Disarankan sebelum membaca novel ini, untuk membaca dulu novel berjudul Terjebak Pernikahan, karena novel ini merupakan sequel dari novel tersebut.
Di sini masih akan ada Key dan Bianca, tapi lebih menceritakan tentang Felix dan Kimmy. Bagaimana kisah kedua orang itu.
🌹🌹🌹
Sebuah kebahagiaan di sebuah rumah mewah di kawasan elite sangat terasa begitu kelahiran bayi yang diberi nama Kin Dhananjaya Bajra. Para pelayan bersuka cita menyiapkan rumah untuk baby Kin dan untuk tuan juga nona mereka. Musim hujan masih berlangsung saat pasangan itu membawa bayi mereka pulang ke rumah. Tiga hari sudah Bianca menginap di rumah sakit bersalin internasional setelah melahirkan anak pertamanya dari seorang pria yang semula dia kira tidak pernah akan mencintainya karena sebuah perjanjian pernikahan yang hanya berlangsung selama satu tahun. Namun, cinta malah berkembang dalam hati keduanya saat mereka bersama.
Key Bajra, pria dingin yang berubah menjadi lebih baik saat bersama dengan istri kesayangannya yang polos, penuh kasih dan baik hati. Dia menjadi lebih perhatian pada sekitar, meski sifat es baloknya masih saja melekat.
Pria itu sedang memperhatikan istrinya yang sedang menggendong bayi yang masih berumur tiga hari di dalam mobil.
"Tampan, seperti aku ya, Sayang?" ujar pria itu.
Bianca mengangguk dan tersenyum senang.
Kedua asisten yang berada di jok depan memiliki perasaan yang sama dengan raut wajah yang berbeda. Kimmy tersenyum-senyum, sementara Felix dalam hatinya bahagia tapi hanya mengemudi tanpa ekspresi.
"Lihat hidungnya mancung!" seru Key kegirangan memperhatikan bayinya.
"Ah iya, matanya juga sipit seperti Maminya," lanjut Key lagi.
Bianca hanya tersenyum-senyum mendengar ocehan suaminya. Sesekali dia membenahi duduknya. Sepertinya tubuhnya agak pegal.
Dua mobil di belakangnya yang berisi keluarga Key dan Keluarga Bianca mengiringi mobil Key di depan mereka.
"Sayang, bisa gantian menggendongnya?" pinta Bianca.
Wajah Key berubah pucat pasi.
"Errr ... gimana caranya, Sayang? Aku masih takut menggendongnya, nanti takut patah."
"Apanya yang patah??" tanya Bianca.
"Maksudku, aku takut membuat bayi kita terluka!" jelas Key.
"Sayang, tolong sebentar, tanganku pegal," rengek Bianca.
"Ya ini gimana caranya?" tanya Key mempersiapkan tangannya untuk menerima bayi. Kaku.
"Jangan kaku, lemes."
Bruk!
Key menyandarkan tubuhnya ke sandaran mobil, memperlihatkan kelemasan.
"Bukan gitu lemesnya!"
"Bercanda, Sayang! Eh, aku mau gantikan tapi aku masih takut. Hey! Felix! Berhenti dulu menyetirnya!"
Mobil menepi.
Penghuni dua mobil di belakang bertanya-tanya tentang berhentinya mobil di depan.
"Kenapa mereka turun?" tanya Bu Sinta.
Pak Danu mengendikkan bahu.
"Lah, lah. Itu, mereka serah-serahan bayi di luar mobil! Ah, itu kenapa tidak di dalam mobil saja sih!" omel Bu Sinta.
"Coba tangannya yang lemes, Pak Bos Tuan!" ujar Kimmy. Saat itu Kimmy telah membawa baby Kin dari gendongan Bianca ke dalam gendongannya. Namun, Key bersikukuh ingin menggendong bayinya.
"Ini sudah paling lemas! Jangan kamu suruh melemaskan lagi!" jawab Key.
"Tolong yang mantap, Pak Bos Tuan!"
