NovelToon NovelToon

Bukan Dijodohkan (R4)

°INTRODUCTION

Note : Cerita Bukan Dijodohkan (R4) ini adalah sequel kedua BSJ. Jadi jika ingin lebih kena feel-nya, bisa baca dulu BSK atau Bukan Salah Khitbah (R1), baru BSJ atau Bukan Salah Jodoh (R2). Baru baca Bukan dijodohkan ini.

Bukan Dijodohkan juga akan mengangkat cinta 4 sudut berbeda agama. Cerita karena ini hanya rekaan/fiktif belaka, tidak ada sangkut pautnya dengan dunia nyata. Semua foto juga bukan milik Author, tetapi milik beberapa narasumber.

1. Alea Ananta Rumi Al-faruq (seorang pemimpin yang cerdas dan rendah hati)

Alea adalah seorang gadìs cantik yang berpenampilan syar-i—mengenakan pakaian tertutup, hijab juga niqab. Menjadi putri satu satunya dari pasangan Chief exsecutive Officer atau CEO, dan seorang lawyer kondang, membuat Alea tumbuh dan berkembang dengan polah asuh yang kuat. Alea digembleng agar tumbuh menjadi gadis mandiri yang siap menuruni profesi kedua orang tuanya. Walaupun begitu, ayah Alea tak semerta-merta membuat sang putri terkekang

Alea ini satu satunya buah hati yang dia miliki. Sebagai cucu sulung dari generasi Radityan ke-3, tentu Alea memiliki bakat yang sudah menonjol sejak kecil. Dia juga mewarisi kecerdasan kedua orang tuanya. Alhasil, di usia yang masih muda, Alea sudah berhasil menduduki kursi CEO.

Nathaniel Allugard Hazka Dwiarga

Nathan adalah nama panggilan lelaki tampan yang berprofesi sebagai pilot. Lahir dan tumbuh besar di keluarga pilot, tentu membuat kecintaanya terhadap dunia penerbangan tumbuh sedari dini. Lulusan sekolah tinggi penerbangan dari Jerman tersebut, tidak pernah jatuh cinta selain kepada flight deck yang selalu dikemudikannya. Namun, suatu ketika dia menemukan cinta pada pandangan pertaman di Bandar udara.

Pilot tampan yang memiliki jutaan followers di akun Instagram resminya itu kemudian mengajukan sebuah permintaan kepada sang ayah. Untuk pertama kali dalam hidup, dia sangat menginginkan sesuatu untuk menjadi miliknya.

3. Louis Gallion Anderson Kim

Louis panggilan yang sering orang-orang sematkan kepadanya. CEO perfeksionis yang selalu menjadi pembicaraan hangat di dunia bisnis. Namanya sering wara-wiri di televisi hingga cover majalah bisnis dunia—FORBES. Lelaki tampan berdarah western dan Asia itu adalah definisi Don Juan sejati yang mencintai dunia malam.

Memiliki rupa rupawan yang dominan kaukasia, tubuhnya tinggi, atletis, dan terawat dengan sempurna. Tidak ada satu pun wanita yang mampu menolak pesonanya. Dia bebas berganti pasangan di setiap harinya, bermodal tampang, titel, dan tahta yang dimilikinya.

Akan demikian, dia hanya tidak pernah serius dalam menjalin hubungan asmara, dibuat jatuh hati oleh perempuan pemilik mata teduh yang baru pertama kali dia jumpai. Di antara banyaknya wanita cantik nan sexy yang siap melayaninya kapan saja, dia malah jatuh hati kepada perempuan yang hanya memperlihatkan sepasang mata indahnya.

4. Leasya Annabeth Carrienella

Lea adalah super model cantik asal Los Angles, Amerika, yang masih memliki darah Asia. Perempuan cantik itu merupakan salah satu partner bermain Louis. Model papan atas yang wajahnya sering wara-wiri di cover majalah fashion kenamaan. Lea juga merupakan teman kecil Louis.

Sejatinya Lea memiliki perasaan lebih kepada sosok yang selalu sulit untuk disentuh hatinya itu. Saking sukanya, Lea bahkan rela menjatuhkan harga dirinya demi Louis.

