NovelToon NovelToon

Unwanted Marriage

Unwanted Marriage Part 1

"Senyum terus, bengek mulut gue!"

Protes dilayangkan dari seorang pria yang baru saja masuk ke kamar bersama seorang gadis disampingnya sembari memegang bibirnya. Pria masih memakai jas lengkap bewarna putihnya, sedangkan sang gadis masih memakai gaun pengantinnya.

Pria itu memandang gadis yang ingin ke toilet bersama gadis lain. "Woi Valerie, Kak! Gue mau ke toilet!" teriak pria itu membuat keduanya menoleh bersamaan.

Kakak pria yang bernama Liza itu memutar bola mata. "Lo gak liat istri lo capek Vincent Leonardo?!" protesnya.

Ya, pria itu adalah Vincent Leonardo, dan gadis yang memakai gaun putih itu adalah Valerie Christabel, istrinya.

Vincent melipat kedua tangan di dada. "Terus gue apa? Emangnya gue sehat sentosa?! Gue juga capek, mau mandi, tidur, istirahat!"

"Lo cowok! Gak usah manja! Inget! Papa sama Mama besok mau pergi ke Amerika dan tinggal disana, gue tinggal disini sama lo dan Valerie, istri lo. Lo tinggal ke kamar mandi lantai bawah beres!” Liza kemudian memandang ke arah Valerie. “Masuk aja Valerie, gue bantu bukain gaunnya."

"Gue gak anggap dia istri gue! Gila aje gue nikah di umur 17 tahun astaga! Cewek ini aje belum genap 17 tahun!" Vincent kembali melayangkan protesnya.

Dia tidak tahu apa yang dipikirkan Ibu dan Ayahnya yang begitu ingin dirinya menikah dengan gadis tomboy di kelasnya yakni Valerie, begitu buru-buru membuatnya menjadi kesal, padahal dia masih ingin menikmati masa mudanya. Namun Vincent tidak bisa menolak karena motor kesayangannya dan kartu kredit adalah taruhannya.

"Hei kurang ajar! Lo gak ada sopan santun apa? Orangnya disini, lo malah ngomongin!"

“Kak.” Liza menoleh ke arah Valerie yang sedang tersenyum ke arahnya. “Bisa bantu bukain? Biarin aja dia ngomongin,” ucap Valerie. Dia tampaknya memang sangat lelah.

Mendengarnya, Liza mengangguk cepat, dia menatap Vincent tajam selama beberapa detik, kemudian kembali memandang Valerie. “Val, kalau dia macem-macem, lo marahin, tabok aja gapapa, oke?” ucap Liza

Valerie mengangguk lemah. Memang Ayah, Ibu Vincent sudah meminta Valerie untuk memarahi saja Vincent jika Vincent berisik karena mereka tahu bagaimana sikap Vincent. Hanya saja dia ingin segera mandi, dan disini juga ada Liza.

Liza kemudian mengajak Valerie ke kamar mandi membuat Vncent menggerutu.

"Woi!! Dasar 2 cewek gak ada akhlak!! Gue mau masuk duluan! Woi!!" Dan akhirnya Vincent hanya bisa menggerutu ketika pintu kamar mandi terturup.

Vincent membuang napas kasar, mengelus dada. "Vincent yang ganteng, tajir, dan baik hati harus sabar, sabar."

*

“Valerie.”

Valerie yang tengah makan mengangkat kepalanya ketika dirinya dipanggil oleh Kiara, Ibu Vincent. "Ya Tante?"

"Ish, kok masih Tante?"

"O-Oh iya, Mama," ucapnya canggung, karena memang masih belum terbiasa.

"Gak papa, santai aja hehe." Kiara mengusap lengan Valerie seperti anaknya sendiri. "Kamu nanti tidur di kamar Vincent ya, Vincent tidur aja di kamar sebelah. Kalian belum mau sekamar kan?"

"Enggak!" bantah keduanya secara bersamaan membuat semua menahan tawa melihatnya.

"Ya udah, nanti tidurnya begitu dulu ya."

"Protes Ibu Hakim!”

Vincent mengangkat tangannya membuat Kiara menatapnya tajam. Vincent memang cukup akrab dengan Ibunya sampai memanggil Ibunya dengan panggilan seperti itu.

"Vincent, jangan banyak protes!"

"Enggak mau! Ma! Itu kan kamarku! Suruh cewek ini tidur di kamar kecil aja, enak aja."

"Dia istrimu Vincent."

"Enggak mau!" Vincent kemudian melangkah dan berlari menuju ke kamarnya, mengabaikan teriakan Kiara.

