NovelToon NovelToon

Mantan, Will You Marry Me?

Setelah Sekian Lama

Perkenalkan namaku Alysia Mareana berusia 28 tahun atau kalian bisa menyapaku dengan sebutan Alma. Kehidupanku dapat dikatakan cukup menyenangkan di mana aku dilahirkan dari keluarga berlebih dan tak pernah merasa kurang materi ataupun kasih sayang. Aku bungsu dari tiga bersaudara. Sekarang aku kerja di salah satu perusahaan penerbitan buku yang sudah cukup terkenal di Indonesia sebagai seorang editor.

Hidupku berlangsung menyenangkan apalagi dikeliling orang-orang yang juga sama menyenangkannya. Namun di usia yang dapat dikatakan matang ini aku sama sekali belum memiliki seseorang yang pantas untuk ku ajak naik pelaminan. Ada beberapa pria yang mendekatiku tapi masih saja tidak cocok untuk kujadikan pasangan.

Sebenarnya aku bukan tipe pemilih hanya saja melihat beberapa pengalaman teman-temanku yang dikhianati pasangan mereka membuatku lebih selektif memilih pasangan. Seperti pengalaman pribadiku yang ditinggalkan pas lagi sayang-sayangnya, Ya hidup memang seperti itu, ada siklus yang kadang membuat kita bahagia dan sakit secara bersamaan.

Seperti bulan kemarin ada temanku bernama Bianca yang tiba-tiba bercerai dengan suaminya karena alasan ketidakcocokan. Alasan klise yang selalu digunakan oleh banyak pasangan yang hendak bercerai. Aku tidak ingin menjudge kehidupan mereka sebab aku belum mengalami bagaimana susahnya membangun rumah tangga namun aku selalu berharap nantinya tidak mengalami keretakan rumah tangga seperti yang sudah dialami oleh beberapa temanku.

Oh iya kembali ke topik masalah pasangan, sampai saat ini statusku masih jomblo akut hal itu membuat orang tuaku was-was karena takut putri bungsu mereka akan menjadi perawan tua oh jangan katakan perawan tua sebab aku adalah perempuan yang sudah pernah mengandung meskipun sama sekali tidak pernah melahirkan.

Mengingat itu, rasanya menyakitkan sekali.

Sebenarnya aku juga was-was tapi mau bagaimana, cari jodoh itu bukanlah hanya sekadar membeli rempah di pasar. Kalian harus benar-benar memfilter siapa yang pantas dijadikan pasangan sehidup semati dan bukan hanya pasangan sampai seumur jagung.

Terakhir aku berpisah dengan mantanku, pisahnya tidak baik-baik. Oke kalau baik kami mungkin tidak akan pernah berpisah.

Selama ini ada banyak laki-laki yang memilih mundur karena tidak dapat mengajakku ke jenjang pernikahan. Ya, jujur saja pernikahan bagiku adalah salah satu bagian terpenting dalam hidupku dan itu benar-benar harus menjadi terbaik sehingga aku tidak bisa seenaknya menarik laki-laki untuk duduk di atas pelaminan.

Apalagi seseorang meninggalkanku setelah menorehkan luka terlalu dalam.

“Al lo ngapain?”

Lamunanku buyar setelah merasakan tepukan di pundak sebelah kanan, aku menoleh dan mendapati Riando yang menatap penuh tanya.

“Mikirin jodoh!” jawabku asal.

“Lah kan udah gue bilang, lo nikah aja ama gue dan masalah selesai,” ucapnya dengan nada super enteng.

“Lo mau gue jadi istri kedua? Nggak ya makasih!”

Aku melempari Riando dengan gumpalan tisu bekas aku mengelap keringat di pelipis. Laki-laki itu hanya tertawa sembari menatapku. Namanya Riando Amdar, sahabat laki-lakiku yang kini sudah memiliki dua buntut kembar yang sangat menggemaskan berusia 4 tahun.

“Lo sih milih-milih akhirnya jadi nggak dapet kan? Karma Al! Karma!”

Aku memilih untuk mengabaikannya.

“Mau gue kenalin nggak?” tanyanya.

“Kali ini siapa lagi Do? Gue nggak lupa sama laki-laki setengah mentah yang lo kenalin dua bulan lalu ya!”

Ya, dua bulan lalu Riando mengenalkanku dengan seorang laki-laki yang membuatku ingin menjerit dan kabur dari tempat pertemuan. Gila saja, aku tidak mau memiliki gebetan setengah mentah yang sangat-sangat cerewet.

“Yaelah Al, masalah itu lupain aja ya! Kali ini beneran laki kok.”