Annante

Annante adalah sekretaris Alea yang selalu berusaha tampil sempurna. Selain diberi kecerdasan, Annante juga diberkahi kecantikan alami sebagai seorang perempuan berdarah Eropa. Dia juga cerdas dan mudah memahami situasi maupun kondisi. Namun, di balik kesuksesannya sebagai wanita karir, Annante kerap kali mengalami kegagalan saat menjalin hubungan asmara. Annate kemudian jatuh hati pada Louis, hingga terjerat dalam hubungan toxic. Dia bahkan tega mengkhianati Alea yang notabene sahabatnya sendiri.

Nuel dan Nicho (Teman satu circle Louis)

Louis punya dua teman satu circle yang bakan sering muncul di cerita ini, yaitu Nuel dan Nicho. Terutama Nicho atau Nicko karena Nicko ini suka sama Lea. Nicko ini juga berpotensi jadi pengkhianat atau musuh dalam selimut seperti Annante.

Co-pilot Joan Adams (Rekan kerja Nathan)

Dia ini salah satu rekan kerja Nathan. Bisa dibilang teman yang cukup dekat juga sama Nathan, karena sering dapat job flight bareng.

✈️✈️

Di publish 01/01/21 (Sukabumi)

Revisi 03/05/22

Salam dari nengkarisma 👋

°PROLOG

SELAMAT MEMBACA CERITA RADITYAN SERI 4. JANGAN LUPA TINGGALKAN KRITIK/SARAN, LIKE, VOTE, DAN KOMENTARNYA✌️

...Prolog ✈...

Riuh lalu lalang yang menimbulkan gesekan lantai dengan alas kaki, menjadi suasana yang cukup nyaman untuk sekedar menunggu. Sepasang manik bening milik gadis kecil yang baru saja hendak berusia 9 tahun tersebut, tampak menatap sekeliling. Sudah lebih dari beberapa menit ia menunggu di tempat yang ramai akan mobilitas manusia di dalamnya. Sepasang earphone wireless terpasang di kedua indra pendengaran, melantunkan salawat yang rutin ia dengarkan.

Satu nama yang selalu ia ingatnya ketika mendengar lantunan merdu salawat yang menenangkan jiwa. Aurra Putri Haidan—wanita yang dia panggil bunda—sèlalu terkenang wajahnya ketika mendengarkan salawat. Sang bunda yang selalu mengenalkan dirinya tentang indahnya agama islam ditilik dari berbagai aspek.

"Alea?"

Panggilan ramah dari wanita yang telah melahirkannya, membuat gadis kecil berhijab coklat itu menoleh. "Iya. Kenapa mah?" jawabnya.

"Kamu beneran mau pulang bareng mama, sama Papa? Gak mau nanti aja?"

Gadis kecil itu menggeleng. Waktu libur semesternya memang belum usai. Ia dan kedua orang tuanya berlibur ke Indonesia guna menengok sanak saudara di sana. Rencananya mereka akan berlibur selama satu minggu. Namun sayang, masalah pekerjaan yang mendadak harus membuat jadwal liburan yang telah disusun secara matang itu urung terlaksana. Jadilah kini gadis bermata bening itu akan kembali bertolak ke New York bersama kedua orang tuanya. Kembali ke tempat yang enam tahun ini menjadi tempat tinggal mereka.

"Sayang?"

"Eh, iya. Kenapa mas?" Airra—wanita berhijab itu menoleh ke arah sumber suara. Membuat pandangannya bertemu dengan milik sang suami.

"Kenalkan. Ini pilot Al dan putranya. Dia seniorku saat tinggal di New york dulu."

Anzar—suami wanita itu datang memperkenalkan dua pria beda usia kepada sang istri. Dua pria lintas generasi yang sama-sama mengenakan seragam pilot. Untuk sejenak Alea tak sadar akan kehadiran dua pria tersebut. Kelopak matanya terpejam, menghayati setiap bait salawat yang menggema ditelinga. Hingga sebuah sentuhan kecil mampir dan membuatnya perlahan membuka mata.

Untuk sejenak, gadis itu menatap sang ibu yang baru saja memberinya kode. "Ada apa, mah? Maaf, tadi Alea sedang mendengarkan salawat. Apa sudah waktunya boarding?” tanyanya.

Wanita itu tersenyum maklum sambil mengusap pucuk hijab sang putri. "Kenalin, ini om pilot, temennya papah."

