Namaku Elara Nasution, terlahir sebagai penerus perusahaan terbesar dan sangat berpengaruh di negaraku. Sejak kecil aku di didik untuk menjadi seorang pemimpin meski genderku perempuan. Dalam setiap generasi di keluargaku, kami ditakdirkan untuk mendampingi atau menikahi penerus perusahaan lain yang setara dengan kami. Memperkuat kerajaan perekonomian negeri. Seperti aku yang sudah dijodohkan dengan orang yang tumbuh bersama dari kecil.
Ares Dawson Atmaja, pria yang hidup hampir 20 tahun bersamaku. Aku mengenalnya sejak usia 7 tahun. Dan pernikahan kami baru dilangsungkan 7 th yang lalu. Aku berusaha menjadi seorang istri dan partner bisnis yang baik. Namun, sepertinya aku tidak cukup untuknya hingga hari itu tiba. Dia membawa simpanannya untuk tinggal bersamaku dalam 1 atap.
"Nyonya Elara!"
Aku menoleh pada orang kepercayaanku, Martha. "Ada apa? Mengapa kamu berlari seperti itu?"
Martha tampak tersengal-sengal. Dengan perlahan ia menenangkan diri. "Maaf Nyonya, saya ingin menyampaikan hal penting pada anda," jelasnya.
"Apa itu?"
"Tuan Ares... beliau... datang bersama wanita muda," Martha menundukkan kepala. "Saya dengar jika wanita itu simpanan Tuan."
"Oh, sudah datang rupanya," ucapanku membuat Martha terhenyak.
"Nyonya sudah tau? Lalu bagaimana dengan Nyonya?"
"Aku tau jika wanita itu menolong suamiku, entah untuk menebus jasa atau apa hingga dia menikahinya," suaraku pelan.
"Nyonya-"
"Aku akan menemuinya," ucapku sambil beranjak dari sofa. Aku melangkah dengan anggun untuk menemui suamiku.
Suara langkah kakiku menuruni tangga mengambil alih atensi sepasang pengantin baru yang terlihat sumringah. Aku hanya tersenyum pahit dalam hati, aku tidak boleh menunjukkan kelemahanku pada siapapun. Karena aku adalah Nyonya di rumah ini.
"Elara, kebetulan aku ingin mengenalkanmu pada seseorang," Ares tersenyum tanpa tahu malu.
"Aku sudah tau, seorang simpanan yang menolongmu dari maut." Mataku menatap datar seorang wanita muda di hadapanku. Ia terlihat gemetar dan berlindung di balik punggung suamiku.
Cih, penghianat!
"Elara, bisa jaga bicaramu?"
"Bukankah benar dia simpananmu?"
"Maaf jika kau marah, aku hanya ingin melindunginya."
"Tidak perlu perdulikan aku, tidak ada larangan untukmu menikah lagi. Bahkan dengan 10 wanita," jawabku tanpa merubah ekspresiku.
"Inilah yang membuatku jenuh, kau terlalu kaku. Aku seperti menikahi robot! Berbeda dengan dirinya yang lemah lembut dan manja," Ares membela diri.
Aku menyeringai, dari dulu aku seperti ini karena aku menjaga martabatnya. Menjaga nama baiknya di depan khalayak, tidakkah ia lebih mengenalku lebih dari siapapun? Mengapa dia baru sekarang mengeluhkan semua itu? Dia tidak pernah mengutarakan keinginannya, dia pun bersikap sama denganku. Malah sikapnya lebih baik saat kami sama2 kecil.
"Jika memang dirinya yang selama ini kau inginkan, aku tidak keberatan. Ingatkan padanya untuk tau siapa Nyonya di rumah ini, jangan sekali-sekali mencoba mendekatiku."
"Kau mengancam?"
"Apa yang kau harapkan dari seorang istri yang dirampas miliknya?" Aku membalikkan tubuh hendak pergi.
"Nyonya... maafkan saya, atas kehadiran saya. Nyonya dan Tuan bertengkar." Wanita itu berkata dengan terbata.
Ekor mataku melirik tajam padanya. "Jika begitu, sebaiknya kau jaga sikap selama di sini," aku pergi meninggalkan Ares yang memandangku tidak percaya.
