NovelToon NovelToon

Love Story In The Kitchen

Pertemuan.

Setelah memutuskan untuk kembali ke dalam negri. Yusuf Ali, yang kini berusia 26 tahun, lulusan ahli gizi dan berbagai ilmu pangan lainnya. Contohnya, ia pernah menempuh pendidikan sebagai Baking and Pastry Art, Tata Boga dan Teknologi Pangan di Korea.

Hidup dengan nyaman dan tentram karena memutuskan untuk mandiri sejak dini. Berteman dengan banyak sekali orang-orang hebat lainnya. Ia juga menulis buku tentang perjalanan hidupnya sejak di tinggal oleh kedua orang tuanya.

Sementara para saudaranya, juga hidup nyaman seperti dirinya dengan caranya sendiri. Sebut saja Aminah, adik sepupunya ini juga baru saja pulang dari Korea bersama dengan Yusuf. Ia menjadi seorang Dokter Anak, yang masih bertugas di Korea. Akan pulang khusus bertemu dengan keluarga, berkumpul dan menempati janjinya dengan seorang pria yang ia cintai.

Yusuf begitu ingin tinggal lebih lama di Korea, akan tetapi semuanya tidak mungkin. Karena Airy sudah ribut dengannya, janji yang diberikan kepada sang Kakak hanya tujuh tahun saja. Disisi lain, ada seseorang yang selalu mengganggu ingatannya sejak tujuh tahun lalu.

"Ini tempat yang akan kau buka untuk cabang resto, bukan?" tanya Cindy.

Cindy Kristina Novi, baik Yusuf dan Cindy masih menjalin persahabatan setelah sekitar 7-8 tahun terpisah. Cindy sangat baik dan penyabar, ia bahkan tetap ingin bersahabat dengan Yusuf setelah perasaannya bertepuk sebelah tangan. Selama pulang dari luar negri, Cindy juga belum bertemu dengan Yusuf.

"Aku akan pulang besok, kita akan bertemu dalam 3 hari ke depan. Aku tidak mungkin langsung kabur dari keluargaku," ucap Yusuf melalui telpon.

"Yeah, I know. I know. We'll see you in three days. I'm going somewhere too... bye Yusuf!" Cindy menutup telponnya.

"Sudah hampir 8 tahun, kenapa rasa ini tak mau pergi. Tapi, aku juga sadar diri, aku dan dia tak mungkin bersama, kita tak akan pernah menjadi se-iman." gumamnya.

Melihat dari hujan dari jendela apartemennya, Yusuf menyeruput kopi americano yang ia pesan. Mengingat kembali masa kecil yang ia habiskan bersama dengan saudara-saudaranya di Jogja. Yusuf hanya pulang ketika hari raya tiba, selebihnya ia habiskan waktunya untuk menempuh ilmu di Korea. Hingga, usaha Papanya bisa berkembang pesat di Kota Seoul. Cafe, restoran dan juga supermarket dengan namanya sendiri juga sudah berdiri di sana.

"Suf, kamu nanti pulang sendiri, ya. Aku masih ada pekerjaan yang tidak bisa aku tinggalkan di sini," ucap Hamdan meraih ponselnya dan bergegas ke rumah sakit.

"Bukankah kau shif pagi? Kenapa kamu datang ke rumah sakit sekarang? Ini juga sedang hujan lebat, memangnya tak ada dokter jaga lain kah di sana?" tanya Yusuf.

"Direktur ada di sana sekarang. Jadi, aku harus datang. Tolong bilang ke Ibuku, untuk tidak membawakanku camilan malam ini, minta Yumna juga agar tidak masuk sembarangan di kamarku, Terima kasih, aku pamit dulu. Assalamu'alaikum!"

Sampai pulang di tanah air, Yusuf membuka satu persatu usahanya. Hingga takdir mempertemukannya dengan seorang gadis berambut pirang yang menabrakan diri ke mobilnya. Saat itu, di dalam mobil ada Yusuf, Aminah dan juga Adam yang duduk di belakang kemudi.

"Astaghfirullah hal'adzim, aku nabrak orang?" ucap Adam.

"Belum sampai ketabrak, sih. Tuh bocah masih berdiri tegak, ayo turun!" seru Aminah.

