Di sebuah club malam terbesar di kota J, seorang gadis berumur 24 tahun bernama Keana Winata sedang asyik mengelap gelas yang sudah dicuci oleh temannya Sarah. Mereka hanya selisih umur 1 tahun, lebih tua Sarah. Jadi bisa dikatakan mereka masih sebaya, itu juga yang membuat mereka dekat.
"Hey, Sar! Nih gelas masih ada nodanya. Kamu ga liat ceplakan bibir merah perempuan-perempuan itu masih nempel!", Keana menyodorkan gelas itu pada temannya, bahunya bergidik jijik.
"Aduh nona bos teliti banget ya kerjanya! Maaf ya nona bos, jangan dipotong gaji saya ya", gurau Sarah tersenyum manja.
"Hush, nanti ada yang denger!", balas Keana sambil menempelkan telunjuk pada bibirnya yang sudah mengerucut.
Ya memang benar, Keana adalah putri dari pemilik club malam tersebut. Ayahnya lumayan berada, dia memiliki sektor bisnis lainnya namun tak cukup besar seperti club malamnya ini. Keana merasa bosan harus selalu menjadi tuan putri dimana pun dia berada, ayahnya sangat menjaga dan menyayanginya. Dia tak rela putrinya terluka sedikit pun. Karena cukup baginya kehilangan istri, dia tak ingin kehilangan putrinya juga. Maka ayah Keana, Tuan Danu selalu memanjakan putrinya.
Tapi justru itu jadi membosankan bagi Keana. Tak dapat bergerak bebas, dan tak bisa menjadi dirinya sendiri. Bahkan impiannya untuk menjadi seorang desainer perhiasan pun tak mampu ia wujudkan. Ayahnya terlalu banyak melarang. Maka dengan segala jurus andalan, ia meminta izin pada ayahnya untuk dapat bekerja part time di club ayahnya tersebut dan dia akan kerja part time di sebuah minimarket pada hari selasa dan jumat.
Baginya menjalani kehidupan seperti orang biasa adalah kebahagiaan untuknya sendiri. Ada rasa hangat dalam hatinya ketika bisa bergaul seperti orang kebanyakan. Karena sebenarnya dia hanya memiliki sedikit teman, bahkan sepupu perempuannya pun tak pernah menghiraukannya. Namanya Krystal, kini dia adalah seorang aktris terkenal. Baginya, kehadiran Keana adalah sebuah ancaman. Karena bagaimana pun juga, Keana selalu lebih dalam segi apapun darinya. Krystal selalu merasa iri pada Keana.
Mendapatkan izin dari ayahnya bukan berarti dia dapat bergerak dengan leluasa. Tentu saja ayahnya selalu menjaganya dengan mengerahkan beberpa bodyguard tanpa sepengetahuan Keana untuk menghindari kalau-kalau terjadi sesuatu pada putrinya.
Namun bukan Keana namanya jika dia tak mengetahui kalau ia sedang dibuntuti. Dia tau ayahnya mengirimkan pria-pria tersembunyi untuk menjaganya yang selalu berkamuflase dengan pakaian biasa tidak dengan setelan jas hitam-hitam yang gampang menarik perhatian. Jadi bila tak cukup pintar, sebenarnya tak akan ada yang mengetahui keberadaan mereka. Hingga akhirnya sekali waktu Keana pernah di palak oleh seorang preman di sebua halte bus. Dengan sigap 3 orang pria berjalan mendekati dan menghajar preman tersebut. Keana melihat kejadian itu hanya berlalu dan tak menghiraukan mereka. Baginya tak masalah dia dibuntuti, asal tak berdampak yg berlebihan padanya.
"Nona bos!", panggil Sarah yang langsung mendapatkan pukulan kecil di bahunya, "ooppss, Ana. Hehe!". Ana, begitu dia biasa dipanggil.
"Sekali lagi kamu panggil aku kaya gitu lagi, aku pecat kamu dari sini!", ancam Ana, matanya sudah membulat bahkan hampir keluar.
