NovelToon NovelToon

Melukis Senja

Pendidikan

Ainin Gita Syahla Salsabila. Anak pertama dari pasangan CEO perusahaan besar. Ainin atau dipanggil Ai oleh keluarganya, mempunyai dua adik laki-laki kembar. Jarak umur Ai dengan dua adik kembarnya yaitu lima tahun.

Ai lahir di Indonesia. Sedangkan, dua adik kembarnya lahir Belanda. Kehidupan yang dipenuhi oleh kehangatan dan juga kasih sayang yang cukup membuat Ai tumbuh menjadi gadis yang cantik dan ramah. Sifat ramahnya persis seperti sifat ayahnya yaitu Zafran Idris. Sedangkan dua adiknya menuruni sifat bundanya yaitu Nanda Firmadani yang terkenal dingin.

Usia Ai menginjak tujuh belas tahun. Ia tumbuh di Belanda dan sekarang ia akan kembali ke tanah air setelah sekian lama. Adik kembar Ai yang Idris dan Nanda beri nama Hilman Jaffan Fakhrullah dan Hilmi Jafin Fakhrullah. Mereka biasa memanggil Hilman dan Hilmi.

"Ayah, aku ingin kuliah di Indonesia saja. Aku juga rindu dengan kakek dan nenek. Sudah lama kita tidak pulang ke Indonesia, bukan?" mendengar penuturan putrinya Idris menatap Ai dengan lekat.

Ia juga rindu dengan semua keluarganya disana. Sekarang putri kecilnya sudah tumbuh menjadi gadis dewasa. Nanda yang duduk di sofa disamping suaminya ikut tersenyum. Bersama mereka menatap lekat putri cantik yang duduk di sofa seberang.

"Apa kamu benar-benar ingin kuliah disana? Kenapa tidak disini saja?" pertanyaan itu Idris lontarkan untuk memastikan.

"Ayah, aku mohon. Aku ingin sekali melanjutkan pendidikan ku disana. Aku ingin merasakan bagaimana menempuh pendidikan di tanah air." jawaban itu lolos begitu saja dari Ai.

Hilman dan Hilmi mengangguk. Mereka juga rindu dengan suasana di tanah air. Mereke berdua menyetujui usul dari kakaknya agar meneruskan pendidikan di Indonesia saja.

"Baiklah, kita akan pindah ke Indonesia setelah kalian bertiga lulus sekolah. Apa kamu keberatan, Ai?" Idris menyetujui usul dari putrinya. Nanda pun mengangguk setuju.

"Tidak ayah. Aku akan menunggu dua adik tampan ku ini lulus. Jadi aku bisa istirahat sebentar." jawaban dari pertanyaan Idris membuat semua yang berada di ruang tamu tersenyum.

***

Idris menyiapkan segala keperluan mereka semua di Indonesia. Mulai dari surat pindah, tiket dan segala macam dengan dibantu oleh Nanda. Setelah Hilman dan Hilmi selesai dengan pendidikan mereka, Ai bersiap untuk masuk ke universitas di Indonesia. Waktu istirahat yang dulu pernah Ai katakan sekarang sudah berakhir.

"Yah, apa semuanya sudah siap?" Nanda bertanya sembari duduk di tepi ranjang.

"Alhamdulillah sudah. Rasanya lelah sekali hari ini. Besok kita akan terbang jam sepuluh pagi." Idris menjawab sembari mendekati Nanda. Ia juga memberitahu tentang jadwal keberangkatan mereka besok.

"Rasanya tak percaya jika kita harus kembali kesana lagi." gumam Nanda yang terdengar oleh Idris.

"Aku juga. Setelah sekian lama." Idris membalas seraya merebahkan tubuhnya.

***

Ai merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar. Mungkin ia akan rindu dengan suasana di Belanda jika ia nanti sudah pulang ke Indonesia.

"Aku akan merindukan tempat dan suasana ini." gumam Ai dengan mata yang mulai menutup.

***

Hilman dan Hilmi sedang bersiap didalam kamar mereka. Dua koper besar sudah terlihat mulai penuh oleh baju-baju milik mereka. Kekompakan mereka berdua membuat Idris dan Nanda semakin menyayangi keduanya.

