[BAB REVISI!]
Kriieeets...
Suara mobil yang berhenti mendadak karena ada seseorang yang lari di depan mobilnya.
Tiiinn...
Orang yang ada di dalam mobil itu menekan klakson mobilnya. Tak lama keluarlah seseorang dari dalam mobil itu.
"Woi, lo bego ya?! Gak punya otak!" Kata seseorang yang hampir menabraknya. Bukannya menanyakan kabar seorang yang hampir ditabraknya, seorang Daffa Arian malah membentak gadis yang hampir ditabrak olehnya.
"Ini jalan umum, bukan jalan punya nenek moyang lo! Masa kecil lu kurang bahagia ya sampe lo lari-lari di jalanan. Bisa mati tau gak sih lo! Punya otak tuh gunain otaknya!" Sambung Daffa memaki-maki gadis yang hampir ia tabrak.
Gadis itu berdiri. Memeluk seekor anak kucing dan mengusapnya dengan lembut. "Maaf, saya cuma mau nolongin anak kucing yang hampir ketabrak sama mobil kamu. Kasian kalau kucingnya ketabrak, dia bisa mati nanti." Jawab Kania sambil menundukkan kepalanya, ia menahan air matanya agar tidak terjatuh. Kania baru pertama kali dibentak oleh orang yang tidak dikenalnya, oleh karena itu Kania hampir menangis dengan kata-kata kasar yang keluar dari mulut orang asing yang baru dia lihat.
Tak lama terdengar suara berisik kemacetan lalu lintas akibat mobil Daffa yang berhenti di tengah jalan. "Arghh .... Kali ini gue biarin, tapi kalau gue ketemu sama lo lagi, gue bakal ngebales lo! Jadi jangan pernah lu nampakin diri lo depan muka gue, inget!" Ucap Daffa dengan menekankan nada bicaranya, memperingati Kania.
"Iya ...." jawab Kania
Tiiinn...
Suara klakson mobil Daffa yang menyuruh Kania pergi dari depan mobilnya.
Kania segera pergi dari depan mobilnya Daffa dan masuk kembali ke dalam tempat parkir sekolahnya untuk mengambil mobilnya. Gadis itu membawa pulang kucing yang dia selamatkan.
Di perjalanan pulang, Kania terus menangis karena ucapan kasar dari seseorang yang dirinya sendiri tidak mengenalnya. Ia tau itu kesalahannya, tapi tidak seharusnya pria itu berkata kasar.
__________
Sesampainya di rumah, Kania segera masuk ke kamar kucing miliknya, Kania sangat menyukai kucing sehingga dia mempunyai banyak sekali kucing.
Gadis itu mengedarkan pandangan nya. "Bik..." panggil Kania kepada seorang maid yang bekerja di rumahnya.
Tak lama.terdengar suara langkah kecil seseorang. "Iya, kenapa dek?" Tanya maid itu. Bibik Minah-seorang maid yang datang menghampiri Kania.
"Ini aku abis nemuin kucing di jalan, tolong urus dulu ya? Aku mau mandi dulu, habisnya gerah banget" ucap Kania sembari menyerahkan anak kucing yang berada di dalam pelukan nya ke Bibik Minah
"Siap dek... Eh dek Nia kenapa kok matanya sembab, abis nangis ya?" Tebak Bibik Minah. Menatap wajah Kania yang memerah dan sedikit sembab.
Cepat-cepat gadis itu menggeleng. "Nggak apa-apa kok Bik, cuma sakit mata doang. Bentar lagi juga sembuh kok." Jawab Kania dengan tersenyum ke arah Bibik Minah.
Dengan sedikit keraguan nya, Bibik Minah mengangguk mengiyakan. "Oh... Ya udah kalau gitu dek Nia tidur aja biar cepet sembuh ya" ucap Bibik Minah memberikan saran.
"Ya udah kalau gitu, aku ke atas dulu ya Bik"
"Iya silahkan, dek."
__________
Esoknya Kania pergi ke sekolah pagi-pagi sekali. Berjalan memasuki halaman sekolah dan secara tidak sengaja melihat mobil yang hampir menabraknya kemarin.
'Itu… Mirip mobil yang kemaren' batin Kania memperhatikan kendaraan itu dengan intens. Cepat-cepat gadis itu menggeleng. 'Nggak, cuma mirip doang pasti.' Batin Kania kembali. Meyakinkan dirinya kalau kendaraan yang ia lihat berbeda dengan kendaraan yang kemarin hampir menabrak dirinya.
Kania menaiki satu-persatu anak tangga. Saat sudah sampai di atas, Kania melihat ke lantai dasar sekolahnya. Netranya melebar, terkejut ketika melihat orang yang hampir menabraknya kemarin ada di lokasi sekolahnya. Daffa-pria itu sedang berada di dalam satu kumpulan di lapangan sekolahnya.
"Hah, kenapa dia ada disini?!" Ucap Kania terkejut.
"Terus, ngapain juga dia ngumpul bareng anak anak paskibra?" Sambung Kania. Memegang dagunya, heran dengan keberadaan pria itu.
"Duarr!!!"