Gadis itu mendongrak, menatap sosok yang dimaksud sang bunda. Di hadapannya ada sosok pria yang tinggi tegap berseragam pilot tengah tersenyum ramah. Jika diperhatikan sekilas, wajah rupawan pilot tersebut sekilas mirip aktor kenamaan asal Korea Selatan, Lee Min Hoo.

"Assalamualaikum. Salam kenal om pilot temannýa papah. Aku Alea," ucapnya ramah sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada.

"Waalaikumsalam. Salam kenal Alea. Saya Al, temen papa kamu," jawab pria tersebut. "Kamu sudah besar, ya? Padahal dulu pas pertama bertemu kamu masih balita,” imbuh pria tersebut.

"Tentu saja. Itu sudah enam atau tujuh tahun yang lalu, putriku sekarang sudah tumbuh menjadi gadis remaja,” ujar sang Ayah.

Pilot rupawan itu tersenyum maklum. Kemudian berkata, “ya, anak-anak sudah semakin tumbuh dewasa. Sedangkan kita para orang tua akan segera menua dan udzur,” candanya.

"Tentu. Aku juga ingin segera rehat dari kursi panas yang setiap hari aku duduki,” balas Anzar.

Kedua pria yang sudah lama kenal itu kembali larut dalam pembicaraan. Sedangkan Alea—gadis itu tanpa sengaja bersirobak dengan sosok lain yang berdiri di samping om pilot—teman papahnya. Untuk sejenak ia mengamati lelaki muda yang sama-sama mengenakan seragam pilot. Wajahnya tampak datar dan flat. Matanya fokus pada obrolan kedua pria di sampingnya. Sadar ada yang memperhatikan, lelaki muda itu menoleh. Mempertemukan manik coklatnya dengan manik bening milik Alea.

Pria muda yang usianya masih belasan tahun itu untuk sejenak terpaku akan iris bening yang begitu menenangkan, sebelum si empunya memutuskan kontak mata di antara mereka. Alea mengalihkan pandangan. Memutuskan jalinan kontak mata di antara mereka.

"Pa?" panggilnya.

"Eh, iya. Kenapa bang?"

Lelaki muda itu menunjukkan jam tangan yang terpasang di pergelangan tangan.

Pilot Al mengangguk mahfum. "Ah, iya. Sebentar lagi boarding, maaf tidak bisa ngobrol lebih lama lagi, Anzar." Ditepuknya bahu sang teman pelan. Menyayangkan pertemuan mereka yang terlalu singkat.

"Lain kali bisalah kongkow di rumahku yang ada di NY?" tawar Anzar.

"Insyaallah, deh. Bulan ini sampai dua bulan mendatang jadwal flight cukup padat. Nanti aku usahakan mampir ke Radityan Crop's di NY."

"Aku tunggu pìlot Al."

Pilot Al mengangguk seraya mengulas senyum kecil.

"Pa?" lelaki muda itu kembali menginterupsi dengan sopan. “Boarding-nya?” lanjut lelaki muda itu.

"Kalau begitu kita duluan, Anzar," pamit pilot Al.

"Iya. Save flight pilot Al."

"Kalian juga. Take care. Semoga selamat sampai tujuan," pamit pria berseragam pilot tersebut, sebelum berlalu bersama sang putra.

Lelaki muda yang minim ekspresi tersebut adalah putra sulung pilot Algafriel Hazka Dwiarga atau pilot Al. Sang penerus pertama. Nathaniel Allugard Hazka Dwiarga namanya.

Sedari kecil putra sulungnya itu sudah digembleng untuk tumbuh menjadi anak yang mandiri. Ketika cukup dewasa, Al membebaskan putranya untuk memilih apapun cita-cita yang ingin dia raih. Akan tetapi pepatah ‘buah jatuh tak jauh dari pohonnya’ ternyata benar adanya. Tanpa dipaksa sekali pun, putranya sudah memutuskan untuk bergabung di dunia penerbangan guna melanjutkan jejak sang ayah.

"Kenapa, Nathan?" tanya pilot Al saat melihat gerak-gerik sang putra.

"Enggak ada apa-apa, pa."

Al menatap putranya bingung. Ada apa dengan mimik wajah remaja satu ini? ayah dua anak itu bisa melihat secuil ekspresi yang baru terlihat di wajah si sulung.

Tanpa sepengetahuan sang ayah, lelaki muda itu mengalihkan pandangan guna menatap si pemilik sepasang manik bening pemikat jiwa. Sosok yang ternyata berhasil membuatnya sulit bergeming hanya karena sepasàng iris bening.