"Vin--"

"Udah Ma." Valerie menyela ketika Kiara hendak kembali berteriak. "Biar aku yang ngomong aja sama dia," ucapnya.

Kiara menghela napasnya dan mengangguk. "Iya. Oh ya, besok kami berdua akan tinggal di Amerika. Kamu bakal oke kan?"

"Oke Ma."

"Disini ada Liza, kalau Vincent macem-macem, kamu tabok juga gapapa. Jangan sungkan. jangan sampai namanya terukir di batu nisan.”

"Iya Ma."

"Ya udah, selamat malam ya."

"Iya Ma, malam."

Setelahnya Valerie meninggalkan meja, menuju ke kamar Vincent untuk berbicara dengan Vincent. Meninggalkan Kiara dan Simon, Ayah Vincent menghela napasnya. Liza hanya santai, kemudian pamit ke kamar setelah menghabiskan makanannya.

*

Ketika masuk kamar, Valerie lansgung melihat Vincent yang sedang berbaring di atas kasur sembari menggulingkan badannya sendiri ke kanan dan ke kiri, tidak berhenti membuat kening Valerie mengerut. Dia melipat tangannya ketika dia sudah ada di dekat Vincent.

"Woi! Lo kesurupan?"

Vincent berhenti berguling, kemudian matanya menyipit sembari menatap Katherine. "Lo yang kesurupan kalik! Ngapain kesini lo?!" tanyanya tidak bersahabat.

"Mau tidurlah."

"Enggak bisa, ini kamar gue."

"Mama lo suruh gue disini."

"Heh! Denger ye! Gue gak mau jadi suami lo! Jadi jangan bersikap seolah-olah lo istri gue yang bisa ngontrol gue kapan aja."

Vincent kembali menegaskan hal itu, kemudian dia kembali berbaring di kasurnya sembari melebarkan tangannya, tidak memberikan ruang sedikit saja untuk Valerie.

"Hei."

Vincent mengerutkan kening mendengar Valerie kembali membuka suara. Dia menatap Valerie dan terkejut menemukan tatapan tajam Valerie. "Kenapa lo? Jejangan lo yang kesurupan?" ucaonya sembari menatap Valerie ngeri.

"Dasar gak ada akhlak! Lo kira gue dengan mau banget nikah sama lo? Denger ye anak kurang ajar! Gue juga teepaksa, enggak mau nikah dan jadi istri lo. Jijay banget. Daritadi gue sabar karena ada keluarga lo, tapi didiemin malah makin melunjak lo kayak haters!"

Valerie akhirnya mengeluarkan semua kekesalannya. Sejak tadi dia bersabar menghadapi Vincent, tapi akhirnya dia tidak tahan lagi karena Vincent yang sangat-sangat menyebalkan!

Vincent sendiri tidak tinggal diam, dia duduk menatap Valerie. “Terus kenapa lo mau?! Lo bisa nolak kek atau gimana gitu?!” Vincent greget sendiri karena Valerie tidak menolak perjodohannya, kalau Valerie tolak, setidaknya perjodohan mereka kemungkinan bisa saja tidak terjadi.

“Heh! Lo otaknya bermasalah atau gimana sih? Gue aja enggak mau sama lo, emangnya gue nolak?”

Vincent terkejut mendengarnya, namun tak lama dia manggu-manggut. “Bener juga,” gumamnya membuat Valerie memutar bola matanya.

“Lo pergi sana! Gue mau tidur,” ucap Valerie, dia sudah begitu lelah.

“Heh enak aje, lo kate gue pembantu elo ape, bisa lo suruh kesono-kesini,” protes Vincent.

“Mama lo yang suruh gue kesini.”

“Gak mau, ini kamar gue.”

Valerie memghela napas, dia rasnaya begitu lelah. Tapi dia tidak mau mengecewakan Kiara yang sudah memintanya tidur disini, namun jika Vincent begini, bagaimana dia bisa tidur disini? Namun mendadak ide cemerlang muncul di otaknya, dia tersenyum lebar.

Valerie berdehem kecil, kemudian kembali menatap Vincent. “Oke, kalau gitu kita suit aja.”

“Buat apaan? Gue bukan anak bocil yang bisa lo bujuk pake suit-suit ye.”

“Gak ada yang mau bujuk lo, gak penting.”

Menusuk sekali ucapannya.

Vincent hendak protes, namun dia tidak bisa membantah apapun karena memang yang dikatakan Valerie benar. Vincent memang tidak penting untuk Valerie, mereka saja menikah karena perjodohan seakan mereka kembali ke masa 1981.

“Ya udah. Terus buat apa?”

