Rania. Gadis lugu (bisa dibilang norak/kampungan) yang sangat beruntung bisa mendapatkan cinta dari pemuda kaya dari kota. Haris Eka nama pemuda itu.
Dia tampan, sifatnya dingin tapi baik, susah ditebak dan sedikit manja.
Kisah mereka bermula ketika pertemuan Rania dan Haris disebuah kafe di kota yg berbeda tempat Rania bekerja.
Sore itu Haris dan sahabatnya, Apri, bermaksud beristirahat di kafe tersebut.
Mereka duduk lalu memesan minum dan cemilan disana.
"Mbak pesan minum dong," ucap Apri sambil melambaikan tangan kepada pelayan yang tengah duduk di sebrang tempat duduk mereka.
Pelayan wanita menghampiri kemudian menyodorkan buku menu kepada Apri.
"Makasih," Apri tersenyum kemudian membuka buku itu dan memilih menu.
"Aku mau jus alpukat sama ... kentang goreng. Kamu mau minum apa Ris?" tanya Apri sambil melirik Haris yang sedari tadi hanya diam melihat foto yang ada di kameranya.
"Jus melon aja," jawab Haris singkat
Pelayan tadi mencatat pesanan Haris dan Apri lalu pergi.
Ya ... memang begitu sifat Haris, pendiam dan tak suka basa basi.
Sambil menunggu pesanan datang, Apri membuka kameranya, ia memandangi sebuah foto berlatar belakang danau dan ada seorang gadis cantik berdiri bersandar pada pohon di dekat danau.
"Kira-kira gadis di danau tadi punya pacar
nggak ya?" gumam Apri
"Ris coba deh kamu lihat gadis ini!" Apri menyodorkan kameranya kepada Haris.
"Ngapain sih, kenal juga enggak!" jawab Haris cuek.
"Dia cantik, kamu sih tadi main pergi aja,
aku kan mau nyamperin dia." Apri senyum-senyum melihat foto gadis itu.
"Aku gak peduli," jawab Haris lirih.
Biarpun Haris orang yang sangat ketus tapi Apri tidak peduli, Apri selalu bawel karena dia sangat paham dengan sifat sahabatnya itu.
Tak lama kemudian datang pelayan perempuan namun berbeda dari perempuan yang mencatat pesanan tadi. Gadis itu menaruh pesanan Haris dan Apri di meja.
"Silahkan mas," ucap gadis itu sopan lalu membalikkan badan.
"E ... eh tunggu!" tiba-tiba Apri menarik lengan gadis itu hingga tanpa sengaja nampan yang ia pegang menyenggol kamera Haris yang ada di meja.
BRAK!!
Mereka bertiga terkejut dan saling pandang.
Haris yg melihat kameranya terjatuhpun langsung berdiri dan memarahi gadis itu.
"Hey! Apa yang kamu lakukan?" bentak Haris.
"Maaf mas, saya tidak sengaja," lirih gadis itu menjawab dan menundukkan kepala.
"Maaf? Kamu harus mengganti kameraku!" ucap Haris ketus.
"Maaf mas, tadi kan__"
"Sudahlah Ris, kamera kamu tidak apa-apa.
Tak lecet sedikitpun," Apri mencoba menenangkan sahabatnya.
Melihat kegaduhan itu, pemilik kafe, pak Arga menghampiri mereka
"Permisi, maaf ada apa ini?" tanya pak Arga.
"Maafkan saya pak, saya tidak sengaja
menyenggol kamera mas ini kemudian
terjatuh" jelas Rania.
"Maafkan karyawan saya mas, saya akan
menegurnya dan mengajarinya agar
lebih baik lagi," ucap pak Arga bernada kesal.
"Saya mau dia dipecat sekarang juga!" Haris terlihat sangat marah.
Rania hanya menundukkan pandangannya, kenapa dia bisa mengalami hal seperti itu. Padahal selama bekerja di kafe itu, Rania selalu patuh dengan peraturan kafe bahkan dia selalu jadi pelayan terramah selama empat tahun ini.
"Maaf mas, saya akan memberikan
sanksi pada Rania, sebagai gantinya
silahkan mas pesan menu apa saja
disini dan gratis," pak Arga membela Rania
"Anda pikir saya tidak mampu bayar
makanan ditempat ini?" Lagi-lagi Haris marah.
"Ris, sudahlah. Kamu apaan si!" Apri kesal
melihat kelakuan Haris.
pak Arga dan Rania terdiam, lalu Apri menyeret lengan Haris menjauh dari tempat pak Arga dan Rania.
Haris menepis tangan Apri yang memeganginya, "Kamu nggak mikirin perasaannya? Gimana kalau dia orang susah? Yatim piatu?" Apri benar-benar kesal.