"Sudah mantap, kamu ribut sekali sih! Malah buat aku grogi!" ujar Key bersungut-sungut.
"Sayang, Kimmy tidak ingin kamu melakukan kesalahan. Sedikit saja akan fatal untuk bayi kita," bela Bianca.
"Iya, iya. Aku tahu. Kalian para wanita ribut sekali."
"Mantap, ya!" kata Bianca sekali lagi.
"Iya!" ujar Key.
Bianca memberi kode pada Kimmy agar membantu menyerahkan bayinya ke tangan Key.
Gadis itu memindahkan baby Kin dari tangannya ke tangan Key.
"Aih, kenapa ini kalian turun di jalan??" tanya Bu Sinta, mendekati mereka, diikuti semua yang ada di mobil belakangnya.
"Eh, ini Ma. Cuma minta bantuan Kimmy mindahin Kin dari gendonganku ke tangan Key," jawab Bianca.
"Ooohh ...."
Sontak semua yang mendengar hanya ber-oh ria.
Key masih dengan posisi memegang baby Kin tanpa bergerak dan tanpa berbicara.
"Sudah, ajak Key masuk ke mobil, dia seperti terkena totok jarum. Kaku," ujar Bu Sinta.
"Yuk, Sayang, masuk ke mobil lagi, hati-hati ya?" ajak Bianca.
"Iya, Sayang."
Cup!
Key mengecup bibir Bianca.
"Setdah, malah ciuman di pinggir jalan!" gumam Felix.
"Tutup mata saja, Bos Pelix! Kita belum cukup umur melihatnya!"
Dia belum cukup umur, aku ... udah uzur!
Felix mendengus, mengalihkan pandangan ke arah lain, sambil menunggu pasangan absurd itu.
"I love you, My Bianca ...."
"I love you too, My Key ...."
Mereka bergantian memasuki mobil. Bianca pelan-pelan masuk dan duduk dengan mantap agar bekas jahitannya baik. Sementara Key masih sangat takut memegang Baby Kin, hanya dia tak bisa menahan mulutnya untuk membicarakan anaknya.
"Ah, emesh!"
Key mulai akan memainkan giginya ke pipi bayi yang masih merah itu.
"Sayang! Jangan gigit-gigit!" teriak Bianca.
"Gemes, Sayang ... kenapa kamu bisa melahirkan bayi lucu seperti ini, sih?"
"Itu karena kamu, Sayang," ujar Bianca.
"Karena kamu juga, Sayang," balas Key.
Dan mereka pun berciuman lagi.
Sialnya, mata Felix pun menangkap adegan itu lagi.
"Lagi-lagi ...." ujarnya kesal.
"Apa, Bos Pelix? Bos ngiri?" goda Kimmy menahan tawa.
"Aku mau nganan, bukan ngiri!" sewot Felix melanjutkan mengemudi.
Akhirnya, ketiga mobil sampailah di pelataran rumah mewah Key Bajra. Semua pelayan menyambut kedatangan Baby Kin. Mereka telah menyiapkan balon-balon yang lucu, bunga-bunga yang indah menghiasi halaman depan, serta sebuah boneka besar. Sambutan persembahan dari para pelayan yang cukup meriah.
Felix membukakan pintu untuk tuannya. Namun, tuannya tak juga kunjung turun. Baby Kin merasa tak nyaman, dia menangis dengan kerasnya.
"Ahh!! Kenapa dia?? Aku tidak melakukan apa-apa padanya!"
Teriakan Key makin membuat bayi mungil itu menangis lebih kencang. Semua pelayan yang tersenyum berubah kuatir melihat Tuan Key.
"Sini, Sayang, mungkin dia lelah dan haus," ujar Bianca.
Key bingung sekali meletakkan bayi yang makin memerah karena menangis itu.
"Sayang, aku harus bagaimana??" tanyanya.
"Kemarikan Pak Bos Tuan."