Diantara orang-orang yang dekat denganku Riandolah orang yang gencar sekali ingin aku segera mendapatkan pacar. Orang tuaku yang was-was saja tidak sampai segitunya, seperti pada cerita-cerita novel yang kubaca, harus menjodohkan anak mereka. No, orang tuaku tidak sekuno itu.

“Dia kerja di kantor seberang,” ucap Riando sambil menunjuk sebuah gedung tepat berada di depan gedung kami. Gedung Majalah.

“Kerja sebagai?”

Alisku terangkat saat merasa perbincangan ini menjadi menarik.

“Direktur.”

Jawaban itu membuat otakku langsung memproses dan mengingat-ingat siapa direkturnya.

“Do! Lo gila! Lo mau ngenalin gue sama laki-laki beristri!” teriakku cukup heboh, sebab kantor lagi istirahat makan siang jadi tidak cukup banyak yang memperhatikan kami.

“Nggak mungkinlah nyet! Direktur baru!”

Ada rasa lega setelah mendengar ucapan Riando, tadinya aku berpikir bahwa dia benar-benar akan mengenalkan aku dengan laki-laki tua yang sudah beristri.

“Namanya Bagas Adiputra.”

Aku Diam. Nama itu tidaklah asing ditelingaku sebab nama pacar pertamaku juga itu, orang yang juga menjadi cinta pertamaku yang dengan tega meninggalkanku demi cita-citanya di luar negeri sudah seperti kisah dalam lagu ‘pergilah kasih’ yang dipopularkan oleh Chrisye dan dinyanyikan kembali oleh band D’Masiv. Oke kembali ke topik semula, nama Bagas Adiputra itu banyak dan aku berharap bahwa yang disebutkan Riando bukan orang yang sama yang sedang kupikirkan sekarang.

“Bagas siapa? Bukan bagas mantan gue kan?” tanyaku agak tergesa.

“Bagas mantan lo!”

“Ngapain lo kenalin Do! Gue sama dia udah jadi mantan dan ngapain harus kenalan ulang, jangan buat lelucon deh!”

“Jujur ya, dia minta gue buat bikin pertemuan lo bareng dia.”

“Gue nggak mau!”

Tanpa jeda aku langsung menolak.

Sebenarnya bisa saja aku langsung menerima namun bagiku pertemuan yang diatur bukanlah suatu yang patut dibanggakan. Nantinya Bagas akan mengira aku tidak laku sama sekali sampai harus mengikuti kencan buta seperti ini yang pada kenyataannya memang seperti itu. Namun masalah petingnya bukan itu, aku masih belum siap untuk bertemu Bagas.

“Lo harus, dia udah di belakang lo sekarang.”

Ucapan itu langsung membuatku berdiri dan membalikan tubuh dan benar saja di depanku sekarang ada laki-laki bernama Bagas Adiputra, mantan kekasihku. Sebenarnya aku ingin memaki dan segera mencakar wajah Riando karena ulahnya ini namun sebagai perempuan jomblo yang jaga image aku mencoba untuk menahan emosi meskipun rasanya ingin sekali meledak.

Bicara

“Hai!” sapanya tanpa canggung.

Saat ini kami sedang berada di restoran dekat kantor. Hanya berdua tanpa ditemani Riando, laki-laki itu beralasan harus segera menjemput anak-anaknya di TK yang aku tahu hanya sebagai alasan saja karena Yesil pasti sudah menjemput mereka. Selama ini yang menjemput anak-anak adalah istri Riando.

“Halo,” sapaku seadanya. Tanpa senyum.

“Kamu udah banyak berubah ya!” komentarnya.

“Ya, 6 tahun sudah cukup lama,” balasku.

“Re, maaf,” tuturnya sambil mencoba menatap mataku.

Sementara itu yang kulakukan adalah menghindari tatapan itu.

“Setelah sekian lama, ucapan maafnya baru kesampaian ya?” ucapku dengan nada mengejek.

“Re,” sahutnya sambil hendak meraih jemariku namun aku segera menarik tanganku dari atas meja.

“Gue bukan Mas Chrisye yang dengan rela menyanyikan lagu pergilah kasih. Gue Alysia Mareana yang pernah lo tinggalin pas lagi sayang-sayangnya!” tekanku.

Dia hanya tertawa melihatku yang sepertinya sudah ingin meledak.

“Satu hal yang aku sadari yang tidak berubah dari kamu adalah kamu yang selalu jujur dengan apa yang kamu rasakan!”

“Biasa aja! Bdw masih ada yang diomongin nggak? Gue udah mau masuk ngantor lagi!”

