Tahun ini adalah tahun paling buruk di sepanjang hidup Sinta, usianya baru 23 tahun dan dia kini resmi Menyandang status janda. Mantan suaminya berkhianat dengan perempuan lain ketika dirinya tengah mengandung putra kecil mereka, sungguh malang duka terus ia lewati . Namun hari ini dia benar-benar sudah bebas dia tak perlu lagi menanggung kebencian dan sakit hati, Sinta menfokuskan diri untuk membesarkan anaknya dan juga mencari ayah baru untuk James, putra kecilnya.
"Kamu sudah lega sekarang Nak, Bunda juga bahagia banget kita buat lembaran baru ya Sayang."
Sinta menumpahkan segala rasa haru Berharap anak semata wayangnya itu mampu mencerna dengan baik setiap curhatannya, bayi berusia 3 bulan itu tampak memejamkan mata tertidur dengan nyenyak dipangkuan sang Bunda.
"Kamu yakin tidak apa-apa Sin, Mama jadi tidak tega melihat kalian berdua pindah kerumah lagi saja ya?" Wanita parubaya itu keluar dari dapur kecil milik Apartemen Sinta.
"Tidak papa kok Ma, lagian aku bisa kok sendiri sudah biasa." Sinta menjawab sembari menyodorkan segelas teh manis kemulutnya.
"Katanya kamu mau kerja lagi terus yang ngurusin James siapa? Mama tidak mungkin bolak balik kesini terus!"
"Sinta mau pakai Babysitter."
"Kamu yakin Nak?"
Wanita parubaya itu sungguh tak tega melihat kehidupan anaknya yang kini berantakan,ia sungguh tak menyangka mantan menantunya itu ternyata telah berani mengkhianati Sinta .
"Mama tenang saja, Sinta udah ikhlas kok atas semua kejadian yang menimpa Sinta."
Wanita parubaya itu Dewi Anjani, dia merangkul pundak Sinta tangan kanannya ia ulurkan untuk mengusap kepala cucunya menyalurkan segala rasa kesedihan kepada sinta dan juga James.
"Kamu terus kuat, Sayang. Mama selalu doain kamu."
"Mama juga ya, terimakasih."
Sinta dan juga Dewi tidak tahan untuk tidak menangis, keduanya tersendu sesekali menyeka air matanya agar tidak jatuh mengenai James. Bayi kecil itu sama sekali tak merasa terusik dengan interaksi kedua manusia dewasa itu .
Dewi melepaskan rangkulannya, berlalu menuju kamar Sinta untuk mengambil barang-barangnya. Dirasa Sinta sudah membaik dia berpamitan pulang.
"Sudah sore, Mama harus pulang!"
"Iya Ma, jangan lupa kabarin Sinta kalau sudah sampai!"
Dewi mendekat mencium hangat kening cucunya, ia tepuk-tepuk bahu sang putri untuk selalu sabar akan takdirnya .
"Iya Sayang, duluan ya!"
"Iyaa Ma."
***
Sudah seminggu paska perceraiannya. Sinta kini tengah memandang foto pernikahannya dua tahun lalu, tidak menyangka dengan pria yang ada difoto itu semua yang dikatakannya hanyalah bualan semata, bahkan janjinya kepada Tuhan pun bisa dia ingkari. Sungguh pria paling buruk yang pernah Sinta kenal, dia membuang semua yang berhubungan dengan mantan suaminya. Menggenggam dengan kesal barang-barang yang pernah membuat Sinta tertawa bahagia. Tapi kini semua telah pupus menyisakan luka yang begitu dalam tergores, dia bukan wanita labil yang akan begitu mudah menyerah tentang masalah rumah tangganya. Sinta sudi memberikan kesempatan kedua untuk sang mantan suami namun Sinta harus jatuh tenggelam pada kenyataan pilu bahwa mantan suaminya tak lagi menginginkan Sinta dan juga James, sungguh ironis. Lalu apalagi yang harus ia perbuat selain menyerah? Keputusannya itu sangat tepat .
"Bu, itu James menangis terus sepertinya dia haus."
Suster bayi yang usianya lebih tua sepuluh tahun dari Sinta itu mengisyaratkan Sinta untuk segera menyusui James. Sinta memang langsung mencari pengurus James setelah sidang percerain selesai agar menjaga james selama ia bekerja nanti.
"Iya, dimana dia?" Sinta berlalu mencuci tangannya .
"Dikamar Bu Sinta, apa ada yang perlu saya bereskan barang-barang ini?"
"Tidak usah, biar saya saja nanti."
Keduanya berjalan menuju kamar dimana James berada, bayi manis itu tengah menangis tersedu-sedu. Sinta dengan sigap menggendongnya lalu menyusui James .
"Siapkan keperluan mandinya saja! Habis ini kita jalan-jalan."
"Baik Bu."
***
Sudah lama sekali rasanya Sinta tidak pernah merasakan udara sesegar ini, selama pernikahnnya ia tak sering keluar rumah. Mengerjakan seluruh tugasnya sebagai seorang Istri ia hanya keluar sesekali untuk berbelanja. Namun rasanya kali ini sungguh berbeda, Sinta mampu menghirup udara dengan jernih sekarang meskipun suasananya masih sama hanya statusnya saja yang berbeda .
Sinta merasa terbuai dengan angannya sampai melupakan niatnya untuk membeli keperluan pangan, mulai besok dia sudah kembali bekerja. Membuka kembali butik kecil yang pernah dia geluti dulu semasa belum menikah, sekarang dia mempunyai kesempatan untuk berkarir kembali .
"Mbak, titip James sebentar ya. Aku mau ke Supermarket depan itu."
"Iya Bu."
Babysitter itu tersenyum, di gendongannya James tengah menguap. Sepertinya bayi itu akan terlelap ditengah teriknya sinar matahari.
***
Sinta tengah asik memilih tomat dan juga wortel segar di Supermarket itu sampai tidak menyadari pandangan aneh di belakangnya, tidak melihat ada dua pasang mata yang kini tengah berbisik sambil sesekali sang wanita menatap garang lawan pandangnya.
"Dimana James?"
Sinta menoleh, mendapati mantan suaminya tengah berdiri dengan kekasih baru yang dengan sengaja mengaitkan lengannya ditangan sang pria. Pemandangan yang sangat menjijikan bagi Sinta .
"Bukan urusanmu!"
"Aku ayahnya, Sinta!" Sang pria sedikit meninggikan suaranya, membuat si pacar tersenyum meremehkan kearah Sinta.