Yusuf, Adam dan Aminah pun turun dari mobil dan menghampiri gadis itu. Tentu saja Aminah marah karena gadis itu ternyata berusaha bunuh diri dengan cara menambrakkan diri ke mobil Adam.

"Kamu nggak papa, 'kan?" tanya Adam.

"Kenapa kalian nggak tabrak aku saja, sih! Aku benci dengan kehidupanku, kenapa kalian nggak tabrak aku saja... huaa, pengen nangis, tapi aku nggak bisa nangis, gimana, dong?" racau gadis itu.

Gadis itu tak lain adalah, gadis kecil berusia 10 tahun yang selama tujuh tahun mengganggu pikiran Yusuf hingga membuatnya tak dapat tidur nyenyak. Namun, Yusuf tidak memahami jika gadis itu adalah gadis yang sama dengan gadis cilik yang mengisi ingatannya selama ini.

"Kamu gila, kah? Otakmu geser atau bagaimana? Kalau mau bunuh diri, sebaiknya gantung sana di bawah pohon kangkung, ada-ada aja deh," emosi Aminah meluap.

"Sudah-sudah, kamu nggak papa, 'kan? Sebaiknya kamu masuk dulu, biar nanti aku akan mengantarmu pulang," ucap Adam menyuruh gadis bermata biru itu masuk ke mobilnya.

Gadis itu melewati Yusuf begitu saja, tentu saja di pandangan Yusuf, gadis itu tidak asing. Gadis itu juga duduk di samping Yusuf yang membuatnya tak nyaman. Apalagi, gadis itu masih mengenakan seragam SMA yang sedikit seksi.

"Rumahmu dimana?" tanya Adam.

"Dekat dari toko buku, nanti turun di sana saja," jawab gadis itu.

Mendengar kata toko buku, Yusuf semakin yakin jika gadis itu adalah gadis yang sama dengan si mata biru tujuh tahun lalu. Paha gadis itu nampak jelas sangat mulus di mata Yusuf. Dengan gesit, Yusuf menutupi pahanya menggunakan jaket miliknya.

"Berapa jaket lagi yang akan kau berikan untukku?" bisik gadis itu.

Benar dugaan Yusuf, gadis itu adalah gadis yang sama. Adam mencoba menanyakan lagi dimana alamat rumah aslinya. Karena ia sangat khawatir jika gadis itu akan mencoba mengakhiri hidupnya lagi. Ia berencana untuk mengantar gadis itu pulang dengan selamat.

"Mas, aku nanti turun di toko buku saja. Sudah lama aku ingin mampir sebentar ke sana," ucap Yusuf.

"Oh iya, siapa namamu? Aku harus mengantarmu pulang, kalau tidak.. nanti kamu akan mencoba bunuh diri lagi. Itu hal yang sangat dibenci Allah," tutur Adam.

"Aku turun di toko buku saja. Terima kasih sudah mengkhawatirkan aku. Aku janji, tidak akan mengulanginya lagi karena masa depanku sudah ada di depan mataku," gadis itu berusaha meyakinkan Adam, agar dirinya bisa bertemu lebih lama dengan Yusuf.

"Baiklah kalau begitu, sebentar lagi kalian berdua akan sampai ke toko buku," ucap Adam.

Tak lama setelah itu, mobil Adam berhenti tepat di depan toko yang sudah tujuh tahun tidak dikunjungi oleh Yusuf. Yusuf dan gadis itu pun turun.

"Cepat pulang, atau Kak Airy akan ngamuk nanti. Ingat, kesehatan dia akhir-akhir ini memburuk karena darah tinggi," ucap Aminah masih ketus dan kesal dengan gadis itu.

"Iya, aku nggak lama, kok. Hanya menyapa saja, assalamu'alaikum!" Yusuf pamit dan segera masuk ke toko itu.

Gadis itu mengikutinya dari belakang, pemilik toko sedang istirahat, jadi toko di jaga oleh karyawan yang Yusuf tidak kenal. Gadis itu terus mengikuti kemana Yusuf berjalan, sampai di sudut dinding ruang paling ujung, Yusuf berhenti.

"Kenapa berhenti?" tanya gadis itu.

"Ambil liontinmu, datang ke alamat yang sudah aku tulis. Semua berkas pentingnya ada di rumah alamat ini, jangan ganggu aku lagi. Jangan muncul di depanku lagi, jangan pernah berharap dengan bualan pernikahanmu tujuh tahun lalu itu. Permisi!" Yusuf meninggalkan gadis itu.