"Bodo!" dengan muka datarnya Haris meninggalkan Apri, mendekat ke Rania dan pak Arga.Mengambil kamera dan jaketnya lalu pergi begitu saja tanpa peduli dengan masalah yang telah dibuatnya.
Apri berjalan, meminta maaf kepada pak Arga dan Rania lalu berlari mengejar Haris yang sudah sampai di pintu keluar kafe.
"Ris?" Apri berlari kecil sambil memanggil Haris.
Haris tak menoleh, ia terus berjalan menuju parkiran mobil lalu menaiki mobilnya, Apri mengikuti duduk di sebelah Haris kemudian mobil melaju sedang menuju ke tempat penginapan mereka yang berada tak jauh dari kafe tadi.
"Ris, ayolah cabut permintaan kamu tadi untuk memecatnya, aku kasian tadi gadis itu menangis." Apri kembali memohon.
"Aku tau kamu membelanya karena suka kan? Ah iya, mana ada perempuan yang tidak kamu suka," Haris menimpali dengan wajah datarnya.
"Masih sempat-sempatnya mengejek ku ya?" Apri semakin kesal.
Haris tergelak mendengar jawaban Apri.
"Bisa-bisanya kamu tertawa setelah membuat orang lain menangis!" gumam Apri dalam hati.
Sesampainya di penginapan, Haris langsung menjatuhkan badannya di sofa. Sedang Apri langsung masuk ke kamar mandi.
Setelah membersihkan diri bergantian, merekapun tertidur. Apri tidur di sofa sedangkan Haris tidur di tempat tidur yang nyaman dan luas.
Malam di rumah Rania. Devi, adik Rania sedang belajar di meja kamarnya. Sembari menunggu kakaknya pulang dari bekerja.
Kemudian terdengar pintu diketuk. Devi segera membuka pintu.
"Assalamualaikum," ucap Rania tersenyum sambil menyodorkan punggung tangan pada Devi.
"Waalaikumsalam, mbak sudah pulang?" Devi mencium punggung tangan Rania terlihat bahagia.
"Sudah dek. Yuk masuk!" Mereka berdua masuk rumah, Rania mengelus rambut Devi perlahan.
"Ayo makan dulu sayang, mbak udah beliin kamu ayam goreng" ucap Rania manis.
"Yey ... terimakasih mba," kata Devi dengan senang hati.
Rania mengambil piring kemudian mereka makan. Melihat adiknya yang sangat lahap, Rania jadi teringat masalahnya di kafe tadi. Pak Arga memecatnya, bagaimana kalau dia tidak secepatnya mendapat pekerjaan lagi. Devi memandangi kakaknya yang terdiam.
"Mbak ayo makan!" Wajah Devi sangat menggemaskan dengan mulut yang penuh dengan makanan.
"E e iya dek," Rania kaget terbangun dari lamunannya.
Devi dan Rania makan dengan tenang, setelah habis Rania menyuruh Devi untuk belajar lagi.
Devi pun menurut lalu pergi ke kamarnya. Sedangkan Rania membereskan piring. Rania duduk di ruang tamu, lagi-lagi dia termenung memikirkan hari esok. Sangking lelahnya, Rania sampai tertidur di kursi.
Devi yang dari tadi menunggu Rania masuk kamar dan sudah lama menunggu kenapa kakanya belum juga masuk. Devi memanggil kakanya tapi tidak ada jawaban. Devi keluar kamar dan mendapati kakanya yang tertidur di kursi sempit dan keras.
"Mbak Rani? Bangun mbak, ayo bobo dikamar!" Devi membangunkan kakanya
"Devi, kamu belum tidur?" Rania terlihat sangat mengantuk dan lelah. Rania tersenyum melihat adiknya.
"Ayo dek!"
Mereka berdua pergi ke kamar dan melanjutkan tidur.
Alarm berbunyi pukul 04.00 pagi. Rania biasa terbangun pagi-pagi sekali agar bisa menyiapkan sarapan dan juga beberes. Tapi pagi ini Rania enggan untuk bangun, dia masih memikirkan bahwa dia sudah tidak bekerja lagi. Sampai jam menunjukan pukul 05.00. Rania terbangun lalu bersiap- siap sholat subuh.
"Bagaimana bisa aku seceroboh itu hingga membuat diriku di pecat dan sekarang aku pengangguran," batin Rania setelah selesai sholat.
"Dek ayo bangun, udah jam 06.00 lho!" Rania menggoyang- goyangkan tubuh Devi.
"Iyaa mbak." Devi duduk lalu mengusap matanya.
"Anak pintar." Rania tersenyum.
Rania menyiapkan baju seragam Devi. Devi langsung mandi dan bersiap-siap.
"Mbak nggak kerja?" tanya Devi
"Kerja. Tapi mbak berangkat siang." Rania menjawab dengan perasaan sedih.
