

"Ran," kata Billy di tengah-tengah kesibukannya memasak. "Besok anterin gue ke SMA Garuda, ya. Gue mau ambil formulir pendaftaran."

"Kenapa lo nggak sendiri aja ke sana?"

"Boleh," jawab Billy. "Asal lo mau pinjemin motor lo."

Rani langsung memelototi Billy. Motornya kini terlarang untuk dipinjam Billy. Semua bermula dari dua minggu lalu, ketika Billy meminjam motor Rani dan menabrak sepeda tukang siomay di dekat rumah mereka. Keduanya, Billy dan tukang siomay itu, jatuh terguling-guling. Untungnya mereka tidak apa-apa. Hanya saja, siomay-siomay yang terkapar di jalanan tidak bisa diselamatkan.

Tapi akibat kejadian itu motor Rani jadi lecet, padahal selama ini dia selalu merawatnya baik-baik. Bahkan dia lebih rajin merawat motornya daripada merawat tubuhnya sendiri. Rani benar-benar kesal sekali pada Billy, jadi tidak memperbolehkan Billy meminjam motornya lagi. Sampai kapan? Selamanya.

"Kan lo bisa naik sepeda," kata Rani.

"Gila lo, ndro," celetuk Billy. "Jauh banget, kali."

"Ndra-Ndro, Ndra-Ndro!" protes Rani. "Lo pikir nama gue Indro."

Billy cengengesan. "Ndro bukan Indro," sangkalnya.

"Sama aja," sergah Rani.

"Jelas be…"

"Lha, terus?" potong Rani heran." Ntar kalo lo udah mulai sekolah di sana gimana?"

"Papa dan Mama kan udah janji mau beliin gue motor setelah gue SMA," kata Billy.

Ada dua hal yang membuat Rani iri pada Billy. Pertama, wajah Billy begitu imut seperti bayi. Andai Rani juga memiliki wajah seperti Billy, mungkin Ghevin akan menyukainya. Yang kedua, Papa dan Mamanya selalu mengabulkan permintaan Billy. Tapi Rani tidak terlalu mempermasalahkan soal motor karena dia pun baru dibelikan motor setelah dirinya SMA.

Tapi soal sekolah, Rani benar-benar keberatan. Rani diharuskan masuk SMA Galaxy karena Papa dan Mamanya alumni sekolah tersebut. Rani bahkan sampai memohon-mohon supaya diizinkan sekolah di SMA Ganesha, alasannya tentu saja karena Ghevin sekolah di sana, tapi Papa dan Mamanya tetap berkeras. Sedangkan Billy boleh memilih sekolah sendiri, hanya

karena Rani sudah sekolah di SMA Galaxy. Benar-benar tidak adil untuk Rani bukan?

Rani jadi melewatkan kesempatan satu sekolah dengan Ghevin. Untung saja Melly mengikutinya sekolah di SMA Galaxy sehingga setidaknya dia masih ada teman.

"Jadi gimana, Ran?" tanya Billy. "Bisa kan besok lo anterin gue?"

Sebenarnya Rani malas sekali, apalagi besok dia juga harus menyelesaikan tugas kelompok biologinya bersama Melly. Tapi Rani tidak bisa membiarkan Billy meminjam motornya lagi.

"Ya udah," jawab Rani malas-malasan. "Jam berapa?"

"Besok begitu lo pulang sekolah, kita langsung berangkat aja," kata Billy.

Rani mengangguk setuju, lalu begitu Billy menghidangkan telur mata sapi, Rani langsung menyendok nasi dan makan dengan lahap. Karena Ghevin tidak mau Rani kelaparan, jadi dia harus makan yang banyak.

*****

Setiap jam istirahat, Rani selalu mengikuti Melly ke kantin. Mereka akan duduk bersama dengan seluruh anggota geng sekolah mereka. Hal itu tidak mengherankan, sebab pacar Melly adalah ketua geng SMA Galaxy. Tristan.

(Bersambung)

Yuk ah, jangan sungkan buat komen.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!