NovelToon NovelToon

The Patron Galaksi

Jam Kosong!

Di sebuah SMA terkenal di tengah kota terlihat amat ramai. Para murid kelihatannya sedang beristirahat.

"Hey Vin,ku kira kau sudah putus sama orang itu, tapi aku liat kemarin kau ketemuan dengannya di depan mall" bisik Ian pada temannya itu, ia juga sempat menunjuk wanita berambut panjang yang sedang duduk-duduk menikmati baksonya bersama teman-teman perempuannya.

"Kita memang udah putus, kalau kamu mau ambil ya sana, ambil aja" Vino menanggapi dengan malas.

"Eh sorry, aku bukan pemulung"

"Makanya,jangan sok tahu"

"Idih" Ian kesal.

"Hessss udah udah. . .kalian tuh suka banget debat. Kayak gak ada kerjaan lain" lerai Putra yang sedang memutar sedotan di dalam gelas es teh nya.

"Dia yang mulai" Vino tak mau melirik Ian.

"Eh kamu duluan dodol" Ian menyelis sebal.

"Eh kamu kan" Vino kini menatap tajam Ian.

"Eh mulai lagi,pusing aku mikirin kalian" Putra memijat kepalanya.

Perdebatan kecil itu sangatlah membosankan bagi Putra hingga ia hanya bisa diam dan bermenung saja, melihat keadaan kantin yang ramai bukanlah waktu yang tepat untuk memberikan nasihat dengan tegas pada dua temannya.

Kriiiiing

"Aku mau balik ke kelas, dadah..." Putra bangkit dari sana.

"Eh tunggu Put" Ian sedikit terperanjat. Ia menyusul Putra yang sudah setengah jalan.

"Pesttt bel tak berperasaan, gangguin orang istirahat" gerutu Vino, ia mengikuti kedua temannya.

Ketiga sahabat itu kembali ke kelas sebelum bel berbunyi.

.

.

.

"Nanti kita pulangnya bareng kan?" Tanya Tya pada Mesya di sebelahnya. Mereka sedang fokus pada bukunya masing-masing.

"Iya,ntar aku anterin deh...tenang aja" Mesya masih fokus pada buku fisika di hadapannya.

.

.

.

Satu kelas di penuhi dengan candaan riang semua siswa, seperti saat jam kosong terjadi. Sungguh menyenangkan memang.

"Kayaknya besok kita pulang awal loh" oceh seorang siswi yang duduk di pojok bersama teman rumpinya.

"Ah masa sih" jawab satunya

"Iya ih guru-guru pada rapat tahunan" satunya lagi menyetujui

"Ah syukur, aku jadi tenang mau jalan sama doi ku.. akhaaaaa"

Gaduh, gaduh dan semakin gaduh...isi kelas itu semakin tak jelas suasananya. Banyak anak lelaki yang bermain sapu untuk bermain kuda lumping dan banyak pula wanita-wanita yang merumpi dan nyanyi sendiri.

"Hoa hoeeeeee.... tarik jar... goyaaaang" seru Ian pada temannya fajar.

Vino, Bastian dan satu orang lainnya menaboki meja hingga menciptakan suara kendang bak akang gendang.

"oeeeee aaaa" seru Ian lagi, membuat Fajar menggoyangkan tangan dan seluruh badannya bagai kesurupan penari kuda lumping. Sedangkan tiga pria lainnya masih sibuk menabok meja, teman-teman yang lain ikut bergoyang dan bersenandung. Sudah seperti pesta karnaval saja ya...

Putra yang duduk sendirian hanya bisa menutup telinga. Menghindari agar telinganya tak pecah jika di buka nanti.

"Eh Putra goyang dong....eeeeee aaaaa, kayak orang kekurangan vitamin z aja" Ian bergoyang ria.

"Saat kau berada di sisikuuuuuuu" Seorang lelaki yang halunya sebagai penyanyi menyodorkan sapu.

"tarik brai... manggis..." Serempak seruan oleh para lelaki.

Begitulah suasana di kelas sana pada jam kosong.

"Kamu mau kan jadi pacar aku..." Rian yang duduk di sebelah Fifi menyodorkan setangkai bunga mawar pada wanita itu. sudah bisa di tebak kalau niatnya adalah untuk menembak wanita pujaannya.

"Iya aku mau" Fifi menjawab dengan penuh rasa malu.

"*weeeee baper..."

"emaaak aku pengennn..."

"ya Allah bahagianya Fifi*..."

itulah kata mutiara yang diucapkan oleh para wanita yang melihat kejadian itu.

.

.

.

Sedangkan di tempat lain.

Sepanjang jalan raya macet total, tidak ada satu pun kendaraan yang bisa maju maupun mundur. Hal itu di karenakan sebuah pesawat aneh, berbentuk piring terbang melayang di atas gedung kantor yang berjejer.

*kalian pasti punya gambaran yah

Banyak orang turun dari kendaraan dan bertanya-tanya, mereka kebingungan. Apakah ini kiamat? Apakah itu kendaraan malaikat maut? Bahkan mereka sudah sampai ke pemikiran itu.

"Apa itu?" Tanya Wisnu,ia adalah kapten tentara di kotanya. setelah ia mendapatkan informasi tentang laporan piring terbang,kini ia menjadi sibuk sendiri mengurusi warga kota.