Kania terlonjak kaget mendengar suara yang kencang memekik telinganya. "Astaghfirullah, siapa sih?!" Ucap Kania sambil membalikkan badannya. Mengelus dadanya yang bergemuruh karena terkejut.
"Nesya! Ngagetin aja, bisa jantungan tau!" Protes Kania ketika melihat siapa orang yang baru saja mengejutkan dirinya.
Nesya-sahabatnya itu tertawa puas melihat wajah Kania. Artinya ia berhasil memgejutkan sahabatnya itu. Tak lama tawanya terhenti. "Lagian ngapain lu disini? Bukannya masuk ke kelas."
"Iya ntar... Aku mau tanya dulu!"
"Tanya apa?" Balas Nesya. Bersedekap dada dan memasang wajah sombongnya, seolah pertanyaan yang akan Kania tanyakan dapat ia jawab.
Tatapan Kania kembali ke arah lantai dasar sekolahnya. "Itu siapa sih? Kok dia disini?" Tanya Kania menunjuk ke arah Daffa.
Nesya menutup mulutnya. Memasang ekspresi terkejut setelah mendengar pertanyaan dari sahabatnya. "Lu nggak tau, apa pura pura gak tau dia siapa?" Tanya Nesya yang masih terkejut.
Kania menggeleng menandakan kalau gadis itu benar-benar tak tau siapa pria yang baru saja ia tunjuk. "Nggak tau. Emang dia siapa?" Balas Kania jujur.
Nesya menggeleng heran. "Dia itu Daffa Arian. Masa lu nggak tau? Dia ketua paskibra di sekolah ini" jawab Nesya menjelaskan. Menunjuk sedikit ke arah Daffa yang sedang melatih para anggota juniornya.
"Oh... Aku baru tau." Kania mengangguk seadanya. Tak terlalu peduli dengan jabatan yang Daffa miliki.
"Emang kenapa? Lu suka sama Daffa ya?"
Buru-buru Kania menggeleng. "Dih... Nggak lah. Itu kemarin, dia hampir nabrak aku." Ucap Kania menjelaskan.
"Hah! Kok bisa?" Tanya Nesya terkejut. Kania menceritakan semua kejadian yang kemarin terjadi. Mulai dari ketika dirinya menyebrang dengan asal untuk menyelamatkan seekor anak kucing yang berada di tengah jalan hingga kejadian Daffa yang memaki-maki dirinya.
Nesya menutup mulutnya, kembali dibuat terkejut. "Wah... Bahaya, ntar lu bisa diganggu sama para fans nya loh!" Peringat Nesya.
"Hah fansnya? Emang dia artis?" Tanya Kania.
"Dih... Lu kudet banget sih!"
"Ya jelas lah dia banyak penggemarnya. Udah ganteng, tinggi, kaya, dan dia anak organisasi paskibra, paskibra kan latihannya berat pasti dia kuat." lanjut Nesya menjelaskan dengan detail.
"Ganteng?" Kania menatap heran. "Pfft… Biasa aja tuh." jawab Kania cepat. Ia menahan tawanya ketika mendengar ucapan 'ganteng' yang ke luar dari mulutnya Nesya.
"Lu nggak bisa bedain mana yang cakep mana yang nggak sih!" Balas Nesya menyindir.
"Terserah lah... " jawab Kania acuh. Lebih memilih meninggalkan Nesya dan berjalan menuju kelasnya.
Nesya menoleh ketika mendengar suara langkah kaki Kania yang berjalan menjauh darinya. "Ih, nggak setia kawan lu. Tiba-tiba tinggalin gue aja!" Ucap Nesya sambil berlari mengejar Kania. Menghentikan langkah sahabatnya agar bisa berjalan bersama memasuki kelas mereka.
__________
Triiing!
Suara bel istirahat terdengar di seisi sekolah. Murid-murid berhambur dari kelasnya menuju kantin sekolah. Mengisi perut mereka yang berbunyi.
Kania-gadis itu merapihkan satu persatu buku yang berada di atas mejanya. Menata kembali buku pelajaran nya. Kegiatan nya terhenti ketika namanya dipanggil. "Nia ke kantin bareng yok!" Kania menoleh, melihat segerombolan ajak pria di kelasnya yang mengajak dirinya ke kantin bersama.
"Eh... sorry ya, gue bareng temen temen ke kantinnya" tolak Kania tersenyum.
"Yah..."
"Ya udah kalau Nia nolak, tapi lain kali jangan ditolak ya?" Belum Kania jawab, sekumpulan pria itu satu-persatu berhambur meninggalkan nya.
Puukk...
Aina-sahabatnya itu menepuk bahu Kania. "Lu jadi orang jangan terlalu sempurna, jadinya gitu kan?"
"Siapa?" Tanya Kania tak mengerti apa yang dimaksud oleh Aina. Menatap Aina dan meminta penjelasan dari sahabatnya itu.
"Udah lah jangan ngebahas lagi, udah laper gue. Perut gue udah nyanyi nih!" Protes Indah-sahabat yang lain nya. Menyela ucapan antara Aina dan Kania.
"Yuk lah ke kantin!"
