NovelToon NovelToon

T O H

Malam Jahanam

Rintik gerimis menghiasi kesunyian kota Jombang sedangkan kabut mulai menunjukkan tajinya membuat kesuraman dan menambah pekat hitamnya malam satu suro.

Di setiap gang tak luput dari basahnya guyuran bekas air hujan sedari sore belum jua reda, ditandai dari basahnya aspal menciptakan genangan-genangan yang hampir merata di setiap tempat.

Malam teramat petang dengan jarak pandangan yang sangat minim barangkali kita memandang orang didepan kita tidaklah kelihatan.

Namun di salah satu gang kecil di salah satu sudut kota nampak sedang diadakan rutinitas tasyakuran malam satu Muharam, karena malam satu suro juga malam satu Muharam bagi umat muslim.

Di salah satu rumah kecil Pak Haji Wachid sedang diadakan tasyakuran memperingati datangnya satu Muharam dalam penanggalan Islam. Saat itu Pak Haji Wachid sedang berbincang-bincang ringan dengan para tamu undangan dengan beberapa suguhan di piring-piring kecil di depan mereka.

Tiba-tiba terdengar jeritan meminta tolong dari kejauhan.

Tolong..... tolong.... tolong ......

“Pak Haji, apa Pak Haji mendengar jeritan minta tolong,” ucap Pak Hasan salah satu tamu undangan yang hadir.

“Ia Pak Hasan sepertinya suara seorang wanita,” jawab Pak Haji Wachid.

“Kira-kira dari arah mana asal jeritan wanita meminta tolong tersebut ya Pak,” tanya Pak Rudi yang juga salah satu undangan yang hadir.

“Dari sana Pak,” kata Pak Haji Wachid yang langsung berdiri terus berlari menuju arah jeritan tersebut diikuti para tamu undangan yang lain.

Sesampainya di sebuah gang pas di depan rumah yang diduga asal muasal dari suara jeritan minta tolong tersebut berada. Sebuah rumah mewah milik Pak Lurah Misdun berpagar biru nampak sangat porak-poranda.

“Pak Haji rumah Pak Lurah Misdun,” ucap Pak Hasan.

“Apakah telah terjadi perampokan, bagaimana sebaiknya kita Pak Haji, Apa kita langsung masuk kedalam saja memanjat pagar?,” tanya Pak Rudi pada Pak Haji Wachid.

“Jangan dulu pak kita pastikan dulu ada peristiwa apa di dalam kita jangan sampai gegabah,” kata Pak Haji Wachid.

“Pak Rudi dan warga yang lain tolong kumpulkan warga, lebih banyak orang lebih baik,” kata Pak Haji Wachid menyuruh Pak Rudi.

“Baik Pak Haji,” jawab Pak Rudi lalu bergegas pergi dengan beberapa warga pergi memberitahu warga yang lain.

Tiba-tiba pintu depan rumah Pak Lurah terbuka secara paksa ,

bruk......

Suara daun pintu terbuka keras dari arah dalam. Terlihat sosok Bu Lurah sambil menggendong bayinya keluar dengan keadaan merangkak dan tubuh berlumuran darah.

“Tolong.... tolong...,” suara Bu Lurah begitu merintih seakan sangat kesakitan.

“Astagfirullah, Bu Lurah,” kata Pak Haji Wachid tercengang melihat keadaan Bu Lurah

“Para pemuda ayo dobrak pagar ini,” kata Pak Haji menyuruh para pemuda yang ikut berkumpul didepan pagar.

Setelah pagar berhasil didobrak beberapa pemuda maju hendak menolong Bu Lurah, namun terhenti langkahnya karena dari belakang Bu Lurah muncul sosok yang sangat menyeramkan.

Sesosok nenek-nenek tua berambut panjang namun acak-acakan dengan kuku tangan yang panjang-panjang jua, terlihat pula makhluk itu merangkak di belakang Bu Lurah dengan lidah menjulur begitu panjang tak normal matanya melotot seakan ingin keluar.