"Kapten,apa mungkin itu....mmmm" jawab bawahan sedikit gugup.

"Jangan ngaco"

Serentak dan serempak,semua orang yang sedang melihat benda itu langsung berlari terbirit-birit setelah mendapat serangan ledakan seperti bom yang asalnya dari pesawat tersebut.

"Aaaaaaaaaaa" teriakan dimana-mana.

"Cepat evakuasi warga ke tempat yang aman" suruh Wisnu,ia pun juga ketakutan.

.

.

'Kringggggggg'. Bel pulang berbunyi.

Semua siswa keluar dari sekolahan dengan berhamburan.

"Ayok cepet naik Put, aku dah laper" Vino memunculkan kepalanya di kaca mobil.

"Sabar", Putra masuk ke dalam mobil yang di sana sudah ada Ian juga di sebelah Vino.

"Di sini juga?" Dercak Putra.

"Cuma nebeng, hehehehe" kekeh Ian.

"Dia emang nyusahin Put" gumam Vino.

"Yeeee gak ikhlas nih katanya"

"Hussss gak usah mulai deh kalian. Cepet Vin jalan, aku juga udah laper" suruh Putra. Kini mobil Vino sudah keluar dari gerbang sekolahnya.

Perjalanan mereka begitu mulus dan baik'saja sebelum sesuatu terjadi. Banyak orang berlarian dari arah berlawanan, mereka tentunya sangat terkejut. Apa ini?

"Apa lagi nih?" Vino bergumam. Ia menghentikan mobilnya.

"Gak tau" Putra membalas.

Tanpa banyak berpikir, Ian keluar mobil dan menghentikan seseorang lelaki gemuk yang tengah berlari.

"Maaf pak,ini ada apa?" Ian menanyai bapak-bapak itu.

"A,..a ...a...alien" ucapanya langsung di lanjutkan dengan aktivitas larinya lagi.

Ian kebingungan,lalu ia menghadap ke atas dan langsung histeris. Ia masuk mobil kembali dengan raut tegang.

"Vin cepet puter balik mobilnya" suruh Ian, seluruh badannya gemetaran.

"Emangnya kenapa?" Vino bingung.

"Ada..a a a ali al alien di atas" Ian lemas.

"Hah? Alien? Ngaco" kekeh Putra, karena ia tak percaya jadi ia memutuskan untuk turun dan melihatnya sendiri. Sama seperti Ian,ia pun kaget dan langsung gemetaran. Ia kembali masuk ke dalam mobil.

"Dia bener Vin,cepet puter balik" suruh Putra,ia menelan ludah secara paksa.

"Oh oke" Vino tak yakin, ia berpikir apakah kedua sahabatnya sudah gila? Untunglah keadaan di depan macet total, jika tidak maka Vino tidak akan menuruti kedua temannya dan akan terus melaju.

Vino melaju dengan cepat setelah memutar balik mobilnya. Putra mengamati keadaan di belakangnya. Satu persatu tiba-tiba saja bangunan-bangunan tinggi langsung meledak.

"Vin cepet" Putra semakin tak waras setelah menyadari bahwa mobil mereka terancam.

"Sabar" teriak Vino,ia berusaha menyetir dengan benar melewati jalanan yang sudah berantakan.

Tembakan demi tembakan di luncurkan dari pesawat tersebut. Vino masih berusaha untuk berkendara dengan cepat.

Suasana kota kini sudah seperti kandang ayam yang tak di rawat. Berantakan.

Putra penasaran, ia melihat kabut yang tiba-tiba muncul di belakang mobil yang mereka tumpangi dan seketika itu.

bruk....

Mobil mereka terbalik ke samping setelah mendapat tembakan dari sesuatu di balik kabut.

End

Mari saling dukung dengan sekali klik👍

Mudah toh?

Awal

"okhok okhok" Ian merangkak keluar dari mobilnya yang tadi sempat terbalik.

"Hey cepat tolong aku" Vino terjepit. Perutnya sudah berada di jendela mobil. Padahal ia sudah bersusah payah untuk keluar,namun hasilnya tetap nihil.

"Kau menyusahkan" Ian lebih memilih untuk menolong Putra yang sudah pingsan di dalam mobil. Namun tubuh Putra mudah untuk di keluarkan.

"Dasar kau" gerutu Vino.

"Apa yang mau kamu berikan padaku jika aku menolong mu hah?" Ian menarik tangan Vino.

"Mobil"

Ucapan Vino membuat Ian semangat, pantaslah. Siapa yang tak mengenal ayah Vino, seorang pengusaha sukses yang terkenal dimana-mana.

"Tepati janjimu" Ian menatap yakin Vino yang sedang mengusap seluruh tubuh setelah keluar dengan sempurna.

"Mobil derek" Vino beranjak menuju tempat Putra yang sedang di senderkan di bawah tiang listrik.

"Apah?" Ian kesal. Ia mengikuti Vino dan berjongkok memeriksa keadaan Putra.

"Siapa mereka" Vino mengamati muka Putra yang penuh luka.

"Entahlah,di pikiranku hanya kiamat" Ian kini serius.

"Jaga otakmu" Vino menonjok dahi Ian dengan jarinya.

"Hissssh" Ian mendengus. Ia juga takut, pesawat itu masih di atas mereka.