“Otak lo terbuat dari apa sih? Masa ga ngerti?!” Valerie greget sendiri, namun dia menarik napasnya berusaha tetap sbaar, dia memandang Vincent yang masih bingung. “Yang menang nanti tidur sini, kalah tidur di kamar sebelah.”

Mata Vincent melebar. “Apa?! Eng—“

“Takut?” Vincent yang hendak protes disela oleh Valerie. “Yakin banget gak bakal menang sampai nolak begitu. Ya gue ngerti, emang mental tempe,” ucap Valerie yang sebenarnya hanya ingin memancing Vincent.

“Takut? Gigi lo! Gue gak takut, ya udah suit sini!” Vincent menaikkan lengan bajunya, sekarang dia begitu merasa tertantang.

“Oke. Kesempatan cuman sekali ya, deal?”

“Deal!” jawab Vincent tanpa pikir panjang.

“Oke.”

Vincent kemudian bersip-siap dia menghembuskan napasnya berkali-kali di tangannya, seakan itu adalah jimatnya untuk berhasil dalam suit ini. Valerie sendiri hanya snatai sembari menatap Vincent dan geleng-geleng kepala.

Apa ini suaminya?

“SATU, DUA, TIGA!!”

Gunting.

Batu.

Vincent membuka mulutnya lebar ketika tangannya membentuk gunting, otomatis Valerie menang. Valerie ftersenyum puas. “Makanya suit aja gak usah kayak fisika banyak gaya.”

Vincent menatap Valerie dengan tatapan menajam. “sekali lagi suitnya! Tadi gue salah buka jari.”

“Kesempatan cuman sekali, pergi sana!”

“Engg—“

“Mau pergi atau gue jitak?”

“Jitak aja! Lo—AKH!”

Vincent langsung memegang kepalanya yang dijitak sembari meringis kesakitan. “Sakit! Kenapa lo mukul!”

“Katanya jitak aja.”

Vincent melebarkan mata mendengarnya, dia menghela napas kasar. Dengan kesal, dia mengambil guling dan bantalnya satu set, jadi disini ada 2 bantal, 2 guling. “Besok suit lagi gue pastiin gue bakal menang.”

“Hm,” jawab Valerie malas.

Vincent mendengus, kemudian melangkah pergi. Valerie hanya geleng-geleng kepala. Diluar kamar, jantung Vincent bersenam ketika Liza ada didepannya. “Astage Kak! Buat kaget aje lo!”

“Kalah suit sama Valerie? Dijitak pulak.” Liza geleng-geleng kepala sembari berdecak berkali-kali.

“Enggak ya! Gue itu cuman mau ngalah aja, dia kan cewek!” Vincent langsung membantah, tentu saja tidak diterima diejek oleh Liza. “Gue tadi sebenarnya--mphm!"

Belum selesai bicara, Liza sudah menyumpal mulutnya dengan roti yang Liza bawa. “Berisik.”

Liza kemudian melangkah pergi darisana menuju ke kamarnya. Vincent mengeluarkan roti dari mulutnya, matanya melebar melihat isi roti itu.

“AKH!! ROTI COKELAT KESAYANGANKU!!” teriak Vincent sembari tersenyum lebar.

***

Tiga hari terlah berlalu.

Valerie maupun Vincent harus menyesuaikan diri dengan hidup mereka yang baru, terlebih Valerie. Kedua orang tua Vincent sudah pergi. Valerie mau tidak mau harus melaksakan tugasnya sebagai istri, menyiapkan baju Vincent dan lain sebagainya, namun memasak, biasanya dilakukan Asisten Rumah Tangga di rumah mereka.

Akhirnya mereka kembali masuk sekolah karena memang kedua orang tuanya sudah izin.

Vincent turun, kemudian langsung duduk di meja untuk makan. "Eh, udah laper lo Gorilla? Udah disini aja," ucap Vincent ketika ketika Valerie sudah duduk sembari meminum air putihnya.

"Berisik Gagak!"

"Nih makan kalian, habis itu berangkat sekolah." Liza meletakkan ketiga piring di meja, untuk mereka bertiga.

"Makasih Kakak!!" Vincent langsung melahap makanannya.

Liza hanya memutar bola mata dan mulai memakan makanannya.Valeriepun mulai memakan makannya.

"WOW!!"

Valerie dan Liza terkejut ketika mendengar teriakan Vincent. "Heh! Beeiisk banget sih lo!" kesal Liza.

"Enak banget Kak! Kek tumben banget! Lo lama-lama masak, tapi--"

"Valerie yang masak, Mbak Surti gak kerja lagi."

Mata Vincent melebar seketika, dia memandang Liza yang sekarang menahan tawa. Vincent lansgung memegang perutnya dan berlagak muntah membuat Valerie memutar bola mata.