Kau salah Ares, aku tidak akan pernah memperlihatkan rasa sakitku di hadapanmu. Cintaku terhenti sejak hari ini untukmu, sejak kau menginjakkan kaki wanita itu di rumah ini.
Tbc.
Hai readerku sayang... maafkeun aku yang belum bisa bikin novel lanjutan or sekuel CBT. author lagi pengen coba suasana baru... mudah-mudahan para reader berkenan. makasih untuk waktunya. Please rate, vote dan likenya yach. Ditunggu commentnya juga, sangkyu... Enjoy!
Hari ini adalah hari senin, aku kembali bangkit dari pembaringan tempatku meratap selama 2 hari setelah jum'at kemarin Ares membawa simpanannya ke rumah. Aku mengunci kamarku meninggalkan mereka dan membukanya saat tengah malam hanya untuk melepas lapar. Ares sempat menggedor kamar hendak masuk tapi aku menolaknya. Aku ingin meluruhkan semua rasa sakitku malam itu. Aku sudah tidak perduli mau di mana ia tidur nanti. Mungkin di dalam dekapan wanita itu.
Hatiku nyeri, begitu mudah Ares membagi hati. Tidakkah dia menganggapku ada selama ini? Apa baginya aku hanya alat penguat perusahaannya saja? Alasan apapun tidak akan aku terima atas penghiatannya padaku. Hingga aku memutuskan untuk melupakannya dan menjaga jarak dengannya mulai hari ini. Meski sekelebat bayangan kami ketika kecil terus berputar bak bianglala di pasar malam. Kami sangat dekat kala itu. Aku selalu ada untuknya begitu pun sebaliknya. Hingga satu kata yang semakin memantapkan diriku untuk menghabiskan waktuku hingga akhir hayat bersamanya.
"Aku menyukaimu ara, aku sangat senang kita akan menikah saat dewasa nanti!" Manik hitam itu berbinar. Kini manik itu menyisakan luka pedih di relungku.
Aku tersenyum miris memandangi wajah dengan kantung mata layak panda. Mengusap kasar sisa air mata yang masih basah.
"Baiklah, anggap saja aku mengabdi sebagai karyawanmu Ares. Entah seperti apa hari-hariku selanjutnya, aku hanya akan mengemban janjiku sebagai Nyonya Atmaja kepada mendiang orang tuamu," monologku.
Aku melangkahkan kaki pada kamar mandi, merendam tubuhku berharap semua akan baik-baik saja. Setidaknya keluargaku masih lengkap, tidak seperti Ares yang sebatang kara. Andai pria itu berfikir ke arah sana, bersama siapa ia akan tua nanti? Tapi kenyataannya Ares memilih mengambil seseorang yang tidak jelas asal usulnya untuk mendampinginya.
Langkah seseorang mengambil atensiku yang sedang terpejam di dalam bath tube.
"Nyonya, pakaian anda dan Tuan sudah siap."
Aku berdecak, kami selalu memakai baju couple selama ini. 7 tahun terlewati dengan sia-sia. Demi terlihat harmonis di depan publik aku harus tetap melakukan hal konyol yang membuatku semakin sesak.
"Terima kasih, Martha."
Aku beranjak dari bathtube. Martha mengenakan handuk kimono padaku.
"Nyonya, apa anda baik-baik saja?"
"Sangat baik, ini adalah hari baru untukku sebagai Nyonya Atmaja."
"Benarkah? Saya senang mendengarnya," Martha menepis rasa khawatirnya.
Aku tersenyum menawan membuat Martha tidak berkedip.
"Kau tidak perlu banyak berfikir," jelasku.
Aku telah selesai mengenakan setelan jas wanita berwarna darkblue. Rambutku disanggul agar terlihat lebih elegan. Sepasang liontin perak menjuntai menghiasi telingaku. Aku akan menghadiri rapat dewan hari ini dan beberapa pertemuan bersama Ares. Membayangkannya saja membuatku muak.
"Anda begitu sempurna, Nyonya." Wanita itu berdecak kagum.
"Nyatanya tidak, rumah tanggaku berantakan." Sahutku membuat Martha menunduk. Aku mengusap bahunya. "Semua manusia punya kelemahan, karena itu... syukurilah segala nikmat yang kau miliki saat ini untuk melunturkan kekurangan itu."
Martha tercekat, dia tidak menyangka Nyonyanya begitu tegar.