Ketiga murid kelas 12 itu masih saja bingung dari tadi, apa itu?

Ian dan Vino berpikir,namun semakin keras mereka berpikir malah semakin buntung saja rasanya.

'Cusssss duaaaaar'

Tiang listrik yang di gunakan sebagai senderan Putra kini di tembak tepat dimana listrik saling terhubung.

"Gawat" guman Vino, ia langsung mengangkat dan menggendong tubuh berat Putra yang masih pingsan. Ian hanya tercengang, darimana asal tembakan itu? Ia mencari-cari.

Vino menendang kaki Ian yang masih melamun dari tadi, mereka berlari masuk ke dalam sebuah toko buku.

"Tutup pintunya" suruh Vino. Ia meletakkan tubuh Putra di meja tempat kasir.

Ian gemetaran, bahkan permintaan Vino untuk menutup pintu pun terasa berat.

Ian menutup pintu dengan gemetaran di sertai rasa takut.

"Vin? Ini sebenernya apa sih? Apa bener dugaan ku?" Ian masih saja merinding.

"Kau kira? Aku tak takut apa jika memang benar" bentak Vino.

Ian menunduk,benar juga kata Vino.

"Kau jaga dia,aku akan mencari Air" Vino pergi ke sebuah pintu dimana mungkin itu adalah toilet.

"Iya" Ian menjawab lesu sembari mengelap darah di muka Putra dengan baju putihnya.

.

.

"Aaaaaaaaaaaaaah" teriakan dua orang gadis setelah seseorang masuk ke ruangan sempit ini.

Vino terkejut,ia juga mengira bahwa gadis-gadis itu adalah makhluk gaib.

"Kalian?" Vino tak menyangka. Ia bertemu dengan Mesya dan Tya,teman kelasnya.

"Vino?" Keduanya serempak memeluk Vino tanpa ijin.

"Aku kira setan" gumam Tya.

Vino risih,bahkan sangat tak enak sekali. Ia mulai mengendorkan kedua pelukan gadis itu.

"Maaf Vin,kita refleks,jangan kau ge-er juga" Mesya menyunting.

"Kalian kenapa di sini?" Vino mengernyit.

"Kau tau? Makhluk-makhluk aneh itu menculik semua orang" jelas Tya dengan nada mengerikan.

"Makhluk?"

"Mmm bener Vin,kita emang gak liat secara keseluruhan,tapi aku sama Tya memang bener liat kalo ada sesuatu yang nyulik orang-orang" kini Mesya menjawab. Vino masih tak bersuara. Apakah ini hanya konspirasi belaka atau memang benar? Jika benar ini konspirasi, sudah tentu berhubungan dengan negara.

"Ya udah,ikut aku sekarang" Vino menyalakan kran dan memasukan air ke dalam gayung.

"Kemana?" Keduanya bingung.

"Keluar" Vino berjalan, kedua wanita itu langsung mengikuti dengan cepat karena mereka takut.

Muka Putra sudah lumayan bersih setelah darahnya di bersihkan oleh Ian.

"Jangan lama-lama pingsannya" Ian menatap tajam muka Putra yang sedang tepar itu. Namun Ian justru kaget setelah Putra membuka matanya secara tiba-tiba."eh eh eh" Ian beringsut kaget,mata Putra yang melotot sungguh menakutkan.

"Auhhh sakit banget nih kepala" Putra duduk dan memegangi kepalanya.

"Apa kau tak punya sopan santun?,aku hampir jantung" Ian mencolek sedikit lengan Putra.

"Eh,dah bangun juga kau?" Vino datang dengan air di tangannya. Putra mengaguk setelah kepalanya sedikit pulih.

"Eh kok ada kalian juga?" Ian menyadari bahwa ada dua wanita di belakang Vino.

Kedua perempuan itu nyengir.

"Nih minum put" Vino menyodorkan.

"Apa nih? Air keran?" Putra heran. Vino hanya meringis.

"Katanya kamu orang kaya,ngasih air aja air keran" Putra menjengah.

"Hehehehe,udan baikan kan?" Vino mengubah topik.

"Udah" Putra menampung air itu dengan tangannya.

"Oke oke,aku mau tanya sama kalian semua sekarang ...ini sebenernya ada apa sih?" Tya memulai keseriusan.

Semua termenung.

"Alien" Putra menyimpulkan. Ia agak malu sebenarnya dengan Mesya yang mengamatinya,dari kelas 10 ia enggan berkenalan bahkan bertutur sapa dengan Mesya. Putra merasa malu pada Mesya tanpa alasan.

"Apa itu nyata? Kupikir itu cuma mitos" Vino duduk di samping Putra,yang lainnya masih berdiri.

"Tapi pesawat sama ledakan-ledakan itu asli" sambung Mesya.

"Kita bakal buktiin" Ian menarik ponselnya dari saku dan berjalan ke arah pintu.

"Kemana kau?" Putra mencegah dengan ucapannya.

"Mau telpon mamah" Ian melirik sinis.

"Kalau bener ada makhluk itu di depan sana gimana?"

"Eh iya,gak jadi lah" Ian kembali mendekat pada Putra,rasa takutnya kembali.

"Jadi ini gimana?" Tya kembali memfokuskan pembicaraan.

"Apa pesawatnya masih di atas toko ini?" Tanya Mesya.

