Sore itu, Langit nampak berwarna hitam dengan kilatan petir yang siap menghantam tubuhku yang lemas ini. Tak peduli hujan yang turun amat deras, tak peduli kilatan petir yang saling bersahutan diatas kepalaku karena yang ada dipikiranku hanyalah Aku tidak tau apa itu namanya cinta sejati, yang aku tau cinta itu sebuah untaian kata yang sangat menyakitkan. Rasa sakit ini sampai aku tidak bisa merasakannya, hatiku hancur berkeping – keping. Entah sudah berapa kali aku jatuh bangun berlari tanpa arah dan berhenti di jembatan tua yang kumuh dan dipenuhi dengan lumut ini. Make up yang aku poles di wajah agar aku terlihat cantik dan Baju pestaku yang aku beli susah payah dengan hasil keringatku sendiri dengan tujuan untuk menyenangkan hati kekasihku tercinta tapi malah membuatnya kusuh dan kotor karena tanah yang mulai membecek dan derasnya hujan yang berkali – kali menghujam tubuhku yang lemah ini.
Aku masih ingat dengan jelas bagaimana dia melukaiku, memutuskanku, menamparku dan mendorongku sampai aku jatuh ke lantai seperti sebuah pohon tua dan usang yang terhempas jatuh ke atas tanah karena hembusan angin tornado yang sedang mengamuk di daratan Amerika.
Kenapa?
Kenapa kamu memutuskan aku... apa kekuranganku? Apa kamu malu punya aku yang
gendut dan tidak punya apa – apa ini? Teriakku
dengan keras, aku tak peduli seberapa kerasnya aku berteriak karena aku butuh
kejelasannya, kejelasan yang harus di jelaskan dengan jelas kepadaku.
Plaakkkk
suara tamparan yang sangat keras, keras banget sampai aku hampir jatuh ke kanan dan tamparannya itu sangat jelas kurasakan, rasanya sakit, tamparan itu membekas sampai pipiku berwarna merah bisa dibilang membentuk sebuah prasasti yang amat berharga di kerajaan jaman dahulu.
Aku tak percaya dia menamparku dengan keras seperti ini. Dia menamparku tanpa berkata – kata dengan
ekspresi wajah yang datar. Dia berbeda banget dengan dulu yang suka
"Hei gendut... coba deh lu ngaca... lu udah jelek gendut lagi apa pantas dengan Tuan Muda Kwan Liang yang sangat ganteng, pintar, anak dari keluarga ternama yang mempunyai perusahaan PT. Liang dan menguasai pasar saham di dunia ini." Teriak salah seorang wanita
Aku ingat suara ini, suara yang tidak asing bagiku dan sering aku menjumpai suara ini. Sebenarnya aku tidak berani memandang orang yang menjatuhkan harga diriku ini seperti ini, tetapi aku harus tetap memberanikan diri memandangi orang tersebut dan alangkah terkejutnya aku saat aku melihat suara itu adalah suara sahabatku, sahabat karibku, sahabat yang selalu aku bantu saat dia susah, sahabat yang aku percaya, dialah yang selama ini aku anggap lebih dari keluarga ternyata begitu tega menyakitiku dan merebut kekasihku.
"Lu ngapain liat – liat gua... sono pergi lu dari sini, gua gak butuh lu dan tuan muda Kwan Liang juga gak butuh lu... dia sekarang pacar gua" teriaknya lagi
Bagaikan langit cerah yang mengeluarkan kilat petirnya dan siap untuk menyambar sesuatu yang ada
dibawahnya dan membuatnya terbakar. Begitulah hatiku kini terasa terbakar dan hancur, hancur sangat hancur tanpa berkata – kata aku pergi dari pesta ulang tahun kekasihku dan berlari terus berlari dengan sekuat tenaga menerjang hujan yang begitu amat deras dan menahan air mata yang mendesak ingin keluar dari mataku ini. Aku tak peduli suara tawaan, cacian, makian yang aku dengar di belakangku itu, aku terus berlari, berlari tanpa henti, berlari tanpa tujuan yang jelas yang aku pikirkan adalah bagaimana caraku agar lolos dari mereka yang ada di pesta mewah tersebut.
