..."15 tahun yang lalu kita bertemu karena takdir, 15 tahun lamanya kita berpisah karena takdir, dan 15 tahun kemudian kita dipertemukan kembali karena takdir."...
Takdir adalah skenario terindah Tuhan yang tidak bisa ditebak siapapun, Dear My Dion.
...🌺🌺🌺🌺...
"Zahra nikah anjir, kalah kita yang udah lulus SMA tapi masih aja jomblo." Suara keluhan di seberang sana begitu memenuhi ruangan kamar ini.
"Hem.." Dia merespon tidak perduli.
Matanya yang jernih seperti buah persik menatap kosong hamparan langit biru yang ada di depannya. Semilir angin yang sejuk bergerak lembut menguraikan rambut panjangnya yang halus dan hitam pekat bak iklan shampo yang ada di tv.
"Nikahnya juga sama Kakaknya sendiri, gak ngeri apa dia tinggal satu ranjang sama Kakak cowoknya yang udah-"
"Koreksi ucapan kamu, dia nikah sama Kakak angkatnya. Jangan sampai orang-orang dengar dan jadi salah paham hanya karena ucapan kamu yang tidak tepat." Mata melirik tidak puas pada ponsel yang tergeletak tidak berdaya di atas nakas.
Kabar pernikahan adik kelasnya itu sudah santer dibicarakan oleh anak sekolah. Banyak yang tidak menyangka jika adik kelas yang mereka kenal pemberontak dan tukang pembuat onar kini menikah dengan Kakak angkatnya, atau lebih tepatnya seorang ustad muda yang secara kebetulan jatuh cinta pada Zahra. Mereka juga tidak menyangka jika Zahra yang terkenal abai terhadap laki-laki mau menikah muda, apalagi jika dihitung saat ini Zahra sudah kelas XII jadi bisa dikatakan usianya masih sangat muda untuk memulai rumah tangga.
Hebatnya, orang sepemberontak dia ternyata bisa juga menikah dengan seorang ustad, ini terlalu mengejutkan banyak orang yang pernah mengenalnya.
"Maksud aku yah...dia menikah sama Kakak angkatnya sendiri. Tapi meskipun itu cuma Kakak angkat mereka'kan dulunya punya hubungan Kakak-adik selayaknya saudara kandung jadi tetap aja rasanya ngeri." Orang yang ada di seberang sana berkilah, mencari pembenaran dari apa yang ia katakan.
Lagi-lagi gadis itu berkilat tidak puas melirik ponsel yang ada di atas nakasnya. Mendengarkan pembicaraan membosankan dengan lawan bicaranya ini membuat gadis itu berdecak tidak senang. Hamparan langit biru yang seharusnya sangat menyenangkan ia lihat kini sudah tidak menarik lagi.
"Ingat, mereka pernah berpisah selama 10 tahun jadi kamu tidak bisa mengatakan hubungan persaudaraan mereka dekat." Gadis itu mengoreksi dengan tidak sabar pada orang yang ada di seberang sana.
Hubungan Zahra dengan suaminya langsung menyebar begitu saja tanpa bisa dibendung. Cerita saat mereka berpisah 10 tahun adalah hal yang paling membangkitkan keinginan orang lain untuk mendengarkannya. Tidak terkecuali untuk gadis ini, ia sebelumnya pernah mencari tahu dengan penuh semangat cerita dibalik pernikahan adik kelasnya ini.
Mendengarnya membuat gadis ini berharap bahwa mungkin ada laki-laki yang juga mencintainya di luar sana namun terlalu takut untuk mengatakan, ya mungkin saja. Gadis ini hanya perlu menunggu sebentar saja untuk bisa merasakan apa yang Zahra rasakan. Jatuh cinta, memulai lembaran hidup yang baru dan hidup bahagia.
"Kamu benar..tapi-"
"Non Sina, sudah saatnya makan siang." Suara lembut wanita paruh baya mengaburkan ucapan orang yang ada di seberang sana, gadis itu mengalihkan pandangannya menatap ke arah sumber suara dan menemukan ada Mbok Yem berdiri di sana.