"Apa semua sudah lengkap, Mi?"

Hilmi yang tengah fokus melihat daftar catatan yang tadi mereka tulis seketika mendongak mendengar pertanyaan dari kakaknya (Hilman).

"Iya. Sudah."

Hanya itu yang mampu Hilmi jawab karena ia juga sedang sibuk.

"Baiklah kalau begitu, mari kita tidur. Aku sudah mengantuk. Besok kita akan melanjutkannya lagi." Hilman mendekati adiknya (Hilmi) dan duduk di sebelahnya.

"Ya sudah. Aku juga mengantuk. Ayo kita bersih-bersih dulu." ajakan dari Hilmi dibalas anggukan oleh Hilman.

Mereka berdua membereskan kamar yang terlihat berantakan. Lalu membersihkan diri seperti biasa sebelum tidur. Dan yang terakhir, keduanya berdoa untuk hari esok atau yang akan datang. Sebuah kebiasaan yang Idris tanam untuk keluarganya sudah mengakar sekarang. Kebiasaan baik sebelum tidur seperti apa yang dulu pernah Abah (Kyai Arifin) katakan.

***

*Gimana ni gaes, udah masuk season 2 lho. Udah ngga sabar ya?. Ini baru awalan. Tenang saja. Masih lanjut terus kok.

Jangan lupakan like, love dan vote nya ya. Tanpa kalian novel ini ngga berarti apa-apa. Terima kasih buat kalian semua.

Spesial hari bahagia Author ke 16 😀. Author minta doanya semoga di usia yang baru ini bisa lebih baik lagi dan aktif buat nulis ceritanya. Semoga kita semua selalu diberikan umur yang panjang, kesehatan jasmani dan rohani, dilindungi dari covid dan bisa selalu tersenyum😊. Makasih buat semuanya yang udah baca karya Author ini.

Selamat membaca. Semoga terhibur.

Salam hangat dari Author 😊. Jangan lupa masuk ke grup nya ya. Biar tambah ramai*.

Kursi

Keluarga kecil yang berjumlah lima orang itu sudah berkumpul didepan rumah. Mereka menunggu kedatangan mobil angkutan. Sepuluh menit menunggu, akhirnya mobil angkutan datang.

Idris membawa semua barang-barang dengan dibantu oleh Hilman dan Hilmi. Setelah selesai, mereka semua masuk ke dalam mobil. Mobil tersebut adalah pesanan Idris yang siap mengantar mereka menuju bandara.

"Aku bakal rindu rumah kita." Idris memandang ke arah rumah yang sudah ia tinggali sejak lama. Ucapan Idris terdengar oleh Nanda yang duduk disampingnya.

"Aku juga. Kita akan rindu semuanya. Tempat ini banyak sekali kenangan manis dan pahit." balasan Nanda membuat Idris menatap wanita yang selalu ada disampingnya. Ia tersenyum lalu mencium punggung tangan Nanda yang mengait ditangannya.

Tak berapa lama, mereka sampai di bandara. Idris, Nanda dan ketiga anak mereka keluar dari mobil. Mengambil barang-barang dan berjalan masuk ke dalam bandara. Jam penerbangan mereka sebentar lagi. Jadi tidak ada waktu untuk menunggu.

Tepat ketika mereka sampai di gate, pesawat akan segera lepas landas. Dengan bantuan petugas, semua barang-barang yang dibawa keluarga Idris sudah masuk ke bagasi pesawat. Idris menggandeng tangan Nanda dan berjalan ke arah pesawat dengan diikuti Ainin, Hilman dan Hilmi.

"Selamat siang. Silakan masuk dan menempatkan diri." pramugari yang cantik menyapa keluarga kecil Idris ketika mereka masuk ke dalam pesawat.

Nanda dan Idris sudah duduk di bangku terdepan. Sedang, Ainin dan kedua adiknya duduk di belakang mereka.

"Dek, duduk sama kakak yuk. Kakak sendirian soalnya." ucap Ai pada Hilman yang duduk dibelakangnya.

Hilman yang tengah bermain ponsel mendongak menatap kakaknya.

"Hilmi gimana kak? Nanti dia nangis lho kalau sendirian." Hilman meledek adik kembarnya yang sedang melihat ke arah luar jendela pesawat.