"Masih, pesawat itu terlalu lebar,dan aku benci benda terbang itu" Ian kesal dengan pertanyaan itu.

"Oke gini aja, pertama kita bakal lari cari tempat ter aman. Pokoknya jangan sampe kita ada di bawah pesawat ini" jelas Mesya. Ia memang orang paling cerdas, khas dengan rambut kuncir kuda dan kacamata yang melingkar di mata. Namun ia tak pernah di anggap cupu karena ia bukanlah sosok pemalu. Tapi dia juga tak punya banyak teman.

"Pake apa coba?" Vino kembali bertanya.

"Ya kita cari sesuatu kek" Mesya mengangkat bahunya sekejap.

"Biar aku aja yang periksa di luar, siapa tau ada mobil yang masih bisa di pake" Vino bangkit.

"Ikut" Putra ikut-ikutan.tubuhnya terasa sedikit berat dan sakit namun masih dapat ia atasi.

"Beneran?" Vino berbalik menghadap Putra yang sudah berdiri tepat di belakangnya.

Putra mengangguk yakin.

"Dan aku?" Ian menunjuk dirinya.

"Jaga mereka" Putra menunjuk dua wanita.

"Ati-ati di jalan" Tya memberikan ucapan itu sebelum Putra dan Vino keluar melewati pintu.

Vino dan Putra mindik-mindik,entah kenapa namun mereka terlihat seperti pencuri kesasar jika sedang seperti itu.

"Kau liat,ada mobil di seberang. Masih cakep juga" Putra menunjuk sebuah mobil merah mewah yang kelihatannya hanya dapat di miliki oleh seorang bangsawan. Mereka berdua juga sedang mengumpat di balik mobil yang juga terbalik dengan ban di atas.

"Baiklah, Sekarang kau kembali dan beritahu mereka,aku akan kembali ke sini membawa mobil itu. Sekarang" Vino langsung lari sekencang-kencangnya menuju mobil yang diincar setelah menyelesaikan ucapannya.

Namun sesuatu juga sedang mengincarnya dengan tembakan-tembakan yang selalu mengekor di belakangnya.

"Dasar ceroboh" Putra kembali ke dalam toko dan memberikan informasi tersebut pada ke tiga kawannya.

"Sekarang kita keluar dan tunggu Vino" Putra mengajak.

"Yang benar saja" Ian beringsut. Ia sedang menjelaskan kejadian mobil terbaliknya pada dua wanita itu namun terpotong oleh Putra.

"Kau mau hidup atau tidak?" Putra pergi ke tempat tadi dan terlihat di seberang, Vino masih mengotak-atik di area setir, dengan tembakan-tembakan yang sasarannya di sekitar Vino berada. Beruntung mobil itu mampu melindungi Vino yang ada di dalamnya.

.

.

"Sial" Vino mencoba menghubungkan kabel-kabel yang amat rumit. Kuncinya tak ada jadi apa boleh buat.

*ctk...

ngggrrrrr*....

Mobilnya menyala, syukur. Vino langsung menyetir kencang ke arah teman-temannya yang sedang mengkhawatirkan dirinya.

Stttttttt

.

"Cepatlah" Vino menyuruh semua kawannya.

Semua masuk ke dalam mobil...sesak sekali ah.

Vino menancap gas.

"Maaf,aku lupa menghitung kita semua" Putra duduk di samping Vino dan melihat ke belakang dimana tiga orang masih mengatur duduknya.

"Kau sungguh tega" Ian kesal.

Teriakan di mobil itu di dominasi oleh dua wanita, ya mereka sadar. Mereka sedang menjadi sasaran tembakan tanpa henti sedari tadi.

"Cepatlah Vin" Tya memeluk lengan Mesya.

"Sedang ku usahakan" Vino menyetir dengan lihai, sungguh.

Asap-asap dari sisa ledakan membuat jalanan tak terlihat dan medan menyetir pun semakin sulit di lalui. Apa yang akan mereka lakukan.

"Apa kita tak di tembaki lagi?" Vino mulai memelankan gas setelah tak terdengar bunyi tembakan-tembakan.

"Kukira tidak" Ian merasa sedikit lega. Namun hanya sekejap. Tiba-tiba ledakan besar terjadi di hadapan mobil mereka, mau tak mau Vino harus mengerem mendadak.

Sseeeeeeerttt. Semua agak terdorong ke depan.

"Mati kita" Vino melihat lubang di depannya, jalan itu tak mungkin dapat di lewati lagi. Kanan dan kiri juga sudah sesak oleh kendaraan yang berserakan.

"Kita harus apa sekarang?" Ian mendengus.

"Keluar dan lari dengan cepat" Putra menjelaskan secara singkat. Kemudian ia dan Vino langsung keluar tanpa pamit.

Semuanya lari terbirit-birit setelah keluar dari mobil. Mereka lari dengan sejajar menapaki jalan raya.

"Kemana lagi kita?" Tya berkomentar di sela jalan cepatnya.

"Entahlah" Putra masih berlari kencang.

Tembakan masih menyertai mereka,entah dari mana asalnya. Kemudian...

Buuuuuuum...

Mereka di bom dan terpental ke segala arah,mereka terpisah satu sama lain.

Ian lemas dan pingsan entah dimana. Di sampingnya juga ada Tya yang sama kondisinya bahkan lebih buruk.