Sebenarnya bagi gadis ini Mbok Yem bukanlah pembantu melainkan Ibu angkat yang membesarkannya.
Sina tersenyum tipis, menganggukkan kepalanya ia lalu berjalan ke arah Mbok Yem tanpa perduli dengan apa yang orang diseberang sana katakan.
"Siang ini Mbok masak apa saja?" Tanyanya dengan suasana hati yang baik.
Ia berjalan pelan mengikuti langkah demi langkah Mbok Yem di depannya, tidak perduli sama sekali dengan perbedaan kasta mereka yang terlihat jelas.
"Hari ini Mbok masak sambal banteng kesukaan Non Sina, ada juga jamur krispi, udang balado dan sup sayur bening. Ini semua adalah makanan kesukaan Non Sina, apakah Non ingin tambahan lagi?" Tanya Mbok Yem tenang.
Sina menggelengkan kepalanya yakin, menyamakan langkahnya dengan Mbok menuju keruang makan rumah ini.
"Itu sangat cukup, Sina tidak yakin bisa makan semuanya." Kata Sina tidak berbohong.
Semua yang Mbok Yem masak adalah makanan kesukaannya tapi nafsu makannya sedang bermasalah akhir-akhir ini sehingga ia tidak yakin bisa menghabiskan beberapa suap nasi. Suasana hatinya pun seringkali berubah-ubah layaknya iklim dunia, tidak menentu dan membuat Sina hampir depresi. Mungkin ini karena tahun ini ia sudah beranjak masuk usia dewasa sehingga masalah yang biasanya tidak berarti apa-apa untuknya kini begitu membebani hatinya.
"Ayo, Non." Mbok Yem mempersilakan Sina duduk dan tangan kanannya dengan cekatan menaruh gelas air putih di samping Sina.
Sina mengucapkan terimakasih dan dengan gerakan alami mendudukkan dirinya di kursi tersebut. Ia mengambil nasi secukupnya dan diam-diam menguburkan dirinya di dalam makanan tersebut. Pikirannya berselancar memikirkan suasana meriah pernikahan adik kelasnya yang baru-baru ini terlaksana, Sina penasaran bagaimana perasaan melambung tinggi itu jika terjadi kepadanya?
Entahlah, Sina yakin dengan pemikirannya.
Oh ya, Sina lupa memperkenalkan dirinya di sini. Namanya Sina, Sina Zein. Sudah pasti orang-orang yang ada di sekitar memanggilnya Sina, tidak ada panggilan lain. Saat ini usianya sudah memasuki 20 tahun dan ia adalah anak tunggal dari keluarga orang kaya.
Sama seperti keluarga kaya lainnya, Sina juga mengalami perasaan kesepian karena kedua orang tuanya lebih perhatian pada bisnis mereka saja dibandingkan dengan Sina. Bahkan untuk bertemu dengan mereka saja Sina harus menunggu sampai akhir tahun, setelah bertemu mereka tidak sehangat keluarga yang lain karena faktanya mereka tampak seperti orang asing yang tidak pernah bertemu.
Tidak, ini adalah yang Sina rasakan secara pribadi. Awalnya dia tidak terlalu memikirkannya karena bagi Sina ia sudah biasa diperlakukan seperti ini oleh kedua orang tuanya. Namun, seiring ia masuk ke usia dewasa Sina mulai memikirkannya dengan hati-hati dan secara perlahan membebani hatinya. Ia tidak bisa tidak cemburu melihat keluarga lain yang begitu hangat setiap melakukan perayaan besar maupun kecil. Sesibuk apapun keluarga itu pasti akan berusaha kumpul bersama dengan orang yang mereka sayangi. Tapi keluarga Sina tidak karena satu-satunya waktu kedua orang tuanya kumpul adalah setiap akhir tahun dan itupun hanya dua hari saja setelah itu mereka akan kembali terbang ke negeri asing yang tidak ingin sebutkan namanya.