Baunyapun sangat menyengat anyir darah entah ini bau darah dari Bu Lurah atau memang bau makhluk tersebut. Para pemuda yang tadinya hendak menolong Bu Lurah kembali mundur keluar pagar karena ngeri melihat makhluk tersebut.

“Pak Haji makhluk apa itu Pak Haji,” teriak salah satu pemuda.

“Astagfirullah hal Adzim,” ucap Pak Haji.

“Ini lah yang dinamakan Wewe gombel lihat susunya yang menjuntai sampai ke lantai tersebut, mungkin wewe gombel tersebut hendak mengambil bayi dari Bu Lurah, karena dia sangat suka menculik bayi dan anak kecil untuk diajak bermain,” kata Pak Haji Wachid.

“Lalu apa yang harus kita lakukan Pak Haji?,” tanya Pak Rudi

“Mari kita baca Innalilahi wa Innalilahi raziun, yang artinya segala sesuatu yang bernyawa pasti akan mati pada akhirnya,” kata Pak Haji.

“Innalilahi wa innailaihi raziun,” serempak Pak Haji dan para warga mengucap.

Namun makhluk yang bernama wewe gombel tersebut masih terus merangkak mendekati Bu Lurah tangannya yang hitam dan keriput dengan kukunya yang panjang terus mencengkeram kaki Bu Lurah yang sudah tak sadarkan diri.

“Pak Haji Kasihan Bu Lurah Pak Haji,” teriak salah satu warga.

Pak Haji Wachid lalu maju kedepan melemparkan tasbih yang selalu ia pegang ke arah wewe gombel dengan terus membaca doa-doa penghancur setan.

Arrrrghhh......

wewe gombel menggeram kesakitan lalu menghilang begitu saja, “Ya Allah,” kata Pak Haji Wachid yang terkejut melihat kondisi Bu Lurah sangat mengenaskan.

Dengan keadaan punggungnya bolong pas tembus di dada jantungnya sudah tidak ada mungkin dimakan si wewe gombel.

“Innalilahi wa innailaihi raziun,” kata Pak Haji Wachid sambil menutup mata Bu Lurah yang masih melotot agar bisa terpejam, lalu menolong bayi laki-laki yang tadi terpental dari gendongan Bu Lurah saat meminta tolong.

“Kasihan kamu Jaka,” kata Pak Haji sambil menggendong bayi laki-laki Bu Lurah.

“Pak Haji semua anggota keluarga Pak Lurah meninggal Pak,” teriak salah satu warga yang berani melihat kedalam rumah.

“Ayo bapak-bapak kita tolong keluarga Pak Lurah dengan cara mengurus jenazah-jenazah mereka dengan layak,” kata Pak Haji.

“Baik Pak Haji,” lalu beberapa warga mulai memasuki rumah Pak Lurah mengevakuasi jenazah korban wewe gombel.

Wiu... Wiu.. wiu...

Suara sirene ambulans desa telah datang memasuki pelataran rumah Pak Lurah di ikuti sebuah mobil polisi.

“Assallamualaikum,” suara Komandan Nawan mengucap salam yang baru datang dengan beberapa anggotanya.

“Bagaimana peristiwa ini bisa terjadi Pak Haji?,” tanya Komandan Nawan.

“Ini bukan ulah manusia komandan tapi ulah setan. Kami, saya dan warga menyaksikan sendiri bagaimana setan yang berwujud wewe gombel keluar dari rumah Pak Lurah,” jawab Pak Haji Wachid.

“Sementara rumah Pak Lurah kami beri garis polisi tolong Pak Haji ingatkan warga agar tidak memasuki area ini sementara kami menyelidiki kemungkinan ada ulah manusia di balik kejadian ini,” kata Komandan Nawan.

“Baik Pak Komandan saya akan membantu mengingatkan warga,” jawab Pak Haji Wachid.

“Oh ia Pak Haji, bagaimana dengan bayi laki-laki Pak Lurah yang Pak Haji gendong ini,” tanya Komandan Nawan.

“Alangkah baiknya saya yang merawatnya komandan biar istri saya yang menjaganya,” kata Pak Haji Wachid.