Kimmy mengulurkan tangan pada Key. Lalu mengambil Baby Kin dengan sigap. Kemudian Bianca mengambilnya dari gendongan Kimmy. Dia lebih mantap mengambil bayi mungil itu dari tangan Kimmy daripada dari tangan suaminya yang kaku tapi kebanyakan bicara. Membuatnya tambah bingung.
Key dan Bianca masuk ke kamar, meninggalkan keluarga Pak Danu dan Pak Anton yang sedang berbincang di ruang tamu. Bu Sinta dan Brian menatap takjub pada seluruh isi ruang tamu yang mewah. Baru kali itu mereka masuk ke rumah mewah anaknya. Sedangkan Kimmy dan beberapa pelayan menurunkan barang-barang dari mobil.
Sesampainya di kamar, Bianca memberikan ASI pada bayinya. Baby Kin langsung diam dan minum dengan cepatnya karena kehausan.
Key menatapnya dengan iri.
"Kenapa, Sayang?" tanya Bianca.
"Aku juga haus ...." rengeknya.
"Ya minum, biar Hana membuatkanmu segelas jus," ujar Bianca.
"Aku mau itu," tunjuk Key pada mulut Baby Kin.
"Huh, ini jatah Kin, jangan kamu rebut Sayang! Malu, udah besar pula!"
Bianca mengibaskan tangannya, menyuruh suami rewelnya itu untuk tidak mencoba berbagi minum dengan bayi mereka.
"Hana!! Buatkan aku segelas susu!" teriak Key seketika kesal karena tak mendapat yang dia inginkan.
Hana tersentak mendengar keinginan tuannya.
"Iya, Tuan!"
Aneh, biasanya minta kopi, kenapa sekarang susu? Berapa gram aku harus menakar susunya?
******
Tolong beri like ya, karena dua bab awal inj sempay terhapus beserta like dan komentar-komentarnya 😭
******
Stop plagiarisme!
Melanggar hak cipta orang lain masuk dalam UU nomor 19 tahun 2002 pasal 72 ayat (1) yang berisi hukum pidana maksimal 7 tahun dan denda maksimal 5 Miliar Rupiah.
"Mama, ini ...."
Keluar dari kamarnya, Bianca menyerahkan baby Kin pada wanita yang telah menjadi seorang nenek itu.
Bu Sinta menggendong baby Kin dan menimangnya. Bayi mungil itu tidur tenang dalam gendongan neneknya. Pak Danu dan Brian menciumi bayi itu sampai dia menggeliat, mengganggu sedikit tidur nyenyaknya. Namun, bergeraknya bayi itu membuat suasana menjadi sangat bahagia.
"Tang kintung kintang kiprut ...." goda Pak Danu pada cucunya itu.
Brian terkekeh mendengarnya.
Giliran Pak Anton yang menggendongnya. Dia mengajak baby Kin untuk berjalan-jalan di sekitar rumah. Semua pelayan memperhatikan bayi mungil. Menatapnya dengan gemas.
Mereka semua membuat suasana di rumah yang cukup lama seperti museum, berubah jadi pasar sore itu. Sayang, waktu bergulir begitu cepatnya. Keluarga Pak Danu berpamitan. Bu Sinta sebenarnya masih ingin tinggal atau inginnya membawa cucu kecilnya pulang, tapi pasti Key tak akan mengijinkan opsi kedua. Akhirnya, mereka bertiga pulang dan berjanji akan sering mengunjungi cucunya.
"Kin ... Kintang kintung ... Kakek, Nenek, sama Om pulang dulu, ya? Baik-baik, ya? Sehat ya? Nurut sama Daddy dan Mommy. Mainnya jangan kesorean ya? Jangan suka ke diskotek, jangan ...."
Bu Sinta menyenggol lengan Pak Danu. Bianca mengerutkan dahi, begitu juga Key dan Pak Anton.
"Pesan-pesan Papa kelewatan," ujarnya.
"Eh, iya ...."
"Pak Anton, Key, Bianca, kami pulang dulu,ya?" pamit Bu Sinta.
"Iya, Ma."
"Jaga kesehatan, jaga baby Kin, perhatikan ASI-nya!" pesan Bu Sinta.