"Maksutmu Ayah yang tidak bertanggung jawab begitu?"
Sinta berlalu menuju kasir meninggalkan dua pasang muda mudi yang tengah kasmaran itu, dia tidak peduli dengan keduanya. Mereka hanyalah masalalu dan tidak akan pernah Sinta jadikan sebagai beban hidupnya kini.
Selesai berbelanja Sinta buru-buru menghampiri James, ia takut anaknya diambil paksa oleh ayahnya. Walau bagaimanapun sinta tidak akan pernah menyerahkan buah hati mereka, James adalah satu-satunya harta paling berharga milik Sinta sampai kapanpun.
***
"Hari baru hidup baru Sinta, semangattt!"
Begitu serunya sembari memandang kearah butik kecil yang sudah sepuluh menit lalu dibuka, berharap semuanya bisa dimulai kembali dan berjalan lebih baik .
Jam sudah menunjuk kearah angka 3 sore, baru pertama buka dan butik itu masih sepi. Sinta memandang foto bayi menggemaskan dilayar handphonenya yang tak lain adalah James, betapa bersyukurnya dia memiliki malaikat kecil yang tampan. Satu-satunya pegangan hidup Sinta walaupun dia merasa gagal menjadi istri tetapi dia akan berusaha menjadi Ibu yang baik untuk James.
"Permisi?"
"Ah iya, silahkan."
Gadis muda dengan celana jeans panjang dan kaos sewarna langit sore itu menjadi pengunjung pertama butik Sinta. Gadis itu memandang sekeliling mengamati beberapa gaun pernikahan juga dress-dress formal informal dibutik tersebut.
"Ada yang bisa saya bantu?"
Sinta bertanya dengan sopan gadis itu tidak menjawab, dia hanya tersenyum lalu setelahnya dia seperti menghubungi seseorang dalam telfon.
Tiga puluh menit berlalu dan yang hanya Sinta lihat adalah tamu pertamanya itu terus mengoceh dalam telfon, sepertinya gadis itu tampak tidak setuju dengan konsep acaranya, Sinta tidak sengaja mendengar dengan samar ucapan gadis itu.
"Calon mertuaku terus saja mendesak aku untuk memakai kebaya di acara pertunanganku nanti, apakah ada kebaya di butik ini?"
"Ah kalau mau kebaya saya carikan nanti, kalau boleh minta kartu namanya saja ya nanti saya hubungi!"
"Baiklah," gadis itu menyodorkan satu lembar kartu nama, Natasya begitu tertulisnya.
" Baiklah, Natasya terimakasih sudah berkunjung ya."
"Saya permisi."
Selepas kepergian gadis muda itu Sinta tidak lagi menerima tamu sementara langit sudah menunjukkan waktu sore, Sinta berkemas dan menutup butik untuk segera menemui James. Rasanya dia benar-benar sudah sangat merindukan anak itu.
***
"Aku pulang, James!"
Sinta menuju kamarnya dan James tengah tertidur, ia berlalu ke dapur untuk mengambil segelas air putih melihat pengasuh anaknya tengah mencuci piring.
"Ibu sudah pulang?" dia menoleh kearah Sinta yang dibalas senyuman ramah .
"Bagaimana James hari ini?"
"Tidak begitu rewel Bu."
"Syukurlah."
"Tapi tadi pagi ada yang datang kesini."
"Siapa?"
"Orang itu bilang katanya ayah James, rupanya juga persis seperti difoto pernikahan Bu Sinta."
"Apa yang dia katakan?"
"Dia tidak bilang apapun hanya menggendong James sebentar, dan juga mencari Bu Sinta."
"Aku titip James lagi ya, jagain dia kalau ada yang berkunjung selain mama jangan dibukain pintu ya!"
"Baik Bu."
***
Melupakan rasa lapar diperutnya Sinta pergi ketempat mantan suaminya itu berada, rumah elite bergaya modern itu pernah ia tempati bersama suka dan duka, Sinta menghirup nafas dalam-dalam mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdebar, bukan karena mantan suaminya namun kali ini ia juga akan bertemu mantan mertuanya, Sinta tahu bahwa mantan mertuanya itu tengah berkunjung bisa dilihat dari mobil jazz yang terparkir cantik dihalaman rumah mantan suaminya.
"Masuk tidak ya?"
Jarinya mengetuk-ngetuk stir mobil yang Sinta kendarai, namun belum sampai dia mendapat jawaban atas kebimbangannya Sinta mendapati seseorang keluar dari pintu utama. Tepat sekali, dia melihat Ayah James tengah berjalan kearah pagar rumah itu.
"Ooohh lihat siapa yang berkunjung?"
Telinganya langsung disapa oleh suara besar sang pria.
"Tidak usah basa-basi ngapain kamu dateng ke apartemen aku ha?" tanpa turun dari mobil Sinta menjawab.
Sang pria memasuki mobil tanpa pencegahan hal seperti itu sudah biasa terjadi ketika mereka meributkan masalah, duduk dan bicara secara baik-baik begitu prinsip si mantan suami yang kini tengah duduk manis dihadapan sinta.
"Aku cuma mau ketemu James itu saja."
"Aku peringatkan lagi ya, jangan sekalipun kamu temuin James!"
"Aku ada hak atas James jangan lupakan Sinta, aku Ayahnya!" pria itu menekan kata terakhirnya.
BRAKK
Tanpa berpamitanpun pria itu sudah dulu keluar dengan membanting pintu mobil sinta, sungguh Sinta kini semakin membangkitkan rasa benci kepada pria itu lagi. Sinta benar-benar tidak habis pikir dengan dirinya sendiri kenapa dia dengan gegabah mendatangi rumah mantan suaminya, kenyataan bahwa james adalah anak dari pria itu tak bisa sinta bantahkan, dia menatap kedepan mantan mertuanya seperti sedang berbicara sesuatu dan menghampiri mobil Sinta, dengan cepat sinta pergi dari pekarangan rumah itu mengabaikan mantan mertuanya yang sedikit berlari berusaha mengejarnya .
***
Mobil Sport merah milik Sinta berhenti tepat disebuah restoran sederhana, dia merasakan mual dan juga keroncongan diperut karena telah meninggalkan makan siangnya demi menemui pria tidak tahu diri, ia merutuki kebodohannya sendiri.
Memesan satu mangkuk soto sapi dan juga jus lemon sedikit membuat Sinta merasa rileks dan teringat akan James, sudah malam ternyata dan sinta ingin berlalu pulang namun sapaan didepan mejanya membuat dia menoleh.