“Baik kalau begitu bayi lelaki ini kuserahkan pada Pak Haji, kalau Pak Haji butuh apa-apa mengenai bayi ini tolong lekas hubungi saya,” kata Komandan Nawan.

“Baik Pak Komandan nanti kalau saya butuh sesuatu hal mengenai bayi ini saya akan hubungi Pak Komandan,” jawab Pak Haji Wachid.

“Lapor Komandan semua jenazah sudah dimasukkan kedalam ambulans dan semua bukti-bukti yang diperlukan sudah kita bawa,” kata salah satu anggota Komandan Nawan.

“Baik kalau begitu saya pamit Pak Haji, Assalamualaikum,” kata Komandan Nawan.

“Waallaikumsalam,” serempak Pak Haji dan warga menjawab.

Yang Tidak Terlihat

“Jaka... ayo berangkat nanti telat...!,” teriak Vivi memanggil Jaka untuk segera berangkat menuju sekolah.

“Ia.. ia Kak, bawel banget,” sahut Jaka yang baru keluar dari dalam rumah menghampiri Vivi yang sudah siap dengan motor metiknya

“Kamu yang lelet jadi cowok kok lamban banget sih,” kata Vivi agak marah

“Abah, umi kita berangkat Assalamualaikum,” kata Vivi sambil mulai mengendarai motor metiknya dengan Jaka dibonceng di belakang.

“Waalaikumsalam, eh bekal kalian...,” teriak umi Epi

“Mesti lupa bawa bekal mereka ini,” kata Umi Epi menggerutu

“Punya anak dua yang cewek tomboi, yang satu cowok tapi kalem yah untung saja Jaka tidak kayak cewek tetap bersifat layaknya anak cowok normal,” kata umi Epi.

“Waduh, waduh ini kenapa istri Abah yang cantik pagi-pagi sudah ngedumel ada apa umi?,” tanya Abah Wachid”

“Loh Umi, kenapa bekalnya anak-anak masih di Umi?,” tanya Abah Wachid sekali lagi agak serius

“Nah itu kenapa umi ngedumel sendiri bekalnya anak-anak ketinggalan Abah,” kata Umi Epi

“Hahaha... Kok bisa ya ketinggalan kok tiap hari,” kata Abah Wachid.

“Biar nanti Abah yang antarkan ke sekolah Umi,” kata Abah sambil berlalu ke dalam rumah.

“Benar ya Bah, Abah..?!,” Teriak umi pada Abah yang sudah berada di dalam rumah.

”Ia Umi....,” disahut teriakan pula dari Abah.

“Eh dasar Si Abah diajak ngomong malah Pergi,” kata Umi.

Sementara itu di sebuah perempatan kota disebelah taman kota bernama Kebun Rojo sedang terjadi peristiwa kecelakaan beruntun yang mengakibatkan banyak korban meninggal.

Vivi yang tengah mengendarai motornya dengan Jaka yang di bonceng di belakang mulai mengurangi kecepatan laju motor yang ia kendarai.

“Loh kak kenapa kok pelan bawa motornya katanya takut telat,” kata Joko yang tidak sadar bahwa didepanya terjadi kecelakaan dengan beberapa korban tergeletak bersimbah darah.

“Kamu itu makanya fokus Dek lihat itu depan mu macet lagi ada kecelakaan,” kata Vivi.

Tiba-tiba mata Jaka tertuju pada sosok laki-laki tua berjanggut panjang membawa tongkat berdiri tepat disamping mobil yang sedang mengalami kecelakaan.

Lelaki tua tersebut menatap tajam kearah Jaka lalu tersenyum menyeringai begitu ngeri wajah ditambah mulutnya yang tiba-tiba tumbuh taring panjang sehingga membuat Jaka ketakutan.

“Kak, Kak Vivi itu siapa kak?,” tanya Jaka sambil menunjuk kearah mobil yang mengalami kecelakaan dengan keadaan ringsek parah.

“Mana tidak ada apa-apa?,” kata Vivi yang tidak bisa melihat Si Kakek tua tersebut.

“Kak kita putar arah yuk kita lewat jalan lain itu Si Kakek kakinya enggak menapak tanah,” kata Jaka.