"Iya, iya ampun bos! Ooppss!", sadar tak menjaga mulutnya dengan baik, Sarah langsung menutup mulutnya rapat-rapat dengan kedua tangannya.
"Lagian kenapa sih, kamu tidak mau orang tau siapa kamu sebenernya?! Udah lagi pake dandanan cupu begini. Orang yang matanya katarak pun sekali liatin kamu dengan seksama pasti tau kalo kamu tuh aslinya cantik pake banget. Ga perlu kamu tutupin segala pake kacamat tebel yang jelek ini dan tahi lalat palsu di pipimu itu, Ana! ", jelasnya panjang lebar.
Keana memang sosok yang sempurna bagi kaum wanita. Kulitnya yang putih, parasnya yang cantik ditambah bentuk tubuh yang proporional membuatnya selalu jadi incaran kaun adam.
"Kamu kan tau Sarah. Kalo yang lain tau siapa aku sebenarnya, jadi ga seru dong. Mereka bakalan pasang topeng mereka terus di depan aku. Aku ga suka, aku mau biasa bergaul dengan yang lainnya. Aku juga jadi tau plus minus dari mereka. Soal dandanan, ya ini demi melindungi diri aku. Biar laki-laki ga pada suka sama aku. Kasian temen aku jomblo terus, haha!", Ana mengkahirinya dengan tertawa.
" Sialan kamu, An!", seru Sarah sambil mencipratkan busa-busa hasil dari mencuci gelas pada Ana." Tapi An, selain aku sama ayah kamu siapa lagi yang tau identitas kamu yang sebenarnya?".
"Bapak manajer doang, Sar. Cuma dia yang dipercaya sama ayah. Kalo kebanyakan yang tau, nanti bakalan ada aja yang nyari keuntungan ke ayah lewat aku ini. Terlalu bahaya buat aku, apalagi kita kerja di club malam begini. Semua kalangan, dari dunia atas maupun dunia bawah datang ke tempat ini". Si Sarah hanya manggut-manggut.
"Makanya, awas ya kalo kamu sampe nusuk aku dari belakang atau bongkar identitas aku", tambahnya lagi sambil menodongkan garpu yang sedang dilapnya pada Sarah.
Di sisi lain club, di sebuah ruang VIP berkumpul beberapa pengusaha kenamaan di kota ini. Mereka saling berbincang dengan didampingi wanita-wanita cantik nan seksi yang siap menghibur mereka. Suasana menjadi riuh ramai, terdengar beberapa pria saling bicara. Dan beberapa lainnya saling menggoda wanita.
Hingga datanglah 3 orang pria tampan. Pria pertama berdiri di depan dengan rambut ikalnya dan posturnya yang tinggi menjadi tameng untuk 2 pria di belakangnya. Pria pertama nampak membukakan pintu dan membungkuk hormat pada 2 pria selanjutnya. Mereka berdua adalah kakak beradik. Di sebelah kanan adalah adiknya, pria tampan nan elegan dengan senyuman yang dapat membuat para wanita dengan mudah jatuh dalam pelukannya. Dan yang sebelah kiri adalah kakaknya, seseorang tinggi jenjang dan menampakkan aura dingin dari dirinya yang membuat dia terlihat begitu kharismatik. Tatapannya tajam namun tanpa ekspresi, membuat lawan bicaranya tak bisa membaca jalan pikirannya.
Setibanya mereka, suasana menjadi agak kaku. Para tamu mulai berdiri memberi hormat pada mereka. Si adik tak menghiraukan, dan hanya menatap genit pada setiap wanita yang di lewatinya. Sedangkan si kakak jalannya lurus ke depan, hanya sesekali mengangguk menerima salam dari yang lainnya. Mereka bertiga sudah disiapkan tempat khusus di sudut ruangan dengan sofa yang elegan dan beberapa wanita sudah menunggu di sana.
Si adik langsung berbinar matanya. Namun si kakak menatap wanita-wanita itu tajam. Si rambut ikal mengerti dan menyuruh mereka itu pergi.
"Hey kak! Kalau kau tidak mau, mereka buatku saja. Jangan kau usir mereka", ucap si adik sambil menarik wanita-wanita itu dan memeluk bahu mereka di sisi kanan dan kirinya.