"Ah ternyata Natasya."
"Bisa bergabung kesini sebentar tidak?"
Merasa sedikit keberatan namun Sinta tetap menuruti pelanggannya, menarik satu kursi didepan pasangan serasi itu. Ya Natasya tidak sendiri, ada pria sedikit lebih dewasa dari Natasya duduk berhadapan dengan Sinta sekarang.
"Kenalin ini calon tunangan aku, namanya Bram."
Sinta mengulurkan tangannya untuk memberikan rasa hormat, begitu juga pria yang bernama Bram itu keduanya saling memperkenalkan diri.
"Sinta, besok butik buka, kan?"
"Butik buka setiap senin sampai jumat kalau weekend aku libur untuk me time buat anak aku," Sinta menjawab dengan antusias.
"Mbak sudah punya anak?" Natasya tampak terkejut pasalnya pemilik butik itu seperti seumuran dengannya.
"Sudah Natasya, usianya baru tiga bulan."
"Suami kamu bekerja juga ya?" Sinta tersenyum masam mendengar pertanyaan Natasya, namun dia segera menepis kesedihan yang ada dihatinya.
"Kami sudah bercerai."
Bram dan Natasya begitu syok mendengar penuturan Sinta, Natasya seketika meremas jari-jari besar milik Bram sang empunya hanya mengangguk merespon.
"Maaf ya sepertinya aku sudah harus pulang takut yang dirumah rewel, besok aku tunggu dibutik ya!"
"Iya, maaf mengambil waktunya."
Natasya berdiri melihat Sinta yang keluar dari restoran seketika rasa iba menyelimuti hati kecilnya, perempuan yang barusaja duduk dihadapannya itu sangat menginspirasi dan juga sama sekali tak menampakan kesedihan dimatanya.
***
"Aduh Sayaang maafin Bunda ya, jam segini baru bisa sama kamu."
Sinta sudah mandi dan berganti pakaian rumah, dia menggendong bayi mungil itu dan mengecup kedua pipi gembul James.
"Mbak istirahat saja biar aku yang jagain James sekarang!"
Sang babysitter menurut dan keluar dari kamar majikannya.
"Ayah kamu pasti nyesel sekarang Nak, dia harus diem-diem kalau mau nggendong kamu."
Sinta menerawang kejadian tadi siang sosok pria tinggi besar itu sekarang masih sering berseliweran dipikirannya, meski hatinya kini telah kosong namun sang mantan masih tetap menjajahi memorinya. Bukan karena tidak ingin berpindah hati Sinta hanya berharap semuanya bisa hilang seiring tumbuhnya seseorang yang baru, dia tidak mau memaksakan yang memang sudah hilang.
Menidurkan James kedalam keranjang tidurnya setelah itu sinta membuka laptopnya mengerjakan sesuatu, sebagai perancang busana dia sudah terbiasa tidur larut. Seolah tak memberi waktu untuk tubuhnya beristirahat, Sinta hanya ingin menyibukkan diri sebagai teman berfikirnya sekarang ketimbang harus memikirkan kehidupannya yang begitu pelik .
Jam menunjukkan angka satu dinihari, Sinta menengok kearah sang putra rupanya malam ini James tidak rewel, Sinta mendekati ranjang sedangnya dan merebahkan diri disana. Meski tubuhnya lelah dan matanya mengantuk, pikirannya tak pernah berhenti untuk tidak memikirkan sang mantan suami. Sinta sudah mencoba untuk tak lagi menggunakan perasaan, setiap melihat pria itu masih saja tampan dimatanya, kelakuan busuknya seolah tertutupi parasnya , Sinta terbuai dengan matanya yang selalu menatap dirinya dengan sayu. Sedari dulu waktu memadu kasih hingga kini mereka berpisah meski dalam ekspresi marah benci maupun cinta, mata itu tetap memberikannya keteduhan. Sinta tidak percaya bahwa rasa benci kepada pria itu tak mudah menghilangkan rasa rindu yang tersulut panas dihatinya.
James tumbuh dengan baik kini dia semakin aktif rupanya pengurusnya itu pandai membuat James senang, seperti saat ini Sinta menatap buah hatinya tengah mendengarkan Siti sang babysitter menceritakan dongeng sang pangeran buruk rupa, ah bahkan James sesekali tertawa ketika Siti memberikan aba-aba tangan dan ekspresi lucu kepada James. Hari ini Sinta libur dan menghabiskan semua waktunya dirumah namun dentingan telfonnya mengurungkan niat Sinta untuk tetap berada disisi James, Natasya dan Bram pasangan dimabuk asmara itu menyuruhnya untuk datang ke acara pertunangan mereka berdua, Sinta bergegas mandi dan sedikit berdandan berusaha senatural mungkin untuk mendapatkan kesan yang segar.
"Mbak aku ada acara sekarang, jagain James ya!" Sinta mencium kening sang putra mendamba sosok laki-laki kecil didekapannya.
"Hati-hati Bu Sinta."
"iya."
***
Ratusan manusia berlalu lalang diacara bahagia Natasya dan Bram, Sinta sendiri tengah asyik mencicipi cake sebagai hidangan utama, Natasya menyadari sahabat barunya sebut saja sekarang dia dan Sinta sudah akrab sejak pertama ia berkunjung kebutik Sinta.
"Kok sendiri Sin, kamu tidak membawa James?"
"Aku takut dia rewel makanya aku sendiri."
"Padahal aku ingin sekali melihat dia penasaran pasti ganteng banget deh."
Sinta tertawa renyah mendengar penuturan sahabat barunya itu.
"Dia lagi rusuh-rusuhnya."
Sekitar lima menit berlalu sejak percakapan singkat mereka berdua, Sinta menyadari kedatangan sang mantan suami bersama kekasihnya.
"kenapa dia ada disini?" batin Sinta tidak percaya dengan apa yang ada di penglihatannya sekarang. Bram berbincang dengan kedua orang itu, Sinta mencubit lengan Natasya yang tengah asyik menghentakkan kepalanya seiringan dengan dentuman musik klasik.
"Kenapa?"
"Kamu kenal tidak dua orang yang sedang berbincang dengan Bram?"
"Kita saling kenal."
"Teman?"
"Oooh kita berempat itu satu genk kuliah dulu."
Sinta benar-benar tidak percaya kalau Natasya dan Bram adalah teman dekat mantan suaminya kenapa waktu pernikahannya, Bram dan natasya tidak kelihatan. Natasya juga tidak mengenali sinta.