"Iya, Ma, iya."
Akhirnya keluarga Pak Danu menaiki mobilnya dan melaju pulang ke rumah.
*
Malam itu, Key berbaring di kamar memperhatikan Bianca yang sedang menimang anak lelaki mungilnya agar tidur dan memberinya ASI.
"Enak juga ya jadi bayi, digendong, dielus, diberi susu yang botolnya kenyal."
Bianca melotot.
Memang ya? Pria ini mulutnya tidak berfilter!
"Hey, apa yang kamu pikirkan, Sayang! Iya kan kenyal? Bukankah dot itu kenyal?"
Tawa menggelegar memenuhi ruangan hingga bayi yang sudah akan terlelap itu menangis lagi dengan keras.
"M-maaf, maaf!"
Key menutup wajahnya dengan bantal, ketakutan melihat istrinya yang sudah akan marah karena usahanya sia-sia.
"Kamu tidak akan mendapat sisa isi botol kenyal malam ini, honey bunny sweety!" ancam Bianca.
Sial!
Key menghela napas kasar. Jatah sisa susu yang belum pernah dia cicipi malam ini tak dibagikan.
"Ehm! Apa kau akan benar-benar memberikan semua tetes padanya?"
Key memperlakukan bayi mungil berhidung mancung itu seolah sebagai rivalnya.
"Tentu saja!"
Jawaban Bianca membuatnya tak berkutik. Dia bahkan membayangkan bagaimana rasanya, kenapa bayi itu seperti menikmatinya tiap sedotan dan tak juga melepaskannya. Kenapa tangan satunya pun memegang kencang wadah susu kenyal satunya yang tidak disedot.
Tampaknya dia ingin menguasai kedua wadah susu itu. Serakah!
Key begitu ingin mencubit pipi bayi itu agar tangisnya kembali dan melepas apa yang sedang disedotnya. Namun, si induk sangat garang ketika sedang menyusui anaknya.
Sudahlah, kali ini aku mengalah. Habiskan saja semua! Aku tak mau kaki mamimu sampai ke wajahku kalau kuganggu!
Key berbaring di tempat tidur dan memunggungi istri dan anaknya yang masih saling bermesraan.
*
Keesokan harinya, suasana terasa sangat nyaman untuk memejamkan mata bagi Bianca yang semalam terbangun untuk menyusui baby Kin setiap dua jam sekali. Sungguh lelah, tapi dia sangat menikmatinya.
Bianca bahagia saat melihat bayinya menyusu dengan lahap dan sehat. Hanya itu yang dia pikirkan saat bangun malam hari.
"Sayang, kalau kamu lelah, tidur saja!" ujar Key yang sudah bangun, tapi masih memejamkan mata.
"Tidak boleh, Sayang!"
"Siapa yang tak memperbolehkanmu! Bilang, Sayang!!" seru Key mulai akan marah.
"Mama. Dia bilang kalau tidur pagi akan menaikkan darah putih," jawab Bianca.
"Benarkah??"
"Iya, Sayang."
"Bagaimana kalau kita jalan-jalan saja keliling komplek?"
"Nah, itu bagus, Sayang. Kita bisa sekalian menjemur Baby Kin."
"Menjemur??"
"Iya, biar dapat vitamin D."
"Oh, kukira kamu akan menggantungnya di jemuran."
"Jangan gila, Sayang."
Tiba-tiba baby Kin menangis. Bianca tergopoh-gopoh menggendong dan menenangkan bayi kecilnya.
Kesenangan pagi itu berbanding terbalik dengan sebuah ruang kerja saat Tuan dan Nona menghendaki para asisten untuk bekerja di rumah.
Kimmy menatap layar komputer. Di depannya pria yang cukup dingin pun sedang menatap layar komputer.
Kenapa harus disetting seperti ini sih! Kenapa gadis itu harus jadi satu ruang kerja denganku, berhadapan lagi! Kan ruangan di rumah ini banyak?? Tuan dan Nona membuat seperti ini karena mereka ingin saling berpandangan saat memeriksa laporan masing-masing.