Hilmi menoleh mendengar ledekan dari kakak kembarnya itu. Ia mendengus kesal ketika Hilman mengatakan 'jika iya akan menangis ketika sendirian'.

"Apa-apaan si. Udah sana duduk didepan temenin kak Ai. Ngga usah ngeledek lagi. Awas lho ya." Hilmi kesal dengan Hilman yang sering meledeknya. Akhirnya ia mengizinkan sang kakak untuk duduk didepan bersama kak Ai.

"Oke kalau gitu. Jangan nangis ya. Kalau butuh apa-apa bilang aja. Jangan marah. Ngga baik. Iya kan kak?" Hilman berucap seraya bangkit dari tempat duduknya. Sedang Ai menganggukkan kepalanya membalas ucapan Hilman sambil menahan tawa melihat kekesalan di wajah Hilmi.

"Maaf ya. Kakak ambil Hilman dulu. Jangan ngambek. Hahaha."

"Sabar Hilmi. Untung dia kakak kamu. Kalau ngga udah ku tendang mereka sampai planet. Biar ngga ngeselin." gerutu Hilmi.

Setelah Hilman berpindah tempat, Hilmi ikut berpindah juga di tempat duduk yang tadi diduduki oleh kakaknya. Ia terkadang berdiri dan mengintip apa yang sedang dua kakaknya bicarakan didepan. Hingga tawa mereka terdengar.

Tak berapa lama, datang seorang gadis cantik degan rambut terurai indah. Ia berjalan sambil memegang tiket pesawat sambil mencari tempat duduknya. Hilmi yang sedang fokus dengan ponselnya tak mengetahui jika ada seseorang gadis yang berdiri disampingnya.

"Permisi. Boleh saya duduk?" gadis itu bertanya dengan sopan pada Hilmi.

Hilmi mendongak ketika mendengar ada suara. Benar saja, gadis cantik tengah memegang tiket ditangannya sedang berdiri dihadapan Hilmi saat ini.

"Kamu tanya sama saya?" pertanyaannya itu terlontar begitu saja dari bibir Hilmi.

Hilman yang mendengar pertanyaan Hilmi segera bangkit dari kursi. Ia menatap adiknya yang sedang memandang wajah gadis didepannya saat ini.

"Siapa lagi kalau bukan kamu? Dasar aneh." Hilmi mendengus kesal. Lagi dan lagi ia diledek oleh kakak kembarnya.

"Diam. Aku kan cuma mau memastikan." balas Hilmi.

"Silakan duduk." Hilmi bangkit dan mempersilahkan gadis tersebut untuk duduk didekat jendela.

"Terima kasih." ucap si gadis dengan senyuman yang terbilang manis. Ia duduk disebelah Hilmi dan memandang ke arah luar jendela.

Hilmi kembali duduk setelah gadis itu duduk diseberang jendela pesawat. Sedang Hilman juga duduk kembali disamping kakaknya.

Suasana menjadi hening ketika pesawat akan lepas landas. Hilmi sesekali melirik gadis cantik yang berada disampingnya saat ini.

"Apa kamu tidak takut ketinggian?" pertanyaan dari Hilmi membuat si gadis yang tengah memandang ke arah luar jendela menoleh.

"Tidak. Aku sudah sering menaiki pesawat. Kalau kamu bagaimana?" si gadis menjawab dengan antusias. Ia juga balik bertanya kepada pria tampan yang berada di sampingnya.

"Aku jarang naik pesawat. Baru tiga kali ini. Jadi masih sedikit takut akan ketinggian." Hilmi menjawab dengan sesekali menunduk. Ia sedikit malu harus jujur jika ia takut ketinggian. Selama lima belas tahun di Belanda ini ketiga kalinya menaiki pesawat. Maklum saja jika Hilmi merasa takut akan ketinggian.

"Oh begitu ya. Lebih baik tidur. Pasti takut mu akan hilang." gadis cantik itu memberi saran pada Hilmi.

Hilmi membalas dengan anggukan kepala. Ia memilih tidur seperti apa yang disarankan oleh gadis disampingnya. Apa salahnya mencoba bukan?.