"Aku akan menghadapi semuanya, itu yang selalu Ayahku ajarkan. Sepahit apapun itu, pertahankan apa yang memang hakmu!"
Martha mengangguk dengan sudut matanya yang basah.
Ketukan pintu terdengar. Aku membuka pintu dan mendapati pelayan di sana.
"Ada apa?"
"Tuan, memanggil Nyonya."
Sialan, untuk apa lagi dia memanggilku?
"Baik, terima kasih. Dimana Tuan sekarang?
"Tuan berada di kamar dekat ruangan kerjanya, Nyonya."
Ah... di situ ternyata kau menempatkan wanita itu. Bagus, jauh-jauhlah dariku.
Aku berjalan menuju kamar tempat Ares berada, aku mengetuk 3 kali hingga sahutan mengijinkan masuk ku dengar.
Aku melangkah anggun seperti biasanya, ini adalah hal dasar kepribadian yang sudah aku miliki dari kecil. Aku melihat wanita itu sedang memegang sehelai dasi di tangannya. Ares tersenyum melihatku. Aku ingin menonjok wajah itu.
"Untuk apa kau memanggilku?"
"Sophie, bisa kau tinggalkan aku dengan Elara?"
Nama wanita itu Sophie, lembut seperti wajahnya. Entah hatinya? Aku meragukan itu. Wanita itu tampak tidak suka meski akhirnya memilih mematuhi kata Ares.
Pintu telah tertutup. Ares mendekatiku dengan dasi di tangannya.
"Sophie tidak bisa memasang dasi, bisakah kau memakaikannya padaku?"
Tanpa kata aku mengambil dasi itu, memasangnya dengan tatapan terkunci pada dasi. Aku menyadari pandangan Ares padaku, namun dengan sengaja aku tidak membalasnya.
"Selesai," ucapku membuyarkan lamunan Ares.
Aku menjauhi Ares namun tangannya mendekap pinggulku.
"Maafkan aku, aku terpaksa menikahinya. Karena sesuatu hal mengharuskan aku menikahinya," pria itu masih membela diri. Membenarkan tindakannya.
"Banyak jalan menuju roma, banyak cara untukmu tanpa harus menghianatiku." Aku melerai rangkulannya pada pinggulku. "Hanya pengecut yang menyalahkan keadaan atas keputusannya."
"Elara! Jaga ucapanmu, semua ini tidak akan terjadi jika kau bisa memberikan aku keturunan!"
Akhirnya hal itu menjadi penguat semua ini. Apa dia tau aku berusaha menutupi semuanya agar dirinya tidak merasa gagal sebagai suami. Kini dia menyalahkan aku, tanpa mau tau seperti apa keadaan dirinya sendiri. Aku mengepalkan tanganku menahan amarah.
"Jadi, kau pikir semua ini salahku? Kau tidak merasa jika mempunyai kekurangan? Pernahkah kau berusaha mengintrospeksi diri sendiri?"
"Apa maksudmu? Jelas jelas jika rahimmu tidak subur, aku mendengar semuanya dari Romi tentang hasil lab tempo hari. Kau diam saja, sengaja menyembunyikan kecacatanmu!"
Mataku melebar, bagaimana bisa setiap kata tajam itu meluncur bebas dari mulutnya. Menyakitiku hingga ke sumsum tulang.
"Cacat? Kau bilang aku cacat? Kau tidak melihat sendiri hasil lab mu? Kau yang mandul Ares! Aku menutupinya selama ini agar kau tidak memikirkannya. Aku begitu peduli padamu, aku tidak ingin kau terpuruk tapi kau malah menghujatku dengan kata-kata keji!"
"Aku tidak mungkin mandul, Sophie sedang mengandung anakku!"
Aku bagai tersambar petir, wanita itu... hamil anak Ares. Jika begitu, Ares sudah menusukku sejak lama. Aku terkekeh dengan mata yang hampir berkabut. Ares mengatupkan bibirnya, terdapat penyesalan di sana.
"Aku tidak menyangka akan seperti ini... sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi," ucapku getir. Aku memalingkan muka kemudian meninggalkan Ares yang menjambak rambutnya frustasi.
"AAAARRGGG!"
"PRANK!!"