“Mana, mana tidak ada apa-apa, kamu ini mesti gitu bikin aku takut saja selalu begitu,” kata Vivi sambil memutar arah motornya.

“Dimana-mana indigo itu saktikan ya, kaya raya, lah ini Adik ku Jaka nyusahin saja kelakuanya,” kata Vivi sambil ngedumel sendiri menyindir Jaka.

“Jangan marah Kak,” kata Jaka tertunduk sedih.

Akhirnya mereka sampai di pelataran parkir sekolah SMA Negeri 3 Jombang. Vivi masih terus ngedumel sedari perempatan tadi segera memarkir motornya.

“Eh Dik, dari sini kamu jalan sendiri ya kakak enggak mau di olok-olok teman kakak. Gara-gara dandanan mu yang culun ini mengerti,” kata Vivi terus berlalu.

“Ia Kak, “Jaka hanya menyahut dengan muka sedih dan berjalan perlahan di koridor sekolah menuju kelasnya.

“Hai Jaka...,” Rensi dan Rudi mengageti Jaka dari belakang bersamaan pasangan kekasih ini teman Jaka, yang selalu di samping Jaka menghiburnya.

“Eh kenapa Si Ganteng satu ini kok cemberut?,” kata Rensi.

“Biasah Ren, pasti pagi-pagi Kak Vivi sudah mengomel,” kata Rudi.

“Benarkah itu Jaka?,” kata Rensi.

“Tidak.., kalian salah tadi di jalan ada kecelakaan. Anehnya ada sesosok kakek tua menyeramkan dengan taring panjang dan membawa tongkat, tetapi Kak Vivi tidak bisa melihatnya,” kata Jaka.

“Ia kah wah sejenis makhluk apa ya..?,” kata Rensi yang sudah mengetahui bahwa Jaka adalah salah satu anak berkemampuan khusus bisa melihat yang tidak terlihat.

Sampai di ruang kelas mereka duduk di bangkunya masing-masing dan masih membahas hantu lampu merah,

“Assalamualaikum..,” Pak Bambang guru matematika telah datang seraya memberi salam.

“Waallaikumsalam,” jawab para murid bersamaan.

“Hari ini kita ulangan ya seperti yang saya bilang kemarin kalian sudah belajarlah semalam,” kata Pak Bambang seraya membagikan kertas ulangan pada para murid lalu kelas kembali hening.

“Jakaa... Jaka.... ,” ada suara yang seakan memanggil Jaka namun begitu lirih, tetapi serasa begitu jelas ditelinga Jaka.

Jaka mencoba melihat sekitar kelasnya yang ia dapati hanya teman-teman satu kelas yang sibuk mengerjakan ulangan matematika dengan tertunduk fokus.

Jaka kembali memandang sekitar mencari-cari asal-muasal suara tersebut. Mata Jaka tertuju pada pojok ruangan kelas paling belakang tepatnya tertuju pada dindingnya. Sesosok berambut panjang menjuntai dengan lidah menjulur panjang dan wajah yang sangat menyeramkan menempel dinding seperti cecak sedang menatapnya.

“I.. itu...,” Kata Jaka sambil terbata-bata

“Hei.. hei.. Jaka ada apa?,” kata Rudi yang terheran-heran melihat gelagat teman sebangkunya itu.

“Sudah.. sudah istigfar Jaka,” kata Rudi

“Innalilahi wainnailaihi raziun,” kata Jaka teringat pesan Abahnya kalau ia melihat sesosok yang tidak terlihat untuk berucap Innalilahi dan sosok tersebut seketika lenyap entah kemana.

..........

Dirumah Abah Wachid nampak umi Epi sedang menyiapkan buku-buku kitab yang hendak dibawa Abah untuk mengajar di pondok pesantren tak jauh dari rumahnya.

Pondok pesantren As-salam adalah pondok pesantren desa Mokem yang didirikan oleh Abah Wachid dan swadaya warga desa agar ada tempat untuk belajar mengaji pikir warga desa, karena selama ini anak-anak di desa Mokem harus pergi sampai ke desa-desa lain untuk mengaji.