"Selamat Natasya aku tidak menyangka kamu akan menikah dengan Bram dan sebentar lagi aku juga akan menyusul kamu lo."
Sinta menyadari benar bahwa wanita perebut suaminya itu tengah melirik kearahnya.
"Oh ya kapan?"
"Secepatnya, ngomong-ngomong dia siapa ya?"
"Dia perancang kebaya aku, namanya Sinta."
"Oooh begitu ya."
Seraya mengedikan bahu wanita itu berlalu dan menarik pergelangan tangan Natasya mendekati pasangan mereka masing-masing, tanpa berpamitan kepada Sinta pun Natasya seperti tidak merasa telah meninggalkan seseorang.
"Ya aku pikir persahabatan mereka sempurna sekarang," Sinta merasa dadanya begitu sesak memilih untuk pergi dari pesta meriah tersebut , tidak peduli Natasya akan mencarinya nanti mungkin.
***
Hari terus berganti dan jam terus berputar, Sinta merasa dia tak pernah memiliki satu tempat sambatan sekalipun mamanya memang berada diluar kota, dia tak pernah berkunjung kesibukan dibutik telah menguras banyak waktunya.
Siang ini dia berkunjung ke kafe terdekat sekitar empat puluh langkah dari butiknya, Memesan satu cangkir coklat hangat untuk menyegarkan kembali fikirannya.
Dia mengamati ruangan minimalis bergaya modern dari salah satu ruangan kafe yang cukup luas dan dibagi menjadi beberapa ruang itu, matanya berhenti ketika satu sosok teman barunya tertangkap di mata Sinta, dia adalah Bram. Pria itu tengah sibuk dengan laptopnya, Sinta mendekat dan menarik satu kursi disebelah kiri Bram.
"hallo Bram."
"Oh hai Sinta, kamu ngapain disini?"
Bram tersenyum kearahnya, sinta menyeruput sedikit coklat panasnya sebelum melanjutkan percakapan dengan Bram.
"Aku perlu sesuatu yang hangat, udaranya dingin ya hari ini."
Keduanya tertawa renyah terbesit dalam benak Sinta untuk menanyakan kepada Bram tentang sedekat apa dengan mantan suaminya.
"Oh ya Bram aku dengar dari Natasya kalau kalian dulu pernah punya genk semasa kuliah?"
"Iya tapi itu sudah dulu, kita sekarang sudah tidak pernah saling bertukar kabar terakhir ketemu ya pas tunangan aku"
Penjelasan dari Bram masih belum memuaskan rasa penasaran Sinta.
"Terus siapa saja si?"
"Aku, Natasya, Kelvin dan satu lagi Tiara."
"Kelvin?" Sinta sungguh rindu dengan nama yang baru ia sebut.
"Iya, Kamu kenal?"
Bram bertanya dengan ketidak seriusan seperti ketimbang tidak ada percakapan lain mungkin, namun sinta akan memberi tahu yang sebenarnya kepada bram akan keburukan sabahatnya itu.
"Kenal Bram, Kelvin itu mantan suami aku."
Sekarang kalian tebak apa yang diekspresikan Bram? dia terbengong sempurna.
"kamu serius?"
"Untuk apa berbohong, memangnya dia tidak mengundang kamu waktu nikahan sama aku dulu?"
"Tidak ada kabar apapun tentang dia setelah kami berempat lulus."
"Kenapa?"
"Tidak tahu, Kelvin menghilang beberapa tahun. Aku mengundang dia saja lewat Tiara."
"Mereka berpacaran ya sekarang, Tiara itu merebut Kelvin dari aku. Mereka ketahuan pacaran waktu aku hamil lima bulan, meninggalkan James anak satu-satunya kita."
"Aku tidak menyangka Tiara sejahat itu, kamu yang sabar Sinta. kelvin memang cowok yang cepet bosan dia sering bergonta-ganti pasangan semasa kuliah, dia kurang baik buat kamu."
"Semenjak perceraian, aku sudah berusaha melupakan semuanya terus aku kenal sama kamu dan Natasya ternyata kalian juga sahabatan aku jadi sering ketemu sama Kelvin lagi rasanya."
"Begitu ya?"
Bram menggaruk tengkuknya merasa bingung harus menjawab apalagi, sementara Sinta menyadari bahwa waktu istirahatnya sudah berakhir. Ia berdiri lalu tersenyum simpul mengundurkan diri untuk segera kembali kebutik.
***
Entah dorongan darimana tetapi selepas Sinta menceritakan tentang hubungannya dengan Kelvin membuat rasa iba menyelimuti hatinya, Sore ini Bram ingin mampir ke butik Sinta. Mengajaknya makan malam bersama Natasya juga namun sayang butik cantik itu sudah tutup, dia melajukan mobilnya menuju apartemen yang tertera dikartu nama Sinta kebetulan dulu dia pernah tidak sengaja membacanya.
ting tong
Bel apartemen berbunyi mengurungkan niat Sinta untuk membuka pintu kamarnya, dia barusaja pulang.
"Ia sebentar."
Dibukanya pintu itu betapa terkagetnya Sinta mendapati Bram yang berkunjung.
"Bram?"
"Aku tadi kebutik tapi ternyata sudah tutup."
"Baru saja aku sampai juga, masuk Bram!"
Mempersilakan tamunya itu untuk duduk disofa ruang tamu, Sinta berlalu kedapur membuatkan secangkir kopi. Setelah memberikannya kepada Bram Sinta mencari James yang ternyata sedang dimandikan oleh Siti.
"Habis mandi sama Bunda ya!"
Sinta berdiri diambang pintu kamar mandi melihat putra semata wayangnya itu sesekali mengedipkan mata beningnya.
----
James sudah rapi dengan stelan baju hangat Sinta menggendong James menuju ruang tamu menemui Bram yang tengah asyik dengan ponselnya.
" Maaf ya Bram harus mengurus James dulu soalnya."
"Anak kamu mirip banget sama Kelvin persis kaya dia waktu muda," ditelusuri seluruh wajah James benar-benar seperti sahabat lamanya.
"Dia kan anaknya," timpal Sinta dengan malas mendengar nama pria itu lagi.
"Di minum dong kopinya, ngomong-ngomong kamu ngapain kesini. Apa ada sesuatu?"
"Aku mau mengajak kamu dan James makan malam."
"Dalam rangka?"
"Ya tidak ada apa-apa, hanya ingin sesekali makan bersama kalian berdua."
"Hanya kamu sama Natasya, tidak ada yang lain?" mata Sinta sedikit memicing curiga dengan niat baik Bram.