"Mbak mau Devi jadi anak yang rajin dan bertanggung jawab ya!" Rania menyisir rambut Devi.
"Iya mbak. Devi mau jadi seperti mbak yang selalu sayang sama semua orang," jawab Devi. Rania tersenyum.
"Jangan jadi seperti mbak dek, mbak yang cuma pelayan kafe ini selalu direndahkan orang lain." Rania membatin serasa ingin menangis.
Selesai menyisir rambut Devi, Devi pun mencium punggung tangan kakaknya, berpamitan berangkat sekolah.
"Devi berangkat ya mbak," pamit Devi.
"Iya, belajar yang giat ya dek, hati- hati!" Rania mencium pipi Devi. Devi melambaikan tangannya.
Di rumah tinggal Rania sendiri.
Semenjak orang tuanya meninggal, Rania menjadi orang tua pengganti untuk Devi, adik satu-satunya sekaligus teman hidupnya.
Bapak dan Ibu Rania meninggal karena kecelakaan mobil. Saat Rania kelas 2 SMP, dan Devi yang masih umur satu setengah tahun. Saat akan pergi menjenguk neneknya di desa tiba-tiba kecelakaan menimpa mobil keluarga Rania.
Rania juga ikut tapi dia selamat, sedangkan Devi tinggal di rumah bersama pengasuhnya. Waktu itu Rania merasa sangat tertekan. Setelah dua tahun orang tuanya meninggal, pengasuh Devi tiba-tiba mengundurkan diri karena selama ini tidak pernah mendapat upah, namun karena kasian pengasuh Devi rela merawat Devi dan Rania. Hingga sudah saatnya Rania hidup mandiri menjaga adiknya
setelah lulus SMP.
Jam sudah menunjukkan pukul 09.00, Rania masih belum bangun dari lamunan masa lalu.
Sangat sedih hingga ia meneteskan air mata. Tiga tahun sudah Rania hidup berdua dengan Devi.
Awalnya Rania ikut tetangga ke sebuah supermarket hingga ia melihat lowongan pekerjaan di kafe pak Arga. Dari situlah awal perjuangan hidup Rania di mulai.
Rania tersentak kaget mendengar telfon berbunyi. Panggilan dari pak Arga.
"Rania?" sapa pak Arga.
"Iya pak, maaf ada apa pak?"
"Kamu datang ke kafe sekarang ya!"
"Iya pak, sebentar."
Telfon ditutup, Rania bergegas mandi lalu bersiap-siap secepat kilat.
Sesampainya di kafe.
Rania masuk dan pak Arga yang sudah menunggu langsung menyapa.
"Sudah sampai Rania?" sapa pak Arga.
"Sudah pak, ada apa ya pak?"
"Hemh begini, tadi pagi mas yang kemarin menyuruh saya memecat kamu itu datang. Dia membatalkan ucapannya, dia mau kamu bekerja disini lagi. Saya sangat senang, karena kamu adalah anak buah saya yang paling paham dengan menu di kafe ini," ucap pak Arga menjelaskan.
"Alhamdulillah, terima kasih pak." Rania tersenyum bahagia.
"Ya sudah kamu mulai kerja aja ya dan lebih hati-hati!" Pak Arga pergi.
Rania sangat bahagia, "*J*ika bertemu mas kemarin aku ingin meminta maaf dan berterima kasih," ucapnya dalam hati.
Rania memandangi ruang kafe, terlihat kebahagiaan diwajahnya. Rania kembali bekerja seperti biasa.
Disebuah tempat, Haris dan Apri kembali menikmati masa liburannya. Kali ini mereka menyusuri sungai di sebrang penginapan,sungai yang dangkal namun jernih.
Apri menyiapkan kameranya, mengabadikan setiap keindahan yang ia lihat.
Dan dia kembali fokus pada sosok gadis di tepi sungai, gadis itu tengah berdiri dan Apri berkali- kali memotretnya.
"Ris lihat! Itu gadis yang kemarin di danau!" seru Apri sambil menunjuk gadis itu.
Haris hanya memandang sekilas lalu cuek saja sambil memainkan kakinya di dalam air.
Apri berlari kecil menyebrangi sungai, sampailah ia pada gadis yang dikejarnya.
"Hay? Boleh kita kenalan?" Apri menyapanya malu-malu.
Gadis itu tersenyum lalu mengulurkan tangannya.
"Liviana," jawabnya ramah.
"Eh aku Apri. Kamu sedang apa disini?"
"Cuma cari angin saja. Kalau kamu?" Liviana menanggapi Apri meski masih agak canggung.
"Sama, oh iya ayo aku kenalin sama temenku," ujar Apri sambil menunjuk Haris.
Liviana mengangguk kemudian berjalan di belakang Apri.
"Ris, kenalin ini Liviana. Livi kenalin juga ini Haris," Apri memperkenalkan mereka.