"Kamu tidak tahu, aku sampai hampir kehilangan nyawa karena kembali ke sini. Bukan semata karena harta itu, tapi karena dirimu. Aku yakin, jika kamulah yang dimaksud Kakekku, yang akan membubarkan organisasi hitam itu, kamulah yang akan menarikku dari lubang hitam itu. Aku melihatmu begitu bersinar ketika pertama kali bertemu, dan selalu kamu yang datang ketika aku susah di tujuh tahun lalu. Aku harus berusaha, membuatnya menolongku dari dunia hitam ini." batin gadis itu.

Ponsel gadis itu berbunyi.

"Hallo!"

"Nona, nona harus datang ke markas. Ada komplotan pemberontak menculik stok wanita penari malam kita,"

"Aku akan ke sana!"

Siapakah gadis ini? Mengapa ia dipanggil Nona? Apakah, selama tujuh tahun, dia hidup enak dan bahagia? Apakah dia membohongi Yusuf? Rahasia apa yang sebenarnya dia miliki?

Yusuf berdiri tegak memantau arloji di tangannya. Ia berharap Fatur menjemputnya tepat waktu. Mereka sudah janjian untuk melihat lokasi yang akan dibangun supermarket dan minimarket baru di daerah yang tak jauh dari sekolah lamanya.

"Assalamu'alaikum, hehe maaf lama. Motorku baru aja ngambek," salam Fatur dengan cengangas-cengegesan wajah tak bersalah.

"Wa'alaikumsallam warahmatullahi wabarakatuh,"

"Aku dah bilang, museum-kan motor itu. Kemarin saat kau ke Korea, bukankah aku sudah mengirim-mu uang untuk beli motor baru?" protes Yusuf.

"Haih, aku masih menyimpan uang itu. Aku tidak ingin merepotkan dirimu, Bro. Sudah diajak join begini saja aku sudah bahagia dunia akhirat, kok!" ungkap Fatur.

Mereka pun berangkat ke lokasi tersebut. Sambil menikmati indahnya siang hari kota Jogja. Semuanya masih indah, tak berubah banyak sejak tujuh tahun lalu saat Yusuf selalu pulang sekolah lewat jalan itu. Ini kisah awal pertemuan kembali antara Yusuf dan Gadis bermata biru itu. Akan ada flasback di setiap bab-nya nanti.

Selamat membaca

Garis Hati

[Yusuf, I'm home today. Can we meet up?] pesan dari Cindy.

Namun, Yusuf mengabaikan begitu saja. Ia sibuk dengan Fatur yang hendak membuka bisnis bersamanya itu. Sampai akhirnya gadis mata biru itu kembali menemuinya, masih dengan seragam yang melekatnya.

"Kak, aku...." ucap lirih gadis itu.

Melihat ada noda darah di tangannya, Yusuf langsung menyeret gadis itu ke ruangan yang nantinya akan Yusuf gunakan untuk menyimpan stok bahan makanan.

"Kamu menghabisi orang lagi?" tanya Yusuf panik.

"Ini yang terakhir, aku meninggalkan semuanya demi dirimu," ucap gadis itu.

"Apa yang kamu mau? Aku sudah menjaga barang berhargamu, aku tidak ingin masuk lagi ke dalam hidupmu lebih jauh lagi, cukup sampai di sini!" tegas Yusuf, bahkan mencengkeram erat pergelangan tangan gadis itu tanpa sengaja.

"Tapi aku sudah melaksanakan janjiku tujuh tahun lalu. Kau ingin aku menghafal, aku sudah hafal, kau ingin aku masuk ke Islam, aku sudah jadi orang Islam. Tapi semua nggak gampang, Kak. Karena kamu tidak menarikku dengan benar," gadis itu selalu memakai kata-kata yang sulit Yusuf pahami.

"Dengar, aku.. keseharianku memang memegang pisau. Tapi perlu kamu ingat, belatimu dan pisau dapurku, tak akan pernah bisa menyatu. Sekarang, pergilah!" usir Yusuf.

Air mata gadis itu menetes, ia tak tahu harus bagaimana lagi menyakinkan Yusuf jika dirinya kembali hanya untuk dirinya. Neneknya memberikan waktu selama 3 bulan untuk gadis itu membuktikan bahwa Yusuf akan menjadi perisainya dan jalan hidupnya. Jika tidak, gadis itu harus meminum racun untuk mengakhiri hidupnya, agar posisinya bisa diambil alih oleh adik lelakinya.