Namun, aku dan gadis itu yang sering duduk di sini! Sial sekali!
Felix mencuri-curi pandang ke Kimmy yang serius mengetik sesuatu.
K-kenapa aku malah memperhatikannya? Aargh!
Felix berdiri, lalu mengambil sebotol air dingin di dalam kulkas yang disediakan di ruangan itu. Dia meneguknya separuh kemudian menatap ke jendela sekedar untuk mengalihkan pikiran kesalnya.
Pekerjaan itu harus dia selesaikan hari ini juga. Namun, gadis itu tak juga beranjak dari duduknya. Felix jadi penasaran pada apa yang sedang Kimmy kerjakan. Berkali-kali dia melirik ke Kimmy, tapi gadis itu tak memperdulikannya.
Kekepoan Felix semakin menjadi. Kenapa Kimmy begitu serius. Apa yang dia kerjakan?
Pria itu merambat sedikit-sedikit di tembok, kadang berbalik, kadang bergeser, macam FBI. Selama sepuluh menit, dia baru bisa sampai di belakang gadis itu.
Sampai juga!
Klik.
Tak ada gambar apapun di layar komputer Kimmy. Gadis itu malah berdiri dan menengok pada Felix yang telah melototi layar yang kosong dan hitam milik Kimmy.
"Bos Pelix, kenapa di situ?" tanya gadis itu setelah mematikan komputernya.
"A-aku ... aku ... aku lihat ... pemandangan di bawah sana!" jawab Felix gugup menunjuk asal ke jendela baru yang dibuat agar ruangan jadi lebih terang.
"Pemandangan apa sih??"
Kimmy beranjak juga dan mendekati jendela. Dia tercenung melihat ke bawah.
Gadis itu menatap ke Felix dengan dahi berkerut.
"Jadi Bos Pelix suka pemandangan seperti itu??"
"I-iya lah! Suka sekali!! Aku juga suka menggambarnya jika tidak sibuk!"
"Menggambarnya??" Kimmy makin mengerutkan dahi.
"Iya!! Kamu pikir aku tidak bisa menggambar??" ujar Felix melotot kesal.
"Ah, terserah Bos Pelix aja! Aku mau membersihkan kamar baby Kin!"
Gadis itu meninggalkan Felix dengan cepat dan dengan meringis, sedikit bergidik.
Brak!
Pintu ditutup dengan keras seolah dia sangat tergesa.
Fyuh!
Felix merasa lega karena gadis itu tak menanyainya macam-macam lagi.
Dia berbalik melihat ke jendela. Sebuah sungai dengan seorang gadis yang sedang mandi.
"AAAAAARRGGHH!! Kenapa ternyata di belakang rumah elit ada sungai???"
Pria itu mengacak rambutnya sendiri.
Suasana rumah mewah terasa sangat tenang saat baby Kin tidur, tapi akan terasa sangat ramai jika bayi kecil itu menangis kencang. Semua orang di rumah maupun pelayan merasa cemas jika bayi itu menangis.
Namun, malam-malam Bianca dan Key sungguh dipenuhi keributan yang tak begitu penting.
"Sayang, aku ...."
Key mengelus pipi Bianca, kemudian mencoba untuk mencium bibir ranum milik istrinya. Wanita itu seolah selalu menghindar dari serangan suaminya.
Kenapa sih wanita ini? Aku telah menahannya selama satu bulan sebelum dia melahirkan. Apa dia akan membuatku berpuasa lagi??
"Kenapa, Sayang ...."
"Aku kan baru masa nifas, jangan bilang kalo kamu nggak tau itu."
Gengsi lah tidak tahu!
"Ah iya, kamu sedang masa nifas. Ya sudah, aku tak akan menyentuhmu."
Dia keluar dari kamar lalu masuk ke ruang kerja. Bianca tersenyum.
Priaku ternyata pintar juga!
Key berjalan dengan pelan sambil mengingat-ingat kata 'nifas' sambil mengayunkan setiap langkahnya.