“Umi, sudah umi siapkan kitab Abah?,” kata Abah Wachid

“Sudah Abah ini,” kata umi Epi sambil mengulurkan tas berisi penuh dengan kitab.

“Sarapan dulu Abah, oh ia Abah jangan lupa nanti siang antarkan bekal anak-anak ke sekolah,” kata umi Epi.

“Ia Umi,” kata Abah sambil duduk dan mulai sarapan.

“Eh Abah, umi teringat kisah 15 tahun silam saat Abah dan warga lain menolong Jaka lalu Jaka kita putuskan tinggal disini menjadi anak kita menemani Vivi anak pertama kita,” kata umi Epi

“Ia, ya Umi tak terasa 15 tahun berlalu dengan begitu cepatnya. Serasa baru kemarin ya peristiwa itu terjadi,” kata Abah Wachid.

“Abah tau tidak kalau Jaka bisa melihat hantu?,” kata umi Epi.

“Tau kan Abah yang mengajarinya mengaji dan mengamalkan sholawat jadi orang yang mengaji sudah tentu ada keistimewaan,” kata Abah Wachid.

“Tapi Umi takut kalau-kalau Jaka tau sebenarnya dia siapa dan mengikuti jejak keluarganya untuk memuja selain Allah. Mendapatkan kekayaan dari hasil memuja setan,” kata Umi Epi.

“Hustz... umi jangan bicara ngawur, bicara adalah doa apalagi kamu seorang ibu perkataannya langsung dicatat malaikat,” kata Abah Wachid.

“Eh ia Umi, apa benar ya kabar itu, bahwa dulu keluarga Pak Lurah yang sangat kaya raya itu. Mendapatkan kekayaannya dengan cara salah yaitu memuja setan?,” kata Abah Wachid.

“Yah... yah..., Abah baru saja ingatkan Umi bicara adalah doa sekarang Abah suudjon pada orang mati,” kata Umi Epi.

“Astagfirullah,” ucap Umi Epi.

“Sudah berangkat sana nanti telat kasihan santri-santri mu,” kata Umi Epi

“Ia Umi, Abah berangkat Assalamualaikum,” kata Abah Wachid

“Waalaikumsalam,” jawab Umi Epi.

Siswi Pindahan Itu Mencurigakan

Tok, tok, tok,

Suara ketukan pintu membuyarkan konsentrasi para murid yang sedang fokus dengan lembar Soal ulangan matematika. Seketika semua mata menoleh kearah pintu merasa penasaran siapa yang akan memasuki ruangan kelas.

Tap, tap, tap,

Suara langkah sepatu seorang guru memasuki ruangan kelas,

“Assalamualaikum Pak Bambang,” kata Ibu guru Mariani guru biologi mengucap salam.

“Pak maaf aku mengganggu mu, aku ditugaskan kepala sekolah untuk mengantar siswi pindahan, mari nak masuklah,” kata Bu Mariani menyuruh siswi yang tengah berdiri di depan pintu.

Dengan perlahan siswi tersebut melangkah menuju Bu Mariani sambil wajah tertunduk.

“Ayo nak perkenalkan dirimu,” kata Pak Bambang.

“Namaku Putri aku siswi pindahan dari kota Kediri,” kata siswi tersebut.

Nampak satu kelas menjadi ramai karena siswi baru bernama Putri ini sanggatlah manis sehingga membuat simpati bagi siapa yang melihatnya.

“Baiklah Putri karena kamu siswi baru kamu akan bapak sandingan dengan Jaka salah satu murid cerdas di kelas ini. Agar kau dapat meminjam rangkuman materi sebelum-sebelumnya kepada Jaka,” kata Pak Bambang.

“Terus aku bagaimana Pak,” sahut Rudi yang duduk sebangku dengan Jaka.

“Kamu bisa pindah ke belakang duduk disamping Rensi,” kata Pak Bambang.

“Asuuuuek,” kata Rudi langsung berdiri pindah ke belakang yang sangat senang bisa sebangku dengan sang pacar.