"Aku tidak ingin mati. Satu bulan sudah aku habiskan di sini, jadi.. tinggal dia bulan lagi, aku harus bisa membuat Kak Yusuf mencintaiku. Aku akan dekati Tuhannya, maka umatNya.. otomatis akan dekat sendiri kepadaku," batin gadis itu meninggalkan tempat itu.

Yusuf merasa gelisah ketika gadis itu pergi. Gadis bermata biru itu bernama Rebecca Anastasya, saat ini usianya akan menginjak 18 tahun dan beberapa bulan lagi lulus dari sekolahnya. Selama hidupnya, ia sering kali melakukan hal yang di luar nalar di luar negri sana. Tangannya selalu di kotori oleh darah dan uang tak halal.

Meski begitu, selama ia masuk muslim, Rebecca mengisi perutnya dari hasil bekerja di tokoserba. Mungkin, gajinya sangat minim karena ia juga harus sekolah, tapi demi menjaga ke-islaman-nya, Rebecca tak ingin mengotori perutnya dengan uang haram yang ia dapatkan saat dirinya berubah di sisi cucu seorang ketua geng Mafia.

"Hey, siapa cewek tadi? Cantik juga, seperti bule ya, tapi manis kek orang Korea. Calon?" tanya Fatur.

"Terkadang, ketidaktahuan dan diam itu akan jauh lebih baik. Itu lebih membantuku!" seru Yusuf menggebrak meja.

"Wah, parah nih anak. Semenjak tinggal di Korea tempramennya jadi menyeramkan. Harus dimasakin makanan lokal ini," batin Fatur.

"Tak janganke, jangan lompong wae karo gorengke gerih wae ben mathuk!" imbuh Fatur dalam pikirannya. (Tak masakan, sayur daun talas saja dengan menggoreng ikan asin biar mantap)

Yusuf memanggil taksi dan kembali ke pesantren untuk bertemu dengan keluarga di sana. Ketika macet, tak sengaja Yusuf melihat Rebecca berlari ke arah gang sempit di samping gedung kosong yang sudah lama tak berpenghuni.

Tak ingin melihat dan ingin pura-pura tidak peduli. Namun, itu tak bisa Yusuf lakukan. Ia meminta supir untuk menurunkannya di depan, lalu berlari ke arah yang sama dengan larinya Rebecca. Sangat jelas jika jalanan itu nampak tak pernah ada yang menginjaknya. Lumut-lumut di pavingan itu juga sangat licin, apalagi jika selepas hujan pasti akan membuat orang jatuh jika mengambah pavingan itu.

Di belakang gedung kosong itu juga ada sebuah gedung kecil yang sangat kotor karena tidak terawat. Tumbuhan liar juga tumbuh menjulang sampai ke atap dan terlihat cat dinding yang terkelupas karena termakan usia.

Brakkkk!

Suara hentakan barang yang terdengar sengaja di dorong atau dibuang. Yusuf semakin penasaran dengan suara itu. Ia mengikuti asal suara itu dan menemukan Rebecca sedang berbincang dengan tiga lelaki bertubuh besar dan sangat menyeramkan wajahnya.

"Mata biru? Apakah dia belum bertaubat? Kenapa dia melakukan kegiatan hitam ini lagi?" batin Yusuf.

Ah elah Mas Yusuf, seseorang akan butuh proses untuk menjadi yang lebih baik. Ternyata Yusuf tidak sabar menunggu Rebecca menjadi wanita yang ia inginkan.

"Kalian ingin uang, 'kan? Maka akan aku berikan nanti, aku juga sudah katakan, bukan? Ini baru bulan pertama, kenapa kalian ngotot ingin aku kembali?" tanya Rebecca, Yusuf mendengar bentakan Rebecca itu.

"Nona, untuk apa Nona lakukan ini. Ayolah, kembali bersama kami," desak salah satu dari ketiga pria itu.

"Aku tidak mau!" bentak Rebecca.