Vino sendiri,ia terbaring tak berdaya di tengah jalan, sedangkan Mesya dan Putra terpental ke sisi kanan.

Hampa...

Kesadaran mereka mulai hilang seiring detik. Mungkin tidak ada harapan lagi...

Namun..

"Cepat angkat mereka, mereka masih hidup" suara bisik-bisik dari seorang tentara gagah. Mereka langsung membawa pemuda-pemudi yang tak berdaya itu ke tempat persembunyiannya.

.

End

Baru part 2

jangan lupa kasih like, :)

Kapten

Putra membuka matanya perlahan, cahaya yang tak begitu dominan di ruang itu membuat matanya mudah untuk beradaptasi.

Ia celingukan kekanan dan kiri setelah menempatkan posisi duduknya.

"Dimana aku?" Putra kebingungan,ia masih sangat pusing.

"Kau sadar rupanya, minumlah obat ini" seorang lelaki perkasa memberikan sebuah pil ungu pada Putra. Putra langsung dapat mengerti bahwa dirinya di tolong oleh para tentara. Ya, dilihat dari seragam lelaki itu memang seperti itu.

Putra sudah dapat melihat dengan benar,kini ia baru sadar,ia sedang berada di atas matras. Di sampingnya juga masih ada keempat temannya yang masih terbujur lemas.

"Hey cepatlah minum" lelaki itu kini memberikan sebotol air mineral.

"Terimakasih pak.mmmm Wisnu?" Putra membaca sekilas bed nama di dada kiri orang tersebut.

"Panggil saja kaka, Karena umur kita tak beda jauh" lelaki bernama Wisnu itu berdiri dan berjalan menuju sebuah meja. Ia duduk.

Putra meminum obat itu dengan dua kali tegukan air.

"Maaf pak,eh kak... sebenernya apa yang terjadi?" Putra melirik Ian dan Vino yang masih pingsan di sisi kirinya.

"Kalian hampir tertembak,lalu kalian terpental dan langsung saja tak sadarkan diri. Makanya aku sama tim ku menyelamatkan kalian" Wisnu mengelus senjatanya dengan molek.Pistol-pistol yang mengkilap terlihat sangat jelas di mata Putra dari kejauhan.

"Tim? Dimana?" Putra mencari di setiap sudut ruangan. Tiada orang. Hanya mereka saja.

"Mereka sedang di luar, jaga-jaga" Wisnu melirik Putra dari tempatnya.

"Ouuuh, terimakasih kalau begitu kak" Putra mencoba berdiri, namun masih terasa sedikit lemas di bagian kaki. Badannya juga sedikit bertambah buruk.

"Tidak usah berdiri,kau butuh istirahat. Nanti kalau kau dan teman-temanmu itu sudah sehat baru kita akan mengantarkan kalian ke tempat yang paling aman".

"Oh, begitu" Putra kembali duduk dan mendiamkan diri sendiri. Ia juga tak mau repot-repot.

"Kejadian ini begitu memalukan bagiku, bahkan pesawat aneh itu membuat aku takkan bisa tidur nyenyak malam ini" gerutu Wisnu dengan nada pelan.

"Apa kau tau tentang pesawat itu kak? Aku penasaran" Putra masih melihat punggung rata Wisnu sedari tadi dari posisinya.

"Apa kau pernah membaca tentang alien?"

Putra menggeleng. Hanya seorang kutu buku lah yang mungkin penasaran dengan hal itu. Namun ia sebenarnya juga sudah yakin bahwa piring terbang itupun suatu bukti bahwa alien itu nyata.

"Kalau begitu kau harus lebih rajin membaca, itulah mereka...alien mungkin" Wisnu berjalan mendekati Putra lagi.

Benar dugaan Putra,ia tak terkejut dengan penjelasan singkat Wisnu karena ia sudah menduganya. Itu nyata kan?

"Duduklah di sini, kumpulkan energimu itu. Aku akan keluar sebentar" Wisnu beranjak setelah menepuk pundak Putra sekilas. Ia keluar dari ruangan dan menemui anggota tim nya.

.

.

"Apakah masih aman?" Tanya Wisnu pada seorang yang memegang senjata dengan sikap sempurna nya. Ia sedang berjaga di area halaman tempat itu.

Orang itu hormat dan langsung di balas hormat oleh kaptennya.

"Siap kapten,di sini masih aman-aman saja" wakil bernama Yoga menjawab tegas.

"Dimanakah yang lain?"

"Maaf kapten, tapi kita semua sudah membentuk formasi memutar di tempat ini"

"Bagus, lanjutkan...kerja kalian sangat luar biasa"

"Siap kapten"

Wisnu pergi lagi ke dalam lagi untuk duduk sejenak.

"Apah? dimana aku?" Mesya sadar. Ia duduk dan kebingungan.

"Duh gawat" Putra bergumam dan langsung berdiri,ia menghindari Mesya. Tubuhnya sudah seperti robot kesetrum.

"Hey kau" Mesya menyapa,ia juga melirik ketiga temannya yang belum sadar.

Putra berbalik badan.

"Kita dimana?" Mesya mulai beradaptasi dengan ruangan. Ia masih duduk di matras.

"Entahlah,aku juga tak tau" Putra menjawab dengan cepat dan langsung keluar dari ruangan itu.