"Nifas ... Felix! Apa kamu tahu apa itu nifas?" tanya pria itu setelah bertemu dengan asistennya di ruang kerja.
"Sebentar, Tuan Muda. Itu istilah dalam hal apa, ya? Saya pernah dengar, tapi dimana?"
"Huh, bertanya denganmu sama saja! Itu istilah wanita!"
Tuan Muda yang salah bertanya, aku kan lelaki tulen? Kenapa ditanya perihal istilah wanita?
"Coba saya panggilkan Kim ... eh, Hana saja!" ujar Felix teringat dengan kejadian pagi tadi. Dia masih malu jika bertemu dengan Kimmy.
Masa sih seorang asisten yang cool suka menggambar wanita mandi!
"Ya, cepatlah!"
"Baik, Tuan Muda!"
Pria itu bergegas turun dari ruang kerja. Sementara Key merasa ada yang salah di ruangan itu.
Apa yang dilakukan Felix di ruangan ini begitu lama? Komputer pun tak ada jejak pekerjaannya! Hmm ... ruangan ini kenapa jadi gelap lagi?? Aaaaargh! Siapa itu yang menutup jendela dengan kayu-kayu?? Pasti kerjaan Felix!!
Suara derap langkah dua orang mendekat ke ruang kerja Tuan Key dengan tergesa. Pintu terkuak saat Felix akan mengetuknya, dia masuk begitu saja dan mendapati tuan mudanya sedang berdiri mengamati jendela yang dia tutup.
"Sebentar, Hana," kata Felix pada wanita itu.
"Tuan, saya menutupnya dengan kayu karena urgent, Tuan!" ujarnya agak sedikit takut.
"Urgent?" tanya Key mengerutkan dahi, meminta penjelasan pada pria itu.
"Errr ... ternyata, di belakang rumah ini ada sebuah sungai."
Felix mencoba menjelaskan. Namun, Key semakin tak paham.
"Sungai? Bagus, kan?"
"I-iya, eh ... maksud saya, sungai itu penuh dengan pemandangan yang menarik bagi seorang pria, kecuali saya."
"Maksudmu, aku juga suka?" Key mengernyitkan dahi lagi.
"Eh, bukan ...."
"Ah, tidak jelas Felix! Katakan saja apa yang ada di sungai?" Key memikirkan hal-hal yang sering ditemukan di sungai.
"Lele?"
Felix menggeleng.
"Sampah?"
Felix kembali menggeleng.
"Pup?"
Felix menggeleng sambil menutup hidungnya.
"Apa??!"
Hilang kesabaran Key.
"Seorang gadis," jawab Felix.
"Jadi, kamu tidak menyukai gadis?"
"Bu-bukan begitu, Tuan! Gadis itu mandi di sungai."
Key terperanjat mendengarnya. Dia menatap ke arah jendela.
"Hari gini masih ada gadis mandi di sungai?? Felix! Pindahkan saja jendelanya! Jangan sampai istriku tahu!"
"Baik, Tuan!"
Felix segera menelepon tukang untuk memindahkan jendela, lalu menyuruh Hana untuk masuk.
"Ada apa, Tuan memanggil saya?" tanya Hana.
"Jelaskan apa itu nifas, Hana! Jangan bilang Nona kalau aku bertanya padamu!"
Hana menghela nafas, dia mengira akan ditanyai tentang apa, ternyata hanya urusan wanita.
Bianca melangkah ke ruang kerja setelah menidurkan baby Kin di dalam kamar bayi, bersama Kimmy yang menjaganya.
Dia terhenti di depan pintu saat mendengar sebuah suara seperti menjelaskan sesuatu.
"Nifas adalah darah yang keluar dari rahim setelah seorang wanita melahirkan. Selama nifas tidak boleh berhubungan intim seperti halnya menstruasi," jelas Hana takut.
Bianca mendengarkan dengan seksama dari luar, Hmm ... jadi dia bohong, katanya tahu, tapi ternyata tidak sama sekali.
Wanita itu kembali menguping pembicaraan mereka.
