Note:
Novel ini sedang dalam tahap revisi typo. Jadi, tetap tidak akan mengubah alur cerita. Bagi yang baca sudah ending, mohon untuk tetap tinggalkan jejak ya. Terimakasih 🤗
🦋🦋🦋🦋🦋
Di sebuah perusahan seorang wanita berumur 25 tahun sedang bekerja.
Tring... tring..
Bunyi sebuah telephone dari handphonenya mengalihkan dirinya dari komputer menuju handphonenya. Melihat nama yang tertera di balik handhponenya membuat ia menghela nafasnya dengan kasar.
Lalu ia pun menekan tombol hijau menempelkan ke telinganya, sedang tangannya tampak sibuk mengetik keyboard di depannya.
Tampak sang penelphone sedang berbicara, sedang ia hanya diam tanpa kata.
"Bukankah baru kemarin baru ku kirim, bagaimana mungkin baru tanggal segini sudah habis, gajianku masih lama," ucap Aira akhirnya ia membuka suaranya.
Setelah berbicara seperti itu ia pun memutuskan telephonnya secara sepihak, lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Sungguh ia bingung dengan kebutuhan keluarga yang tidak ada cukupnya.
"Siapa ra?" tanya Sandra teman sekantornya.
"Biasalah mama tiriku," sahut Aira
"Kenapa? minta uang lagi," tebak Sandra membuat Aira mengangguk.
"Aku heran kenapa uang yang kau kasih tidak cukup ya?" imbuhnya.
"Memang ia selalu merasa kurang cukup, dan tidak akan pernah cukup," sahut Aira
"Malam minggu ada acara?" tanya Sandra, sedang Aira mengangguk.
"Aku akan mendampingi Rio ke pesta pernikahan mantan kekasihnya itu," ucap Aira sambil menghela nafasnya.
"Sejujurnya aku malas bekerja seperti ini, lagi-lagi semua demi uang. Dan kebutuhan keluarga tidak juga cukup, apalagi melihat kelakuan mama tiriku juga saudara tiriku, aku rasanya muak. Namun saat ini aku tidak punya cukup uang, untuk membawa papa pergi dari sana," keluh Aira lagi
"Sabar, aku yakin suatu hari nanti keinginanmu itu akan terkabulkan," sahut Sandra sambil menepuk pundak Aira.
____***____
Waktu pulang kerja tiba, Aira segera menaiki motor bututnya. Melaju dengan sedang, pikirannya kalut membayangkan takdir hidup yang ia jalani, rasanya memilukan. Namun seketika pikirannya buyar saat tiba-tiba dari belakang ada mobil yang menglakson dirinya, akhirnya ia menambah kecepatan pada motornya.
Brak!!
Ia menabrak sebuah mobil yang terparkir di pinggir jalan. Untungnya ia tidak apa-apa, namun melihat mobil yang ia tabrak seketika ia membulatkan matanya, ia berniat untuk kabur dari sana, saat ia tengah mendirikan motornya. Seketika ada suara pria yang mengagetkannya.
"Kau ke mana, mau lari ya hem, setelah membuat mobilku hancur, kau mau melarikan diri tanpa bertanggung jawab begitu," ucap pria itu yang bernama David.
"Tidak tuan aku... Maaf aku sungguh tidak sengaja," sahut Aira dengan muka pucat.
"Dengar, aku tidak mau tau kau harus bertanggung jawab dengan mobilku, kau lihat mobilku ini adalah mobil keluaran terbaru," ucap David melihat bamper mobil yang sedikit lecet
"maaf, tapi aku-" sahut Aira dengan bingung, pikirannya menerawang seberapa banyak uang ganti rugi itu, mengingat mobil yang ia tabrak bukan mobil biasa. Dapat uang dari mana uang sebanyak itu.
"Aku tidak akan meminta uang ganti rugi sekarang, kau bisa catatkan nomor telponmu di sini. Setelah mobilku masuk bengkel dan selesai aku akan segera menghubungimu," ucap David sambil memberikan handphonenya.