"Orang aneh. . .hey bangunlah" Mesya menggoyangkan tubuh Tya.

.

.

"Hay kak" Putra duduk di bangku panjang, tepat di samping Wisnu. Ia baru menyadari, ternyata ini adalah sekolahannya, lebih ringkasnya di ruang olahraga. Pantas saja ada matras.

"Bangun juga kau? Bagaimana keadaan teman-temanmu?"

"Dia bangun"

"Dia,,...siapa"

"Yang perempuan" Putra menjawab dengan malas. Sungguh tak penting baginya.

"Itu?" Wisnu menunjuk ke arah Mesya yang sudah berdiri di ambang pintu. Putra sempat melirik namun langsung berpaling lagi.

.

.

"Hey dimana ini?" Ian duduk,ia lemas.

Ia mengamati seluruh ruangan, benar. Ini tempat yang selalu ia kunjungi saat berolahraga. Ruang olahraga dengan tempelan-tempelan gambar sendi di setiap sudut dinding.

"Ajaib memang,kenapa aku di sini" Ian baru menyadari,ia melihat Tya yang sedang lemah di samping kanannya. "Cantik juga kalo tidur, tapi kalo bangun cerewetnya minta ampun" Ian kesal sendiri sembari menatap wajah Tya yang penuh iba.

"Okhok okhok" Vino juga tersadar,rasa sakitnya tak dapat di tahan di bagian kepala, dan mau tak mau ia harus memijatnya sendiri.

"Bangun pula kau anak miliader" Ian sedikit mengejek.

"Dasar" Vino duduk.

"Jangan lupakan mobilku itu" Ian pergi dari duduknya meninggalkan Tya dan Vino di sana.

.

.

"Eiy,ini siapa lagi" Ian bingung melihat Wisnu yang sedang duduk di tengah antara Mesya dan Tya.

"Dia kapten tentara" sambung Mesya.

"Benarkah? Untung saja, terimakasih atas bantuan mu pak"

"Panggil dia kakak" Putra menyambung.

"Eih terserah aku lah" Ian duduk di samping Putra.

"Hehh"

Perlahan-lahan semuanya sudah tersadar dan membaik, itu semua berkat kapten tentara bernama Wisnu dan anggotanya. Kelima siswa itu juga sempat menjelaskan bagaimana mereka bisa sampai selamat dari kejaran sesuatu itu, sesuatu yang mereka pikir ALIEN.

.

.

"Bagaimana ini?" Gumam Mesya,ia sedang bersama Tya di depan ruang olahraga.

"Iya,aku juga rindu sama mamah dan papahku juga" Tya juga merenung.

Tanpa mereka sadari, seorang anggota tentara sedang berada di dekat mereka.

"Sudah lah anak muda, orang tua kalian sudah aman... mereka semua sudah di evakuasi di sebuah tempat yang paling aman" sambung lelaki itu.

"Oh ya? Dimana?" Tya cembetut.

"Di bawah tanah, dulu saat terjadi perang dunia kedua masyarakat kita pernah bergotong royong membangun istana bawah tanah yang sangat luas sekali,bahkan aku pun sampai bingung jika di sana. Dan semua yang di temukan selamat akan di bawa di sana. Jadi berdoalah semoga orang tua kalian ada di sana" jelas anggota itu. Yoga,ialah pemudanya.

"Ouhh, semoga saja perkataan mu betul kak Yoga" Mesya membaca bed Yoga seperti yang di lakukan Putra pada Wisnu.

Yoga mengangguk.

.

.

"Bersiaplah kalian,malam ini akan jadi malam yang paling menegangkan bagi kalian" ucap Wisnu pada semua yang ada di ruangan. Suasana juga sudah petang.

"Hey,aku lapar...dari siang perutku keroncongan,apa kalian tak peduli?" Ian mengelus perutnya.

"Bisa diem?" Vino mengimbau. Namun ia juga sedang di kondisi yang sama. Lapar...

"Tenang saja,nanti kita seneng-seneng dulu di Alfamart,huehehehe" kekeh Wisnu. Anggotanya hanya menahan tawa dengan geli.

"Maksudnya?" Tya menatap Mesya di sampingnya. Mesya senyum manis.

"Emmm kapten maaf, kenapa kau memilih ruang olahraga ini untuk bersembunyi?" Putra mengalihkan kemudian.

"Ouh kau cukup kepo, aku memilih sekolah ini karena jangkauannya tidak berada di bawah benda itu,dan keliatannya tempat ini tak pernah kena tembakan atau serangan sejenisnya" terang kapten.

"Ouhh benar juga si" Putra mengangguk.

"Dasar bodoh" Ian menggerutu.

"Aih,emang kau tau?" Putra menatap tajam.

"Eng eng enggak lah" Ian langsung mengangkat sedikit kepalanya.

Semuanya tertawa. Meski suasananya agak sedikit horror namun mereka juga masih butuh penghangat.

.

.

Berlari dan mindik-mindik, mereka semua sedang melakukan itu setelah keluar dari sekolahan dan berbelok menjauh dari keberadaan piring terbang. Ada sekitar 8 anggota dengan satu kapten, dan 5 anak SMA yang malang. Mereka berjalan dengan pelan, melewati mobil dan motor yang sudah rusak terguling dan bangunan-bangunan yang sudah hancur lebur.