"Oh, lalu berapa lama aku harus menahan rasa ingin ber ... ehm! Kamu tahu, kan, Hana?"
Ugh! Walau di-ehm sekalipun kenapa dia tak malu menanyakannya pada Hana?? batin Bianca.
"I-iya, Tuan! Ehm itu harus ditahan selama ... empat ...."
"Hah?? Empat hari??"
"Errr ...."
Hana ingin melanjutkan ucapannya, tapi tercekat di kerongkongan.
"Empat puluh hari!"
Bianca masuk dan melanjutkan perkataan Hana. Key langsung pucat pasi.
Hana dan Felix memohon diri dari ruangan itu.
"K-kami permisi, ada pekerjaan di bawah!" ujar mereka bersamaan mencari alasan untuk pergi dari ruangan yang seketika menjadi horor itu.
Para asisten sialan, mereka meninggalkan aku di sini sendiri.
"Jadi begitu, katanya tahu ...." sindir Bianca melipat tangannya, menatap ke pria yang tersenyum kecut itu.
Pria itu memutar otak mencari akal agar selamat dari malu.
"Sayang, rambutmu berantakan, kapan terakhir kamu ke salon?" tanya Key mengalihkan pembicaraan.
"Sembilan bulan yang lalu. Kembali ke pokok bahasan. Apa nifas itu?" lirik Bianca.
"P-pokoknya aku tak boleh menyentuhmu selama empat puluh hari," jawab Key menunduk. Dia menjadi suami takut istri.
"Bagus, mengerti ya sekarang?"
"Sayang, apa tak ada potongan?"
"Tidak. Itu sudah ketentuan dari sananya ...."
Aahh, ya sudahlah. Biarkan dia menjadi batu akik jika lama tak digunakan!
*
Tukang jendela datang. Selama tiga hari, mereka menutup jendela lama, kemudian memindahkan di sudut ruangan, agak jauh dari jendela sebelumnya.
"Kenapa jendela harus dipindah, Sayang?" tanya Bianca.
"Eh, sepertinya tak bagus di sana."
"Ooh, begitu ...."
Selama itu, Tuan dan Nona bersama para asisten bekerja di ruang baca. Tak masalah.
Akhirnya tiga hari kemudian, jendela pun jadi.
Key merasa puas melihat ke arah jendela. Dia hanya melihat sebuah rumah tingkat dengan balkon saja.
"Sempurna!" gumamnya.
Pagi itu Key melangkah keluar dari ruang kerja, berniat untuk memberitahukan pada istrinya agar bisa bekerja dari rumah di ruangan itu.
Dia masuk ke kamar dan mendapati istrinya sedang mandi di kamar mandi.
"Sayang, kamu bisa bekerja kembali dari rumah selama mengurusi baby Kin. Biar Kimmy yang pergi ke hotel. Para tukang telah selesai membuat jendela baru."
Key duduk di sisi ranjang ketika wanitanya keluar dari kamar mandi dan membuka handuk di depannya, seolah tak perduli dengan sesuatu yang mengangkat diri, mengeras tapi bukan semen.
Cukup Key, dia dalam masa NIFAS ... N-I-F-A-S!
Pria itu hanya terdiam dan hanyut dalam pikiran kotor yang dia coba sucikan sendiri.
"Makasih, Sayang. Hari ini kamu berangkat kerja? Aku siapkan bajunya, ya?" ujar Bianca.
Key mengangguk. Dia masuk ke kamar mandi dan mengguyur sosisnya agar lembek. Setelah berhasil, dia pun keluar dari kamar untuk memakai bajunya. Bianca mulai mendekat dan membuka handuk kimono suaminya lalu mengganti dengan baju kerja.
Disentuh oleh Bianca, kembali bagian bawah Key menegang lagi. Bianca menyentil-nyentil bagian itu.
"Turun! Turun! Apa yang kamu pikirkan sih?" ujarnya sambil menyentil.
"Sakit, Sayang!" jerit Key.
Sembarangan saja dia menyentil-nyentil!
******
Plagiarisme melanggar Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!