"Astage perut gue kayaknya gue--"

"Perkataan adalah doa." Valerie menyela sembari memakan makanannya.

Mendengarnya Vincent terdiam. Dia kemudian memakan makanannya tanpa berbicara lagi, dia bisa melihat Liza tertawa tanpa suara, membuatnya begitu sebal. Valerie hanya santai sembari memakan makanannya, tidak memedulikan Vincent yang menggerutu tanpa suara.

"Woi, mau kemana?" panggil Liza ketika Vincent berjalan sembari menggendong tasnya.

"Mau ke Saturnus! Emangnya mau kemana lagi Kakakku sayang?"

"Ke sekolah kan? Antar si Valerie!"

"Hah?! Ngapain gue anter! Enggak!"

"Tanggung jawab lo suaminya!"

"Gue--"

"Atau lo gak gue kasih makan nanti malem."

"Ngomongnya, nyiapin makan kek. Kasih makan berasa gimana!" Vincent mendengus, menatap ke arah Valerie yang sedang meletakkan piring di watafel. "Cepetan gue nunggu didepan, kalau telat, lo gue salahin," ucap Vincent kemudian melangkah pergi.

Valerie memutar bola matanya, sebensrnya dia ogah sekali naik motor dengan Vincent ke sekolah, namun dia tidak ada pilihan lain atau dia bisa saja tidak sskolah.

Setelah mencuci piring, dia pamit kepada Liza, kemudian pergi darisana, menyusul Vincent yang menunggunya disana.

.

.

.

.

.

.

--To Be Continue--

Haii, haii aku buat cerita baru nih, boleh dikasih komennya dong gimana menurut kalian nih? Ini aku enggak janji up tiap hari tapi dalam seminggu pasti update minimal 2-3 kali, kalau lebih berarti emang sengaja karena aku sekalian nulis Foolish Love.

Disini walau nikah, tapi tetap SMA ya, maksudnya nyampur. Disini gak sedih ya, disini aku berusaha buat komedi juga, kalau garing Mon maap.

Habis Foolish Love kelar, aku akan up fokus disini. Oke boleh komennya chapter 1, boleh likenya, vote dan follow juga hehe. Oke Dadah..

Unwanted Marriage Part 2

Valerie dan Vincent akhirnya berangkat bersama ke sekolah.

Merkea hanya mengobrol ketika mereka hendak bertengkar, sebelumnya di sekolah mereka tidak pernah bertengkar, saling mengibrol saja tidak. tapi setelah menikah semuanya mendadak menjadi berubah. Valerie rasanya ingin menenggelamkan Vincent di sungai Amazon.

Hingga mendadak motor Vincent berhenti di halte bus dekat sekolah membuat kening Valerie mengerut.

"Turun," ucap Vincent membuat Valerie terkejut.

"Hah? Belum nyampe," ujar Valerie bingung.

"Gue gak mau ada yang tahu kita udah nikah, kecuali temen-temen terdeket gue dan lo. Kalau gue anterin lo sampao ke sekolah, mereka bisa curiga. Jadi gue anterin lo sampai disini aja, lagipula lo bisa jalan kan? Kan lo gak lumpuh."

Mendengarnya Valerie seketika kesal mendengarnya. "Kalau gitu, lo gak usah antar gue, mending gue naik grab aja sendiri!"

"Lah? Lo kira gue mau? Lo gak lupa kan kalau gue dipaksa sama Kakak gue?!"

Valerie seketika semakin panas mendengarnya, dia tidak bisa membantah karena itu memang benar, Liza yang menyuruh Vincent mengantarkan Valerie, padahal Vincent menolaknya.

"Sialan lo!"

Plok!

"Akh!"

Vincent memegang kepalanya yang dibalut helm itu, dia memandang Valerie yang baru turun dari motornya dengan tatapan kesal. "Kenapa lo malah mukul gue?!" protesnya.

"Bodo amat!" jawabnya, kemudian berjalan pergi menuju ke sekolah.

Vincent hanya menghela napas kasar. "Harus banyak sabar-sabar sama ni cewek."

***

"Ape?! Lo berdua udah nikah?!"

Valerie memnepuk jidatnya saat sahabatnya, Jane Kaila berteriak seperti itu. Dia dan Jane sudah bersahabat sejak SMP. Padahal dia jelas-jelas mengatakannya rahasia, tapi Jane malah berteriak-teriak heboh seperti itu. Valerie meletakkan jari di bibirnya, mengisyaratkan untuk diam.

Jane tersadar akan kesalahannya dan terkekeh kecil. "Oh iye, maaf ya bund. Lupa gue, terlalu bersemangat!"