Sekitar 30 menit mereka sampai di depan toko, bisa di bilang Alfa. Mereka masuk dan dua anggota tentara di antaranya berjaga di luar.

"Wauww,jika saja setiap hari seperti ini terus,bisa kenyang setiap saat aku" Ian memakan beberapa bungkus roti dan mengambil air soda sembari bersender di lemari pendingin.

"Anak itu sudah tak waras" gumam Putra dari kejauhan.

"Memang" Mesya berkomentar sembari berdiri di belakang Putra,ia sedang memasukkan beberapa mie instan ke dalam ranjangnya.

Putra diam,ia pergi tanpa pamit.

"Cepat ambil apapun yang kalian butuhkan,aku dan tim ku akan menunggu" Wisnu mengamankan suasananya sembari menunggu para pemuda selesai dengan urusannya.

"Aku tidak gila,aku benar,aku tidak gila,aku benar"

Ian terperanjat saat mengambil sebungkus roti kotak dan ia tak sengaja melihat seorang lelaki tua yang wajahnya berada di balik bungkus roti.

Ian teriak tak karuan....

Aaaaaaaaah

Dasar lelaki penakut.

Semua berlari datang ke tempat Ian berada.

"Hey kenapa kau teriak?" Vino sedikit kesal mendengarkan suara cempreng Ian.

"Tuh" Ian menunjuk muka kakek tua yang masih di sana.

"Mmmm" semua menggeleng. Ada-ada saja tingkahnya.

"Hay kek" Mesya datang ke tempat kakek itu berada.

"Aku benar,aku tidak gila,aku benar,aku tidak gila" kakek itu terus saja menggumamkan itu.

"Apa yang kakek bicarakan?" Tya mengamati dari belakang Mesya. Kedatangan Tya secara tiba-tiba membuat Mesya sedikit terkejut.

"En-entahlah" Mesya kembali menatap kakek itu.

"Sebaiknya kita bawa dia juga" Yoga menatap kaptennya.

"Tentu saja" Wisnu langsung mendekat. "Kakek, kakek ikutlah dengan kita ya"

"Tidak,kita semua melakukan kesalahan,kita akan mati"

"Kakek?" Putra juga menyahut tak mau diam.

"Kita akan mati anak muda" kakek itu menatap Mesya dengan tiba-tiba, Mesya hanya bisa menutup mata dengan kaget.

"Kita paksa dia" Wisnu memerintahkan anggotanya.

"Hey hey hey apa kalian tak punya hati pada orang tua?" Putra melotot, bersama Vino yang menghalangi jalan mereka bak ingin menerkam kakek itu.

"Tenang saja nak, kita akan paksa dengan halus" Wisnu menenangkan.

"Bagaimana?" Ian kini kembali tenang setelah tadi ia tegang.

"Seperti ini dan ini" Yoga langsung saja menggendong kakek itu,namun kakek itu tak berontak.

"Hey?" Ian, Putra dan Vino kebingungan. Bisa-bisanya.

"Kalian sudah selesai kan? Kalian akan bawa semuanya untuk makan di sana" Wisnu berjalan ke arah pintu keluar. Nampak semua anggota masih berjaga-jaga.

"Kakek,kita akan aman" Putra mengelus punggung kakek itu dan seketika itu juga terdengar suara ledakan.

Duaaaaaaaar...

Beberapa anggota yang berada di luar langsung tiada. Wisnu panik seketika karena banyak anggotanya yang tewas.

Hanya tersisa tinggal 4 anggota bersama Yoga di dalam.

"Hancur" Wisnu menunduk sedih. Ia gagal.

Semuanya berbondong-bondong menuju ke tempat kejadian. Kaget melimpahi hati mereka setelah melihat bangkai gosong dari beberapa tubuh anggota.

"Mati" kakek itu kembali bergumam.

"Mulailah lari dengan cepat sekarang" aba-aba kejut dari Wisnu membuat suasana tegang kembali hadir, mereka masih berlarian di jalanan, tentunya di sertai tembakan-tembakan tak jelas.

"Kau bukan kapten, tapi kau hantu yang menakutkan" Ian berkomentar di sela pelarian.

Lari kali ini menjadi semakin sulit,dengan adanya keranjang belanjaan yang ada di tangan para pemuda itu membuat gerakan tidak leluasa.

"Keranjang ini menyusahkan ku" Vino membuangnya dengan cepat beserta isinya.

"Bodoh kalian" Yoga menggerutu.

"Apa kalian bisa mengendarai helikopter? Atau pesawat kecil?" Tanya Wisnu,ia juga masih berlari.

"Dia dia Putra" Ian berkomentar. Putra masih fokus.

"Satu lagi"

"Dia, Vino" Ian langsung menunjuk. Vino kaget,mana bisa ia menaikkan helikopter.

"Kau ini" gerutu Vino.

"Jangan bilang kita akan naik itu" Tya teriak.

"Kita harus naik itu sekarang,ikuti aku" Wisnu berbelok arah mencapai tujuannya.

Tempat latihan penerbangan. Mereka sampai di sana dengan susah payah.

"Hey bocah, naiklah itu aku akan memakai helikopter bersama beberapa rekanku" suruh Wisnu pada Putra. Putra mengerti,ia harus mengendalikan sebuah pesawat kecil yang muat untuk 6 orang.