___________
Kania menatap ke sekelilingnya dengan bingung. Ada beberapa orang yang berbisik tentang dirinya. Entah apa yang mereka bicarakan tentang dirinya, yang jelas Kania tak tau. Gadis itu memilih diam dan tetap melanjutkan langkahnya menuju meja makan yang berada di dalam kantin.
Bruuk!
Kania menaruh kembali sendok yang tadinya akan ia masukkan ke dalam mulutnya. Mendengar dan melihat siapa yang telah berani menggebrak meja makan nya.
"Woi... Mau apa lu?!" Tanya Septy-gadis yang menggebrak meja makan nya. Menantang Kania yang sedang makan.
"Lah?! Lo yang mau apa? Jangan gak jelas deh ya! Lo dateng-dateng gebrak meja gue terus lo yang tanya maunya kita apa!" Nesya berdiri. Bersedekap dada dan menyipitkan matanya, menatap tajam gadis pembuat onar tadi.
"Gua gak ada urusan nya sama lu, gua cuma mau sama dia" ucap Septy kembali dengan menunjuk ke arah Kania.
"Aku? Emang aku ngapain?" Tanya Kania tak paham. Ikut berdiri dan menatap ketiga siswi yang menciptakan perhatian orang-orang kantin saat itu.
"Halah… Gak usah banyak drama bisa?" Ucap yang lain nya. Vera namanya, seorang siswi kelas 11 yang data lengkapnya terletak di kalung pengenal siswa yang gadis itu kenakan.
"Kita semua tau lu punya niat buruk kan?" tuduh Vera tanpa bukti. Menaikkan wajahnya, menantang Kania yang merupakan Kakak kelasnya
"Niat buruk? Aku aja nggak tau apa yang kalian maksud!"
"Gua tau lu pasti mau menjebak Daffa kan?!!" Tuduh Erina, teman nya yang lain. Menarik ujung hijab yang Kania kenakan dan meneriaki Kania.
Tatapan semua orang yang di dalam kantin tertuju pada meja Kania. Semua orang yang ada di kantin menonton pertengkaran antara Kakak dan adik kelas. Sepertinya tak ada niatan satupun dari mereka melerai pertengkaran tersebut.
"Jangan tarik tarik kerudung dong!!" Ucap Kania kesal. Gadis itu menepis tangan adik kelasnya yang berani padanya.
"Nggak usah sok suci lu, gak usah sok alim. Padahal mah... Aslinya punya niat busuk" ucap Septy seakan gadis itu jijik.
"Dia punya rencana masukin kak Daffa ke penjara kak" rajuk Erina meminta pembelaan. Menatap semua penghuni kantin supaya dirinya dibela.
"Hah?! Kata siapa?!" Tanya Kania tak membenarkan tuduhan yang diberikan padanya.
"Dek, mending lu ceritain semua masalahnya dari pada kita nggak ngerti apa maksud kamu!" suruh Aina.
Dengan semangat ketiganya bercerita. Melebih-lebihkan kejadian yang kemarin ditimpa Kania dan Daffa. Memgatakan kalau Kania memang sengaja berlari ke depan mobil Daffa agar dia tertabrak dan Daffa akan masuk penjara karena telah menabrak Kania.
"Nggak itu bohong. Lagipula ngapain gue nabrakin diri sendiri?!!" ucap Kania membela diri. Kesabaran nya telah habis. Tak terima dituduh yang tidak-tidak.
"Iya, lagian juga Kania sahabat kita dari dulu, kita semua kenal Kania" ucap Nesya membenarkan perkataan Kania. Menatap garang adik kelasnya yang tak tau malu itu.
"Gua lari ke depan mobilnya Daffa karena ada anak kucing yang hampir ketabrak mobilnya Daffa, gak lebih dari itu" ucap Kania menjelaskan.
"Bohong!" Ucap Vera dengan nada tegas.
"Terserahlah, gua nggak peduli, yang penting sekarang gua udah jelasin kalau gua nggak ada niat buruk sama sekali." Ucap Kania yang langsung pergi meninggalkan meja kantin yang ia tempati tadi. Berjalan meninggalkan kerumunan yang berbisik-bisik tak jelas tentang dirinya.
Mendengar ucapan yang tak mengenakan, Kania berlari keluar kantin dengan air matanya yang terjatuh. Kania memang tidak bisa menahan diri jika ada orang yang datang untuk menjelek-jelekkan dirinya. Ia akan menangis ditempat yang sepi hingga dirinya tenang kembali.
Secara tak sengaja, Daffa dan Kania berpapasan. Tanpa Kania sadari, pria yang hampir menabraknya tadi memitar untuk melihat siapa orang yang berlari tepat di sebelahnya.
'Kok kayak pernah liat ya? Tapi di mana?' Batin Daffa memikirkan orang yang baru saja berjalan memalui dirinya.
_________
Dikelas Daffa
"Woi Daffa, lu jadi bahan berantem lagi tuh sama anak cewek" ucap Kevin.
"Ah males gue dengernya" balas Daffa acuh.
"Tapi kali ini beda, katanya lu kemarin hampir menabrak anak cewek" timpal Rendi.