Mendengarnya Valerie hanya memutar bola mata, Valerie menyadari beberapa pasang mata sudah mengarah ke arahnya, pastinya karena mendengar teriakan Jane. Valerie langsung memutar otak.

Dia juga tidak mau ada yang tahu dia sudah menikah dengan pria menyebalkan itu.

“Iya, gue emang udah nikah sama Jungkook!” Valerie berucap dengan kencang dan semangat.

Jane mengerutkan keningnya, tidk mengerti, padahal dia tahu Valerie tidak menyukai artis manapun. Sampai akhirnya dia menoleh ke belakang dan akhirnya menemukam tujuan Valerie, dia langsung mengerti.

“Dasar halu!” ucap Jane ikut berakting.

Tampaknya rencana Valerie berhasil karena akhirnya pasang mata yang mengarah ke arahnya, perlahan mulai fokus kepada aktivitas masing-masing, Valerie menghela napas lega.

“Eh, suami lo tuh,” bisik Jane.

Namun Valerie hanya diam, mendengarnya, dia malah menjadi malas menoleh. “Gak mau gue lihat dia, lo samperin pacar lo aja sana.”

“Hehe, oke.” Jane memandang pria disamping Vincent sembari tersneyum lebar, dia menarik napas dalam, Valerie sudah menutup kedua telinganya dengan tangannya.

“JOHN!!” Akhirnya Jane berteriak.

Banyak pasnag mata mengarah ke arahnya, namun Jane tidak peduli, dia hanya fokus ke arah pria yang sekarang tersneyum lebar kepadanya, yang dipanggil Jane ‘John’

John Gavriel Angjaya.

Itulah nama lengkap John yang statusnya adalah kekasih Jane semenjak kelas 10 SMA, sudah 1 tahun hubungan mereka berjalan, dan semua baik-baik saja. John juga teman dekat Vincent, namun Valerie cukup dekat dengan John saja, tidak kepada Vincent.

“Jane!”

John langsung berjalan mendekati Jane, berdiri disampinh Jane. Sedangkan Vincent, dia memutar bola matanya malas melihat ada Valerie disamping Jane, walau Valerie tidak melirik ke arahnya sama sekali.

“Kamu gimana sih?! Katanya nungguin aku di kantin, aku sampai narik Valerie kesini,” protes Jane dengan wajah cemberutnya.

John tersneyum dan membelai lembut rambut Jane. “Iya maaf, aku juga gak nyangka gurunya bakal makan waktu istirahat, jadinya aku chat kamu diam-diam, biasanya kan kalau enggak digituin kamu lama ke kantin.”

“Ya tetap aja, jangam gitu dong!”

“Iya sorry, oke?” John mengerutkan kening ketika menatap meja, dia kembali menatap Jane. “Mana makanmu?”

Jane menggeleng. “Enggak mau, aku mau diet.”

Tatapan John langsung berubah seketika. “Gak ada. Kamu enggak harus diet, makan sekarang.”

“Enggak John, aku—“

“Pak! Baksonya dua!” John berteriak kepada Pak Udiin, penjual bakso dikantin.

Pak Udin langsung mengacungkan jempolnya dan mulai membuat. Jane seketika memasang wajah cemberut. “John!” protesnya.

John tersenyum. “Kamu gak bisa nolak, udah dibeli. Lagipula itu makanan kesukaan kamu kan?”

“Ih!”

“Udah jangan marah-marah lagi, oke?”

John mengacak pelan rambut Jane yang kesal itu samapi akhirnya John menemukan Valerie yang sedang duduk. Seketika John baru menyadari kehadiran Valerie. “Hai Valerie! Maaf gue lupa nyapa.”

Valerie hanya membalas malas. “Udah sering gue jadi nyamuk.”

John dan Jane tertawa mendengarnya. “Lo bahkan udah ada suami kan? Akh!”

John memekik di akhir karena ada yang memukul kepalanya dan itu adalah Vincent yang menatapnya tajam. Valerie yakin, Vincent sudah mengatakan semuanya kepada John yang merupakan sahabat terdekatnya.

“Lo ngomong macem-macem lagi, awas aja!”

“Lah? Emang kan?” potes John.

“Siapa yang nikah?”

Semua terkejut ketika ada yang berbicara, ternyata itu adalah Pak Udin yang membawa dua mangkok bakso dan meletakkannya di meja. Valerie menelan ludah, dia hendak menjawab seperti tadi, namin sudah ada yang menyelanya.

“Saya sama Jane Pak Udin, bentar lagi kan?!” ucap John sembari tersenyum lebar.

Mendengarnya, Pak Udin hanya tertawa sebari geleng-geleng kepala. Jane hendak protes, tapi dia tahu itu hanya ucapan agar Pak Udin tidak curiga. “Belajar dulu yang bener, udah nikah-nikah aja.”