Langkahku tidak terhenti meski aku mendengar teriakan dan suara barang pecah di dalam sana. Dia menuduhku, bahkan menghianatiku sejak lama. Aku melihat wanita itu yang berdiri tidak jauh dari kamar itu.
"Kak Elara, aku sangat menyukaimu. Aku harap kita bisa dekat nanti," mata polos wanita itu memang memikat. Ini kah yang Ares inginkan selama ini?
Aku menyeringai mendengar wanita itu dengan berani memanggilku kakak.
"Jaga bicaramu, aku bukan kakakmu. Jangan mendekatiku karena aku tidak menyukaimu," aku melenggang pergi.
"Tuan sangat menyukai aku, asal Nyonya tau!"
"Aku tau, ambillah... aku tidak membutuhkannya," aku meninggalkan wanita itu yang menganga akan ucapanku.
Aku mengangkat kepalaku, aku tidak akan menangisi pria yang begitu jahat dengan prasangkanya. Bahkan dengan pengkhianatan yang secara sadar dilakukannya.
Tbc.
Please rate, vote likenya yach!
Sertakan comment kalian agar aku lebih baik lagi, Enjoy!
Author POV
Sepanjang perjalanan Elara menatap kosong pada jendela mobil. Memandang pohon yang tampak seperti sedang berlari berlomba-lomba mengejarnya. Ucapan Ares tentang kesuburan membuat Elara mengeryit bingung. Pasalnya hasil lab miliknya menunjukkan kesuburan yang baik.
"Mengapa Ares mengatakan aku tidak subur? Dan kehamilan wanita itu... apakah ada kesalahan pada hasil lab itu?
Romi, dia orang kepercayaan Ares. Ada apa sebenarnya? Elara berniat menanyakan hal ini langsung padanya.
30 menit kemudian hingga Toyota Alphard terhenti di depan gedung Gloomy Corp. Elara di sambut oleh Sebastian selaku asistennya.
"Selamat pagi, Nyonya Elara."
"Pagi, apa Romi sudah datang?" tanya Elara sambil membalas salam dari semua karyawan yang menyapanya.
"Kebetulan Pak Romi sedang dinas luar selama 2 minggu di Bali, Nyonya."
Langkah Elara terhenti dengan dahi mengkerut. "Kapan dia pergi?"
"Pagi ini Nyonya, beliau langsung ke bandara."
Wanita itu mendesah lelah. Bagaimana bisa kebetulan, disaat ia membutuhkan kejelasan pria itu tidak ada di sini. Elara pun menunda acara interogasi, ia memilih menyiapkan bahan untuk rapat nanti.
"Tuan tidak bersama Nyonya?" tanya Sebastian seraya melihat sekitar.
"Tidak, seterusnya kami akan berjalan masing-masing kecuali saat ada pertemuan yang mengharuskan aku bersamanya," jawab Elara cepat.
Sebastian mengerti, kabar angin tentang Tuannya yang membawa simpanan ke rumah pasti yang memicu Nyonya Elara untuk menjaga jarak. Tidak ingin membuat majikannya berubah suasana hati menjadi buruk, Sebastian memilih menawarkan sesuatu.
"Anda ingin dibuatkan teh, Nyonya?"
Elara tersenyum tulus pada orang yang selalu mengerti suasana hatinya melebihi suaminya sendiri. "Kau memang yang terbaik, Sebastian. Tolong dengan sedikit gula batu. Jangan terlalu panas, aku ingin segera meminumnya," pinta wanita itu.
"Segera tiba, Nyonya," Sebastian pergi untuk membuatkan teh.
Sepanjang proses pembuatan, Sebastian tidak habis pikir dengan Tuannya yang menyia-nyiakan wanita sesempurna Nyonya Elara.
"Jika aku seorang sultan, aku akan membawa Nyonya Elara pergi jauh bersamaku," gumamnya. Pria itu tidak menyadari air panas yang mengenai tangannya.
"Ssshhh..."
Elara menoleh pada Bastian yang meniup tangannya. "Ada apa?" Elara berjalan mendekati pantry yang sengaja disediakan di ruangan tersebut.
Sebastian tampak kikuk dengan wajah yang merah karena malu. Ini karena kepalanya yang lancang membayangkan dirinya membawa lari sang majikan.
"Saya tidak apa-apa, Nyonya." Sebastian menutupi tangannya yang terkena air panas dengan serbet.