"Tidak usah khawatir aku tidak akan mengajak Kelvin kok," Bram tertawa renyah sesekali memandang James yang berkedip imut kepada Sinta.
"Kamu sendiri, orang tua kamu kemana?"
"Mama aku ada di Bandung kalau papa memang sudah tidak ada sedari aku kecil sama ada pengurus James dibelakang."
"kamu hebat ya bisa bangkit lagi setelah pisah."
"Setiap perempuan memang semestinya begitu menurut aku Bram, contohnya saja mama aku. Beliau bisa menghidupi aku sampai aku menikah, dia luar biasa."
Mamanya itu memang sosok panutan yang paling hebat dimata Sinta, tidak ada alasan selain mencontoh ketegaran sang mama, meskipun kasus mereka berbeda tetapi mereka sama-sama menjadi single parent di usia yang sangat muda.
"Kalau kamu sendiri kapan rencana menikah dengan Natasya?"
"Aku belum kepikiran sampai sejauh itu."
"Jangan bercanda Bram, kalian sudah bertunangan harusnya kamu sudah ada dong planing buat kedepannya!"
"Mama yang terus memojokkan aku untuk cepat-cepat mengadakan acara pertunangan, Kalau aku sendiri si enjoy."
"Tidak heran si Bram, tanggung jawab laki-laki itu besar sekali setelah menikah."
James menangis disela-sela perbincangan hangat sang bunda dan temannya, Sinta berdiri menimang-nimang James yang terlihat sangat mengantuk.
"Dia rewel, aku mau menidurkan James dulu Bram."
"Sekalian aku mau pulang, nanti jangan lupa datang ya!" James tidak berhenti menangis bahkan ketika Bram mengelus kepalanya. Sinta menutup pintu apartemen lalu kembali menidurkan putranya.
***
Sinta tampil dengan dress selutut, kaki jenjangnya ia kenakan flatshoes seharian mengenakan sepatu tinggi membuatnya pegal ia memilih lebih santai hanya untuk makan malam, sementara James ia kenakan pakaian hangat khusus anak bayi di kaki kecilnya terpasang kaus kaki sewarna langit dan jangan lupakan topi bundar yang menghiasi kepala polosnya .
"Ya ampun James kamu menggemaskan sekali si," Natasya benar-benar memuja si mungil itu dia mencubit pelan pipi halus James, Sedangkan Bram sedari tadi memandang wajah ayu Sinta, sifat keibuan terpancar dengan pandai, sesaat dia kagum dengan mantan istri sahabat lamanya.
"Duduk Sin!" Natasya dan Bram yang sudah datang lebih dulu mempersilakan Sinta untuk bergabung menikmati makan malam dengan candaan dan juga tatapan polos dari James.
"Aku jadi penasaran sama mantan suami kamu," Bram menoleh kearah Sinta sedangkan sang empunya tak menjawab apapun, diulang lagi pertanyaan Natasya yang kali ini membuat Sinta bersuara.
"Dia biasa seperti pria lainnya," Sinta tidak tahu harus menjawab apa sudah cukup baginya menceritakan lagi masalalu yang pahit, dia mengubur dalam-dalam luka itu meski tanpa permisi terkadang ucapan orang lain juga pikirannya sendirilah yang membuat luka itu kembali menganga. Bram mengisyaratkan Natasya untuk diam dan tidak menanyakan hal yang sensitif kepada Sinta. Laki-laki itu tau apa yang sedang Sinta pendam.
"Aku permisi ke toilet," Natasya berlalu meninggalkan Sinta yang tengah menyusui James dengan botol susunya, sedangkan Bram dia tak henti-hentinya menatap kearah dua sejoli itu. Pemandangan yang manis begitu katanya dalam hati. Natasya memang perempuan yang sedikit tomboy dari penampilannya saja sudah terlihat bahwa perempuan itu tidak menyukai sesuatu yang berbau feminim, Natasya selalu tampil dengan kaos polos atau kemeja hitam dan juga celana jeans. Bram tidak pernah melihat sisi manis dari tunangannya itu ia bahkan tidak pernah memfikirkan Natasya kemana dan bagaimana tak pernah sekalipun ia perdulikan, menjalin hubungan selama lima tahun membuat keduanya saling memahami kesibukan masing-masing.
"Kamu kenapa Bram apa ada yang aneh sama aku dan James?"
"Tidak ada, kalian manis."
Sinta terbengong dengan penuturan Bram namun pikiran negatif segera ia tepis, mungkin Bram tidak pernah melihat seorang ibu muda yang dengan telaten menyusui anaknya.
"Bram kita pulang sekarang yuk!"
"Bareng saja sama sinta, dia belum selesai menyusui James."
"Sudah selesai kok, ayo pulang!"
Sinta membenahi tasnya ikut berdiri dihadapan pasangan itu, ketiga manusia dewasa dan satu bayi itu meninggalkan restoran dan saling menghilang dalam mobil masing-masing mereka berpisah dipersimpangan jalan.
***
Weekend dan itu artinya Sinta bisa bersantai dengan putranya, hari ini dia ingin berbelanja keperluan bulanan namun Sinta tidak mengajak Siti dia memberi waktu senggang untuk pengasuh anaknya beristirahat, mengurus bayi seorang diri pasti membuat Siti kelelahan.
Dirasa semua kebutuhannya sudah terpenuhi Sinta menuju kasir untuk membayar tagihannya, James yang ada digendongannya sedari tadi hanya terlelap sama sekali tak terusik dengan ramainya pengunjung supermarket, setelah berhasil membayar dia dengan susah payah membawa belanjaannya kedalam mobil, ketika hendak membuka pintu pengemudi seseorang menarik dengan halus lengannya dan pandangan mereka beradu. Dia adalah kelvin, Sinta memberontak dan berusaha lari namun Kelvin tetap menarik lengan Sinta menuju kafe minimalis, keduanya terduduk dengan pikiran masing-masing.
"Aku sudah bilang sama kamu jangan pernah kamu temui aku lagi," kali ini sang wanita bersuara lebih dulu.
"Aku hanya mau ketemu James."
"Heh pembual!"
"Terserah, tetapi memang seperti itu kenyataannya," Sinta diam tidak menanggapi.
"Aku mau menggendongnya!"
"Lupakan semua keinginanmu itu kamu tidak akan pernah bisa lagi menyentuhnya kalau untuk sekedar melihatnya masih bisa ku perhitungkan."
"Kamu lupa Sinta?"
"Karena kamu Ayahnya?"