Mau tidak mau Aira terpaksa menuruti perintah David. Setelahnya ia pun menyerahkan kembali handhpone pria itu. Dapat ia lihat memang pria itu bukan orang biasa, dilihat dari tampilannya, mobilnya dah handphonenya.
"Oke, kau bisa pergi. Aku akan menghubungimu nanti. Ingat hati-hati," ucap David. Setelah itu Aira berlalu pergi.
Setelah sampai di kosannya, ia membanting tubuhnya di ranjangnya. Pikirannya masih terpusat dengan kejadian tadi, rasanya hari ini kenapa ia begitu sial.
.
.
.
.
Bagaimana bab pembuka menarik tidak..
Malam ini Aira telah berdandan cantik menggunakan gaun berwarna peach serta rambutnya digulung ke atas. Tidak lama tampak sebuah mobil tiba di depan kosan Aira.
"Kemana lagi?" tanya Edo tetangga ke kosan Aira, begitu melihat sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan Aira.
"Ada acara di tempat teman," sahut Aira sambil berlalu masuk ke dalam mobil.
Setelah sampai di tempat pesta Rio dan Aira pun masuk lalu sekedar berbicang-bincang. Aira yang kurang mengerti dengan bisnis pun mulai mencicipi hidangan yang ada. Namun tidak lama Rio memanggil dirinya, untuk mendampingi mengucapkan selamat pada mantan kekasihnya.
"Selamat ya," ucap Rio tanpa basa basi.
"Makasih! Oh, ini pacar barumu?" tanya Virni menatap Aira dari bawah sampai atas, tampak ia sedang menilai penampilan Aira. "Biasa saja! Masih kalah di banding denganku," lanjutnya dengan nada mengejek.
"Setidaknya dia setia dibanding dirimu yang pengkhianat, apalagi kau mengkhianati ku dengan temanku sendiri. Bagaimana sifatmu jauh lebih busuk bukan?" cibir Rio.
Sedang Virni yang merasa kalah telak hanya bisa mendumel tidak jelas. Rio dan Aira saat ini tengah berada di aula pestanya.
"Terimakasih sudah membelaku," ucap Aira sedikit tersanjung.
"Aku hanya berbicara kebenaran bukan, meski kau hanya pendamping bayaran untukku, saat ini rasanya aku perlu melindungi harga dirimu. Tidak mungkin bukan aku berdiam diri saja," sahut Rio, dan Aira hanya menganggukan dirinya saja tanda ia pun cukup paham.
"Wah... wah.. Ternyata Rio cukup jentle ya. Bisa mendapatkan pacar dalam waktu singkat. Lalu membawanya ke acara nikahan mantan!" ejek Dina yang notabennya sahabat Virni, sedang Aira dan Rio tampak acuh.
"Tapi dia biasa saja, tidak ada yang menarik. Dan lagi aku tau dia pasti hanya mengincar hartamu saja. Aku bisa melihat aslinya dari wajahnya ini," lanjut Dina yang terus mengolok-olok Aira. Sama seperti Virni ia pun memindai penampilan Aira dari atas sampai bawah, meski perempuan itu terlihat cantik, tetap saja baginya jelek.
"Diamlah, setidaknya dia tetap lebih baik dari dirimu," geram Rio.
"Cihh! Murahan!" ucap Dina sambil menyiramkan minuman ke baju Aira. "Aku tidak sengaja," kelakarnya
Aira yang sedari tadi menahan emosi kini mengambil minuman lalu menyiramkannya di baju Dina sambil tersenyum mengejek. "Opss! Sorry aku juga tidak sengaja nona!" ejek Aira yang tak mau kalah.
"Maaf Rio aku tidak akan membiarkan wanita ular ini terus menghinaku, aku bisa saja membuatmu malu di sini tapi ku pikir tidak ada gunanya aku memberinya pelajaran di sini," lanjut Aira sambil berlalu pergi ke toilet.