Hal inilah yang membuat Sina semakin kebingungan, nafsu makannya menjadi kacau sehingga ia lebih senang menghabiskan waktu di dalam kamar saja. Mengunci diri di dalam kesendirian dan melampiaskan semua kekosongannya hanya dengan menatap hamparan langit.
Bersambung...
Malam harinya, Sina sudah selesai mandi dan melakukan perawatan kecil pada wajahnya. Memang, Sina bukanlah gadis yang cantik namun tidak cukup buruk sampai dikatakan jelek. Simpelnya, Sina selalu menganggap dirinya biasa-biasa saja karena faktanya ia tidak bisa bersaing dengan mereka yang ada di luar sana.
Melemparkan handuk mandinya entah kemana ia lalu berjalan ke arah balkon kamarnya, berdiri dengan lurus menatap langit yang sudah menampilkan sinar rembulan yang redup juga menenangkan. Di sekeliling bulan ada beberapa bintang yang dengan cemburu mendekati pesonanya. Mungkin bintang-bintang itu tidak mau kalah saing dengan rembulan sehingga mereka dengan berani mendekati sang rembulan untuk mengatakan kepada manusia yang ada di bumi bahwa mereka juga bisa lebih menarik dari rembulan.
Ah, pemikiran apa ini pikir Sina merasa lucu.
"Mengapa mereka harus perduli dengan pendapat manusia? Ini sangat tidak wajar." Gumamnya terkekeh.
Menghirup udara malam yang segar dan menyejukkan, pandangan Sina tiba-tiba beralih menatap mobil mewah yang masuk ke halaman rumahnya. Mobil mewah ini cukup tidak asing untuknya, apalagi dua penumpang glamor yang turun dari mobil tersebut. Mereka, pasangan suami-istri dengan gaya modern yang angkuh dan mahal. Tatapan mereka yang dingin juga tidak tersentuh menatap acuh para pengawal yang selalu membuntuti mereka kemanapun.
"Non Sina, Tuan Randi dan Nyonya Faras ingin bertemu dengan Nona." Suara lembut Mbok Yem masuk ke pendengaran Sina.
Sina menurunkan tangannya dari pembatas balkon, menganggukkan kepalanya ringan Sina lalu berjalan masuk ke dalam kamarnya. Ia meraih sisir rambut dan mulai menyisiri rambut basahnya yang berantakan. Rambut hitam pekat Sina memang tidak terlalu panjang juga tidak terlalu pendek akan tetapi tetap saja menghabiskan banyak waktu untuk menyisirnya.
Ah, mungkin sebenarnya Sina melakukannya dengan sengaja untuk menyeret waktu lebih lama lagi. Pikirnya ia masih belum siap bertatap muka dengan kedua orang yang telah menelantarkan hidupnya. Sina juga tidak mengerti mengapa kedua orang ini tiba-tiba pulang tanpa pemberitahuan, apalagi ini bukan akhir tahun sehingga agak mengherankan melihat kepulangan mereka yang tiba-tiba.
"Mbok bisa membantu non Sina menyisirnya." Mbok Yem bergegas mendekati Sina, ingin mengambil alih sisir itu dari tangan majikan kecilnya namun secepat kilat Sina hentikan.
"Jangan terburu-buru, Mbok. Biarkan mereka beristirahat sejenak selagi menunggu kedatangan Sina." Kata Sina menghentikan.
Gerakan tangan Mbok Yem terhenti, menganggukkan kepalanya ia lalu berjalan ke belakang menjaga jarak dari majikan kecilnya. Sebagai orang yang sudah merawat Sina dari kecil, Mbok jelas mengerti mengapa sang majikan kecil berprilaku aneh seperti ini. Bersikap acuh dan tidak tersentuh, namun kedua matanya menunjukkan sendu yang menyedihkan. Siapapun orang yang melihatnya pasti mengerti jika dibalik sikap acuhnya ini Sina sangat kesepian.
Sudah 15 menit berlalu namun Sina masih tetap menyisir rambut hitamnya yang sudah lama rapi. Pandangan matanya yang kosong menatap lurus wajahnya yang ada di cermin, sampai akhirnya sebuah senyuman tipis terbentuk di wajahnya.