"Kenapa lagi?" Tanya sang ayah, semakin penasaran. Pasalnya sang putra kedapatan beberapa kali melirik ke belakang.

"Gak ada," jawab sang putra singkat. "Ayo pa, kita harus segera boarding," tambahnya dengan raut wajah yang dua kali lipat lebih flat dari biasanya.

Tanpa sadar, putra sulung dari keluarga Dwiarga itu menemukan sebuah ketertarikan. Ketertarikan berlebih pada pemilik sepasang manik bening yang membuatnya sulit bergeming.

✈️✈️

"Apa mau ditukar saja tempat duduknya, sayang?" tanya Anzar.

"Gak usah pah, lagi pula papa sama mama duduk di situ, kan?" Gadis itu menunjuk dua deret kursi di belakang tempat duduknya. Tempat duduk kedua orang tuanya.

"Kamu yakin sayang?"

Anggaplah Anzar berlebihan. Posisi putrinya yang duduk dua deret di depannya, namun pria itu sudah kelimpungan bak induk ayam kehilangan anaknya. Anzar memang tidak pernah membiarkan sang putri jauh dari sisinya.

"Mas, udah. Alea, kan, duduknya gak jauh juga,” lerai sang istri.

"Tapi sayang, Alea kita—“

"Alea sudah besar, dia bisa menjaga diri. Lagi pula tempat duduk kita dua deret di belakang Alea."

Anzar mengangguk lemas. Pria itu memang sosok yang sangat protektif jika menyangkut istri dan putrinya. Pernah merasakan kehilangan calon buah hati membuatnya over protektif menjaga orang-orang terkasihnya itu.

"Kamu gak papa di sini, kan, Alea?" tanyanya lagi pada sang putri, memastikan.

Gadis itu mengangguk sambil tersenyum lembut.

"Udah mas. Kamu terlalu berlebihan deh," ujar sang istri sambil mengajak sang suami berlalu. Kembali ke kursi mereka masing-masing.

Gadis kecil itu menghembuskan napas lega. Padahal ia merasa nyaman dan aman-aman saja. Ini memang pertama kalinya Alea duduk di kabin pesawat komersial tanpa didampingi oleh salah satu orang tuanya. Biasanya, sang ayah tidak pernah menggunakan pesawat komersial untuk pulang ke Indonesia. Paling-paling jika kepepet, Anzar akan memesan kursi di kelas 1 atau kelas bisnis. Namun, berhubung sekarang pesawat keluarga besar Radityan tengah berada di California, jadilah mereka menggunakan pesawat komersial. Sialnya lagi, mereka tidak mendapatkan kursi di kelas 1 atau kela bisnis. Hanya kelas ekonomi yang tersisa.

“Allahumma salim salatan, kamilatan wasalim salam….”

Asik melantunkan salawat seraya membaca buku yang ia bawa sendiri, seseorang tiba-tiba datang dan duduk di sebelahnya. Gadis itu lantas menoleh. Menatap sejenak teman duduknya selama penerbangan ini.

"Hello,” sapanya kikuk.

Si penghuni kursi samping itu menoleh, lantas menatap Alea. Manik abu-abu miliknya tampak menatap wajah ayu Alea intens. Tanpa bicara sekalipun, lelaki yang Alea yakini usianya empat atau lima tahun lebih tua itu memilih memutuskan kontak di antara mereka. Tak lama kemudian sebuah suara lembut lelaki muda berwajah rupawan tersebut.

"Gwaenchanh-a, Lou?"

"Ne, eomma," jawab anak lelaki tersebut seraya memejamkan mata.

"Syukurlah."

Wanita itu kemudian tersenyum ramah kepada Alea. Wanita itu memiliki wajah cantik khas aktris atau idol k-pop. Tapi berikutnya, gadis kecil itu juga membalas senyumannya. Wanita cantik itu mengingatkan Alea kepada foto usang yang pernah ditemukannya di dompet lama sang ayah. Dompet kulit sang ayah yang tersimpan di dalam almari gudang selama bertahun-tahun.

Akan tapi, siapa wanita cantik tersebut?

Kenapa wajahnya mirip dengan wanita di foto itu?

"Kondisikan penglihatan mu." Interupsi suara di samping, membuat gadis itu tersentak.