Menyandarkan kepalanya, perlahan Hilmi menutup matanya yang sudah terasa berat. Perjalanan yang cukup lama membuat Hilmi tidur dengan nyenyak. Gadis disamping Hilmi tersenyum melihat pria yang berada disebelahnya tertidur. Terlihat begitu tampan. Batin si gadis. Ia juga ikut tidur karena perjalanan masih lama.

"Dek, coba lihat Hilmi. Bukannya dia takut ketinggian? Aku kasian padanya." Ainin memerintahkan adiknya (Hilman) agar mengecek keadaan Hilmi.

"Oke. Aku lihat dulu ya."

Hilman melihat ke arah belakang. Ia tidak menduga jika adik kembarnya akan tidur secepat itu. Padahal lima tahun yang lalu Hilmi selalu terjaga karena takut. Namun, sekarang ia malah tidur dengan cepat.

Hilman juga melihat jika gadis cantik disamping Hilmi ikut tertidur. Kepala mereka berdua saling menyandar satu sama lain. Membuat Hilman mempunyai ide gila. Ia merogoh jaketnya dan mengambil ponsel. Ia memotret adiknya yang tengah tertidur. Setelah berhasil, Hilman kembali ke tempat duduknya. Ia tertawa sendiri melihat foto adik kembarnya.

"Kamu kenapa? Kaya orang gila aja ketawa sendiri." Ai yang melihat adiknya tertawa sambil melihat ponselnya merasa heran. Akhirnya ia bertanya.

"Coba lihat deh kak. Lucu banget kan? Hahaha."

Ai yang melihat foto adiknya ikut tertawa. Ia mempunyai ide agar foto itu dikirim ke ayah dan bundanya. Pasti mereka akan tertawa jika melihat ekspresi tidur Hilmi.

"Kirim ke ayah dan bunda sama kakak ya. Pasti mereka ketawa. Dasar Hilmi. Katanya takut malah tidur."

Hilman mengangguk ia mengirim foto tersebut ke nomor Nanda dan Idris. Lalu mereka Hilman dan Ainin tidur karena perjalanan mereka masih cukup lama.

Jangan lupa like and vote ya.

Semoga kalian terhibur.

Salam hangat dari Author 😊.

Lampu

Pengumuman dari speaker di pesawat membangunkan Hilmi yang tengah tertidur pulas. Ia mengerjap untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke mata.

"Astaghfirullahal'adzim!." Hilmi kaget ketika kepalanya dan kepala si gadis menyandar satu sama lain. Dengan tangan yang memegang dada, Hilmi sedikit menjauhkan tubuhnya.

"Saran yang bagus." gumam Hilmi. Mengingat ia tidur karena saran dari gadis yang tengah tidur dipundaknya.

Tangan Hilmi terangkat untuk menyentuh wajah cantik yang tertidur itu. Ia menepuk pipi mulus itu agar si gadis terbangun.

"Apa sudah sampai?" tanya si gadis ketika merasakan tangan dingin yang menepel dipipinya. Ia melihat tangan tersebut lalu berpindah menatap wajah tampan yang juga sedang menatapnya juga. Mereka berdua saling pandang satu sama lain selama beberapa saat.

Si gadis terkejut ketika menyadari jika dirinya tidur menyandar di pundak seorang pria. Lalu ia segera menjauhkan tubuhnya karena malu.

"Maaf. Aku tidak sengaja." ucap si gadis.

"Tidak apa-apa. Aku juga minta maaf telah menyandar di kepalamu tadi. Pasti leher mu sakit." balas Hilmi yang sama canggungnya.

"Iya sedikit."

Gadis tersebut melihat keluar jendela pesawat. Ia masih merasa malu karena hal tadi. Ia memegang lehernya yang lumayan pegal.

***

Pesawat landing pukul satu dini hari. Setelah enam belas jam penerbangan akhirnya mereka sampai di Bandara Ahmad Yani, Semarang. Semua orang turun secara bergantian dan urut. Tertib dan beraturan.

Nanda, Idris dan ketiga anaknya turun dari pesawat. Mereka menuju gate untuk menunggu taksi yang sedang dipesan. Lima menit menunggu akhirnya taksi datang. Mereka segera masuk setelah barang-barang lainnya masuk ke dalam bagasi.