Tapi ada satu wanita dengan berani bergelayut di tangan si kakak. "Beraninya kau! Pergi sekarang juga!", bentak rambut ikal seraya menarik wanita itu dari tangan tuannya. Si kakak hanya menatap wanita itu tajam. Suasana pun mencekam, karena si kakak tak terbiasa sembarangan disentuh oleh orang lain. Apalagi oleh wanita seperti itu, tatapannya tajam seakan menohok mata si wanita.
"Maaf tuan, saya tidak sengaja. Saya hanya ingin menemani tuan", ucap si wanita terisak. Karena kini dirinya sudah ditarik paksa oleh si rambut ikal.
"Usir dia!", perintah si kakak sambil duduk di sofa dengan elegannya. Si adik melihat kelakuannya hanya geleng-geleng kepala.
"Maaf tuan, atas ketidaknyamanan ini", ucap salah satu pria di sana sambil takut-takut. Si kakak memejamkan mata sambil melambaikan tangan, tanda tak masalah. Tapi tetap saja suasana di ruangan menjadi kaku setelah ada kejadian itu. Semuanya menjadi salah tingkah, takut membuat kesalahan pada tuan besar yang baru saja datang itu. Si adik menggeleng lagi selalu tak habis pikir akan sikap kakaknya kalau sudah menyangkut soal wanita.
"Makanya, awas ya kalo kamu nusuk aku dari belakang atau bongkar identitas aku", tambahnya lagi sambil menodongkan garpu yang sedang dilapnya pada Sarah.
"Nih, aku tusuk kamu dari depan!", jadilah mereka main perang-perangan dengan garpu yang mereka pegang.
"Tenang saja, Ana. Kamu bisa percaya kok sama aku. Aku tau aku bukan orang kaya, tapi juga bukan berarti aku miskin hati yang ga tau balas budi. Ana kamu itu orang baik, selalu peduli sama orang lain. Aku ga bakalan lupa kebaikan kamu sama aku", ucap Sarah sambil berkaca-kaca matanya.
"Sudah-sudah. Kenapa jadi serius begini sih", Ana merasa tak perlu untuk membahas apa yang sudah dia lakukan terlepas untuk orang lain pun. Tapi berbeda dengan Sarah, dia akan selalu mengingat semua kebaikan Ana yang sudah membantu biaya rumah sakit ibunya, juga membantunya mendapatkan pekerjaan di sini. Terlebih lagi sifat Ana yang lowprofile membuat Sarah makin kagum padanya.
***
Hari selasa, pukul 8 malam. Jam dinding di loby sebuah gedung menunjukkan waktunya. Terdengar suara lift terbuka, sesosok pria dengan kaki jenjangnya keluar dari sana. Tubuhnya yg tinggi, tegap nan berisi beserta aura dingin yang menyelimuti dirinya memberikan kesan kharismatik yang tinggi. Dia adalah Ken, Keanu Wiratmadja. Seorang presdir muda yang kini berusia 30 tahun namun sudah menjadi orang nomor 1 di kota ini. Bisnisnya pun sudah berkembang sampai ke luar negeri. Glory Coorporation, bukan perusahaan peninggalan ayahnya yang tinggal dilanjutkan kejayaannya. Dia memulai semuanya dari nol saat peusahaan itu diambang kebangkrutan akibat ulah pamannya yang serakah.
Kini pamannya dihukum tak boleh kembali ke dalam negeri. Tak hanya sekedar menghukum, Ken masih memiliki hati nurani. Maka ia mengirim pamannya ke negara C untuk mengembangkan anak perusahaan di sana.
Ken adalah pengusaha muda yang bertangan dingin juga berdarah dingin. Dalam waktu 5 tahun, dia sudah bisa membangkitkan perusahaannya bahkan melebihi kejayaan sebelumnya. Tapi dia juga tak segan pada siapa saja yang tak memiliki loyalitas dan integritas pada perusahaannya. Pilihannya antara hidup dan mati.