Sambil berjabat tangan mereka berkenalan.
"Haris."
"Liviana."
"Kamu tinggal di kota inikah Liv?" tanya Apri sudah mulai akrab.
"Enggak, aku sedang liburan, kebetulan ada sepupu aku tinggal disini," jawab Liviana ramah.
"Wah sama kita juga liburan disini, kita menginap disana," Apri menunjuk sebuah rumah di ujung jalan.
"Kenapa Haris diam saja? Dia malu atau kenapa ya?" batin liviana memandang Haris yang sedari tadi tidak bicara.
"Eh udah waktunya makan siang nih. Gimana kalau kita makan bareng?" Apri menawarkan pada liviana.
"Boleh," Liviana menjawab.
"Gimana kalo kita makan di kafe deket sini, kebetulan sepupu aku kerja disana, nanti biar aku kenalin," ujar Liviana lagi.
"Yuk!" Apri berdiri dengan semangatnya, kalo soal jalan sama cewek dia yang nomor satu deh haha.
Apri menarik Haris yang cuma diam saja, tidak bicara dan tidak bergerak sama sekali.
"Kamu ini merepotkan saja!" canda Apri sambil menarik-narik Haris agar berdiri.
Haris pun menjaili Apri meminta gendong. Melihat tingkah mereka berdua Liviana pun tertawa.
Apri membawa mobilnya begitu juga dengan liviana. Mobil mereka berjalan beriringan.
Sesampainya di kafe yang dimaksud Liviana, Haris merasa enggan untuk masuk.
"Wah bisa ketemu Rania nih kalo makan disini," ucap Apri senang.
Mendengar nama Rania, Liviana mengernyitkan alisnya.
"Apakah Rania yang Apri maksud itu sepupu aku?" tanya Liviana dalam hati.
Saat Liviana dan Apri sudah duduk, baru mereka sadar kalau Haris masih ada di luar.
Apri dan Liviana saling pandang.
Apri menepuk dahinya.
"Emang dasar ya itu orang. Merepotkan saja!" ujar Apri kesal.
Apri keluar kafe, mendapati Haris yang ada di mobilnya.
"Kamu ngapain disini?" tanya Apri kesal.
"Udah sana kamu makan. Aku mau disini aja"
Apri mendengus keras.
"Huuuufftt."
"Terserah!! " ujar Apri tambah kesal.
Apri meninggalkan Haris. Sampai di meja yang tadi, Liviana menatap penuh tanya.
"Mana Haris? Dia tidak ikut makan?"
"Tau tu, bikin repot saja!" Apri masih saja kesal.
Saat Apri lagi kesal-kesalnya, Rania datang membawa minuman dan cemilan yang di pesan Liviana tadi.
Rania sangat terkejut ketika yang duduk dengan Liviana adalah lelaki kemarin.
Saat Apri menghampiri Haris, Rania dan Liviana sudah bertemu dan sedikit mengobrol.
"Rania?" Liviana melambaikan tangan memanggil Rania. Rania mempercepat langkahnya.
"Silahkan," ucap Rania sambil menaruh minuman di meja. Sambil agak malu.
"Ahh Rania. Kamu Rania kan?" Apri menoleh lalu menyapa Rania.
"E i iya. Mas yang kemarin kan?" Rania malu-malu.
"Senang ketemu kamu lagi," Apri tersenyum.
"Saya juga senang, terimakasih atas kebaikan mas. Saya bisa bekerja lagi disini" ujar Rania lagi.
"Kalian saling kenal?" Liviana dibuat penasaran.
"Kita kenal kemarin disini," ujar Apri sambil meneguk jus nya.
"Haaa dunia ini sempit ya?" Liviana tertawa.
"Mba kenal di mana sama mas ini?" tanya Rania.
"Barusan. Kenal di tepi sungai trus ngajak makan. Hahaha," Liviana tertawa lagi.
"Bisa aja kamu!" Apri ikut tertawa.
"Eh Rania namaku Apri. Panggil saja aku Apri!"
"Iya mas Apri. Saya permisi dulu ya. Kita lanjut ngobrol nanti dirumah ya mba?" Rania pergi.
Apri dan Liviana menikmati makan siangnya.
Di dalam mobil Haris merasa bosan. Dia juga merasa sangat lapar.
"Ngapain sih mereka lama banget?" Haris mulai kesal.
Haris yang merasa kesal lalu masuk ke kafe. Mencari cari dimana Apri duduk. Ketemu. Haris menghampiri.
"Enak-enakkan disini kamu ya?" Haris menepuk pundak Apri.
Apri tersedak.
"Ngapain sih!! Ahha kamu pasti kelaparan hahaha." Apri tertawa terbahak-bahak.
~jangan lupa tinggalkan likenya kak ☺~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!