Tak lain dan tak bukan itulah alasan yang selalu membuat Sinta ingin menyerahkan James kepada Kelvin namun kali ini dia tidak lagi memberi kesempatan pria itu untuk sekedar menyentuhnya sekalipun.
"Aku yang mengandung dan berusaha membesarkannya sendirian sementara kamu apa!?"
Kelvin terdiam memandangi lantai kafe.
"kamu kemana saat aku kesakitan melahirkan anak kita, bersenang-senang dengan wanita lain eh?" Sinta menangis semuanya ia tumpahkan sekarang.
"Bahkan satu kata maaf pun tidak pernah terucap dibibirmu sekalipun aku tidak bisa memaafkan tapi setidaknya kamu berusaha mengucapkannya untuk James."
Sinta yakin pria dihadapannya tak mencerna dengan baik setiap sindirannya.
"kamu sekarang sudah bahagia, kan dengan wanita itu. Ku dengar kalian akan segera menikah?"
"Aku akan mengundang kalian ketika harinya telah tiba," Kelvin memandang sayu putra kecilnya.
"Tidak usah repot-repot mengundang karena kita berdua tidak akan pernah datang!"
Sakit sungguh pria itu mengundangnya untuk hadir diacara pernikahannya dengan wanita lain, sudah cukup Sinta berusaha untuk tak lagi berurusan dengan mantan suaminya itu tapi setiap Sinta tak sedang berharap ingin bertemu pria itu selalu mendapatinya disuatu tempat.
"Baiklah kalau aku tak boleh menyentuhnya aku akan pergi."
Dua tetes air mata jatuh seiringan dengan langkah kelvin yang menjauh, Sinta benar-benar kalut dia memegang jari mungil sang buah hati mencoba menyalurkan kesedihannya.
Setelah kegagalan rumah tangga yang dialami Sinta tak membuatnya seolah trauma akan percintaan, Sinta berusaha membenahi hidupnya mencari seseorang yang baru untuk dia jadikan sebagai sandaran. Dia bukan wanita yang akan pasrah akan takdir tanpa sebuah usaha selagi masih muda dia yakin masih ada seorang pria yang bisa menerimanya dan juga James. Hari ini Sinta dan putranya pergi ke Bandung menjenguk sang mama, dia merindukan sosok wanita parubaya itu.
Dentingan ponsel membuat Sinta menepikan mobilnya dipinggir jalan ia menjawab telfon dari seseorang yang sudah gemas menunggu kedatangannya.
"Iya hallo Ma."
"Kamu kok belum sampai Sin?"
"Iya ini sebentar lagi sampai Ma."
"Ya sudah hati-hati ya, Mama tunggu dirumah!"
"Iya Ma."
Setelah selesai acara telfonnya Sinta kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, James bersama Siti dikursi belakang seperti tengah menyusu dan terlelap. Sinta sudah rindu akan kampung halamannya semenjak lulus SMA dia melanjutkan kuliahnya dikota Yogyakarta dan mendapat suami juga dikota istimewa itu membuatnya terlalu betah disana. Meski begitu kota kelahirannya tak kalah membuatnya rindu dia meninggalkan teman-teman semasa kecilnya dulu teman yang masih sama polosnya dengan Sinta semasa kecil, sepertinya dia akan menemui beberapa teman lamanya selama dia di Bandung.
Sekitar tiga puluh menit berlalu Sinta sampai didepan pekarangan rumah mamanya, dia memarkirkan mobilnya disana menggendong James yang masih asyik bergelung didunia mimpi siti membawakan barang bawaannya dan menyusul langkah kecil sang majikan.
"Maa, Sinta sampai."
Dilihatnya keseluruh ruang tamu namun tidak ada siapa-siapa, Sinta menyuruh Siti untuk membawa barang-barangnya masuk kedalam kamar dia melangkahkan kaki mulusnya menuju dapur benar saja sang mama sedang asyik berkutik dengan acara memasak.
"Anak sama cucunya datang tapi tidak disambut."
"Ya ampun, Sayang. Mama sampai tidak mendengar," Sinta menyerahkan James kepada sang mama bertukar posisi dirinya yang menggantikan memasak.
"Kok, masak banyak sekali Ma?"
"Soalnya nanti malam akan ada tamu."
"Siapa?"
"Ah nanti kamu juga tau sendiri."
Sinta tampak acuh mencoba fokus kedalam wajan penggorengan meneliti takut-takut akan gosong nanti.
***
Malam telah tiba Sinta dan juga Mamanya sudah rapi dan siap menyambut kedatangan tamu istimewa, James bersama Siti didalam kamar.
"Dia sudah datang Sin," wanita parubaya itu tampak berbinar seolah tamunya itu adalah permata yang bertahun-tahun dia tunggu, Sinta berdiri disamping sang mama menyambut pria yang tak bisa dibilang masih Muda itu datang dengan sopan ke rumahnya ketiganya lalu duduk disofa ruang tamu.
"Ayo kalian saling kenalan!"
"Aku Firman."
"Sinta."
Sinta tak merasakan apapun namun berbeda dengan Sang lawan ketika tangan mereka saling terpaut, Firman merasa wanita dihadapannya adalah seorang yang tepat wanita yang anggun dan mempesona,
setelah tangan mereka terlepas sang mama pamit undur kedapur sekedar membuatkan minuman sedangkan Sinta merasa risih dengan tatapan menyelidik sang pria, seperti ingin tau lebih dalam.
"Ehem," Sinta berdehem membuat Firman tersadar dan memalingkan wajahnya, Malu.
"Minum dulu Nak Firman, Tante mau bicara sebentar sama Sinta."
"Iya Tante, terimakasih."
"Sama-sama Nak Firman."
Diseretnya sang putri masuk kedalam berdiri dibalik pintu agar keduanya masih bisa memandang Firman.
"Bagaimana dia ganteng,kan Sayang?" Sinta seolah mengerti maksut sang mama.
"Biasa saja, ingat ya Ma urungkan niat aneh Mama itu jika ingin menjodohkan aku dengannya!" Sinta hendak berlalu menuju kamar namun sang mama mencekalnya dan kembali menarik Sinta menemui Firman, dia pamit untuk sekedar mengintip keduanya berinteraksi. Sinta yang menyadari kelakuan sang mama meminta Firman untuk mengikutinya kehalaman depan, dia ingin berbicara tentang niat baik laki-laki itu.
keduanya kini berdiri didepan gerbang pintu masuk, Sinta menatap kearah langit malam bintang yang bertaburan itu menambah suasana kian romantis, Firman mencoba membuka pembicaraan.