Jik saja tidak ada perjanjian bahwa ia harus menemani Rio sampai pria itu juga pulang, tentu ia akan meninggalkan Rio saat ini juga. Setelah selesai membasuh mukanya dengan air pun ia keluar, untuk mencari Rio lalu mengajaknya pulang saja. Biarlah ia dibayar berapapun rasanya melihat penampilannya saat ini ia tidak yakin bisa dengan percaya diri berada dalam pesta ini.
Bruk!!
Tanpa sadar ia menabrak tubuh seseorang, yang terasa keras. Segera keduanya mendongak saling melihat.
"Kau...?" ucap keduanya bebarengan. Aira melototkan kedua matanya terkejut.
"Ah Tuan? Maaf... aku tidak sengaja," ucap Aira yang segera menjauhkan tubuhnya dengan perasaan campur aduk.
David melihat penampilan Aira yang tampak acak-acakn lalu mengerutkan keningnya. "Apa kau baik-baik saja?" tanya David.
"Tidak apa-apa tuan. A-aku baik-baik saja, dan maaf aku harus pergi," sahut Aira sambil berlalu pergi.
Aneh seperti melihat siapa saja kaya ketakutan begitu, pikir David.
Sementara Aira yang saat ini dalam perjalanan pulang merutuki dirinya kenapa harus bertemu David lagi, untung ia cepat kabur jika tidak ia pasti sudah ditagih uang untuk membayar hutangnya. Mau bayar pakai apa coba pikirnya..
.
.
.
.
ayo vote, like dan komen teman-teman..
Berhubung hari ini weekend Aira berniat untuk mengunjungi papanya di rumah. Pukul 08.00 pagi Aira sudah sampai di rumah papanya, rumah yang sederhana berada di pedesaan memang.
"Pa, apa kabar? Hari ini aku datang, papa bisa mendengar ku bukan? Maaf jika sampai detik ini aku belum bisa bahagiain Papa. Aku janji jika uangku sudah cukup aku akan membawa papa pergi dari sini. Papa doain Aira ya," ucap Aira di samping tempat tidur papanya.
Papa Aira lumpuh total, semenjak peristiwa kecelakaan tiga tahun yang lalu. Dulu sebelum papa Aira jatuh sakit, ia merupakan keluarga yang cukup berada. Namun setelah papanya jatuh sakit, hartanya terkuras habis untuk pengobatan papanya. Belum lagi dengan Mama tiri serta saudara tirinya yang terlalu boros, suka berfoya-foya.
Namun, untungnya mama tirinya masih mau merawat papanya, meski kerap sekali membohongi Aira perihal soal uang.
Aira ditinggalkan ibunya sejak kecil, lalu papanya menikah lagi. Sebelum menikah mama tirinya berlaku baik, namun setelah menikah dengan papanya mama tirinya selalu memperlakukan Aira dengan buruk. Jika papa Aira sedang berada di rumah, tentu saja mama tirinya akan berperilaku baik.
Berbeda dengan saat ini, meski sudah tau perilaku buruk istrinya, namun Papa Aira bisa apa. Untung Aira saat ini bukan lagi Aira yang dulu suka ditindas, tentu saja jika ia tidak suka ia akan melawan.
"Datang juga kau. Mana uangnya," ucap Nesya selaku mama tiri Aira, memecah lamunan Aira.
"Aku tidak ada uang. Lagian memangnya untuk apa uangnya?" cecar Aira tanpa memindahkan tatapannya dari papanya.
"Berani sekali kau bilang untuk apa. Kau tau kebutuhan rumah sudah habis, tentu saja untuk makan. Memangnya jika tidak ada uang papamu mau dikasih makan apa," bentak Nesya.
"Biar ku bantu mah," sahut Nina sambil mengambil paksa tas Aira lalu mengambil uangnya.
"Jangan,.. jangan diambil uangku. Kalian bener-bener jahat," pinta Aira sambil berusaha mengambil uangnya kembali dari tangan Nina namun tidak bisa.