“Memang itu maumu kan huh,” kata Rensi sambil memanyunkan bibirnya.

“Sudah-sudah jangan gaduh Putri silakan duduk di samping Jaka,” kata Pak Bambang.

Putri berjalan perlahan menuju bangku tempat Jaka duduk nampak begitu dingin wajahnya nampak begitu beku dan kaku tatapan matanya kosong.

Sehingga membuat satu kelas nampak terdiam membisu terheran-heran melihat sikap Putri yang begitu dingin.

Jaka yang mengetahui hal itu tercengang bergidik ngeri seakan ada sesuatu yang aneh yang ia lihat dalam diri Putri. Saat Putri duduk disampingnya, Jaka nampak mengatur jarak dan kembali terdiam.

“Ayo anak-anak lanjutkan mengerjakan soal ulangannya, sementara bapak mau pergi ke kantor kepala sekolah dahulu, jangan gaduh ya,” kata Pak Bambang melangkah pergi meninggalkan ruangan kelas.

***

Pulang sekolah Jaka, Rudi dan Rensi sedang berdiri di depan gerbang sekolah menunggu angkot yang lewat untuk membawa mereka pulang.

“Jaka, kakak Vivi mana kok tidak pulang bareng,” kata Rensi

“Ia Jaka biasanya pulang bareng kak vivi kenapa hari ini kamu mau naik angkot dengan kami,” kata Rudi.

“Kak Vivi lagi kerja kelompok dengan temanya aku tadi di kasih tahu lewat wa,” kata Jaka.

“Dasar Kak Vivi punya Adik pintar kayak kamu di sia-siakan,” kata Rudi.

“Hustz, Kak Vivi itu baik kok kamu saja tidak kenal kak Viviku” kata Joko.

“Ia, ia yang Adiknya,” kata Rudi.

“Hey tiga trio culun,” Kata Supri yang mendekati Jaka dengan beberapa siswa satu gengnya.

Supri adalah anak kepala sekolah dia juga ketua geng kalajeking hitam yang ditakuti di sekolah bentukannya sendiri, tidak ada yang berani dengannya dia selalu membuli Jaka.

“Jangan ganggu Jaka lagi dong,” kata Rudi sambil pasang badan didepan Jaka.

“Hei anak culun kenapa kamu mau aku hajar juga,” kata Supri sambil melayangkan pukulan ke muka Rudi tapi dengan sigap tangan seseorang menghentikannya dan mulai meremas tangan Supri dengan keras

“Argh!" teriak Supri kesakitan, karena pergelangan tangannya terpelintir hingga patah.

Jaka, Rudi dan Rensi tercengang karena sosok di depan mereka adalah seorang cewek yang dengan satu serangan bisa mematahkan pergelangan tangan Supri yang terkenal jago beladiri.

Jaka termangu menatap heran punggung si cewek tersebut penasaran siapakah dia. Saat si cewek menoleh ternyata Putri siswi pindahan yang baru pindah tadi siang.

“Jaka tadi aku di wa kak Vivi katanya aku disuruh mengantarmu pulang,” kata Putri.

“Loh kau kenal kakak ku?" tanya Jaka

Namun Putri tak menjawab hanya diam sambil menaiki motor tril yang ia parkir di samping pos satpam.

“Kok bisa kenal Kak Vivi ya?" gumam Rudi.

“Ayo naik,” sahut Putri yang sudah mengendarai motor tril miliknya.

Putri dan Jaka berlalu begitu saja meninggalkan Rudi dan Rensi yang masih bingung kenapa Putri bisa kenal Kak Vivi.

***

Sampai di rumah Pak Haji Wachid Putri memarkir motor trilnya di samping mobil Pak Haji Wachid. Mereka disambut umi Epi yang sedang menyirami tanaman di depan rumah.

“Assallamualaikum umi,” Jaka memberi salam

“Waalaikumsalam,” sahut umi.

“Eh anak Umi yang paling ganteng sudah pulang, loh Putri kamu sudah datang toh kenapa Abahmu tidak mengabari,” kata Umi Epi.