Daffa yang sedang mengerjakan tugasnya terhenti. Ia mulai tertarik dengan obrolan yang dibicarakan oleh Rendi dan Kevin saat ini. Apa mungkin karena itu suasana kantin saat ia datang sangat tegang?
"Terus-terus?" Tanya Daffa penasaran. Ia meninggalkan tugas yang sedang dikerjakan dan duduk mendekati kedua teman nya.
"Tadi katanya males dengernya" Rendi bersedekap dada. Tersenyum miring karena Daffa yang tiba-tiba berubah pikiran.
"Kejadiannya tadi di kantin pas istirahat pertama" ucap Rendi mulai bercerita. Rendi menceritakan semua kejadian yang terjadi tadi di kantin pada saat istirahat pertama.
Daffa acuh. Tak mempedulikan ucapan Rendi yang meledek dirinya. Lebih milih mendengarkan ucapan dari Kevin yang sedang menjelaskan detail kejadian nya.
Tak lama senyum sinis pria itu mengembang. Memikirkan hal apa yang akan terjadi selanjutnya. "Woy Daf, ngapain lu senyum senyum sendiri?" Tanya Kevin menghentikan ceritanya.
"Emang gak boleh gue senyum denger cerita konyol yang lagi lo ceritain?" Tanya Daffa sinis. Tak suka dengan teman-teman nya yang penasaran ada apa dengan nya.
Daffa tidak mempedulikan ucapan Kevin yang kembali bercerita. Memikirkan bagaimana caranya untuk membuat Kania berfikir bahwa tindakan waktu itu sangat buruk dan ia tidak boleh mengulanginya. Membuat gadis itu kapok berurusan dengan nya
___________
[BAB REVISI]
Daffa menatap balkon kamarnya. Menikmati senja yang perlahan meredup. Memandang ke depan dan sesekali menatap ponselnya. Menimang-nimang apa yang akan ia lakukan.
'Gimana cara gue minta tolong ke mereka? Sedangkan gue sendiri terlalu gengsi buat ngechat mereka.' Batin Daffa masih memandang ke arah langit-langit.
Pria remaja itu akhirnya menyalakan ponselnya. Memberanikan diri untuk memulai mengirimkan pesan terlebih dahulu. Membuka grup chat yang dibuat oleh para penggemarnya untuk bisa berhubungan dekat dengan dirinya.
Selang beberapa menit, Daffa-pria itu memandang ke arah ponselnya. Tersenyum licik ke arah ponselnya yang masih menunjukkan percakapan antara dirinya dengan seluruh penggemarnya.
'Mereka yang terlalu bodoh atau gue yang jadi raja mereka?' Batin pria itu kembali. Puas ketika melihat dengan mudah ia menghasut para penggemarnya.
__________
Tangan nya terangkat. Memegang sendok berisikan makanan yang akan disuap olehnya ke dalam mulut. Tatapan nya kosong lurus ke depan. Mulutnya mengunyah makanan yang berada di dalam mulutnya. Tetapi pikiran nya jauh kembali ke kejadian beberapa jam yang lalu di sekolahnya. Kania-gadis itu kembali teringat kejadian di kantin hari ini.
'Kok ada ya orang kayak gitu di dunia ini? Terlalu lebay gara-gara salah paham!' Gerutu Kania dalam hati. Memberi sumpah serapah pada orang-orang yang menjadi penggemar Daffa.
Kania mengerjabkan matanya dua kali. Tersadar dari lamunan nya karena sebuah tepukan halus mendarat di bahu gadis itu. Ia mendengak menatap orang yang menepuk bahunya.
"Ada masalah, Dek?"
Kania tersenyum. Buru-buru gadis itu menggeleng menandakan dirinya tidak apa-apa. "Nia gak papa kok, Bunda." Balasnya pada Alfira-sang Bunda yang menatap wajah anaknya dengan perasaan yang khawatir.
"Yakin?"
Dengan cepat gadis itu mengangguk. Meyakinkan Bundanya untuk tidak khawatir pada dirinya. Menyuapkan kembali sendok ke dalam mulutnya dan kembali memakan makanan nya dengan lahap agar sang Bunda tidak khawatir dengan nya. Alfira mengangguk percaya, Bundanya itu kembali duduk di kursi makan nya seperti semula yang berhadapan langsung dengan Kania.
"Emm… Ayah gak pulang hari ini, Bun?" Tanya Kania basa-basi. Bertanya pada sang Bunda disela-sela makan malamnya. Menetap ke sekeliling rumah yang tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Ayahnya.
Sang Bunda menggeleng lemah. "Ayah ada masalah di perusahaan, gak tau kapan baru bisa pulang." Balas Alfira seperti tak bersemangat. Wanita berstatus Ibunya itu memaksakan senyumnya di depan sang anak. Tak ingin terlihat sedih di depan Kania.