"Aku sudah selesai." Katanya singkat.
Ia kemudian keluar dari kamarnya dan segera turun ke lantai satu dengan langkah ringan yang santai. Satu demi satu tangga ia pijaki sampai akhirnya ia bisa melihat siluet anggun yang sedang duduk angkuh sambil memegang gelas wine ditangan kanannya.
"Malam, Ma." Sapa Sina acuh seraya mendudukkan dirinya di sofa empuk.
Nyonya Faras menganggukkan kepalanya santai, menyesap ringan wine yang ada di dalam gelasnya. Tangannya yang anggun dan ramping kemudian menaruh kembali gelas tersebut di atas meja.
"Kamu masih belum mau kuliah?" Tanya Nyonya Faras tidak ingin berbasa-basi.
"Ya, aku tidak mau kuliah dan bukannya belum." Jawabnya tanpa ragu.
"keras kepala." Cela Nyonya Faras terang-terangan.
"Kenapa?" Tanya Nyonya Faras terlihat tidak terganggu dengan keterus terangan putrinya.
"Kuliah hanya membuang-buang waktu ku saja." Jawab Sina jujur.
"Yakin?" Tanya Nyonya Faras menguji, "Lalu, bagaimana dengan masa depan kamu?"
"Aku punya banyak uang di ATM dari Nenek dan Kakek, aku juga bisa mencari uang dengan menjadi penulis jadi mengapa aku harus repot-repot kuliah jika punya banyak peluang." Jawab Sina percaya diri.
Dulu, ia lebih senang tinggal bersama Kakek dan Neneknya karena sedari kecil kedua orang tuanya sudah menjadi orang yang sibuk diluar negeri. Alhasil, Kakek dan Neneknya menjadi simpati terhadap Sina kecil, mereka lalu memberikan Sina kecil sejumlah aset yang bisa dengan bebas Sina gunakan berbelanja sepuasnya.
Yah, uangnya terlalu banyak dan sangat cocok untuk Sina belanjakan untuk membeli barang merek terkenal di dunia. Akan tetapi sayangnya Sina bukanlah orang yang haus akan uang, ia tidak suka pergi ke mall ataupun keluar negeri sehingga ia cukup bodoh ketika masuk ke tempat seperti itu.
"Ee, lalu bagaimana dengan kekayaan yang aku dan Papa kamu hasilkan? Apakah kamu tidak ingin mewarisinya?" Tanya Nyonya Faras lagi menguji.
Sina tidak tertarik, "Sumbangkan saja semuanya ke panti asuhan atau ke tempat-tempat yang membutuhkan, jika kalian sangat menghargainya dan begitu enggan menyumbangkannya maka carilah orang yang bisa mewarisi kekayaan kalian kecuali aku. Karena seperti yang aku katakan tadi, aku tidak kuliah dan tidak akan pernah pergi kuliah. Jadi, bagaimana bisa aku mengerti tentang bisnis yang kalian lakukan?"
Sina tidak kuliah dan tidak akan pernah bisa kuliah, jadi ia tidak akan bisa mengambil alih bisnis kedua orang tuanya hanya dengan bermodalkan ijazah SMA.
"Hem, saran kamu cukup menarik." Kata Nyonya Faras masih terlihat biasa dan tidak terganggu sama sekali dengan saran konyol putrinya.
"Untuk sumbangan, putriku tidak perlu mengkhawatirkannya karena setiap tahun keluarga kita selalu memberikan beberapa dolar kepada beberapa yayasan yang membutuhkan." Menyesap puas wine yang ada ditangannya, Nyonya Faras bersikap seolah langkah inilah yang ia inginkan.
"Lalu, untuk masalah siapa yang akan mewarisi bisnis yang kami telah bangun dengan kerja keras akan disesuaikan dengan rencana Sina." Lanjutnya tampak puas dan terlihat bahagia.
Melihat sikap Nyonya Faras yang tidak biasa, Sina tiba-tiba merasakan sebuah firasat buruk.
"Tuan muda Dion, apakah kamu tahu siapa pemuda ini?" Tiba-tiba Tuan Randi masuk ke dalam obrolan mereka.