Namun, kenapa aku punya tubuh seperti ini, tubuh yang gendut dan bisa dibilang sangat gendut untuk
seukuran perempuan yang ada di luar sana yang sebagian besar mempunyai tubuh indah, langsing, putih dan sangat dirawat. Aku sendiri tidak pernah memikikan tubuhku ini yang semakin lama semakin lebar dan gendut karena aku bahagia, bahagia mempunyai kekasih yang sangat menyayangiku dan selalu perhatian terhadapku. Tapi itu tidak berlaku sekarang, dia meninggalkanku dan lebih memilih sahabatku yang menyebalkan itu.
Rasa dingin air hujan ini yang aku rasakan membuatku lemah, badanku terasa seperti mengambang di udara, aku melihat diriku di kubangan air yang telah membasahi bajuku dan hatiku masih bertanya – tanya “apa aku tidak pantas dicintai oleh seorang laki – laki?”. saat ini, aku sangat merana, aku tidak punya siapa – siapa lagi, “kemana aku akan pergi?” , banyak pertanyaan yang keluar dari pikiranku, semakin aku memikirkan semakin keruh penglihatanku, mataku berkunang – kunang seperti melihat TV jadul berlayar hitam putih yang tidak mendapatkan sinyal sama sekali, dan tiba – tiba aku pun tergeletak tak berdaya di atas jembatan.
Saat itu, pada tanggal 20 Desember adalah hari dimana aku mempunyai jadwal untuk berbelanja apalagi 2 hari lagi tepat di tanggal 22 Desember kekasih hatiku Kwan Liang berulang tahun di umur 24 tahun. Selisih kami 2 tahun tetapi kami tetap selalu romantis. Kwan Liang itu bagiku sosok laki – laki yang ramah, penyayang, ceria, dan sosok yang sangat aku sayang jadi aku ingin aku tampil cantik sebagai pacarnya di hari istimewanya itu. Aku sudah mengumpulkan cukup banyak uang dengan hasil kerja kerasku bekerja part time selama 1 tahun di kafe British untuk membeli gaun yang cantik, aku sudah tidak mendapatkan beasiswa karena aku sudah lulus wisuda. Dan karena aku sedang cuti selama 5 hari jadi aku gunakan untuk berbelanja gaun sekaligus kado, karena aku tidak mau berbelanja sendirian jadi aku ajak Sari Lie berbelanja denganku juga.
Pagi itu, pagi yang sangat cerah aku bangun pagi malah terlalu pagi dibandingkan hari – hari biasanya karena aku kerja berangkat pukul 11 siang sehingga aku bisa bangun telat setiap harinya. Setelah aku mandi dan memakai gaun santai berwarna putih yang mempunyai rok diatas lutut dengan high heels berwarna hitam, aku mendapatkan pesan text untuk Sari Lie
Morning
cantik, don’t forget today our schedule is to shop at the mall
By: Sari Lie
Setelah mendapatkan pesan text tersebut aku cepat – cepat untuk membalasnya karena aku takut kalau aku balas lama nanti dia kira kami tidak jadi untuk pergi berbelanja
Oke.
Tunggu di coffee cafe
By : Fifiyan Shinju
Setelah membalas pesan text Sari Lie aku langsung memakai lipstik merah muda dan berjalan keluar rumah untuk mencegat taksi. Karena itu hari jumat dan terlalu pagi jadi taksi belum ada yang lewat di depanku hanya mobil pribadi dan anak – anak yang berangkat ke sekolah dengan mengayuh sepeda yang melewati depan rumahku. Namun beberapa menit kemudian terdapat taksi yang melintas dari kejauhan dan aku langsung berteriak untuk menghentikan taksi tersebut.