Kania terdiam. Ikut sedih ketika melihat wajah Alfira yang berubah menjadi sendu. Alfira menggeleng cepat, merubah mimik wajahnya menjadi seperti semula. "Ayok makan lagi, habis ini kita belajar bareng, oke?" Ajak sang Bunda dengan menyuapkan makanan ke dalam mulut Kania. Tersenyum hangat pada anaknya. Kania mengangguk setuju dengan ucapan Alfira. Memakan makanan nya dengan semangat untuk bisa segera belajar bersama dengan Bundanya. Hal yang sudah lama Kania inginkan dari Bundanya.
__________
Matahari mulai terlihat. Menyambut orang-orang yang terbangun di pagi hari. Membangunkan banyak orang untuk segera melaksanakan kembali tugasnya yang tertunda di hari kemarin. Jalan raya ramai, dipenuhi dengan orang-orang yang berangkat kerja ataupun melakukan kegiatan nya di pagi hari. Membuat jalanan pagi itu terlihat sangat penuh karena kendaraan yang terjebak di jalan.
Di antara banyaknya kendaraan itu, sebuah mobil Pajero hitam dengan plat mobil P juga terjebak di dalam kemacetan itu. Si pemilik mobil mengusap wajahnya kasar, lelah menunggu kendaraan di depan nya bisa kembali berjalan. Orang itu melirik ke arah jam tangan nya sejenak. Menunjukkan pukul setengah tujuh lewat.
Orang itu menghela napas panjang setelah melihat jam tangan nya. Frustrasi melihat angka yang ditunjukkan di dalam jam tangan nya. Memang belum terlambat, tapi kemungkinan besar dirinya akan tetap terlambat jika terus berada di dalam kerumunan kendaraan itu.
Akhirnya orang itu meraih ponselnya. Mencari nomor kontak orang tuanya. 'Halo, Yah?' Ketika panggilan nya terhubung, segera orang itu membuka pembicaraan.
'Iya, salah ambil jalan, ini gak bakal bisa ke luar dari kemacetan!'
'Udah deket kok, tinggal belok kiri ntar di depan'
'Oh, oke. Makasih, Yah.'
Orang itu memutuskan panggilan nya. Menaruh kembali ponsel yang ia gunakan di atas dashboard mobilnya. Mengikuti apa kata Ayahnya yang menyuruhnya untuk segera berbelok ke jalanan kiri di depan nya.
Tak lama ia sampai di dalam perusahaan sang Ayah. Segera memarkirkan kendaraan nya ke dalam parkiran khusus yang sudah disediakan dari perusahaan. Menaruh kendaraan nya di dalam barisan parkiran khusus petinggi perusahaan.
Orang itu berjalan meninggalkan mobilnya dengan kondisi yang sudah terkunci. Mengayun-ayunkan kunci mobilnya dan berjalan santai menuju gedung utama perusahaan tersebut. Saat dirinya masuk ke dalam perusahaan, banyak para karyawan kantor menyambutnya dengan ramah dan menundukkan pandangan nya. Orang itu hanya tersenyum membalas sapaan dari karyawan-karyawan Ayahnya.
Langkahnya terhenti ketika dirinya udah sampai di depan meja receptionis. Menyerahkan kunci mobilnya ke arah pegawai yang bertugas di meja tersebut.
"Ada yang bisa kami bantu, Dek?" Tanya pegawai receptionis itu ramah. Sepertinya ia adalah pegawai baru sehingga tak mengenali dirinya.
Orang itu tersenyum. "Mau nitip kunci mobil. Ntar Ayah saya dateng ke sini!" Setelah mengatakan hal itu, ia langsung berbalik. Hendak meninggalkan perusahaan tersebut.
"Tunggu!" Langkah orang itu dibuat berhenti oleh pegawai receptionis itu. "Maaf Dek, ini bukan tempat penitipan barang-barang. Kalau kamu mau langsung aja samperin Ayah kamu di meja kerjanya!" Suruh pegawai itu memperingatkan.
Orang itu menunduk melihat kunci mobilnya dikembalikan padanya. "Nanti kasih Ayah saya aja. Namanya Fahriz," Daffa-orang itu tersenyum ramah ke arah pegawai tersebut. Tak mengenali dirinya karena sudah hampir sebulan ia tak datang menghampiri perusahaan Ayahnya.
"Pak Fahriz ada di bagian apa Dek?"
"Den Daffa, kendaraan anda sudah siap!" Keduanya menoleh. Melihat kedatangan seorang pria berkemeja putih dengan jas hitam yang dipadukan dengan pakaian formal itu.
Daffa tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih!" Balas Daffa ingin melanjutkan kembali langkahnya. Namun baru satu langkah, tangan pria itu kembali ditahan dan membuat pria itu kembali berhenti melangkah.
"Ini kunci mobilnya Dek!" Rupanya seorang pegawai itu tetap kekeh dengan ucapan nya yang terlihat masih diacuhkan oleh Daffa.
"Kasih Tuan Fahriz saja!" Seorang pegawai receptionis itu menoleh ke arah pria dengan seragam kantoran. Seorang atasan nya yangberada di dalam perusahaan ini.
"Tuan Fahriz?"
"Kasih ke Ayahnya saja, Tuan Fahriz, atasan saya. Kamu tidak mengenalnya?" Pria itu bertanya heran. Menaikkan sebelah alis matanya yang heran melihat tingkah salah satu pegawai perusahaan tersebut.