Kembali ke loby, Ken berjalan menuju parkiran yang didampingi oleh asisten pribadinya Han. Pria berambut ikal yang tak kalah dingin dengan tuannya.
Han mengambil alih kemudi, sedangkan Keanu duduk di kursi penumpang. Nampak guratan-guratan penat di wajah mereka. Dan mobil pun berjalan keluar area perusahaan.
Dilonggarkannya dasi Ken. Kemudian disesapkannya sebatang rokok pada bibirnya yang tipis namun bervolume, begitu seksi bagi kaum hawa. Setelah kaca jendela mobil terbuka, di hembuskannya asap dari rokok itu. Sambil sesekali menatap keluar jalanan untuk menghilangkan penat akibat seharian bekerja.
Tak berapa lama mobil yang mereka tumpangi berhenti, tapi tujuan mereka masih jauh. "Maaf tuan, sepertinya bannya bocor", Han memberi laporan.
"Panggil montir untuk memperbaiki, aku akan tunggu di minimarket itu", ucap Ken seraya menunjuk minimarket di seberangnya.
"Maaf tapi tuan kan tidak terbiasa dengan tempat seperti itu", Han merasa tidak enak. Karena bagaimana pun juga Ken terbiasa dengan tempat-tempat mewah, kalangan atas. Yang tempatnya bersih tak bercela plus pelayanan layaknya hotel bintang lima.
"Lalu aku harus bagaimana! Hah, sudahlah!", Keanu beranjak sambil melambaikan satu tangannya tanda dia tak mempermasalahkannya. Dari sisi Ken, terlihat seorang gadis sedang mengelap kaca minimarket. Rambutnya panjang dikuncir 2 dengan kacamata besar dan tahi lalat di pipinya.
Ken berjalan menuju ke sana, dipesannya segelas kopi untuk sekedar mengusir penatnya. Ken memilih duduk di dekat gadis yang sedang mengelap kaca itu, dia adalah Ana.
Ana berusaha ramah dan menyapanya, "Selamat malam, Tuan. Apakah anda sendirian?". Ken mengedikkan bahunya dan menunjuk ke arah mobilnya di seberang yang sedang diperbaiki dengan arah matanya. Dan Ana hanya membulatkan mulutnya saja, tanda mengerti.
Suasana menjadi hening, hingga Keanu membuka suara. "Mengapa kau berpenampilan seperti itu?", tanyanya tajam.
Ana membulatkan matanya, "apakah kau mengenalku, tuan?". Ken menggeleng singkat, Ana menghembuskan nafas lega. "Lalu?", Ana masih bingung dengan pertanyaan lawan bicaranya ini.
"Kau itu tidak bisa menyembunyikan penampilan aslimu dibalik dandananmu yang terlalu di buat-buat ini", jelas Ken.
"Apakah terlalu kelihatan?".
Ken mengedikkan bahunya. "Menurutmu?", sambil menyeruput kopinya.
"Aah, kupikir ini sudah sempurna,, haha", Ana tersenyum kaku.
Hening sesaat, "kau tau tuan, dengan penampilanmu yg seperti ini pun sungguh terlihat kau bukan hanya orang kantoran biasa. Apakah kau seorang bos?", tanya Ana sedikit ragu.
Ken kembali mengedikkan bahunya. "Menurutmu?", dia kembali menyeruput kopinya.
"Tentu saja iya! Ooppss!", Ana menutup mulutnya merasa keceplosan.
Ken melirik tajam, "Dan kau, siapa dirimu? Apakah seorang nona besar?".
"Mana mungkin!", ucap Ana gugup sambil melambai-lambaikan tangannya dan tersenyum kaku.
"Masa kubilang iya", ucapnya dalam hati.
"Menjadi biasa itu enak tuan, ada rasa hangat saat bisa bergaul seperti layaknya manusia biasa", Ana menambahkan.
Ken melihat selembar kertas jatuh dari kantong celana Ana, dia pun memungutnya. Dilihatnya adalah sebuah gambar cincin yang sederhana namun elegan. "Ini punyamu?", tanyanya pada Ana.