Aku melihat pergelangan tangan kiriku dan mengintip waktu di sana.

“Kamu mau jadi jodoh Aku? Jodoh 16 hari.”

Aku melongo mendengar ucapannya. Jodoh katanya? Nggak waras.

“Jodoh? Tahu apa lo soal jodoh? Jangan ngawur!”

“Aku punya waktu 16 hari untuk yakinin kamu kalau sebenarnya aku itu tulus dan masih cinta sama kamu.”

“Ngaco lo!”

Karena tidak ingin mendengar lebih lanjut perkataan itu, aku memilih keluar dan meninggalkan dia di sana

***

Mungkin kalian akan berpikir bahwa aku ini adalah jenis perempuan sombong serta munafik yang lebih mementing imagenya di depan mantan. Tapi kalau kalian tahu masa lalu kami yang begitu menyakitkan, aku rasa kalian akan berubah pikiran tentang pandangan kalian tentangku.

Ya, aku hanyalah Seolah Alysia Mareana, perempuan yang memiliki bekas luka di hati yang sampa sekarang masih coba ku sembuhkan.

“Gimana Al? Lo masih tertarik sama Bagas kan?” tanya Riando saat aku baru saja keluar dari lift kantor dan mulai melangkah menuju meja kerjaku.

“Jangan ngomong dulu Ri! Gue masih dalam mode emosi sama lo!” sentakku sembari melemparkan bokong di atas kursi putar berwarna abu-abu milik kantor.

“Ih malas gue kalau lo udah kayak gini!”

Aku masih dapat mendengar dengan jelas ucapannya dengan nada sedikit kesal, yang akhirnya membuatku bingung, harusnya aku yang kesal kan? Laki-laki itu memilih tidak melanjutkan diri untuk memaksaku menceritakan apa yang terjadi dengan pertemuanku bersama Bagas.

“Alma!” Panggilan Bu Yesi, sekertaris Pak Yonatan CEO tempatku bekerja membuatku langsung tersentak dan dengan cepat berdiri.

“Iya bu!” jawabku.

“Ke ruangan pa Yonatan, Beliau ingin melihat kamu sebelum dia bekerja,” ucap Bu Yesi yang lantas langsung membulatkan mata.

“Sono Al! Calon Suami lo rindu!” ejek Tania yang meja kerjanya berada di samping kananku.

Oke, sudah menjadi rahasia umum kalau Anak dari pemilik perusahaan tempatku mencari lembar demi lembar rupiah itu tertarik padaku. Seisi kantor sudah tahu itu dan aku bukannya sok jual mahal atau apalah tapi faktanya aku tidak tertarik dengan dia atau bahkan menjalin sebuah hubungan serius dengannya. Ditambah skandalnya bersama salah satu artis yang membuatku semakin tidak ingin, dunia kami sangat berbeda. Aku orangnya tertutup sementara pak Yonatan yang sudah terbiasa dengan blits kamera.

Aku tidak akan munafik untuk memuji ketampanannya, dia sangat tampan tapi sekali lagi aku tidak tertarik.

“Al cepat, sebelum dia benar-benar ngamuk dan kita-kita yang dapet imbasnya,” seru Riando di ujung sana. Sialan memang sahabatku yang satu itu.

“Iya!” tuturku dengan nada super datar.

***

Aku memasuki ruangan itu setelah mendapatkan perintah dari dalam sana untuk masuk.

“Kenapa lama?” tanyanya dengan nada super jutek yang sudah sangat familiar.

“Maaf Pak saya tadi harus ke toilet sebentar sebelum menuju ke sini,” kilah dengan nada super sopan mencegah agar bos tampanku itu tidak akan tersinggung yang parahnya akan membuat seisi kantor kena imbasnya.

“Ya sudah tidak apa-apa, kamu makan siang ini sudah ada janji?” tanyanya dengan wajah serius sembari melepaskan kacamata minusnya.

“Ehm sepertinya sudah pak!” jawabku sambil memikirkan alasan apa yang akan kugunakan kali ini.

“Sepertinya?”

Pak Yonatan mengangkat alis sebelah kirinya sambil menatapku intens, sementara aku hanya memegang tengkuk dan mencoba untuk tidak salah tingkah.

“Eh iya pak!” sergahku cepat.

“Sama siapa?”

“Pacar saya!” Entah kebodohan apa yang terjadi dalam kepalaku yang pasti aku sepertinya barus saja menggali kuburanku sendiri.

“KAMU PUNYA PACAR?!”

Laki-laki itu berteriak di depanku sambil berdiri seolah baru saja menerima berita buruk tentang perusahaannya seperti saham turun atau ada korupsi dan pengkhianat, sepertinya dia terlihat lebih parah dari itu sekarang.