“Udah pasti Pak ini mah!”

“Halah. Nanti kalau Jane suka sama yang lain?”

“Enggak akan Pak. Siapa emang yang berani deketin dia?”

Pak Udin hanya tertawa, kemudian kembali ke tempatnya. Semuapun menghela napas lega, John duduk dideoan Jane, memberikan semangkok bakso kepada Jane. “Makan. Oh ya, Valerie belum ya?”

Valerie menggeleng. “Gue beli—“

“Vincent! Pesenin dong!”

Vincent yang baru saja ingin duduk disamping John, mengerutkan kening, terkejut mendenganrya. “Apaan sih lo? Enak aja, gak mau gue!”

“Enggak, mending gue gak usah makan, daripada dia yang beliin.”

Mendengarnya, Jane dan John terdiam terlebih Vincent dan Valerie saling bertatap tajam. Jane dan John memilih memakan makanan mereka, sampai akhirnya Valerie berdiri dan memesan makanannya sendiri, Vincent hanya memakn mie instan yang sudah dia siapkan.

***

Pulang sekolah tiba.

Valerie berdiri didepan gerbang sekolah, dia tengah mencari taksi yang biasanya lewat didepan sekolah. Vincent tidak mau mengantarkannya, lagipula Valerie tidak mau dan tidak butuh Vincent mengantarkannya. Jane sudah pulang terlebih dahulu bersama John memakai motornya.

“Valerie.”

Valerie menoleh ketika ada yang memanggilnya, Valerie tersenyum. “Hai Lucas.”

Lucas Winston.

Itu adalah nama lengkap pria yang tersenyum lebar ke arahnya. Lucas adalah anak IPA. Ah, Valerie, Vincent, John, dan Jane mengambil jurusan IPS, sedangkan Lucas anak IPA, kelas 11 juga. Lucas memang cukup terkenal setelah Vincent karena memang dia sangat tampan, pintar, dia juga sering ikut olimpiade.

Menurut Valerie, Lucas jauh lebih baik dari Vincent. Lucas ramah, baik, seirng ikut olimpiade, perlombaan. Sedangkan Vincent terkenal karena memang nakal di sekolahnya bisa dibilang bad boy, dan juga karena wajah tampannya.

“Hai. Belum pulang?” tanya Lucas, dia sedang duduk di motornya dan memakai helmnya.

Valerie menggeleng. “Nunggu taksi.”

“Mau gue anter?”

Valerie melebarkan matanya dan langsung menggeleng cepat. “Enggak! Gak usah Lucas,” tolaknya keras, tentu saja.

“Kenapa? Nanti lama nunggunya. Tenang, gue enggak akan apa-apain kok.”

“Aku percaya kamu enggak akan ngapa-ngapain, tapi aku naik taksi aja.”

“Serius, taksi aja eng—“

“Nah itu dia!”

Valerie menyela dan melambaikan tangan ke arah taksi yang ibgin lewat dan langsung berhenti. Valerie menatap Lucas. “Makasih ya tawarannya, tapi aku naik taksi aja.”

Lucas mengangguk. “Iya gapapa. Lo hati-hati.”

“Iya.”

“Oke, gue duluan ya,” ucapnya dibalas anggukan kepala Valerie.

Lucas langsung pergi darisana, menggunakan motornya. Valerie menghela napas lega, kemduian langsung masuk ke taksi itu dan pergi darisnaa, dia tidak sadar ada yang melihatnya sejak tadi sembari duduk di motor.

Vincent.

.

.

.

.

.

--To Be Continue--

Nah udah party kedua gimana ni menurut kalian? Boleh like dan komennya. Aku akan buat cerita baru Foolish Love Season 2, jadi updatenya ******" ya, oke sekian terima kasih..

Unwanted Marriage Part 3

"AGH!! SAKIT KAK!"

Teriakan Vincent menggelegar di rumah itu ketika tangan Liza menjewer telinganya keras. Dia tidak menyangka saat kembali dari rumah, Lisa sudah menunggunya dan bertanya dimana Valerie, setelah Vincent berkata, Valerie pulang sendiri, Kakaknya langsung menjewernya.

"Biarin! Ini salah lo! Lo itu gimana sih?! Lo masa biarin istri lo pulang sendirian?! Papa, Mama, orang tua Valerie udah percaya sama kita! Lo seharusnya enggak kayak gitu!" kesal Liza.

Saking kesalnya, dia memutar jewersnnya sampai teriakan Vincent semakin terdengar, barulah dia melepaskannya dengan wajah kesal. Vincent sendiri mengusap telinganya yang memerah, menatap Lisa dengan tatapan protes.