Dia—si pemilik mata abu-abu dan suara deep bass yang menonjolkan aura intimidasi—yang duduk di sampingnya. Matanya terpejam, tapi raut wajah datar miliknya seakan-akan tahu jika Alea tengah memperhatikan wanita cantik yang tak lain dan tak bukan adalah ibu kandungnya.

Sosok rupawan berwajah dominan Eropa itu tampak tidak suka Alea memperhatikan ibunya. Tapi, kenapa? Toh Alea tidak bermaksud lancang. Ia hanya terpesona pada kecantikan mahluk ciptaan Tuhan. Apa salahnya?

Tidak mau larut dalam rasa kesal, Alea memilih memalingkan wajah sambil beristigfar kecil. Tanpa ia ketahui, saat itulah si empunya mata abu-abu itu membuka mata guna menatap wajah Alea dari samping. Merekam wajah ayu yang terbingkai oleh penutup kepala syar'i’ dan niqab—satu hal yang awam ia temukan di negaranya.

...✈✈✈...

...TBC...

...Tencu sudah baca, jangan lupa jejaknya. Vote, komentarrrrrr, like, share dan follow jika sempat😘😘...

^^^Sukabumi 06 Januari 2021^^^

^^^Revisi 03/05/22^^^

°BDJ 1 : ANAK TUHAN & ANAK LUCIFER

BDJ 1 🌼 : ANAK TUHAN & ANAK LUCIFER

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”—Q.S Al-Ahzab (ayat : 59)

✈️✈️

Bunyi dentuman musik yang menggema dengan keras menjadi sebuah ciri khas. Gemerlap lampu disko, suara musik yang diracik oleh tangan lihai sang Dish joki membuat para manusia yang berjoged di area dance floor kian menggila. Aroma tembakau yang terbakar, berbaur dengan aroma keringat, aroma berbagai jenis minuman beralkohol, bahkan aroma percintaan panas. Berbaur menjadi satu di tempat bernama clubs night tersebut.

Sepanjang kakinya memasuki tempat yang 27 tahun ini tidak pernah sekalipun ia injak, maniknya beberapa kali beralih pandangan ke sembarangan arah. Orang yang berjoged gila di area dance floor, orang yang sedang berciuman, orang yang sedang mabuk dan memaki-maki bartender, menjadi tiga hal pertama yang memenuhi penglihatannya.

Ia memang tidak pernah memiliki niatan memasuki tempat haram tersebut. Hanya saja dorongan dari pihak eksternal membuatnya berakhir di tempat ini juga. Harusnya saat ini ia bisa menikmati waktu istirahat di atas ranjang hotel yang empuk dan nyaman. Bukan malah berdiam diri di tempat haram ini, memupuk dosa di mata dan telinganya.

"C'mon Capt Nath, minumlah," ujar si pelaku yang telah membuatnya berakhir di tempat ini.

"No, thanks. Kamu tahu sendiri aku tidak minum alkohol," Tolaknya to the point.

"Woah, Asian good man,” puji salah seorang pria yang duduk di dekat lawan bicara.

"Jangan begitu Capt Nath, kau membuatku sedih dengan diam saja seperti ini." Joan—si pelaku kembali buka suara.

Senyum tipis di wajah tampan khas pria Asia itu terlukis. Kulit bersihnya memang tidak putih bak porselen seperti kulit bule di sekitarnya. Namun, pria rupawan pemilik rahang kokoh itu tampak mempesona di bawah temaramnya lampu disko. Membuat para wanita yang nakal di sana menatapnya lekat, sarat akan hasrat.

"Jadi, mau aku carikan teman for your night Capt Nath?" tawar Joan.

"No, thanks," Jawab pria tampan berkemeja navy itu, tidak tertarik sama sekali.

Joan memicingkan mata mendengarnya. "Jadi kau hanya akan diam saja selama di sini?"

"Aku tidak minum alkohol, tidak juga mencari wanita penghibur. Aku terdampar di tempat ini karena dirimu, co-pilot Joan Adams,” balas sang lawan bicara, terselip nada sebal dalam suaranya.

Si pemilik nama tertawa seraya menenggak coktail yang masih tersisa di dalam sloki. "Aku pikir membawamu ketempat ini bisa membuatmu senang karena dapat bersenang-senang. Namun ternyata," ia menjeda sejenak. "Aku salah besar. You is good man, son of God.”