Ia datang dengan satu botol wine kelas atas di tangannya dan wadah kecil berisi es batu ditangan kirinya. Seperti Nyonya Faras, Tuan Randi juga tidak kalah anggun penampilannya. Mulai dari sepatu sampai parfum yang melekat pada tubuhnya adalah milik merek ternama saja. Mereka sudah tidak muda lagi tapi dalam hal penampilan mereka tidak ingin kalah dengan orang-orang muda yang ada di luar sana.
"Tu-Tuan muda Dion?" Gumam Sina mengulangi.
Ekspresi wajahnya terlihat terkejut juga senang karena siapa yang tidak tahu dengan pengusaha muda kaya raya ini?
Berjalan di atas bukit uang di usia muda dengan segudang prestasi, tentu saja Tuan muda Dion tidak asing bagi orang yang berkecimpung di dunia bisnis. Sina memang bukan dari kalangan bisnis akan tetapi ia pernah melihat Tuan muda Dion ketika keluarganya mengadakan pesta.
Saat itu Sina begitu terpesona dengan ketampanan Dion namun ia tidak bisa mendekatinya apalagi sampai menyapa laki-laki tersebut. Selain Sina tidak cantik ia juga tidak percaya diri terhadap potensi yang ia miliki karena gadis-gadis yang mengelilingi Tuan muda Dion saat itu adalah gadis-gadis cantik yang berpenampilan menarik juga kaya akan prestasi mereka.
Mengingat ini entah mengapa Sina menjadi sedih.
"Ada apa dengan Tuan muda Dion?" Tanya Sina masih belum mengerti.
Tuan Randi dan Nyonya Faras saling menatap, berpikir jika putri mereka terlihat bodoh dan konyol di saat yang bersamaan ketika membicarakan laki-laki tak tersentuh ini.
"Ada apa? Haha.." Tawa Nyonya Faras tidak sampai dimatanya.
Sina seakan melihat Nyonya Faras sedang mengejeknya.
"Tuan muda Dion akan mewarisi bisnis kami sesuai dengan apa yang kamu rencanakan tadi."
Bersambung..
"Kenapa kalian tidak menggunakan sepupuku saja untuk mewarisi bisnis kalian? Keluarga kita juga punya banyak prestasi yang tidak kalah dengan Tuan muda Dion."
Memang, Tuan muda Dion adalah orang yang sangat pantas untuk mengambil alih usaha kedua orang tuanya namun tetap saja dia orang asing di sini. Jika kedua orang tuanya ingin seharusnya mereka mengambil pewaris dari sepupu atau kerabat keluarga yang lain asalkan masih punya ikatan darah dan yang paling dipercayai oleh mereka berdua.
Ini..
Jika Nyonya Faras dan Tuan Randi bersikeras mengambil Tuan muda Dion sebagai pewaris, Sina benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran kedua orang jenius ini. Ah, lebih tepatnya orang-orang sok jenius yang menjengkelkan.
Nyonya Faras lagi-lagi tertawa terbahak-bahak melihat sikap konyol putrinya yang tidak manusiawi. Ah, lebih masuk akal jika ia mengatakan Sina adalah orang yang bodoh dan keras kepala. Hal semudah ini saja tidak bisa langsung ia serap ke dalam otaknya jadi beruntung rasanya mereka memilih calon yang baik daripada anak mereka sendiri yang tidak bisa diandalkan.
"Randi, apa kau yakin dia adalah darah daging kita? Kenapa kepalanya sama sekali tidak berguna dan tidak menuruni kecerdasan dari kita berdua? Haha.."
Sina, "......"
"Apa kau ingin membuat lelucon lagi?" Tanya Tuan Randi terlihat tidak terpengaruh sama sekali dengan ekspresi mengejek istrinya.
"Minum?" Tanya Tuan Randi kepada putrinya.
Sina segera menggelengkan kepalanya, beringsut menjauh dari dua orang sok jenius yang ada di depannya ini.
"Anak dibawah umur dilarang minum minuman keras." Katanya melakukan pembelaan.