"Gue itu enggak anggap dia istri gue! Kenapa sih harus gue terus yang salah?! Papa, Mama, bahkan orang tua Valerie juga salah, memaksakan kehendak mereka!" Vincent menyerukan pendapatnya lagi.

"Apapun alasannya, lo tetap harus nganter Valerie."

"Kenapa?!"

"Kenapa?!" Liza melipat kedua tangan di dadanya, menatap Vincent dengan tatapan menyelidik. "Walau lo gak mau anggap dia istri lo, it's fine! Tapi bagaimanapun lo tetap harus punya tanggung jawab! Itu namanya cowok sejati! Ngerti lo?!"

Vincent hanya mematung mendengar ucapan Liza. Sampai akhirnya dia menghela napas, berpikir kalau apa yang dikatakan Kakaknya benar, dibandingkan harus berdebat lagi, dia memilih mengakui kesalahannya.

"Iya maaf Kak, gue salah," ucapnya.

Liza hanya menghela napas. "Gue gak tahu, kalau gue gak disini, bisa aja lo nyiksa Valerie kayak di FTV."

Mata Vincent melebar seketika, dia langsung menggeleng cepat. "Enggak ya Kak! Gimana mau nyiksa?! Itu anak aja galaknya kayak banteng baru keluar!"

Mendengarnya, Liza tertawa kecil. Entah kenapa, dia merasa beruntung karena Valerie galak dan bisa membela dirinya sendiri, jika Valerie adalah tipe gadis lembut, dia akan mudah disuruh atau dibully oleh Vincent.

"Hm baguslah kalau gitu."

"Kok bagus?!" protes Vincent, bahkan dia rasanya ingin mencekik Valerie ketika Valerie galak seperri itu.

"Biar lo gak bisa bully dia," jawab Liza santai.

"Enak aja! Gue--"

"Permisi."

Vincent dan Liza menoleh ketuka ada yang membuka pintu rumah mereka sembari mengucapkan 'Permisi'. Ternyata itu adalah Valerie, Liza langsung tersenyum lebar, merasa lega. Sedangkan Vincent, memutar bola matanya malas.

"Ya ampun Valerie! Kamu pulang juga! Gimana? Kamu oke kan?"

Valerie yang mendengar pertanyaan Liza mengangguk. "Iya Kak, oke kok."

"Syukur deh, maafin si Vincent ini ya, dia emang kurang ajar," cibir Liza.

"Ih Kak apaan--" Vincent yang baru ingin melayangkan protesnya, terdiam dan menunduk ketika Liza memberikan tatapan tajamnya.

"Iya, enggak papa, Kak," jawab Valerie sembari memaksakan senyumnya. "Kalau gitu, aku istirahat ya Kak, permisi."

"Iya-Iya, istirahat yang lama ya!"

Valerie hanya mengangguk. Kemudian dengan lesu beejalan ke kamarnya, dia sempat menatap Vincent tajam yang langsung dibalas juga oleh Vincent. Namun Valerie akhirnya berjalan melewatinya, dia merasa aneu sendiri dengan hubungan suami-istri yang sedang Vincent dan dirinya jalani sekarang ini.

Absurd.

***

"Ck! Masa gue kalah lagi sih sama dia John?!"

John hanya terkekeh mendengar protes yang dilayangkan oleh Vincent. Vincent sedang menceritakan dirinya yang kenarin kalah dengan Valerie dalam suit, jadi Valerie tetap ada di kamarnya, selain itu Vincent juga menceritakan kekesalannya kepada Kakaknya karena Kakaknya terus membela Valerie.

"Denger ye, cewek itu selalu benar. Lagian lo sih, gak mau nyerah banget sih."

"Enggaklah! Itu kan kamar gue! Kalau dia emang gue anggap istri gue dengan senang hati gue kasih kamar gue, itu kan karena terpaksa dang," ucap Vincent dengan wajah malasnya.

John hanya geleng-geleng kepala, dia tidak bisa ikut campur dalam hal ini dan hanya bisa menasihati Vincent. "Lo mending baik-baik sama Valerie."

"Gak!" Dan Vincent selaku menjawabnya ketus sehingga John tidak bisa melakukan.

Sampai akhirnya dia memandang ke arah pintu dan matanya melebar menemukan kekasihnya sedang bersama pria lain. Mata John tidak lepas darisana, memang Jane tidak hanya bersama pria itu, juga ada Valerie disampingnya, tapi Jane terus mengobrol dengan pria itu.

John menjadi kesal sendiri.