Dua taksi itu melaju di jalan raya kota Semarang. Begitu sepi dan tak terlalu ramai seperti disiang hari. Melewati beberapa belokan dan lampu merah mereka pun sampai di sebuah rumah bercat putih. Terlihat megah dari kejauhan.

"Berapa, Pak? " tanya Idris ketika mobil berhenti didepan gerbang.

"100.000."

Sopir taksi mengecek dan menjawab pertanyaan dari penumpangnya. Idris mengambil dompet dan membayarnya. Kemudian ia keluar bersama Nanda.

Ainin, Hilman dan Hilmi turun juga dari taksi setelah membayarnya. Semua barang-barang diturunkan didepan gerbang seperti yang Idris perintahkan.

"Apa perlu aku telepon Naya agar membuka pintunya? " Nanda bertanya pada Idris setelah dua taksi itu pergi.

"Jika tidak menganggu." balas Idris dengan anggukan.

Nanda tersenyum dan langsung menelpon nomor adiknya. Tiga kali panggilan akhirnya terjawab juga. Terdengar suara khas orang tidur dari telepon.

"Naya, tolong bukakan pintu rumah ya." ucap Nanda yang membuat Naya terkejut.

"Apa? Ini jam setengah dua dini hari kak. Tolong kakak jangan bercanda." Naya membalas setelah melihat jam yang berada di atas meja. Jam menunjukkan pukul setengah dua dini hari.

"Aku tidak bercanda, Naya. Tolong bukakan pintunya ya. Jangan sampai ayah dan bunda bangun." Nanda hampir saja tertawa karena Naya menganggapnya bercanda.

"Baiklah. Aku akan segera turun dan membukakan pintunya."

Setelah itu sambungan terputus. Nanda mengajak keluarga kecilnya untuk masuk melewati pintu kecil disamping gerbang. Karena ia melihat jika pos satpam sepi. Mungkin saja satpam yang berjaga tertidur.

"Ayo." ajak Nanda.

Mereka semua masuk dan berjalan ke rumah yang terlihat gelap. Namun, masih terlihat terang dengan bantuan cahaya dari lampu disekitar taman.

Sedang Naya bangun dari tempat tidurnya meninggalkan Alex yang tengah tidur. Ia berjalan menuju pintu utama dengan masih memakai piyama tidur. Dibukanya pintu rumah dengan perlahan setelah tidak terkunci.

"Kakak? Itu kamu? Apa aku tidak sedang bermimpi? " Naya terkejut melihat Nanda dan keluarganya ada didepan teras rumah.

"Iya. Ini aku. Aku tidak bercanda kan?" Nanda memeluk Naya dengan erat. Agar Naya percaya jika dirinya benar-benar datang.

Naya membalas pelukan dari kakaknya. Setelah itu ia membuka pintu dengan lebar dan mempersilakan kakak dan keluarganya masuk ke dalam rumah.

"Apa disini tidak ada lampu?" Hilmi masuk seraya berucap dengan dirinya sendiri. Membuat semua orang berhenti dan memandangnya dalam kegelapan.

"Jangan terlalu bodoh. Ini dini hari. Semua orang masih tidur." Hilman membalas perkataan adiknya. Karena menurutnya pertanyaan adiknya adalah pertanyaan terbodoh yang pernah ia dengar.

"Hehehe. Aku pikir tidak ada lampu. Soalnya ruangan ini begitu gelap." Hilmi menggaruk kepalanya Yang tidak gatal.

"Sayang tidurlah dikamar tamu sebelah sana ya. Dan kamu Ai, tidurlah disamping kamar itu." Nanda menunjuk kamar tamu yang kosong agar anak-anaknya bisa beristirahat.

"Baik, bunda. Ayo Hil." Hilman mengangguk paham. Ia segera mengajak adiknya menuju kamar. Karena ia benar-benar merasa lelah dan mengantuk.

Semua orang berpisah menuju kamar masing-masing. Melanjutkan aktivitas tidur mereka yang sempat tertunda.

Jangan lupa like and vote ya.

Semoga terhibur.

Salam hangat dari Author 😊.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!