“iya pak!” jawabku penuh penekanan dengan pandangan super serius.

“Siapa namanya?”

Urusannya sama bapak apa? Ingin sekali aku melontarkan ucapan itu namun aku masih sayang posisiku di sini membuatku mendapatkan gaji yang cukup dan tak akan membuatku terlunta-lunta di jalan.

Aku masih mencoba memikirkan nama untuk pacar bayangan yang sedang ku bicangkan bersama pak Yonatan.

“BAGAS ADIPUTRA.”

Sepertinya aku sudah gila.

Pacar?

Pagi yang cerah, setelah kemarin aku mengaku di hadapan pak Yonatan mengenai masalah pacar, malamnya aku benar-benar mimpi buruk. Di mimpiku aku bertemu kembali bersama Bagas di atas pelaminan, mimpi sialan!

Tanpa sadar aku memaki dalam hati. Semua ini gara-gara pembicaraan bersama pak Yonatan kemarin. Sebenarnya kemarin pak Yonatan menuntut penjelasan namun dengan berbagai alasan aku lari dari sana.

“Al! itu bunyi klakson di depan rumah! Mantan lo datang!” teriak Kak Geri dari balkon.

“Ngapain lagi si gila itu?” gumamku agak kesal. Setelah tadinya menglongokan kepala menatap ke bawah.

“Ya udah Ma, Kak, Alma pergi ya!” teriakku setelah memakai stiletto runcing 8cm.

Setelah sampai di luar rumah aku dapat melihat seorang laki-laki yang berdiri di samping mobil sportnya dengan gaya super sombong yang semakin membuatku merasa kesal.

“Berangkat yuk!” ajaknya.

Dan aku hanya menatap muak.

“Berangkat sendiri aja, gue udah pesan ojol.”

Tak lama berselang driver ojolku datang.

“Selamat pagi, dengan mbak Alysia?”

Aku langsung menganggukan kepala dan naik ke atas motor setelahnya tanpa memedulikan laki-laki itu.

Itu kan? Aku jadi membicarakan tentang masalalu!

Tak berapa lama motor yang memboyongku ke kantor sudah sampai, setelah membayar kuputuskan untuk masuk ke dalam sebelum waktu masuk kantor berakhir yang kemungkin akan membuatku terlambat.

“Kenapa dengan wajah lo, Al? Udah kayak orang habis kesurupan,” komentar Riando saat melihatku hendak melemparkan bokong ke kursi kantor yang lumayan empuk.

“Kesurupan hantu mantan maksud lo?"

“Lo masih nolak dia?” tanya Riando.

Aku berfokus dengan menyalakan komputer yang tepat berada di depanku, mencoba untuk mengabaikan pertanyaan laki-laki itu kali ini.

“Al, lo dengar gue ngomong nggak sih?” tanya dia lagi.

“Gue doain lo budek benaran!” sungutnya.

Kali ini aku menoleh dan mendengus.

“Berani ngomong lagi, gue tabok bibir lo!”

Riando langsung mengerucutkan bibirnya so imut yang hampir membuatku muntah.

“Do, Plis!” mohonku.

“Kenapa lo nggak coba berdamai? Masalah kalian benar-benar belum selesai!” ungkapnya penuh ke sungguhan.

“Masalah kita udah selesai dari 6 tahun lalu Do! Jadi gue mohon lo nggak usah desak-desak gue untuk ketemuan bareng dia lagi.”

Aku mengalihkan pandanganku dari computer hanya untuk menatap Riando dengan pandangan memohon.

“Selesai gimana maksud lo? Lo masih sering nangis di makam Liam dan nggak move on sampai sekarang!” tuturnya.

Oke aku memang masih sering menangis dimakam Liam, calon anakku yang telah tiada itu. Tapi menurutku kata ‘move on’ yang selama ini dimaksudkan orang-orang berarti kita tidak harus menjomblo di usia setua ini. Bagiku trauma masa lalu mengajarkanku untuk tidak menjadi orang yang mudah mempercayakan hidupnya untuk orang lain karena kadang baik saja tidak cukup menjamin kesetiaan dan ketulusan seseorang apalagi mereka yang dari awal sudah meminta imbalan.

Sebagai seorang perempuan aku tentu sudah pernah merasakan istilah bahwa laki-laki hanya menyukai perempuan seperti memakan permen karet. Setelah manisnya hilang mereka lantas langsung membuangmu begitu saja. Sampai saat ini aku masih memegang prinsip itu pada sebagian laki-laki yang ada di muka bumi ini.