"Wah iya, terima kasih tuan", Ana mengambil kertas itu dari Ken.
"Kau yang menggambarnya?".
"Ah iya, aku menyukai desain perhiasan. Dan kau tahu, tuan. Kuharap ini akan jadi cincin pernikahanku kelak", jelas Ana.
"Bisakah kau berikan itu padaku?", pinta Ken sopan.
"Tapi tuan?".
"Kau kan bisa membuatnya lagi", ucap Ken dan mengambil paksa gambar cincin itu. Dan memasukkannya ke dalam saku celananya.
"Cih, apa-apaan ini! Ini namanya pemaksaan", ucap Ana dalam hati.
Ponsel Ken bergetar, drret, drret, drret. Dan diapun menjawab, "Baiklah, aku ke sana". Dia bangun dari tempat duduknya. "Aku pergi!", ucap Ken berpamitan pada Ana. Dan melangkah pergi.
"Terima kasih, tuan. Selamat malam. Sampai berjumpa lagi!", ucap Ana sedikit berteriak sambil membungkukkan badannya dan tersenyum manis.
"ya, ya pergi sana. Selamat tinggal juga cincinku", gerutunya dalam hati.
Beberapa langkah di luar minimarket, Ken menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Ana yang masih sibuk dengan pekerjaannya.
"Sampai jumpa?! Cih! Akankah kita bertemu lagi. Optimis sekali kau! Tapi,, siapakah kau sebenarnya?!", ucap Ken dalam hati.
Dia terus melanjutkan langkahnya menuju Han yang sudah berdiri di samping mobilnya. Dan mereka pun melanjutkan perjalanannya. Deru mesin mobil meninggalkan tempat itu.
Di perjalanan, Ken mengeluarkan gambar cincin yang tadi diambilnya dari Ana. Dilihatnya gambar itu lama.
"Bahkan dia bisa menggambar cincin indah seperti ini. Siapa kau sebenarnya?", ucap Ken dalam hati.
Dimasukkan lagi gambar itu, dan pandangannya terarah keluar jendela mobil menerawang sesuatu dalam pikirannya.
"Bahkan dia bisa menggambar cincin indah seperti ini. Siapa kau sebenarnya?", ucap Ken dalam hati.
***
Suatu malam,,
Di depan loby club malam Tuan Danu, sebuah mobil mewah berhenti. Seseorang keluar dari kursi depan dengan rambut ikalnya, setengah berlari untuk membuka pintu dari kursi penumpang. Pria tinggi nan tampan keluar dengan kaki jenjangnya, dia adalah Ken.
"Kemana Sam?", tanyanya singkat pada Han.
"Tuan Sam sedang ke luar kota untuk menangani beberapa proyek di sana", jelas Han disambung dengan decakkan dari Ken.
"Astaga, Tuan kesal. Semoga tidak terjadi masalah nanti. Habislah aku! Terakhir ke tempat ini saja ada masalah, untung ada Tuan Sam. Bagaimana nanti sajalah. Mengapa mereka harus melakukan pertemuan di tempat ini sih, tahukah mereka Tuan sangat tidak suka dengan tempat yang banyak wanitanya seperti tempat ini", ucap Han dalam hati.
Mereka memasuki sebuah ruang VIP, di sana sudah berkumpul beberapa pengusaha. Mereka membicarakan sebuah proyek di Kota S. Ken harus hadir, karena dia adalah investor terbesarnya. Ken tidak menyukai berada di tempat yang banyak orang tidak yang ia kenali. Biasanya jika ada pertemuan-pertemuan di tempat seperti ini, Sam yang akan hadir menggantikannya. Maka dari itu orang-orang lebih banyak mengenal Sam sebagai perwakilan dari Glory Coorporation ketimbang Ken yang jarang menampakkan dirinya.
Tapi bukan berarti tak ada yang mengenal Ken. Karena dia termasuk dalam deretan pria paling diminati oleh wanita, bahkan berada di posisi pertama selama 3 tahun belakangan. Namun tak ada yang tahu pasti bagaimana sifat dan perangainya, dikarenakan dirinya yang jarang tampil di muka publik. Terkecuali acara itu sangatlah penting. Mereka akan sangat bangga bila acaranya dapat dihadiri oleh Presdir Ken yang terhormat.