Elara menengadahkan tangan seperti sedang meminta sesuatu. "Sini biar aku lihat," Sebastian malah terpaku dengan wajah bingung.
Elara yang gemas langsung meraih tangannya yang ditutupi serbet. Terlihat kulit Sebastian yang putih menjadi memerah.
"Harus segera diberi obat, jangan dibiarkan saja. Nanti kulitmu akan bengkak dan meninggalkan bekas luka."
Elara tidak menyadari jika sikapnya membuat Sebastian tidak berkutik, jantung pria itu berdetak kencang. Untuk pertama kalinya ia merasakan kelembutan tangan sang majikan. Dengan panik Sebastian menarik tangannya, ia memalingkan muka.
"Sa-saya akan mengobatinya, Nyonya... Nyonya tunggu saja di sini. Biar nanti saya buatkan tehnya di pantry karyawan, permisi!" Sebastian segera melesak pergi.
Pria itu berjalan dengan cepat. "Apa yang kau pikirkan? Bodoh!" gerutunya pelan. Langkahnya terhenti kala melihat tangannya yang terkena air panas. "Kulitnya lembut melebihi sutra," Sebastian kembali terbayang saat Elara memegang tangannya. Lalu menggeleng, menepis pikiran tidak pada tempatnya.
🍁🍁🍁
Ares sampai 20 menit sebelum rapat dimulai, ia berpapasan dengan Elara saat menuju ruang meeting.
"Hari ini kita akan kedatangan investor yang sangat berpengaruh di Eropa, namun CEOnya sedang berhalangan jadi akan diwakilkan oleh managernya. Aku harap kamu bisa memenangkan tender ini, kita masih punya banyak PR yang tertunda karena kepergianmu minggu lalu, mengunjungi simpananmu," sarkas Elara.
Ares menatap tajam Elara yang sepertinya berhasil menyindirnya. Ia mengepalkan tangan hingga semburat uratnya menyembul di balik kulit.
"Kau ingin membahas itu di sini?"
"Tidak, tentu saja tidak. Reputasimu adalah yang utama Ares, kau sudah tau itu kan. Kewajibanku untuk melindungimu dari semua skandal yang ternyata benar adanya," Ares tampak gusar. "Aku tekankan sekarang padamu, Ares Dawson Atmaja. Anggap aku sebatas rekan kerja mulai hari ini, karena status istri sudah ada yang mengambil alih."
"Elara... apa maksudmu?" Ares mendesis, ia terhenyak dengan perkataan Elara.
"Jangan pernah menggangguku, ingatkan padanya akan statusku. Aku harap kau mengerti seperti aku yang selalu mengerti dirimu," tambah Elara tenang berkebalikan dengan Ares yang siap meledak kapan saja.
"Mengerti? Apa yang kau mengerti selain dengan bisnis?" ejeknya.
"Setidaknya aku tau makanan kesukaanmu, tidak seperti dirimu yang bahkan tidak mengingat tanggal pernikahan kita. Tidak masalah... karena sudah tidak penting lagi. I'm done, kita bertemu di ruang meeting," Elara pergi meninggalkan Ares.
Mereka berdua terlahir dengan watak yang sama, keras kepala namun Elara selau berusaha mengimbanginya. Hingga Ares lupa diri, lupa jika dirinya pun punya kelemahan. Egonya yang setinggi gunung menjadikan gengsi sebagai pedoman hidupnya.
🍁🍁🍁
Meeting dimulai, semua berjalan lancar. Elara dan Ares bersikap selayaknya tidak pernah terjadi perseteruan di antara mereka.
"Terima kasih Tuan dan Nyonya Atmaja, saya akan menyampaikan hasil rapat ini pada Tuan Charles selaku CEO The Charles Schwab Corporation. Saya undur diri," pria muda itu memberi salam sebelum pergi meninggalkan ruangan meeting.
Elara tersenyum simpul melepas kepergian pria itu. Setelah itu senyumannya memudar. Elara mengambil tas lalu hendak kembali ke ruangannya. Ares berdiri menjulang menghalangi jalan.
Elara menatap datar pria yang berstatus suami beristri dua itu.
"Ada apa lagi, Tuan Ares?"
"Sekarang menyindir menjadi keahlianmu, hah?"