"Tolong pikirkan kembali, Nona. Kami lakukan ini hanya untuk kebaikanmu saja, tolong pikirkan…." ketiga pria itu pergi meninggalkan Rebecca,

Setelah ketiga pria berbadan besar itu pergi, Rebecca terjatuh bersimpuh di lantai yang sangat kotor. Ia menundukkan kepalanya dan mulai menangis. Reflek, ketika Rebecca terjatuh, Yusuf mengulurkan tangannya dan merasa sakit di hatinya melihat air mata Rebecca membasahi pipinya.

"Kenapa aku di sini? Kenapa gadis itu terus menarikku ya Allah. Astaghfirullah hal'adzim, apa maksud semua ini ya Allah…." batin Yusuf.

"Kenapa? Kenapa harus aku yang mengalami ini? Kenapa aku yang ahrus lahir di keluarga itu? Berapa banyak lagi nyawa seseorang harus melayang dari tanganku? Aku bukan malaikat penyabut nyawa, aku benci dengan tangan ini!" kehampaan melanda hati Rebecca.

"Kakak, kamu kenapa tidak mau meraih tanganku. Setelah meninggalnya pamanmu itu.. aku selalu mencari cara untuk tetap berkomunikasi denganmu. Tapi kenapa.. kenapa sekarang kamu malah melepaskan tangan yang sebelumnya sudah kau raih sedikit? Aku kembali terjatuh, Kakak…." imbuhnya. Tentu saja yang ia maksud Kakak, adalah Yusuf.

Perlahan Yusuf melangkah lebih jauh meninggalkan Rebecca. Ia tidka menyangka jika pertolongannya dianggap sebagai uluran tangan dari kegelapan hidupnya. Yusuf terus berjalan keluar dengan menggenggam dadanya yang terasa sebak nan sakit. Seolah ia merasakan apa yang dirasakan Rebecca saat itu.

"Aku tidak percaya ini!"

"Mata biru, kau kembali menyeretku dalam duniamu. Aku kesal karena ini, sungguh membuatku tidak nyaman!"

Yusuf berjalan sempoyongan karena kelelahan dan harus melihat Rebecca menangis. Ia bahkan sampai akan terjatuh ke jalan raya, untung saja ada Cindy yang menangkapnya. Melihat bahwa itu tangan Cindy, Yusuf langsung melepas dan mendorong kecil menghindari Cindy.

"Maaf," ucap Cindy mengangkat tangannya.

"Kamu sakit? Kenapa kamu keluar dari dalam sana?"

"Kamu pucat sekali, sebaiknya aku mengantarmu pulang sekarang juga. Ayo masuk ke mobilku!" ucap Cindy memapah Yusuf ke dalam mobilnya.

Meski tidak bersentuhan kulit secara langsung, Rebecca yang melihat itu menjadi kesal dan cemburu. Beruntung, Rebecca tidak melihat Yusuf saat mengintainya, itu akan aman bagi harga diri Yusuf. Apa yang hendak dilakukan Rebecca ketika melihat Yusuf dekat dengan wanita lain?

Takut Paha dan Ketiak Diumbar-umbar

Sesampainya di depan rumah Airy, Cindy langsung berteriak memanggil siapapun untuk memapah Yusuf masuk ke rumah. Airy yang panik itupun langsung berlari ke mobil dan meraih yanga Yusuf.

"Assalamu'alaikum, Kak Airy kenapa tergesa-gesa? Aku baik-baik saja, kok," Yusuf masih bisa tersenyum saat itu.

"Wa'alaikumsalam, mentang-mentang dah gede jadi sok sama kakaknya!" seru Airy menggetok kening Yusuf.

"Aw! Aku sedang pusing, Kak. Kenapa di getok, sih?" protes Yusuf dengan manja.

Terlihat sekali jika Airy begitu menyayangi adik kesayangannya itu. Raihan saja merasa cemburu karena Airy dekat dengan Yusuf, meski itu hanyalah gurauan saja. Suasana bahagia menyelimuti keluarga pesantren atas kepulangannya Aminah dan Yusuf. Karena sudah sore, Airy meminta Cindy untuk tinggal beberapa waktu menunggu adzan magrib selesai.

Setelah sholat magrib berjamaah, keluarga pesantren juga mengadakan syukuran atas prestasi yang putra putri mereka capai. Aminah sedang sibuk berbincang dengan Raditya di depan rumah saat itu.