***
Di sisi lain club, nampak Ana sedang bertugas membersihkan meja-meja tamu yang sudah ditinggalkan. Dengan dandanan cupunya, dia tak khawatir para tamu apalagi yang hidung belang akan menggodanya, bahkan berniat melirik pun sepertinya tidak.
Berbeda dengan teman kerja lainnya yang sengaja memamerkan lekuk tubuh mereka dengan mengubah seragam kerja menjadi lebih pendek atau ketat. Dan itu mereka lakukan demi menarik perhatian para tamu. Sukur-sukur ada yang tertarik dengan mereka, sehingga mereka bisa mendapatkan uang tambahan dengan "melayaninya". Jadi tentu saja itu yang membuat Ana mencebik kesal setiap melihat kejadian-kejadian yang membuat matanya jengah.
***
Di ruang VIP tempat Ken berada, salah satu dari mereka mencoba menawarkan segelas minuman pada Ken yang nampak elegan. Duduk dengan menyilangkan kakinya dan melipat kedua tangan tepat di depan dadanya. Matanya terpejam, tidak tidur tapi mencoba tak menghiraukan mereka semua yang hadir di sana. Han masih berdiri di samping, mendampinginya sambil memainkan ponsel mengecek laporan-laporan yang masuk.
"Presdir Ken", salah satu dari tamu mencoba memanggilnya sambil takut-takut. Dan mata Ken terbuka, menatapnya tajam tanpa ekspresi.
"Presdir Ken! Silahkan diminum sebagai tanda terima kasih kami atas kehadiran Presdir",ucapnya lagi sambil menyodorkan gelas minuman. Tangannya gemetaran, takut tindakannya malah jadi masalah untuknya.
"Cari mati dia rupanya!", rutuk Han dalam hati sambil menatap wajah pria itu tajam.
Tapi Ken malah menerimanya dan langsung meminumnya dalam satu tegukan. Si pria menghembuskan nafasnya lega kemudian menyunggingkan senyum dan beranjak dari hadapan Ken.
Tiba-tiba ponsel Han bergetar, drret, drret, drret. "Halo!", jawabnya. Kemudian sesekali dia melirik ke arah bosnya dengan perasaan canggung.
"Baiklah, biarkan dia istirahat lagi dan tunggu perkembangan selanjutnya. Kemudian hubungi aku lagi", sambungnya kemudian menaruh ponselnya ke dalam saku.
Sadar akan sesuatu terjadi pada Han, Ken pun menoleh padanya seakan bertanya 'ada apa'. "Maaf Tuan, ibu saya...", belum sempat Han melanjutkan ucapannya Ken memotong.
"Pulanglah!", perintah Ken.
"Tapi Tuan, bagaimana dengan anda. Tuan kan tidak suka dengan hal-hal seperti ini", Han merasa tidak enak pada Ken. Namun ia juga bingung harus bagaimana perihal kondisi ibunya yang memburuk. Di sisi lain Ken adalah bosnya, ada tanggung jawab yang besar untuk menjaga bosnya. Tapi Ken tetaplah bos yang berhati nurani, ia pun mengangguk tanda memberi izin pada Han untuk pulang lebih dulu. "Ibumu lebih penting", ucapnya tegas.
"Terima kasih, Tuan", kemudian dia sedikit membungkuk tanda pamit pada bosnya.
"Sungguh Tuanku yang baik hati, tak salah pengabdianku padanya selama beberapa tahun ini. Meskipun dia kejam, tapi dia masih memiliki hati. Apalagi kalo menyangkut keluarga. Terima kasih, Tuan. Saya akan terus setia di sisi anda", ucapnya dalm hati sambil berlalu pergi.
Selama Ken dan Han berbicara, beberapa tamu lainnya berbisik-bisik mencurigakan. Sepertinya mereka merencanakan sesuatu, dan itu tertangkap oleh mata Ken. Ken tak dapat mendengar pembicaraan mereka, jadi Ken hanya bisa semakin waspada. Tak berapa lama, kepalanya terasa berat dan pandangannya mulai kabur.