"Bagaimana dengan butik kamu?"
"Darimana kamu bisa tahu?" bukannya menjawab Sinta malah mengajukan balik pertanyaan.
"Mama kamu yang cerita."
Sudah sinta duga mamanya pasti sudah banyak menceritakan kehidupannya kepada laki-laki dihadapannya itu.
"Ya lumayan semua butuh proses."
"Memang seperti itu."
"Jadi katakan saja apa niat kamu datang kemari!" Sinta memicing tidak suka bukan karena laki-laki ini jelek, bahkan kalau boleh dinilai Firman jauh lebih sempurna secara fisik ketimbang mantan suaminya namun Sinta belum berani yakin dengan sifat Firman, dia akan lebih berhati-hati lagi dengan seorang pria.
"Kudengar sekarang kamu sedang mencari seorang suami?"
"Juga seorang ayah untuk anak aku!" entah mengapa Sinta seperti ingin bersikap judes kepadanya, Firman tidak terkejut bahwa Sinta adalah seorang janda dia sudah tahu betul dari mama wanita dihadapannya. Dia menerima dan berani menanggung semua kehidupan Sinta. Ia sudah jatuh kedalam pesona janda itu bahkan ketika hanya berawal dari memandang fotonya saja.
"Aku menyanggupinya!" Firman mengatakannya dengan lantang dan mantap seketika itu sedikit membuat Sinta terkejut namun dia masih belum yakin dengan laki-laki bujangan itu, seperti sebuah pernikahan sangat mudah saja begitu tanggapannya dalam hati.
"Tidak semudah itu buktikan saja kalau kamu bisa mengambil hati James, anak aku!"
"Dengan senang hati," Firman tersenyum dengan ramah mendapat lampu hijau dari wanita pujaannya itu, Sungguh kesempatan yang tak akan pernah Firman sia-siakan.
keduanya kini tengah masuk kembali kedalam rumah Kali ini Firman berpamitan karena malam sudah menunjuk pada pukul sepuluh, sedangkan sang mama tampak penasaran dengan apa yang mereka bicarakan diluar.
"Kalian ngobrolin apa?"
"Tidak ada permbicaraan yang serius hanya pengenalan biasa."
Jawaban itu spontan membuat Sang mama tertawa bahagia itu artinya niat mencomblangkan putrinya dengan kenalan lamanya berhasil, Firman adalah atasannya disebuah perusahaan dulu semasa ia masih bekerja. Usia Firman dan Sinta memang terpaut cukup jauh sekitar sebelas tahun mungkin namun itu tak menjadikan Masalah bagi sang mama.
***
Tidak lama Sinta berada di Bandung hanya dua hari dan dia sudah kembali lagi ke Yogyakarta melupakan niatnya untuk menemui teman-teman lamanya, dia merasa tak bisa berlama-lama menutup butiknya sekarang satu-satunya penghasilan ada dibutik itu. Setengah dua belas siang dan dia merasa butuh sesuatu yang pedas untuk mengisi perutnya, Keluar dari butik dan melajukan mobilnya mengunjungi warung soto sapi langganannya.
Setibanya disana dia mendapati natasya seperti sedang terburu-buru.
"Sya, kamu udah selesai?"
"Sebenarnya aku belum selesai tetapi aku menerima telfon kalau Bram lagi kurang sehat, aku harus pergi sekarang duluan ya."
Sinta hanya terpaku dan melanjutkan
acaranya untuk makan siang setelah tiga puluh menit berlalu dia kembali lagi kebutik, teringat akan ucapan natasya selepas tutup nanti dia akan berkunjung kerumah Bram.
Tidak tega membiarkan putra kecilnya yang terlihat sangat merindukannya akhirnya Sinta membawa James untuk ikut berkunjung kerumah Bram, melajukan mobilnya dengan kecepatan rendah sambil sesekali melihat kearah James yang juga memandang kearahnya sungguh mata yang sangat Sinta kagumi.
"Kenapa Sayang, kamu seneng ya Bunda ajak jalan-jalan?"
Sinta memperhatikan ekspresi James yang tampak berusaha mengimbangi percakapannya namun yang tercipta hanya kekehan kecil milik sang bayi ,Sinta tersenyum gemas lalu tangan lentiknya mencubit pelan pipi gembul sang putra.
Mobil red sport itu sampai juga didepan rumah Bram, ada banyak mobil terparkir disana sepertinya sudah banyak yang berkunjung. Sinta sedikit was-was takut sahabat bram alias mantan suaminya juga berada disana namun setelah tubuhnya berhasil sampai ditempat bram berada, tak ada satupun orang disana selain bram dia menyapa Bram yang tampak sudah membaik, karena penasaran Sinta juga menanyakan tentang banyaknya mobil yang ada didepan, tidak disangka pria itu ternyata pemilik dari tiga mobil yang terparkir berjejeran sedangkan satu mobil yang disebelah mobil sinta merupakan mobil dari kakak bram.
"Oh ya, Natasya kemana?"
"Kamu tidak tahu ya Sin kalau Natasya itu sibuk sekali."
"Tapi dia sendiri tadi yang bilang mau nemuin kamu."
"Iya tadi kesini baru juga sebentar dia datang tapi sudah harus pergi lagi."
Sinta sedikit memaklumi sahabat tomboynya itu, sebagai fotografer profesional natasya sudah harus patuh kapan dia ada jadwal, bram pasti sangat kesepian dia tinggal sendiri tanpa orang tua dirumah sebesar itu.
"Kalau aku boleh kasih saran ya Bram, sebaiknya kamu cepat-cepat menikahi Natasya biar dia berhenti kerja dan mengurus kamu dirumah."
"kalaupun aku mau menikah pasti tidak sama dia sin."
"kamu gila ya Bram maksut kamu?"
James rusuh mencoba menaiki ranjang Bram dan itu membuat Bram mendudukkan dirinya agar memangku James, Sinta tidak keberatan dan memberikannya dipangkuan Bram.
"Dia sendiri yang bilang sama aku kalau dia masih santai kalaupun dia mau menikah dia tidak akan berhenti bekerja untuk fokus mengurus aku."
"Terus kamu mau menikah dengan siapa kalau bukan tunangan kamu sendiri Bram mencari istri itu susah lo!"
"Kalau ada kamu ngapain aku bingung?"
Sinta terpaku dan melihat pemandangan didepannya, James tampak diam dan menurut kepada Bram, seperti ayahnya namun Sinta sadar apa yang dikatakan Bram tidak benar dia adalah tunangan dari sahabatnya.