“Taksi” teriakku sambil melambaikan tanganku dan taksi tersebut berhenti didepanku. Karena tidak mau berlama – lama aku langsung masuk kedalam teksi tersebut.
“Morning...tujuan kemana nona?” sapa sopir taksi
“Ke Paradise Mall pak “
“Oke” kata sopir tersebut dan taksi pun melaju dengan santai tapi sedikit cepat, disepanjang perjalanan kami hanya
diam dalam keheningan karena aku berfokus pada kendaraan yang berlalu lalang dan rumah – rumah penduduk di pinggir jalan. Dan beberapa menit kemudian kami sudah sampai di lobby mall tersebut.
“Sudah sampai nona... Total 5 dollar nona” Kata sopir memecah keheningan
“Oh.. Baik pak... Ini uangnya” aku pun menyerahkan uang tersebut lalu keluar dari taksi dan berjalan cepat menuju tempat pertemuan kami. Setelah melewati banyak food court yang ada dan akupun menemukan Sari Lie duduk di tengah kafe dengan secangkir kopi cappucino di depannya.
“You’re 15 minutes late” ketusnya sambil menghabiskan sisa kopi yang ada di cangkirnya
“Sorry a little stuck”
“Okedeh... Ya udah ayo cepat nanti keburu habis loh barang yang kamu inginkan” kata Sari Lie dan menarikku ke luar menuju outlet gaun pesta yang ada dilantai 4
Selama berjalan menuju outlet tersebut aku dan Sari Lie mampir – mampir ke tempat outlet yang lain untuk membeli barang yang dibutuhkan Sari Lie juga. Setelah kami mampir di setiap outlet Sari Lie menarikku ke dalam outlet gaun pernikahan, dan diapun menggeser satu per satu gaun pernikahan yang ada didepannya lalu mengambil salah satunya gaun yang berwarna hijau muda yang memiliki rok panjang dan mengembang seperti bunga yang bermekar di musim semi, diapun memintaku untuk menilai gaun yang dia ambil itu
“Bagaimana menurutmu Fifiyan?” tanyanya sambil memegang gaun tersebut
“The dress is very beautiful and suitable for you”
“Benarkah?...Aku ingin membelinya”
“Beneran sahabatku” kataku lagi dan dia pun akhirnya membeli gaun itu, aku juga tidak menanyakan untuk apa gaun itu.
Setelah dia membayar gaun itu kamipun melanjutkan berjalan ke outlet gaun pesta yang ada di dekat outlet gaun pengantin tadi, jaraknya hanya dibatasi oleh 6 outlet. Setelah kami sampai di outlet tersebut, aku langsung memilih dan memilah gaun yang ada disana. Terlalu banyak gaun yang indah, rasanya aku ingin membelinya semua yang ada di outlet tersebut tetapi aku bukan orang kaya, beli satu saja sudah cukup bagiku.
Setelah menggeser terlalu banyak gaun akhirnya aku menemukan gaun berwarna merah muda dengan dihiasi renda yang mengelilingi rok sehingga terlihat sangat anggun kalau dipakai apalagi acara yang sangat penting. Dan tanpa pendapat dari Sari Lie akhirnya aku membelinya apalagi uangku cukup untuk membeli gaun itu.
“kamu beli gaun itu?” tanya Sari Lie
“Emang kenapa ?” tanyaku
"Enggak apa – apa kok, ya sudah ayo
kita pulang”
“Tunggu aku mau beli kado buat Kwan Liang”
“Ya udah ayo... Kita tinggal naik satu lantai” jawabnya dan kami pun naik escalator. Dan kami sampai pada satu outlet hadiah yang memiliki banyak hadiah yang sangat unik dan menarik. Dan aku pun berjalan terpisah dengan Sari Lie karena dia juga ingin membeli hadiah untuk Kwan Liang.