"Dia memang bodoh, tidak diragukan lagi pilihan kita mengambil pewaris dari keluarga lain adalah yang terbaik." Ejek Nyonya Faras.
"Usiamu sudah 20 tahun jadi bagaimana mungkin kamu masih disebut sebagai anak dibawah umur?" Tanya Nyonya Faras merasa lucu.
Putrinya ini bodoh dan tidak masuk akal disaat yang bersamaan, karena itulah ia lebih suka menghabiskan waktunya di dalam bisnis daripada membuang-buang waktunya untuk membesarkan daging yang tidak berguna. Tidak ada yang bisa mereka harapkan dari Sina sehingga mereka memutuskan untuk lebih fokus mengurus bisnis keluarga.
"Aku tidak bodoh!. Lagipula orang tua mana yang akan memberikan anaknya minuman keras? Padahal semua orang tahu bahwa minuman keras akan merusak tubuh manusia." Bantah Sina tidak senang.
Hell, orang tua lain pasti tidak akan pernah memberikan anaknya menyentuh alkohol. Apalagi itu dengan kadar yang tinggi, sangat mustahil untuk diberikan!
Tapi kedua orang tua Sina tidak karena mereka sakit, mental mereka berdua perlu diobati dan Sina tahu betul kemungkinan ini.
"Cek, jangan samakan minuman yang ku pegang ini dengan minuman yang ada di luar sana. Mereka beda level dengan apa yang aku pegang ini." Decak Nyonya Faras tidak senang.
Ia menyesap keras minumannya dengan mata yang masih fokus menatap Sina.
"Ya..ya beda level tapi aku sama sekali tidak tertarik jadi silakan kalian nikmati kelebihan ini."
"Para sepupu mu yang lain sudah punya pengaturan tersendiri dari para orang tua mereka. Sama seperti orang tua mereka, kami pun punya pengaturan tersendiri untuk kamu dan keluarga ini. Kami tidak mempersulit kehidupan mu dan malah memberikan kesempatan yang terbaik untuk masa depan mu. Sina, Dion akan mengambil alih perusahaan kita jika ia mau menerima mu sebagai kekasihnya." Tuan Randi meletakkan gelasnya di atas meja dan mulai melakukan pembicaraan serius.
Deg
Seketika tubuhnya langsung membeku dan tanpa sadar ia mulai meluruskan punggungnya gugup. Perasaan berdebar dan aneh mulai melonjak di dalam tubuhnya.
"Kekasih?" Tanya Sina mengulangi.
Tuan Randi dengan tenang menganggukkan kepalanya.
"Ya, kalian akan menjadi sepasang kekasih. Tapi itu berlaku jika Dion menerima mu sebagai kekasihnya, jika tidak maka semua rencana kami tidak bisa dilakukan. Maka kami tidak punya jalan lain lagi selain mendiskusikannya dengan anggota keluarga yang lain."
Semuanya ada ditangan Sina, jika ia berhasil dan mampu menaklukkan hati sang Tuan muda maka tidak diragukan lagi masa depan keluarga mereka akan cerah. Namun, jika saja Sina gagal maka mereka tidak punya jalan lain selain menggunakan sepupu Sina sebagai pewaris perusahaan mereka berdua.
"Aku.."
"Tuan muda Dion adalah orang yang sangat memenuhi syarat untuk mewarisi bisnis kami. Untuk itu kami berencana menjodohkan mu bersama dengannya sehingga ketika penyerahan kekuasaan nanti tidak akan ada orang-orang yang tidak menyetujui keputusan kami." Lanjut Tuan Randi mengingatkan putrinya.
Nyonya Faras melambaikan tangannya meremehkan, "Tapi itu jika dia menyukai mu. Lalu, dengan tampang yang seperti ini apakah mungkin ia akan menerima kamu?"
Sina meneguk ludahnya kasar, tidak yakin juga dengan potensinya sendiri. "Kita tidak akan tahu jika aku tidak mencoba." Kata Sina tertantang.