"Kamu apa kabar? Selama tiga tahun lebih kamu tidak menghubungiku sama sekali, bahkan saat lebaran saja.. kamu tidak menemuiku," tanya Raditya malu-malu.

"Itu karena aku takut terlalu merindukanmu dan ingin pulang lebih cepat. Maaf...." jawab Aminah menundukkan kepala.

"Kenapa minta maaf, sudahlah. Kamu sudah menjadi Dokter sekarang, kamu juga masih bertugas di sana, apakah.. kamu tidak akan ada rencana pindah ke sini?" harap Raditya.

"Aku ingin sekali, tapi...." ucapan Aminah terpotong.

"Aku sudah berusaha, tapi Ibuku masih saja seperti itu. Jika memang Ibu tak dapat memberikan restu, aku siap menikah tanpa kehadirannya," bisik Raditya.

"Nanti kita bertemu Ibu dulu, ya, Bang. Baru kita tentukan, hubungan ini mau bagaimana," Aminah tetap yakin, jika Ibunya pasti akan memberikan mereka resti karena ada yang Aminah lakukan agar Ibunya luluh.

Setelah jamuan selesai, malamnya mereka juga mengadakan tahlilan bersama. Tak acara apapun tapi memang ingin melakukan tahlilan bersama untuk kelancaran usaha baru yang hendak Yusuf jalankan.

Toserba yang Yusuf inginkan juga sudah jalan di beberapa tempat. Kini, restoran yang ia mau juga akan mulai di rehab esok hari agar tidak menyia-nyiakan waktu berharga.

Malam setelah sholat di sepertiga malamnya, Yusuf tak dapat kembali tidur. Ia terus teringat dengan kata-kata Rebecca yang membuatnya sesak di dada. Lamunan itu pecah karena Fatur menelponnya.

"Assalamu'alaikum," salam Yusuf.

"Wa'alaikumsalam, Suf. Kamu bisa ke lokasi nggak? Pagi ini aku sudah mulai mengecat, hehehe. Temani aku gih, aku takut."

"Ini baru jam 3 lebih, kamu sudah ngecat? Yang bener saja, Fat? Aku lelah, bisa nggak kalau nanti jam 6 aku baru sampai sana?" Yusuf menawar.

"Please lah! Aku takut, tapi sekarang aku senang karena ada seorang cewek yang datang kemarin membantuku,"

"Cewek kemarin? Halo.. Fat, Fatur! Di matiin pula!'

Karena Yusuf tetap mengira cewek itu adalah Rebecca, ia pun langsung bergegas menyalakan motornya dan berangkat ke lokasi tersebut. Saat ini, Yusuf tinggal sendirian karena Gu dan Raditya sudah membeli rumah sendiri. Jadi, Yusuf bebas hendak pergi kemanapun sesukanya tanpa ada orang yang menegurnya.

Benar!

Gadis mata biru, Rebecca.. sudah bersama Fatur sedang mengecat dinding dengan senyuman yang tak bisa ia lupakan. Rebecca seperti bunglon yang suatu saat bisa berubah-ubah emosionalnya. Kemarin baru saja dia marah dan menangis, tapi pagi itu dia begitu sangat ceria dan bahagia.

" Assalamu'alaikum," salam Yusuf.

"Wa'alaikumsalam, eh Yusuf. Datang juga ternyata. Kamu ngecat bagian sana sama Rere ya. Dia karyawan baru kita, hehehe sudah rajin saja. Makanya aku terima dia kerja di sini," ucap Fatur masuk ke dalam untuk bagian dapur.

"Kerja? Kamu masih sekolah, bagaimana kamu mau kerja?" tanya Yusuf dengan aura dingin.

"Aku kerja dibayar perjam. Bos Fatur sudah menerimaku, jadi ya nggak masalah, dong...." jawab Rebecca manis.

"Eh, tunggu! Kalian sudah sedekat itukah? Sampai Yusuf tahu kamu masih sekolah atau tidaknya?" goda Fatur.

"Kamu masuk ke bagian dapur sana!" ucap Yusuf mendorong Fatur dengan pelan.

Yusuf menghela nafas panjang dan beristighfar. Lalu, meminta Rebecca untuk ikut ke ruangan yang nantinya akan menjadi ruangan pribadi Yusuf. Di sana, ternyata sudah sangat tapi dan bersih, entah kapan Yusuf membersihkan ruangan itu.