Pegawai itu menutup mulutnya karena terkejut. "Anak ini anaknya Tuan Fahriz?!" Tanya seorang pegawai itu seperti tak percaya dengan kenyataan yang baru saja ia dapatkan. Pria memakai kemeja itu mengangguk membenarkan.
Buru-buru pegawai wanita itu menunduk malu. "Maafkan saya, maafkan saya!" Ucap wanita itu sangat menyesal.
Daffa-pria itu mengangguk menerima permintaan maaf dari pegawai Ayahnya. Toh ia tak memiliki urusan apapun di perusahaan itu, untuk apa juga mempermasalahkan nya. "Ayo Pak!" Ajak Daffa meninggalkan tempat tersebut. Membawa Daffa melewati toll yang dapat menembus sekolahnya dengan cepat. Salahnya ia terlalu terburu-buru diawal sehingga lupa memasuki jalan toll.
[BAB REVISI]
Disebuah gedung yang menjulang tinggi ke atas, seluruh siswa siswi berhambur memasuki kelas mereka. Jam pelajaran akan segara dimulai, maka diharapkan mereka sudah betada di dalam kelasnya masing-masing.
Entah sengaja atau tidak, Kania dan Daffa berjalan masuk ke dalam sekolah secara bersamaan. Tanpa keduanya sadari kalau mereka masuk ke dalam sekolah secara bersamaan.
Brak!
Tubuh Kania didorong hingga terhuyung ke belakang. Daffa yang berada di sebelah gadis itu pun dengan sigap menahan agar Kania tidak terjatuh. Menatap orang yang baru saja mendorong Kania dengan sengaja.
"Kak Daffa awas! Kok diselametin sih?!" Protes seorang siswi dengan rambut yang dikuncir kuda. Bersedekap dada dengan memasang raut wajahnya yang kesal.
Daffa menoleh ke arah Kania yang masih berada dalam dekapan nya. Ketika mengetahui orang yang ia tangkap adalah Kania, buru-buru pria itu lepaskan. Dan,
Brak!
Kania terjatuh di atas aspal sekolahnya dengan posisi duduk. "Auww…" ucap Kania meringis dengan mengusap bokongnya yang terasa sakit karena jatuh mengenai aspal.
Siswi tadi tertawa dengan kencang. Menertawakan Kania yang posisinya masih terduduk di atas aspal. Tanpa aba-aba siswi tadi merebut paksa tas ransel sekolah milik Kania. Membuka resleting tas tersebut dan menghambur-hamburkan buku pelajaran Kania yang berada di dalam tasnya. Sengaja melakukan hal tersebut di hadapan Daffa supaya pria itu kagum dengan apa yang ia lakukan.
Setelah isi tas itu berserakan, segera siswi itu menginjak-injak buku pelajaran milik Kania. Mengeluarkan kata-kata kasarnya dan menghina Kania di hadapan Daffa.
Kania menatap kesal. Tak terima teman kesayangan nya diinjak-injak seperti itu. Entah keberanian dari mana, Kania berdiri dan langsung mendorong siswi tadi hingga kondisi siswi itu sama seperti kondisi dirinya yang sebelunya.
Dengan cepat Kania memungut buku pelajaran miliknya. Mengusap bukunya berharap noda bekas injakan siswi tersebut bisa menghilang. Tak ingin kejadian seperti tadi terulang, segera gadis itu memasukkan kembali buku pelajaran nya ke dalam tas sekolahnya. Memeluk tas sekolahnya agar tidak kembali direbut.
Kania berdiri setelah memungut bukunya. Menatap Daffa dari bawah hingga atas pria itu. "Lo cowok? Kok bisa-bisanya manfaatin cewek untuk bales gue?" Tanya Kania menyindir Daffa. Tersenyum sinis melihat Daffa yang sedari tadi hanya diam tanpa ada niatan membantu.
Kania menoleh pada siswi yang tadi ia dorong. Siswi itu masih fokus membersihkan pakaian sekolahnya yang kotor karena ia jatuh tepat di atas tanah liat. "Kasian banget ya? Disekolahin mahal-mahal cuma bisa jadi babu. Ups, canda ya?!" Ejek Kania menatap siswi yang terlihat sangat kesal. Tersenyum sinis sebelum berlalu meninggalkan Daffa dan siswi tersebut di gerbang masuk.
__________
Kania berjalan tanpa semangat. Tubuhnya sedikit lelah hari ini. Hampir disetiap dirinya sedang seorang diri, pasti ada saja para penggemar Daffa yang datang dan tiba-tiba saja mengganggunya. Padahal Kania tak pernah merasa merugikan mereka sedikitpun. Bahkan Daffa tak pernah ia ganggu.
Kania berjalan menuju parkiran untuk mengambil kendaraan nya. Masuk ke dalam mobil dan segera melajukan mobilnya ke jalan raya. Hari ini tak ada jadwal bimbingan belajar, maka gadis itu harus segera sampai di rumahnya.