Bagaimana pun juga ia adalah seorang gadis yang juga akan tertarik dengan kelebihan seorang laki-laki yang luar biasa. Tuan muda Dion, pemuda yang sudah biasa menjadi buah bibir para gadis tentu saja tidak pernah Sina lewati. Karena itulah ia menguji dirinya untuk berjuang mendapatkan hati sang pangeran karena siapa yang tahu apa yang akan terjadi di masa depan.
Mungkin saja tipe gadis yang disukai Dion adalah seperti Sina sehingga bukan tidak mungkin Sina mendapatkan hati sang pangeran.
"Baiklah, kau bisa mencoba. Namun, kamu harus berperilaku baik ketika kami kirim untuk tinggal bersama Tuan muda Dion di rumahnya. Dilarang melakukan sesuatu yang tidak-tidak apalagi sampai mempermalukan kami berdua karena jika itu sampai terjadi, kamu tidak punya harapan apa-apa untuk merebut hatinya." Peringat Nyonya Faras dengan ramah.
Sina tersentak, ekspresi wajahnya yang ia coba kontrol dengan sangat hati-hati kini tidak bisa menyembunyikan betapa terkejut dirinya. Mengejar cinta sang Tuan muda masih bisa dikatakan sangat mengejutkan untuknya apalagi sampai tinggal di rumah yang sama dengannya, Sina tidak bisa membayangkan jalan sejauh ini.
"Aku akan tinggal di rumah yang sama dengannya?" Tanya Sina meragukan pendengarannya sendiri.
Nyonya Faras memutar matanya malas, mengulurkan gelas kosong yang ada ditangannya untuk meminta dipenuhi lagi dengan wine yang sama.
"Hem, dan kamu harus menjaga sikap mu."
Sina masih belum percaya dan berpikir jika ini adalah sebuah mimpi untuknya. Tanpa sadar ia menepuk wajahnya dengan keras bermaksud membangunkan dirinya dari tidur yang lelap.
"Ini sakit." Gumamnya senang merasakan serangan tidak nyaman di atas pipinya.
Jika ini sakit maka sudah pasti ini bukan mimpi dan jika ini bukan mimpi maka kejutan yang ia dengar tadi adalah sebuah kenyataan. Ia akan tinggal di rumah Tuan muda Dion, tinggal seatap dengan pangeran legendaris yang sudah menjadi incaran banyak gadis. Betapa beruntungnya ia di dunia ini.
"Pergilah ke kamar dan kemasi barang-barang mu, besok siang kami berdua akan mengantarkan mu ke rumahnya." Perintah Tuan Randi lagi-lagi membuat Sina terkejut.
"A-aku akan pergi besok? Kenapa begitu tiba-tiba!" Panik Sina seraya berdiri dari duduknya, bersiap lari ke atas lantai dua menuju kamarnya.
"Kami tidak punya waktu banyak, karena itulah kami langsung mengirim kamu besok siang." Jawab Nyonya Faras santai tanpa mengalihkan perhatiannya dari gelas bening yang ada di tangannya.
Sina tertegun, ekspresi wajahnya kemudian kembali normal seperti biasanya seolah-olah apa yang dikatakan orang tuanya adalah sesuatu yang biasa dan tidak berarti apa-apa untuknya.
"Oh." Responnya terdengar tidak tertarik.
"Kalau begitu aku akan pergi." Lanjutnya seraya membawa langkahnya menjauh dari mereka berdua.
Kakinya yang ramping dengan perlahan mulai menapaki tanggal kecil. Wajahnya agak menunduk menyembunyikan kekosongan yang terlihat jelas di sinar matanya. Itu sebenarnya terlihat baik-baik saja akan tetapi di saat yang sama menunjukkan kesepian secara samar.
"Terserahlah, lagipula aku akan tinggal bersama orang yang aku cintai jadi aku tidak akan bertemu dengan mereka berdua lagi." Gumamnya menyemangati dirinya sendiri.
Menganggukkan kepalanya, ia lalu mempercepat langkahnya menuju kamarnya tanpa mengalihkan perhatiannya ke belakang, menatap dua wajah yang sama kosongnya dengan milik Sina.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!