"Wah, kenapa di sini sangat rapi dan bersih, jadi nyaman deh kalau bobok di sini," celetuk Rebecca.

"Duduk, isi formulir ini," pinta Yusuf.

"Tanganku kotor, Kak. Bisakah, kau menuliskannya untukku, aku mohon...." rayu Rebecca.

"Aku Bos di sini, kamu boleh memanggil Fatur dengan sebutan Kakak saja. Lalu, kamu memanggilku dengan kata Bos itu, mengerti?" desis Yusuf.

Rebecca mengangguk, Yusuf mulai mengisi formulir itu. Ia manfaatkan pengisian formulir itu hanya untuk mendapat informasi diri Rebecca yang belum ia ketahui selama hampir delapan tahun mengenalnya.

"Nama?"

"Rebecca Anastasya,"

"Tanggal lahir?"

"Em, haruskah?" protes Rebecca.

Yusuf menatap Rebecca dengan sinis.

"Ok, akhir tahun aku umur 18 tahun, aku lahir di Australia, dan masih jadi warga negara sana," jawab Rebecca menurunkan nada bicaranya.

Bukan hanya itu saja, Rebecca juga jujur kepada Yusuf tentang apa yang sudah terjadi dengannya. Rebecca mengakui bahwa dirinya masih berkelahi, merampok dan juga menghabisi nyawa orang hanya demi melakukan tugas dari keluarganya.

"Apa kamu tidak niat untuk hijrah?" tanya Yusuf.

"Tidak mudah untuk melakukan itu, Kak. Kau harus membantuku keluar dari dunia hitam ini. Hanya kamu yang mampu menarikku," lirih Rebecca.

"Kenapa harus aku? Banyak orang lain yang lebih hebat dariku di luar sana," tegas Yusuf.

"Karena itu pilihan hatiku. Jadi, aku mohon bimbinglah aku," harap Rebecca, Yusuf mau menerima permohonnya.

Krena tidak tega melihat Rebecca memohon seperti itu, Yusuf pun menjadi tidak tega dengannya. Ia menerima Rebecca bekerja dan selalu dekat dengannya di restoran barunya. Perlu diketahui, ini kali pertama Rebecca mampu memohon dan tunduk dengan seseorang, begitu juga dengan Yusuf. Ini kali pertama menerima wanita lain berada dalam sisinya.

"Tapi aku ada syarat lagi," kata Yusuf memberikan nomor ponselnya.

"Apa itu? Wah ini nomor ponselmu, Kak. Eh, maksudku, Bos?" tanya Rebecca.

"Sederhana!"

"Mulailah memakai pakaian yang tertutup. Aku tidak suka melihatmu mengumbar paha dan ketiak seperti itu. Ini masih jam 4 pagi, udara juga masih dingin, sebaiknya kamu memakai ini," pinta Yusuf memberikan tas berisikan satu set pakaian olahraga kepada Rebecca.

Entah kebetulan apa takdir, tapi Yusuf memang sengaja membawa itu ketika Fatur mengatakan jika Rebecca tengah bersamanya. Ia juga membawakan setlist pakaian itu milik Airy dulu. Jadi, akan pas di tubuh Rebecca nanti.

Setelah itu, Fatur kembali memanggil Rebecca untuk membantunya di belakang. Sampai waktu sarapan tiba, Yusuf memesan sarapan untuk mereka bertiga. Tak sampai pesanan di pesan, datanglah Cindy membawakan sarapan untuk mereka. Tenyata, Fatur lah yang menghubungi Cindy untuk datang.

"Itukan.. cewek yang kemarin. Ngapain dia kesini, sih?" gerutu Rebecca dalam hati.

"Ngapain Cindy kemari, sih? Pasti Fatur yang memintanya kesini, aku susah menghindarinya, karena aku merasa tak nyaman dengan kejadian masa lalu," kesal Yusuf dalam hati juga.

Cindy terlihat masih biasa saja, rasa yang ia pendam tak pernah luntur kepada Yusuf. Ia masih berharap bisa mendapatkan cinta Yusuf di pertemuan keduanya setelah berpisah cukup lama. Tatapan mata Rebecca dan Cindy seolah-olah memberikan percikan api yang membara, seakan meraka siap untuk bertempur mendapatkan cinta Yusuf. Siapakah yang akan mendapatkan hati Yusuf kedepannya?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!