Elara berdecak. Kenapa semakin hari pria ini semakin menyebalkan, lebih tepatnya memuakkan. "Aku tidak perduli, bisa tolong biarkan aku pergi?"
"Kita harus selesaikan ini, Elara!"
"Semua sudah selesai, Ares. Sejak kau membawa wanita itu ke dalam rumah," Elara mendorong dada Ares dengan telunjukku. "Apa lagi yang kau inginkan dari wanita cacat ini?"
Ares mengusap wajah kasar. "Baik, aku salah... aku sudah mengatakan hal buruk padamu."
"Lupakan, aku tidak ingin mendengar apapun."
"Elara, semua terjadi begitu saja ...."
"Ya... semua sudah terjadi... bagai gelas yang sudah pecah, tidak akan bisa diperbaiki lagi." Elara merangsek maju melewati tubuh Ares yang terdiam terpaku.
Brengsek! Mengapa rasa sakit ini tidak kunjung hilang? Rasanya begitu nyeri hingga membuatku ingin mati.
🍁🍁🍁
Kediaman Ares Dawson Atmaja
Sophie menikmati segala kemewahan yang ada di dalam rumah. Ia bertingkah bagai Nyonya karena Ares memberinya kekuasaan dengan berpesan pada semua pelayan untuk mematuhinya. Tentu saja Martha tidak mau menurutinya, baginya Majikannya hanya Nyonya Elara.
"Martha! Aku bilang buatkan jus melon!" hardik wanita itu sambil berkacak pinggang.
"Saya hanya melayani Nyonya Elara."
"Aku istri Tuanmu, aku juga Nyonya di sini. Kau mau aku adukan pada suamiku agar kamu di pecat?" ancam Sophie.
Martha bergeming, melihat hal itu membuat Sophie gemas. Ia menarik Martha dan mendorongnya hingga terjerebab.
"Aakkhh..." pekik Martha. Kepalanya terantuk sudut meja hingga mengeluarkan darah.
"Siapa suruh kau melawanku?" teriak Sophie.
Namun kemudian wajah wanita itu pias saat medengar suara dingin Elara di belakang tubuhnya.
"Apa yang kau lakukan?"
"Eh, Kakak Elara..." ucapnya lirih.
Wanita itu menguji kesabaran Elara dengan panggilan menjijikkan. Elara melihat Martha yang terduduk di lantai. Tangannya memegang kening.
"Martha, kenapa kau duduk di lantai?"
Martha mendongak, mata Elara melebar saat melihat luka dikening pelayannya. Elara menatap tajam pada simpanan Ares itu.
"Kau apakan Martha?"
"I... itu, Martha jatuh sendiri. Bukan-"
PLAK!!!
Sebuah tamparan menghentikan ucapan Sophie. Ia terperangah sambil memegang pipinya yang nyeri dan merah. Mulutnya menganga karena terkejut. Ares datang bak pahlawan, wanita itu segera menghambur memeluknya sambil terisak.
"Elara! Apa yang kau lakukan? Kenapa kau menampar Sophie?" Ares menggeram.
Elara melihat Ares memeluk simpanannya dengan penuh kasih. Mengusap pipi wanita itu dengan lembut. Apakah ia marah? Ya, jika bisa, Elara ingin menjambak rambut wanita itu. Menyeretnya hingga keluar pintu rumah. "Ah... rasanya mungkin menyenangkan sekali," batinnya.
"Bilang pada simpananmu itu, agar jangan mengusikku. Martha adalah orangku, jika dia mengganggunya maka dia menggangguku! Ingatkan juga untuk berhenti memanggilku kakak, aku jijik mendengarnya," ucap Elara penuh penekanan.
"Kau begitu arogan, bagaimanapun juga Sophie sedang hamil," desis Ares.
"Anak itu bukan anakku, untuk apa aku peduli?"
"Dia penerus Atmaja, yang tidak bisa kau berikan padaku!" Ares seperti menancapkan belati tepat di jantung Elara.
Sampai kapan aku bisa mengemban janji ini? Rasanya aku ingin berhenti saja. Ibu... bolehkah aku menyerah?
Tbc.
Please rate, vote dan likenya yach!
Sertakan comment kalian agar aku lebih baik lagi, Enjoy!
Hm... mulai gemes gak? aku seh klo jadi Elara mending minggat adja... siapa yang setujuu???
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!