"Sepertinya aku perlu mengadu rayuan kamu kepada Natasya biar dia tahu kelakuan kamu yang sudah genit sama janda!" Sinta cengengesan disetiap perkataannya namun Bram tampak sedang tidak bercanda untuk kali ini.
"Aku serius Sin rasanya aku ingin menjadi ayah untuk James dan suami yang setia serta bertanggung jawab untuk kamu," ini salah dan Sinta masih waras untuk tidak merebut kebahagiaan wanita lain, dia sedikit kaku menarik kembali james kedalam gendongannya tidak menggubris lamaran singkat si Bram, Sinta berpamitan pulang dengan pikiran yang kacau meski ia akui bahwa Bram adalah laki-laki yang baik namun dari caranya saja salah dia melamar Sinta sementara dirinya masih berstatus sebagai tunangan Natasya.
***
Sudah dua minggu sejak kejadian lamaran tiba-tiba Bram kepada Sinta laki-laki itu selalu menemuinya entah dibutik maupun berkunjung ke apartemennya ketika weekend, meski Sinta selalu menghindar dan banyak diam namun itu tidak menggentarkan Bram untuk menjauh dan menyadari bahwa apa yang dia lakukan sekarang adalah sesuatu yang salah. Sinta berusaha menghubungi Natasya untuk membicarakan beberapa hal kepada wanita muda penuh semangat itu namun akhir-akhir ini natasya susah dihubungi.
"Ayolah angkat, Syaa!"
"Hallo Sinta ada apa?" setelah lima kali sambungan akhirnya Natasya menjawab.
"Kamu sibuk tidak kalau aku ingin bertemu sebentar?"
"Mau membicarakan apa sepertinya penting sekali?"
"Ya lumayan penting, bagaimana bisa tidak?"
"Oke nanti sore ya aku datang kebutik kamu saja."
"Aku tunggu Sya."
tut
Sambungan terputus dan Sinta sedikit merasa lega karena apa yang selama ini dia takutkan akan segera berakhir, setelah melayani dua tamunya akhirnya jam sudah pada angka lima sore itu artinya butik sudah waktunya tutup, namun Natasya belum juga datang. Dia melangkahkan kakinya keluar butik dan menunggunya didepan kafe yang biasa dia singgahi, barusaja dia duduk dari arah berlawanan Natasya datang dengan motor scoopynya lalu memarkirkannya didepan butik. Sinta melambaikan tangannya memberi tahu Natasya bahwa dia menunggu didepan kafe, lalu Keduanya tampak bersenda gurau sembari menyesap secangkir kopi cappuccino.
"Jadi ada hal penting apa yang ingin dibicarakan Mamah muda ini?" Natasya menyelutuk dan mencubit lengan Sinta.
"Ini sebenarnya sedikit sensitif Sya, semoga kamu tidak keberatan ya."
"Boleh, santai aja Sin."
"Kemarin waktu Bram sakit aku berkunjung kerumahnya tapi ternyata kamu sudah pulang."
"Ooh itu, soalnya aku sangat sibuk sekarang."
"Aku jadi kasian sama Bram dia kelihatan seperti kesepian, kenapa kalian tidak segera menikah saja Sya?"
uhuk huk
Natasya tersedak kopinya yang kebetulan tengah ia nikmati sedangkan Sinta tertawa renyah sambil menepuk-nepuk pundak Natasya.
"Jujur Sin aku sama sekali tidak punya keinginan itu saat ini kamu tahu tidak mamanya dia itu cerewet sekali, kalau sama dia aku pasti udah disuruh belajar masak harus pakai dress sepatu tinggi bahkan waktu tunangan aku sama bram dia menyuruh aku memakai kebaya yang ribetnya aku sama sekali tidak suka."
"Tapi berawal dari kebaya itu kita jadi kenal kan sekarang."
"Ada benernya juga sih kamu."
Sinta dan Natasya sangat menikmati obrolan yang terhiasi langit jingga dikota Yogyakarta sore itu seolah keduanya tak pernah mempunyai beban kehidupan yang pelik, Sinta menyadari bahwa bram tidak berbohong akan tanggapan natasya tentang menikah.
***
Sudah menjadi kebiasaan ketika weekend Bram akan mendatangi apartemennya, Sinta acuh dan tak menemui Bram sama sekali dia kini tengah sibuk didapur membuat sarapan untuk dirinya dan siti. Mungkin juga untuk bram interaksi keduanya yang semakin dekat membuat benih-benih cinta tumbuh diantara manusia berbeda gender itu, Sinta mencoba menepis rasa hangat itu namun setiap kali dia melihat bagaimana Bram mengasihi James membuat sedikit peluang dihatinya untuk Bram. Jika Bram yang dulu hanya sekedar mengagumi sosok Sinta kini dia benar-benar sudah jatuh dalam sosok janda muda itu, tak peduli lagi dengan hubungannya bersama natasya yang ia inginkan hanyalah Sinta.
Bukan tanpa sebab perlakuan dingin yang selalu Sinta berikan kepada Bram dia amat berharap bahwa pria yang tengah mencoba mendekatinya itu tidak benar tulus dan tidak benar menerima dia apa adanya, mengharap Natasya dan Bram segera menyeriusi hubungan mereka sehingga Sinta tidak akan pernah menimbulkan rasa yang lebih besar kepada bram.
"Bisa bicara sebentar Bram?" Sinta melirik sekilas kepada pria yang tengah meminum air putih selepas sarapan, dia menggangguk dan tetap berada diruang makan.
"Tidak bisakah kamu bersikap seperti dulu perbuatanmu itu hanya membuat luka dihati seseorang."
"Maksudmu Natasya?"
"Menurutmu siapa lagi?" Sinta bahkan mengamati keadaan mereka sekarang yang tampak seperti pasangan suami istri yang harmonis memakan sarapan bersama dan setelah itu bermain bersama anak mereka, Sinta menggeleng tak mungkin pikiran naifnya itu akan terjadi.
"Akan aku bicarakan nanti bersamanya dan aku harap dia mau memutuskan pertunangan ini," kepala Bram menengadah menerawang kelangit-langit apartemen Sinta seperti tidak percaya dengan apa yang diucapkan Bram, dia berdiri dan membereskan piring kotor sisa sarapan mereka Bram tak pernah bosan mengamati langkah anggun Sinta juga tangan lentik yang mahir mencuci juga mengelap piring serta meja makan diruangan itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!