“Fifiyan aku juga mau beli hadiah, jadi kita berpencar ya” kata dia dan berjalan ke arah kiri dan aku pun berjalan
ke arah kanan.
Sejujurnya aku bingung memberi kado buat laki – laki cocoknya apa. Masa aku mau kado boneka nanti di kiranya banci, kasih kado jas juga uangku tidak cukup. Dan akhirnya aku terhenti di bagian pernak pernik dimana disitu terdapat pigura foto yang terdapat tali dan ada penjepitnya juga, jika dipikir – pikir bisa buat pajangan foto kami berdua agar dia tetap ingat denganku sampai pada akhirnya aku memutuskan untuk membeli pigura tersebut lalu membayarnya ke kasir dan menunggu Sari Lie di depan outlet tersebut.
Setelah beberapa menit kemudian Sari Lie keluar dan membawa tas plastik agak besar. Karena aku penasaran aku pun memberanikan diri untuk bertanya
“Apa yang kamu beli Sari Lie?” tanyaku sambil menunjuk ke tas plastik yang dia bawa
“Ya rahasia lah. Sudah sore ayo kita pulang” ajaknya.
Kami pun berjalan keluar dari mall tersebut dan berpisah di Lobby karena dia sudah di jemput oleh sopir pribadinya dan aku pulang naik taksi. Karena ada taksi yang lewat aku pun memanggilnya agar taksi itu berhenti
“Taksi...”
“Ke Jalan anggrek no 9 ya sir” kataku dan taksi pun mulai berjalan dengan santai melintasi hiruk pikuk kendaraan yang berlalu lalang di sore itu.
ciiiiittt
suara pintu berdecit sangat keras dan membuatku langsung terlonjak bangun dan aku merasakan kepalaku rasanya sakit sekali seperti habis di pukul sangat keras benda tumpul. Aku membuka mata perlahan – lahan dan mencoba untuk menyadarkan diri, saat aku sadar sepenuhnya dan seketika itu juga aku kaget, aku berada di kamar yang sangat besar dan mewah berdinding warna krem dipadukan warna emas yang berkilauan, dipan kasur yang berwarna emas dengan ditutupi kain berwarna merah darah dan dipadukan dengan empuknya busa kasur sangat empuk dari kasur yang ada di tempat kost, lemari yang menjulang tinggi dengan aksen modern berwarna emas, pintunya juga berwarna krem yang dipadukan emas dan jendela kamar yang menhadap langsung ke samudera Pasifik yang sangat luas sehingga terkesan seperti kamar hotel yang seharga bertriliunan dan yang pasti yang punya kamar ini pastilah orang kaya.
Disela aku melihat sekeliling, aku melihat seseorang wanita muda mempunyai paras cantik, putih, rambut yang digulung keatas dihiasi dengan topi kecil berwarna putih dengan dress hitam putih rok mini yang nampak seperti pembantu di rumah ini.
Aku kembali berusaha untuk mengingat apa yang terjadi kepadaku semalam setelah aku berlari dari pesta ulang tahun kekasihku, dan untuk kesekian kalinya aku tidak ingat apa yang terjadi. Di dalam pikiran banyak sekali pertanyaan “dimana ini?” “siapa yang menolongku?” “kenapa bajuku berubah jadi sangat mewah lebih mewah dari bajuku kemarin?” “ siapa yang menggantikan bajuku?” “kenapa dia menolongku?”, kata - kata Dimana, Siapa, Kenapa, Apa, Mengapa, Bagaimana ini memenuhi otakku dan membuat kepalaku semakin pusing untuk memikirkannya.
“Nona muda kenapa?... Apakah masih sakit kepalanya?” tanya orang yang sedari tadi berdiri di dekat pintu dan sekarang mendekatiku.
“Ka...kamu siapa?” tanyaku dengen terbata - bata sambil memegang kepala yang terasa semakin berat.