Sesampainya di rumah, ia bingung kenapa Husein-Ayahnya ada di rumah. Biasanya, Ayahnya itu jarang sekali pulang ke rumah karena ia memang benar-benar sangat sibuk dan harus mengurus perusahaan miliknya yang di bangun bersama Kakek Kania. Bahkan kemarin malam Alfira sendiri yang mengatakan padanya bahwa Ayahnya sedang sangat sibuk.
Tak ingin terlalu lama ambil pusing, gadis itu lebih memilih masuk dan memastikan langsung keberadaan Ayahnya. "Assalamu'alaikum" Ucap gadis itu memberi salam.
"Waalaikumsalam" balas Husein yang sedang berada di ruang tamu. Pria itu berbalik menatap kedatangan anaknya.
"Kapan sampe Yah?" Tanya Kania basa-basi. Menghampiri sang Ayah dan mengecup punggung tangan Ayahnya.
"Tadi pas Dzuhur."
Kania mengangguk-angguk. "Ayah, Nia ke kamar dulu ya sekalian ganti baju, nanti kesini lagi" ucap Kania seraya berdiri. Pamit meninggalkan Ayahnya yang sedang istirahat.
Dengan segera Kania berjalan menuju kamarnya dan mengganti pakaiannya. Setelah mengganti pakaiannnya, ia kembali lagi ke ruang tamu dan duduk bersama Ayah dan Bundanya yang sudah berada di ruangan tersebut.
"Nia sini duduk sebelah Bunda!" Ajak Alfira kepada Kania. Menepuk-nepuk sofa yang sedang ia duduki agar anaknya duduk di sebelahnya.
"Iya Bunda"
Keheningan terjadi beberapa saat di ruangan itu hingga pada akhirnya Husein-sang Ayah membuka suara. "Nia," karena namanya dipanggil, gadis itu menoleh menatap sang Ayah. "Kamu… Mau bantu Ayah gak?" Tanya Husein menatap Kania dengan lekat. Berharap anaknya itu mengabulkan keinginan nya.
"Bantu apa Ayah? Bilang aja"
"Sekarang, perusahaan Ayah lagi di ambang kehancuran. Ayah bingung harus melakukan apa. Tapi teman lama Ayah datang dan akan membantu Ayah untuk memulihkan keadaan perusahaan kita," ucap Husein berhenti sejenak. Tak sanggup mengutarakan maksud dirinya yang sebenarnya.
Kania masih menatap lekat wajah Ayahnya. Masih memilih mendengarkan ucapan selanjutnya yang akan Ayahnya berikan padanya. "Teman Ayah bilang, sebagai balasan nya, Ayah harus menikahkan kamu dengan anaknya" lanjut Husein menyelesaikan ucapannya. Memejamkan wajahnya marena takut melihat ekspresi dari Kania.…
Kania terdiam beberapa saat, mencoba mencerna kata-kata Ayahnya. Dan di detik berikutnya ia terkejut. Tak percaya dengan ucapan Ayahnya. "Ayah gak bercanda kan?" Tanya Kania hampir tak percaya.
"Ayah gak bercanda sayang" Alfira yang membalasnya. Mengusap lembut punggung Kania.
"Nia, tolong pikirkan sayang. Perusahaan yang Kakek bangun dari awal akan hancur begitu saja" bujuk Ayah sangat berharap.
Kania menarik napas panjang. Tanpa pikir paniang, gadis itu menjawab. "Nia setuju kalau itu bisa bikin Ayah senang" jawabnya pasrah. Kania sedikit bimbang, antara kehidupan mudanya dengan keinginan Ayahnya. Kerena ia tak mau membantah permintaan Ayahnya, maka ia pasrah menurut.
"Kamu yakin sayang?" Tanya Alfira memastikan. Tak ingin keputusan yang anaknya ambil akan menjadi sebuah penyesalan di suatu hari nanti. Kania hanya mengangguk-anggukan kepalanya mengiyakan pertanyaan dari sang Bunda.
"Terima kasih sayang" ucap Husein terlihat bahagia.…
"Ayah, Bunda Nia ke kamar dulu ya"
"Iya sayang, silahkan"
Kania berjalan ke arah kamarnya. Diam, tak tau harus apa. Lama Kania menatap atap kamarnya hingga matanya terpejam karena mengantuk.
__________
Flashback.
"Pak proyek kita yang ada di Cilacap gagal total. Kita mengalami kerugian yang sangat besar!" Ucap seketaris Husein yang datang tiba-tiba tanpa mengetuk pintu ruangan atasan nya terlebih dahulu.
"Kok bisa?!" Tanya pria itu begitu terkejut.
"Tiba-tiba saja klien membatalkan proyek itu. Dia memilih bekerja sama dengan perusahaan lain."
Pria itu memijat pelipis keningnya. Bagaimana bisa proyek besar seperti itu yang sudah hampir selesai dibatalkan begitu saja. Apa klien nya itu tidak memikirkan laba perusahaan yang akan menurun? Husein memilih memejamkan matanya. Memikirkan hal selanjutnya yang akan ia lakukan.
Tok! Tok! Tok!
Seorang yang mengetuk pintu ruangan Husein. Mengalihkan pikiran Husein yang sedang tidak tenang seperti ini.