Ketika John mendadak diam, otomatis Vincent heran, menoleh ke arah John, namun dia terkejut melihat John memandang sesuatu dfengan penuh perhatian. Dia mengikuti arah pandang John dan seketiks mengerti kenapa.

Vincent terkekeh. "Cemburu ya?" tebaknya, tepat sasaran.

"Berisuk, diem deh," ucap John tanpa mengalihkan pandangannya.

"Udah, itu cuman pacar lo bukan istri, jangan posesif banget napa?" ucap Vincent setengah bercanda.

"Tunggu aja sampai lo suka sama Valerie, nyesek banget liat dia sama cowok lain," ucap John yang agak kesal karena ucapan Vincent.

"Enggak akan."

John tidak memedulikannya lagi, sampai akhirnya dia melihat pria itu sudah pergi dan Jane berjalan menuju ke kursinya, John langsung berdiri dan menghampiri pacarnya yang baru saja duduk.

"Jane." John memanggil dengan nada datatmya, kedua tangannya dimasukkan ke kantong.

"Iya kenapa?" tanya Jane sembari melepas jaketnya, dia masih belum menyadari perubahan wajah John kepadanya.

"Siapa cowok tadi?" tanya John dengan nada tak suka.

Mendengarnya, Jane langsung menoleh dan tersenyum menemukan wajah John yang tampak sebal. Valerie yang biasa menjadi nyamuk, akhirnya memilih minggir ketika Jane bergeser, duduk di kursinya dan John duduk di tempat Jane. Valerie akhirnya hanya menatap keduanya.

"Itu Lucas, anak IPA."

"Lucas? Kapten basket yang terkenal itu?"

"Iya."

"Ngapaun kamu sama dia? Ngobrolin apaan?"

"Ih, posesif banget." Jane terkekeh melihat wajah John yang masih datar, kemudian dia mencubit kedua pipi John menggoyangkan secara bergantian. "Udah, jangan cemburu gitu, aku sama dia gak ada apa-apa. Dia sebenarnya kan mau samperin Valerie, ya aku ajak ngobrol."

"Valerie?" Alis John terangkat sebelah.

"Hm, terus karena mereka berdua diam pas Lucas anterin ke kelas, ya udah aku ajak ngibrol, terus ya gitu deh," ucap Jane. Jane memang mudah bersosialisasi, berbeda dengan Valerie yang pasif.

"Lain kali gak usah," ucap John yang masih sebal.

"Memangnya kenapa?" Jane justru menjadi semakin gencar untuk mengisengi John. Senang sekali rasanya.

"Emangnya kenapa lagi?" Mendengar nada John yang tidak bersahabat, Jane tertawa.

Dia kemudian memegang tangan John. "Udah gak usah cemburu, hatiku cuman buat kamu kok, serius deh," ucap Jane membuat John menoleh ke arahnya.

John sempat ragu, namun melihat Jane yang tersenyum berusaha menyakinkan akhirnya John menghela napasnya, dia kemudian mengangguk dan keduanya kembali seperti biasa. Sampai akhirnya John memandang Valerie yang bermain ponsel di kursi salah satu siswa yang belum datang,

"Val, elo deket sama Lucas?" tanya John. Dia tampak sesekali melirik ke arah Vincent yang asyik bermain game.

"Enggak," jawab Valerie tanpa menoleh.

"Tapi kayaknya Lucas suka sama lo," ucap John sembari tersenyum,menggoda Vlerie yang memutar bola mata, memilih mengabaikan John.

John kemudian berdehem, memandang Vincent yang asyik bermain game, kemudian dia mendekat ke Vincent dan mengucapkan dengan suara pelan.

"Lo gak cemburu, bini lo deket sama Lucas?"

Mendengarnya Vincent sempat menaikkan kepalanya sebentar, kebetulan gamenya sudah berakhir. Dia memandang Valerie yang bermain ponsel tak peduli, kemudian kembali memandang John dan Jane yang menunggu jawabannya, dia menaikkan kedua bahunya acuh.

"Enggak, terserah dia aje mau deket sama siapa. Bagus malah, kan ada kesempatan cerai," jawabnya enteng, kemudian kembali bermain game di ponselnya.

John dan Jane menghela napas melihatnya. John geleng-geleng kepala. "Dasar, moga ga nyesel lo suatu hari, nanti cemburu sampai die lo!" ucap John ketika Vincent tidak peduli sama sekali.

"Gak akan."

.

.

.

.

.

--To Be Continue--

Boleh like, komen ya, vote dan follow juga boleh. Oh ya, ini enggak ada jadwal updatenya ya, jadi ya kayak sesuai sama diriku aja bisa kapan, hehe. Oke sampai jumpa di chapter selanjutnya, Dadah..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!