"Sial! Minuman apa yang mereka berikan padaku?!", umpatnya dalam hati. Karena sebenarnya toleransi alkohol pada tubuhnya tidak terlalu tinggi.
***
Ana masih asik mengelap meja-meja tamu, sambil melirik ke arah pemandangan yang menyebalkan menurutnya dengan mulutnya yang komat-kamit merutuki mereka. Salah satu temannya memanggil, "Hey, cupu!". Tapi Ana tak bergeming malah meneruskan pekerjaannya. Tangannya ditarik paksa oleh temannya yang bernama Sisil itu. "Hey, apa-apaan ini!", Ana berusaha melepaskan cengkraman temannya yang kuat.
Sisil menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Ana. "Diam kau, cupu! Ikuti saja aku!", bentak Sisil pada Ana.
Ana berhasil melepaskan cengkraman Sisil. "Baik, aku akan mengikutimu. Tapi bisa kan kau jelaskan dulu mengapa kau menyeretku seperti ini. Memangnya aku kambing!", sahut Ana tak kalah garangnya.
Sisil menghembuskan nafasnya kasar. "Kau memang seperti kambing, kambing betina!", ucap Sisil mengolok Ana.
"Lihat saja dandananmu Ana. Apakah kau tak lebih baik dari kambing. Bahkan orang-orang pun malas melihatmu!", tambahnya lagi mengejek Ana.
Sekarang giliran Ana yang mengembuskan nafasnya dengan kasar. "Ya, terserah apa katamu saja. Kuharap kau tak kaget saat tau aku cantik", ucap Ana santai.
Sisil malah tertawa terbahak-bahak. "Hey, sudahlah! Kau itu jangan terlalu banyak bermimpi".
"Baik kita lihat nanti saat kau tau siapa aku. Masihkah kau berani tertawa seperti ini di depanku. Heh!", rutuk Ana dalam hati sambil menyunggingkan senyum licik.
"Jadi kau butuh bantuanku atau tidak?", ucapnya tak menghiraukan ucapan Sisil.
"Tentu saja, ayo cupu kita harus cepat. Kita harus mengantar seorang tamu ke kamar. Kudengar dia adalah seorang bos besar, masih muda dan tampan pula", jelasnya pada Ana sambil tersenyum sendiri berkhayal dirinya dapat melayani si bos dan mendapatkan tips yang besar. Tangannya refleks menarik tangan Ana untuk mengikutinya.
"Dasar murahan! Kenapa harus bawa-bawa aku sih! Sungguh menjijikkan", umpat Ana dalam hati.
Saat hampir sampai ke ruangan yang dituju, jantung Ana berdegub kencang. Seakan sedang lari maraton di dalan sana. Kemudian dia meremas seragam di bagian dadanya sambil mengumpat lagi dalam hati, "Sial! Pertanda apa ini!".
Sampai di depan pintu, Sisil yang memakai seragam super ketat itu dengan percaya diri mengetuk pintu dan langsung masuk. Sedangkan Ana masih berdiri di ambang pintu.
"Permisi Tuan, ada yang bisa saya bantu?", tanya Sisil sambil tersenyum genit dan merapihkan rambut yang tak ada ke belakang kupingnya.
"Ya, ya bawa Presdir Ken ke kamar 609. Di sana sudah ada yang menunggunya", perintah salah seorang tamu di sana.
"Hey kau cupu! Kenapa diam saja! Cepat bantu temanmu membawanya ke kamar", perintahnya pada Ana. Ana pun melangkahkan kakinya masuk.
"Kenapa dia ikut-ikutan memanggilku cupu sih!", ucapnya dalam hati.
Dia belum melihat jelas siapa yang akan dibawanya bersama Sisil karena lampu dalam kondisi remang di ruangan itu. Saat tepat berada di hadapan orang yang akan dia bawa, matanya terbelalak kaget.
" Bagaimana bisa, dia.. ", ucap Ana dalam hati.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!