Pria tampan berkemeja navy tersebut tersenyum tipis. Anak tuhan, ya? Itu pujian terlalu tinggi untuk manusia sepertinya yang masih tak luput dari lupa dan dosa. Ia memang tidak pernah mendekati alkohol, juga tidak pernah menggunakan wanita demi mendapatkan kesenangan semata. Baginya kedua hal tersebut adalah pantangan. Dua hal yang bisa membuat kecanduan dan merusak masa depan. Toh, ia memang sedari kecil digembleng agar selalu hidup dengan jalur yang lurus. Baik dalam urusan cita-cita, maupun cinta.

"Kalau kau tidak mau apa-apa di sini, lebih baik kau mendengarkan ceritaku saja Capt Nat."

Pria berkulit putih dengan bintik-bintik semi coklat itu buka suara. Ia memang berhasil mengelabuhi Nathan dengan alasan mengajak pria itu mengunjungi sebuah pertunjukan seni. Padahal ia ingin membawa Nathan ke club night untuk mengisi jadwal rehat mereka.

"Di tempat ini banyak sekali orang-orang berpengaruh dari berbagai bidang, seperti aparatur negara, pengusaha sukses, dokter, lawyer, singer, and other." Joan memulai cerita. "Di tempat inilah mereka menghabiskan waktu untuk mencari surga dunia. You know-lah, mencari alkohol atau lub*ng untuk melupakan penatnya urusan duniawi."

Pria tampan itu tidak menampik jika ucapan rekan sejawatnya itu benar adanya. Bukan satu atau dua pria berjas mahal yang ia temui di tempat ini. Mereka tengah asik dengan kegiatannya masing-masing.

"Terlebih lagi ini benua Eropa, hal seperti ini sangatlah lumrah." Joan kembali bercerita. "Tapi aku bangga kepadamu,” ujarnya sambil menepuk bahu rekan sejawatnya.

"Sejauh ini kau pria paling kuat iman yang aku temukan."

Pria yang Joan panggil capt Nath itu tersenyum kecil. "Maksudmu?"

"Kau anak tuhan. Pondasi agamamu kuat, man. Aku sungguh salut pada dirimu."

Nathan, pria tampan berjas navy yang lengannya digulung hingga seperempat itu tersenyum kecil. Ia dan Joan memang sudah cukup lama mengenal. Mereka bertemu tentu karena bekerja di flight deck yang sama, Bekerja di maskapai yang sama pula.

Sejauh ini pria bule berdarah Norwegia dan Inggris itu selalu menjadi rekan yang fleksibel. Mampu menempatkan diri di berbagai kesempatan. Joan juga menghargai sang rekan beserta agama dan kepercayaan yang ia anut.

"Kau lihat pria dengan wanita dengan dress merah di sofa itu?" dagu Joan bergerak ke samping. “Jika kau anak Tuhan, maka lelaki yang bersamanya adalah anak lucifer.”

Nathan menoleh sedetik, lantas kembali menoleh. Bibirnya bergumam lirih, namun bisa ditangkap oleh Joan. "Kau barusan mengumpat?" tebak Joan, tampak tidak percaya.

"Beristigfar."

"Beristigfar itu, apa?" Bingung Joan.

"Kalimat yang dibaca untuk memohon ampunan pada Tuhan."

Joan melongo mendengarnya. “Kau memohon ampunan kepada Tuhan-mu karena apa? karena melihat wanita dengan dress merah itu?”

Sang lawan bicara tidak menjawab, namun raut wajahnya bisa disimpulkan sebagai jawaban oleh Joan. Wanita yang Joan maksud adalah seorang wanita cantik dengan rambut pirang yang di-curly. Tubuh wanita itu terbalut dress merah menyala berbahan latex yang tidak dapat menutupi sebagian besar lekuk tubuhnya.

"Oh my mood, aku lupa soal itu. kalau begitu hiraukan," ujar Joan dengan senyum canggung. "Asal kau tahu, wanita itu eksekutif muda di siang hari. Di malam hari, kamu bisa lihat sendiri pekerjaannya.”

Dari penampilannya Nathan tidak bisa menyimpulkan jika wanita itu seorang eksekutif muda. Wanita yang mengenakan dress merah menyala yang ditunjuk Joan tadi, saat ini tengah asik berbagi saliva dengan seorang pria yang usianya jauh lebih muda. Bahkan tangan lelaki itu sudah meraba kemana-mana.