“Terserah lo mau ngomong apa Do, gue nggak peduli!” putusku lalu kembali memfokuskan diri pada komputer yang ada di depanku.

“Mbak Al!” teriak Mesci, salah satu karyawan magang yang masih berstatus mahasiswa.

“Iya Ci,” balasku.

“Ada kiriman bunga,”tutur sambil menghampiriku dengan rangkaian bunga berwarna biru kesukaanku.

“Dari siapa?” tanyaku curiga.

“Katanya dari direktur kantor seberang!”

Mendengar jawaban itu, senyumanku langsung luntur berganti dengan wajah muak.

“Buang aja Ci, gue nggak suka bunga!”

Mesci menatapku penuh sesal. Mungkin dia sekarang sedang mengataiku sombong atau tidak menghargai pemberian orang lain. Biarkan saja, toh kenyataannya aku sedang melakukannya.

“Keterlalulan lo Al!” tandas Riando yang menatapku dengan wajah yang sangat sulit kugambarkan antara marah dan kecewa.

Sementara aku hanya menganggap ucapan itu sebagai angin lalu, aku tidak ingin membalasnya dan hanya akan membuat hubunganku dengan Riando jadi rusak.

***

Jam makan siang harusnya sekarang aku sudah makan bersama rekan-rekan kerja, namun si bos malah memanggilku ke ruangannya.

“Kamu serius dengan yang kemarin?” tanyanya dengan kepala sedikit condong.

Aku mundur sedikit menghindari jarak yang terlalu dekat itu.

“Iya saya serius pak.”

“Dia sudah punya calon istri, calon istrinya adalah ipar saya!”

Aku melongo, antara terkejut dan juga sedikit malu. Oke, aku dengan tidak tahu malunya mengaku sebagai pacar si mantan kekasihku yang ternyata sudah punya calon istri. Sial! Lalu untuk apa dia mencariku?

Otakku berpikir cukup keras untuk melanjutkan pembicaraan gila ini.

“AH! benarkah? Pacar saya tidak mungkin selingkuh,” ucapku yang segaja ku akhiri dengan kekehan.

“Permisi!”

Terima kasih neptunus, telah menyelamatkanku dari pertanyaan mengerikan bos super gila ini.

“Kenapa Yesi?” tanyanya.

“Pak Bagas Adiputra hendak bertemu,” ucap Bu Yesi yang lantas langsung membuatku memelototkan mata. Kenapa manusia itu harus hadir di saat seperti ini!

“Eh saya permisi pak!” Dengan cepat aku bergegas untuk meninggalkan ruangan itu.

“Kamu di sini saja Alma!” tekannya yang membuatku langsung menunduk dan mengumpat dalam hati.

“Kamu persilakan Pak Bagas untuk masuk,” pintah Pak Yonatan pada bu Yesi.

Sementara aku mencoba memikirkan segala bentuk alasan untuk bisa bebas dan keluar dari ruangan ini sebelum terjadi sesuatu hal yang membuatku malu.

Belum sempat satu hal terpikirkan oleh otak kecilku ini, pintu ruangan tampak terbuka dan menampilkan mantan kekasihku yang tampan di sana. Oh aku baru saja berkata dia tampan? lupakan! lidahku terpeleset sehingga dapat mengeluarkan ucapan seperti itu.

Bagas tampak terkejut, sementara aku langsung memalingkan wajah menatap bosku berharap dia akan mengerti dengan keadaan ini dan membiarkanku keluar dari ruangannya.

“Lama tidak berjumpa Bagas!” tutur Pak Yonatan dan langsung berdiri menghampiri Bagas dan memeluknya. Sepertinya mereka ini sangat dekat, hal itu pasti akan membuat posisiku terancam.

“Ya, lama tidak berjumpa sahabat!”

“Sahabat?!”

Tanpa sadar aku berteriak, membuat dua orang yang sedang melepas rindu langsung menatapku. Pak Yonatan lebih dulu melepaskan pelukannya dan menatapku sambil tersenyum setan.

“Kenapa? Kenapa kamu terkejut seperti itu Alma?” tanyanya masih dengan senyuman miring.

“Saya-“

“Benar dia kekasih kamu?”

Pertanyaan pak Yonatan pada Bagas membuatku ingin cepat lari dan mengubur diri di dalam tanah.Oh ini sangat memalukan, kemarin aku bahkan menolaknya dengan super mentah dan sekarang aku bahkan mengaku sebagai kekasihnya, Bagas pasti akan menertawaiku.

Aku menunduk karena tak berani melihat ekspresi yang ditunjukan Bagas.

“Ya, dia kekasihku."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!