"Ikhlaskan saja, kau bisa mencari uang lagi di kota dengan mudah bukan," cibir Nesya.
Dengan rasa kesal Aira pergi keluar. Namun, sampai di luar rumah ia bertemu dengan Baron saudara tirinya kakak dari Nina. Cih, memuakkan!
"Hai cantik? Kau pulang, karena kau pasti kangen dengan diriku ya," goda Baron dengan senyum smirknya.
"Dasar bujang lapuk tidak laku, kau harusnya berkaca dari dirimu sendiri. Hanya wanita bodoh saja yang mau dengan dirimu," cibir Aira.
"Kau berani sekali berkata kasar padaku," bentak Baron sambil mencoba melayangkan tangannya hendak menampar Aira. Namun belum sempat kena, Aira lebih dulu menangkisnya dan memelintir tangan Baron.
"Hanya seorang banci yang berani memukul wanita. Cih! menjijikkan. Ingat, aku bukan Aira yang dulu suka kau tindas," pungkas Aira sambil menyentak tangan Baron lalu berniat berlalu pergi.
"Memangnya aku tidak tau pekerjaanmu di kota? Wanita murahan suka berganti-ganti pasangan," ucap Baron dengan keras sambil menahan rasa sakit di tangannya. Pasalnya lelaki itu memang mengetahui kerjaan sampingan Aira yang sering menjadi pendamping bayaran. Hanya saja pikiran Baron, Aira melakukan itu tentu saja untuk menjajakan tubuhnya.
"Tidak masalah asal aku bisa mendapatkan uang kau juga menikmati uangku bukan," sahut Aira dengan tenang, lalu berlalu pergi, tanpa menghiraukan teriakan Baron yang terus menghina dirinya wanita ja lang.
Memacu motornya dengan santai, ia tidak mau kejadian waktu itu terulang kembali membuat ia harus mengganti kerugian yang begitu besar. Ia berdoa muda-mudahan saja pria itu melupakan soal kejadian waktu itu, jadi ia bisa terbebas dari hutang kerugian itu.
****
Sampai di tengah jalan Aira berniat untuk mengisi bahan bakar motornya. Namun, ia ingat uangnya telah di kuras habis oleh saudara tirinya tadi.
Akhirnya ia pun mengurungkan niatnya lalu melanjutkan perjalanannya ke kosannya.
"Jambret.. jambret.. tolong jambret!!"
Aira mendengar seorang ibu-ibu yang berteriak meminta tolong lalu ia menghentikan motornya.
Ia melihat seorang pria yang seumuran dengan dirinya tengah mengejar-ngejar copet tadi. Sampailah si jambret di depannya segera ia menghadang menggunakan kakinya hingga si jambret tadi terjatuh.
Lalu Aira turun dari motornya, mengambil dompet ibu-ibu tadi dengan paksa. Sempat terjadi tarik-menarik antara Aira dengan jambret tadi. Namun, Aira kembali menendang jambret tadi hingga akhirnya dompet si ibu itu bisa ia rebut.
"Terimakasih neng," ucap si ibu setelah menerima dompetnya kembali.
"Lain kali hati-hati bu," balas Aira kemudian.
"Wah, kau hebat sekali, kenalkan namaku Dino. Siapa namamu?" tanya Dino seorang pria tadi yang berniat menolong si ibu itu.
Aira mengerutkan keningnya sebelum menjawab pertanyaan Dino. "Aira." Akhirnya ia pun menjawab dengan datar.
"Bisakah kita bertukar nomor, aku anggap kita berteman," ucap Dino lagi.
"Untuk apa? Itu tidak perlu," tolak Aira
"Ah ayolah. Jangan menolak pertemanan itu tidak baik," ucap Dino sambil dengan wajah memelas.
"Baiklah," sahut Aira setelah itu menyebutkan nomor teleponnya, dan Dino pun mencatatnya di ponselnya.
"Oke sampai jumpa, lain waktu kita pasti ketemu lagi," ucap Dino.
Sedang Aira kembali melanjutkan perjalanannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!