Astagfirullah, Nathan merasa berdosa besar karena tadi menoleh.

"Namanya sering kali muncul di majalah bisnis nasional. Tapi, dibalik layar, semua orang mengenalnya sebagai gold digger. Sedangkan lelaki yang bersamanya dikenal sebagai son of Lucifer, si bastard."

"Hm, Joan—“

"Dia sering tidur dengan wanita acak, setiap berkunjung ke tempat ini. tidak terhitung lagi berapa banyak wanita yang sudah dia tiduri. Oleh karena itu dia memiliki room VIP pribadi di club ini."

"Joan—“

"Dia bahkan dirumorkan pernah meniduri putri menteri pertahanan—“

Belum sempat kalimat itu rampung diucapkan, sebuah pukulan telak tiba-tiba nyasar ke rahang Joan. Membuat pria itu terhuyung seketika karena tidak siap menerima pukulan.

“Apa tanganku membuat kegaduhan?" kata suara deep bass tersebut, menginterupsi.

Joan terdiam di tempat. Ia tidak sadar jika objek dari bahan pembicaraannya telah beranjak dan mendekat. Pria yang tadi asik bercumbu itu kini membuatnya mati kutu.

"Membicarakan orang lain dibelakangnya adalah kebiasaan seorang wanita." Pria pemilik suara deep bass itu berbicara dengan logat British yang kental. Manik abu-abunya berkilat gelap, menatap Joan.

"Etensi bercintaku jadi berkurang karena telingaku terus berdenging. Ternyata ada yang sedang membicarakan ku di sini."

Kini mereka sudah menjadi pusat perhatian. Mungkin lebih tepatnya, pusat perhatian itu adalah pria di hadapan Joan. Pria rupawan yang memiliki kharisma kuat, dengan aura mengintimidasi bak predator terkuat di puncak rantai makanan.

"Aku pasti bukan satu-satunya orang yang membicarakan mu, bukan?" tanya Joan tak gentar. “Lagi pula itu semua faktanya.”

Pria bermanik abu-abu itu terkekeh kecil. "Salahmu karena malam ini membuat mood-ku buruk."

"Apa urusannya denganku? Kau pikir aku peduli?” sergah Joan.

"Kau menambah daftar kekesalanku malam ini, man." Pria rupawan itu berkata dengan santai. Tanpa tedeng aling-aling ia kembali melayangkan pukulan. Akan tetapi pukulan itu tidak pernah sampai mengenai target, karena ditangkis dengan cepat oleh seseorang.

“Masalah tidak akan selesai hanya dengan kekerasan.”

Pria berwajah kaukasia itu menatap lekat seseorang yang berhasil meblokade serangannya dengan lihai.

Ia yang sedari tadi diam, kini beranjak dari posisinya. Sadar jika tindakannya mengundang banyak perhatian, ia melepaskan kepalan tangan yang baru saja ia halau. "Kita pergi,” ujarnya, memberikan kode lewat lirikan singkat pada Joan.

"Hm. Aku juga sudah kehilangan selera minum di sini." Joan menyanggupi, kemudian mengeluarkan beberapa lembar dollar untuk membayar minumannya.

Namun, suara tawa yang terdengar sinis dibarengi satu kata berhasil membuat dua pria yang berprofesi sebagai penjelajah langit itu menghentikan tumit.

“Pecundang.”

Nathan berbalik, menatap si pemilik suara yang tengah menatapnya remeh.

"Kita tidak saling mengenal. Atas dasar apa anda mengkritik kami sebagai pecundang?" tanyanya datar.

Pria rupawan bermanik abu-abu itu menyeringai tipis. “Kau sama pecundangnya dengan pria yang suka membicarakan orang lain seperti seorang wanita. Kau bahkan tidak berani menyentuh alkohol. Anak Tuhan, eoh?” ejeknya.

“Jaga ucapan mu!" seru Joan emosi.

"Kita pergi," pungkas Nathan, tidak mau memperpanjang masalah.

Joan sudah mulai emosi, bisa gawat jika semakin lama mereka berada di sana. Nathan bukan takut, dia hanya tidak mau memperbesar masalah. Bahaya jika Joan semakin memperkeruh keadaan, sekali pun melakukan perlawanan, mereka tetap kalah jumlah.