Jaka langsung menarik Umi agak jauh, “Umi kenal sama Putri siap sih dia Umi?” tanya Jaka.

“Dia Namanya putri, anak satu-satunya Pak Haji Hadi teman Abahmu di Kediri.

Dulu Abahnya Putri teman satu kamar Abahmu saat Abahmu masih mondok di Kediri,” kata Umi.

“Oh begitu,” kata Jaka.

“Dia itu ahli bela diri loh Jaka, pemegang sabuk hitam jadi Umi tidak khawatir jadi di sekolah ada yang membelamu saat siapa teman mu yang nakal itu Supri hendak mengeroyokmu lagi,” kata umi

“Putri juga akan tinggal di rumah kita,” kata Umi sambil berbisik pada Jaka.

"Apa?" kata Jaka tak percaya.

“Ayo, ayo Putri kita masuk, oh ya Jaka apa tadi Abah mengantarkan bekal kalian?” tanya Umi

“Sudah umi tadi Jaka ketemu Abah kok di sekolah,” kata Jaka

“Ya sudah kalau begitu jangan Lupa tutup pagarnya Jaka,” kata Umi.

"Ia Umi," sahut Jaka sambil menutup gerbang lalu menyusul Umi dan Putri masuk kedalam rumah.

Keriangan keluarga Pak Haji Wachid sanggatlah hangat namun mereka tidak mengetahui bahwa ada seseorang berbaju hitam-hitam selalu mengawasi dari kejauhan. Mengintai dengan saksama tanpa diketahui entah apa maksudnya, setiap hari selalu berada di depan rumah Pak Haji Wachid namun agak jauh lalu menghilang begitu saja tanpa ada yang tahu saat menjelang magrib tiba.

***

Ponpes As-Salam

Pak Haji Wachid sedang menerima tamu yaitu Pak Haji Hadi Abah dari Putri. Mereka sedang berbincang ringan di balai-balai depan pondok sambil menikmati Kopi dan roti tawar.

Mereka nampak bercakap-cakap dengan serius terlihat dari raut muka mereka yang tiap menit berubah seakan memikirkan sesuatu.

“Ji, ini sudah sangat menghawatirkan untuk kota Jombang di Kediri sudah ramai soal setan yang terang-terangan muncul dan membunuh orang,” kata Pak Haji Hadi.

“Ia aku sudah mendapat kabar dari komite NU pusat Tebuireng, tapi aku belum yakin kawan,” kata Pak Haji Wachid.

“Bukanya apa-apa Ji aku sudah pernah menyaksikan sendiri didaerahku orang mati dimakan genderuwo Malah aku sendiri yang memusnahkan genderuwo tersebut Ji,” kata Pak Haji Hadi.

“Sudah segenting itu kah keadaannya Pak,” kata Pak Haji Wachid.

“Ini serius Ji makanya Putri aku titipkan padamu aku tahu Jombang adalah kota dengan pagar ghoib yang kuat, karena banyak kiai mumpuni di sini buktinya kota-kota di sekitarnya sudah gempar dengan ulah para setan Jombang aman tenteram sejahtera,” kata Pak Haji Hadi.

“Oh iya Pak, ada kabar burung ada sekelompok orang yang menamakan dirinya organisasi pemuda turunan apa namanya aku lupa?” Kata Pak Haji Wachid.

“Turunan bagaimana maksudmu,” tanya Pak Haji Hadi.

“Sekelompok Pemuda yang dahulu bapak atau ibunya bekas Kyai atau Paranormal semacam dukun pembasmi setan nah ini generasi kedua,” kata Pak Haji Wachid.

“Ada yang seperti itu Ji?” tanya Pak Haji Hadi.

“Entah, jadi ingat masa-masa dimana kita dulu masih menjadi pemburu hantu yang masih berseragam TOH. Yang berarti tanda lahir,” kata Pak Haji Wachid.

“Ia ya Ji, kita pernah mengalami masa sulit yang sama seperti dulu semoga masa itu tidak terulang kembali, karena kita banyak kehilangan di masa itu,” kata Pak Haji Hadi.

“Semoga Aamiin,” kata Pak Haji Wachid.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!