“Saya Emilia, pembantu disini, tuan muda menyuruhku mengurus nona muda” jawabnya dengan tenang sambil membungkukan badannya sedikit kedepan.
“Tuan muda?... Siapa nama tuan muda itu?”.
“Namanya Hasasi Stun, dia tuan muda dari keluarga Stun yang sekarang mempunyai perusahaan terbesar pertama di dunia dan mengalahkan semua perusahaan yang ada di dunia, Tuan muda Hasasi ini bisa dibilang CEO dari PT. Stun” jelasnya dengan menyodorkan teh panas kepadaku.
“Aku pernah mendengar nama PT. Stun, kalau tidak salah bukannya PT. Stun berpusat Jepang di kenapa CEO nya ada di Australia?”tanyaku lagi sambil menyeruput teh buatannya, teh ini manis dan wangi sehingga membuatku agak merasa enak.
“Iya kemarin tuan muda bercerita bahwa tuan muda ada urusan ke Jepang katanya urusan perusahaan dengan PT. Liang, tetapi pertemuan itu dibatalkan karena anak dari CEO PT. Liang berulang tahun walaupun agak kecewa tuan muda menerima itu dan dia berencana pulang ke Jepang tetapi saat dijalan bertemu dengan nona muda dan membawanya ke rumahnya ini” jelasnya.
“Oh begitu... wait jadi ini di Jepang?... uhuk..uhuk..uhuk” teriakku tidak
menyangka sampai aku tersedak teh yang sedang masuk ke dalam kerongkonganku.
“Iya nona ini di rumah tuan muda yang ada di Jepang, ada apa nona begitu terkejut?” tanya Emilia dengan penuh tanda tanya.
“ya bagaimana aku enggak kaget, kan Australia dan Jepang jaraknya cukup jauh dan aku tidak membawa uang bagaimana aku bisa kembali ke negaraku?” teriakku dengan penuh amarah, mengingat aku gak bawa uang sama sekali dan aku di bawa ke rumahnya di Jepang.
“Tenang nona muda, kata tuan muda kalau kamu sudah agak baikan nanti diantarkan kembali kerumahmu sekalian melakukan pertemuan dengan PT. Liang” jawabnya dengan tenang untuk meyakinkanku.
“Hmmm baiklah.... Terimakasih Emilia... Apa?... PT. Liang? “ teriakku terkaget
“Iya nona, apakah nona tahu tentang PT. Liang?”
“Iya aku tahu, aku mantan pacar anak dari CEO PT. Liang” ketusku sambil meminum teh.
“Oh pantas kalau nona muda langsung berteriak” kata Emilia sambil tersenyum kecil
“Mmmmm ngomong – ngomong dimana tuan muda?”.
“Tuan muda sedang ada di dalam ruangannya nona?”
“Bolehkah aku menemuinya?”
“Boleh nona, tetapi nona belum sembuh?” kata Emilia merasa khawatir karena wajahku masih pucat.
“Tidak apa – apa, aku cuma ingin mengucapkan terimakasih kepadanya setelah itu balik ke kamar untuk beristirahat” perkataanku yang meyakinkan Emilia, bagaimana pun aku harus bertemu dengannya dan meminta membatalkan pertemuannya dengan PT. Liang karena Kwan Liang telah menyakitiku, dan aku harus membalaskan dendamku itu.
“Baiklah... Mari aku antarkan nona” senyum ramah seorang pembantu muda.
"Oh... Sebentar ... saya mau ganti baju dahulu Emilia" ucapku
"Silahkan Nona, baju - baju untuk anda sudah ada di lemari"
"Oh ya, siapa yang menyiapkannya?" tanyaku
"Tuan muda yang menyiapkan nona" jawab Emilia
"Baiklah,aku ganti baju dahulu Emilia" ucapku dan berlalu menuju ke ruang ganti
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!