"Good. Si pengecut dan anak Tuhan,” monolog pria rupawan pemilik suara deep bass tersebut. Sudut bibirnya tertarik, membuat sebuah seringai muncul. Manik abu-abunya masih menatap kepergian dua pria tersebut dengan tatapan yang tidak dapat diartikan.

✈️✈️

“Assalamualaikum. Good morning everyone,” Sapa suara lembut nan penuh kegembiraan memenuhi seisi ruangan bernuansa cerah tersebut. Kedatangannya bak semilir angin yang datang dengan menyejukkan saat panas melanda bumi. Seisi ruangan kemudian menjawab dengan berbagai salam dan sapaan yang berbeda. Ia menghargai perbedaan cara mereka membalas sebagai bentuk toleransi.

"Hello, good morning too, Alea,” balas seorang perempuan berambut pirang yang baru saja memasuki ruangan.

“Hai, Ann. Ready for working?”

"Always ready, Alea,” jawab gadis bernama Annante tersebut.

Perempuan yang penampilannya paling mencolok itu tersenyum tipis di balik penutup niqab yang ia gunakan. Penampilannya syar'i—tertutup secara keseluruhan, kecuali muka dan telapak tangan—tentu saja membuatnya berbeda. Gamis longgar dengan khimar plus dengan niqab. Hanya sepasang manik indahnya yang boleh dunia lihat, juga telapak tangan. Terkadang punggung tangan.

“Ok, meeting hari ini pukul 09.10. Semua sudah harus standby di tempat. Para client akan datang sekitar pukul 08.50 sampai 09.00.” Annante mengawali pembicaraan singkat pagi ini. Perempuan yang berprofesi sebagai sektretaris itu dengan cekatan membacakan schedule.

“Nona CEO, pagi ini Anda harus meyakinkan dua investor utama kita,” bisik Annante. Perempuan bule tersebut memang cukup fasih menggunakan bahasa Indonesia, karena sudah berteman lama dengan Alea.

"Jadi, siapa yang harus aku hadapi hari ini?” tanya perempuan berhijab itu.

"Mereka adalah...." Annante membolak-balikkan buku notarisnya sejenak. “….wow, dia adalah pembisnis muda yang namanya sering muncul di FORBES. Perusahaannya merambah dunia perhotelan, villa, apartemen, dan hunian berbagai tipe lainnya. Kamu harus meyakinkan dia agar kita bisa menjalankan proyek yang sangat besar ini."

perempuan berhijab mengangguk mahfum. “Noted,” jawabnya.

"Dia CEO Anderson Cooperation."

Alea mengangguk lagi. “Ok, noted. Satu lagi?”

"Hm, satu lagi. Dia..." Annante menjeda sejenak. "Dari pihak maskapai. Mereka memiliki maskapai dengan rating terbaik dari para user. Maskapai ini tentu ambil bagian yang sangat penting untuk proyek kita."

“Noted. Aku akan mengingatnya.”

“Nama maskapai mereka adalah Azka's Air,” lanjut Annante seraya manggut-manggut. “Ok. Itu adalah target yang harus kamu taklukan hari ini." Annante mengingatkan. "Oh iya, aku lupa memberitahu nama mereka,” tanya seraya tersenyum geli.

“Alea, ingat mereka baik-baik. Mereka ini orang-orang penting.”

Alea kembali mengangguk mahfum. “Jadi namanya?”

“Pertama, Louis Gallion Anderson Kim. CEO Anderson Cooperatian. Kedua, Nathaniel Allugard Hazka Dwiarga. CEO Azka's Air."

Seperti baru saja mendapatkan tugas hapalan baru dari sang guru, bibir di balik niqab itu langsung melantunkan dua nama tersebut dengan suara lembutnya. “Louis Gallion Anderson Kim dan Nathaniel Allugard Hazka.” Tatapan sepasang mata teduh itu kemudian beralih pada berkas kerja sama yang tersimpan di atas meja.

“CEO Anderson Cooperation dan Azka’s Air. Dengan mengucap basmallah, aku—Alea Ananta Rumi akan mendapatkan hati kalian berdua,” gumam Alea penuh rasa percaya diri.

✈✈✈

TBC

Jangan lupa like, vote, komentarrrrrr, share dan follow Author 😚

Sukabumi 01 April 2021

Revisi 04/05/22

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!