Wisnu naik ke dalam helikopter bersama Mesya dan anggota berikutnya berada di helikopter lainnya. Mereka hanya berdua di helikopter itu.

Putra naik,ia menjadi pilot.

"Hay kak Yoga apa kau bisa mengendalikan ini?"

"Aku saja tidak bisa membawa motor" Yoga memangku Kakek tua itu. Mereka tak mau menjadi co-pilot.

"Vino, cepatlah" Putra memakai earphone di telinganya.

Vino ragu,ia tak bisa. Ia menggeleng cepat pada Putra.

"Kau mau kita mati?" Putra membentak,baru pertama kali ia begitu marah.

Karena bentakan Putra akhirnya Vino luruh dan langsung pergi ke tempat duduk co-pilot,ia memasang earphone.

Putra terlihat lihai memainkan tombol-tombol yang terpampang,entah belajar dari mana dia. Mungkin ayahnya memiliki pesawat.

Pesawat mini itu mulai berjalan ke depan, Vino ketakutan dengan gagang setir di tangannya. Sedangkan para penumpang di belakangnya hanya menutup mata dan berdoa.

Arena lapangan sangatlah luas sehingga memungkinkan Putra untuk bisa menerbangkannya.

"Hitungan ketiga,tarik itu bersamaan..1" Putra menutup mata dengan yakin, entah kenapa lapangannya tiba-tiba terlihat seperti sempit.

"Apah?" Vino gemetaran.

"2"

"Kita mati" Ian menutup mata dengan pasrah sekali.

"3,tarik"

Vino dan Putra menarik bersamaan dan menghasilkan sebuah rekor pertamanya. Mereka terbang.

"Yeaaaaah" Yoga bangga.

"Ya tuhan" Ian membuka matanya, Tya yang berada di hadapan Ian hanya mengelus dada.

"Vin?" Putra menoleh dan Vino sudah terguyur keringat dingin di sekujur tubuh.

Pesawat mereka di ikuti juga oleh dua helikopter yang di tumpangi Wisnu dan tiga anggota lainnya.

"Ka? Kemana tujuan kita" Putra bertanya setelah menghubungkan radioaktifnya dengan milik Wisnu.

"Mendaratlah di bandara XX di sana juga tempat masuk ke dalam tempat bunker keamanan.

"Baiklah" Putra mengerti.

Hening, mereka semua hanya sedang menunggu untuk sampai dengan segera. Ian memakan beberapa wafer yang ia ambil tadi begitu juga dengan yang lainnya,ada yang minum dan lain-lain. Sungguh lega rasanya.

"Kalian anak-anak yang pemberani" puji Kakek di sela ia meminum air mineral di tangannya.

Semua tersenyum,tentu saja karena pujiannya.

"Oh iya kek,maksud kakek kita akan mati itu gimana?" Putra masih fokus. Pernyataan Putra kemudian mendapat iya an dari semua orang yang juga penasaran.

"Akan Kakek ceritakan" semua menyimak dengan cemilan masing-masing. "Dahulu sebelum adanya ras manusia,ada namanya ras TUN dimana bentuknya seperti kita namun lebih pandai dari kita, setelah berabad-abad lamanya mereka hidup ,dan mereka pun di kunjungi oleh bangsa EN atau kita sebut bangsa ALIEN ini"

"Nah kan ALIEN" Ian terkejut.

"Husssss" gerutu dari semua sisi.

"Maksud dari bangsa alien ini begitu keji, mereka ingin menguasai seluruh alam dengan kekuatan mereka,namun kekuatan ras TUN lebih kuat dari mereka, terjadilah perang terbesar dalam sejarah alam semesta ini, karena bangsa EN tak mau kalah,maka mereka menciptakan mesin berdaya tinggi untuk menghancurkan bumi. Dan mereka pun melakukannya. Namun mereka lupa bahwa ada pula isi bumi yang harus di hancurkan juga,dan sekarang mereka akan memenuhi apa yang tak terjadi dahulu kala, sekarang kita akan mati"

"Jadi? Apa ada yang bisa kita lakukan untuk mencegah itu?" Putra kembali penasaran. Kelainnya hanya menyimak dengan serius tanpa kedip.

"Ada, kalian harus menghentikan alat itu dan menyingkirkan semua bangsa EN" Kakek itu menyeruput kembali air mineralnya.

"Mmmm baiklah,kapan kita sampai kapten pilot?" Tanya Ian mengubah pembicaraan.

"Kita hampir sampai" Putra menekan tombol penghubung dengan Wisnu.

"Turunlah sekarang,kita akan menyusul"

"Baiklah kak" Putra mematikan kembali.

.

"Rei kau di sana?" Wisnu menghubungi anggotanya yang sedang berada di helikopter satunya.

"Siap kapten"

"Kita akan turun, bersiaplah"

"Baik kapten,kami ak-__"

drtttttt drtttt drttt kapt-

Duaaaaaar

Helikopter Rei dan ketiga kawannya tertembak dan meledak.

"Halo halo..sial" Wisnu kesal, seharusnya ia tak memisah sendiri di helikopter ini, seharusnya ia bersama anggota nya saja tadi meski harus berhimpitan.

"Kenapa ka?" Mesya gerogi.

"Anggota ku mati semua"

*

Like like like like like like like like like like & comen

😂

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!