"Masuk!"
"Maaf pak, saya dapat informasi dari pemegang cabang perusahaan kita yang ada di Bandung dan Surabaya. Kedua perusahaan itu menghubungi saya secara bersamaan. Mereka kehilangan modal yang cukup besar untuk busa melanjutkan proyeknya." Tubuh Husein menegang. Kembali dibuat terkejut karena kenyataan yang baru saja ia terima.
Pria itu terdiam. Bagaimana bisa cabang dan proyek yang sedang berlangsung bisa hancur begitu saja?
"Cabang perusahaan kita di kota lain masih bisa bertahan?" Tanya pria itu begitu khawatir. Pikiran nya kalut tak bisa tenang.
"Saya belum pasti, Pak. Tapi untuk cabang yang berada di Belanda dan Inggris yang anak Bapak pegang masih bisa bertahan, Pak" jawab orang itu membuat Husein bisa sedikit bernafas.
"Baik lah. Terima kasih, kamu boleh pergi"
"Baik Pak, terima kasih. Saya permisi"
Tok! Tok! Tok!
Pintu ruangan Husein kembali diketuk.
"Masuk!"
"Hai Husein" sapa orang itu.
Mendengar namanya dipanggil, ia menoleh ke sumber suara. "Hai, bagaimana kabar mu Fahriz?" Tanya Husein kepada orang itu. Fahriz-nama pria itu yang sudah berteman sangat lama dengan Husein. Sudah hampir 16 tahun mereka tidak bertemu kembali setelah teman nya itu pindah tempat tinggal.
"Aku baik. Bagaimana denganmu?" Fahriz bertanya balik. Husein hanya tersenyum lalu mengangguk membalas ucapan teman nya. Menunjukkan kalau dirinya juga baik-baik saja.
"Kapan kamu balik ke sini?"
"Sebulan yang lalu. Anak dan istriku sudah berada di Jakarta dari lima tahun yang lalu." Ucap Fahriz menjelaskan.
"Bagaimana dengan keluargamu, dan perkembangan perusahaanmu?" Tanya Fahriz begitu saja. Seperti mengetahui keadaan perusahaan Husein yang sedang tidak baik saat ini.
Husein terdiam sejenak. Bingung ingin membalasnya dengan kata-kata seperti apa. "Emm… Keluargaku semua baik, tenang saja."
Fahriz menganggu. "Lalu perusahaanmu?" Tanyanya mengulang. Husein kembali dibuat bingung harus mengatakan apa.
Pria itu menghembuskan nafas kasar. "Perusahaanku sedang mengalami banyak masalah saat ini." Pria itu mulai menceritakan semua kejadian yang terjadi kepada perusahaan nya.
"Hemm .... Anak keduamu perempuan bukan?" Tanyanya setelah cerita dari Husein selesai.
"Iya .... Ada apa?"
"Gimana kalau kita jodohkan mereka dan sebagai gantinya aku akan menolong semua perusahaanmu?!"
Tentu saja Husein begitu terkejut atas tawaran darinya. "Maaf aku gak bisa, anak keduaku masih sekolah" tolak Husein cepat.
"Ayolah, setelah anak kita menikah kita akan menjadi keluarga dan aku akan menolong perusahaanmu. Soal biaya yang keluar nanti saat pernikahan mereka, biar aku yang urus semuanya," tawar Fahriz kembali. Tetap kekeh dengan tawaran nya.
"Jangan kau tolak. Sebaiknya kau tanyakan terlebih dahulu kepada istri dan anakmu. Aku tunggu jawabannya. Ini nomor ponselku, kalau kau sudah membicarakannya kepada mereka segera hubungi aku dinomor itu," lanjut Fahriz.
"Pikirkan baik baik ya, karna aku tak akan menawarkannya kembali. Aku pamit dulu, gak bisa lama-lama karena masih banyak urusan" pamit Fahriz begitu saja. Meninggalkan ruang kerja Husein dengan sebuah kartu nama yang ia berikan pada teman nya itu.
Setelah itu, Husein memikirkan ucapan dari Fahriz. Menimang-nimang apa yang akan ia lakukan selenjutnya. Akhirnya Husein memutuskan untuk segera keluar dari ruang kerjaku dan melajukan mobilku menuju rumah. Setelah sampai rumah, segera ia memarkirkan mobilnya dan langsung memasuki rumah.
"Assalamu'alaikum" ucapku sambil memasuki rumah.
"Waalaikumsalam. Eh, Ayah pulang" jawab Alfira yang sedang berada di ruang tamu seorang diri dengan menonton televisi.
Alfira tersenyum dan menghampiri Husein. Menyambut kedatangan suaminya dan mencium punggung tangan Husein. "Ayah kenapa gak bilang kalau mau pulang?"
"Ayah mau jodohin Nia dengan anak teman Ayah!" Ucap Husein sangat tiba-tiba. Membuat senyum Alfira menghilang dari wajah cantiknya.
"Ayah, Nia masih kecil. Dia masih butuh bimbingan kita. Apakah Ayah tega merenggut masa mudanya dengan menikahkan Nia?" Ucap Alfira tak terima. Tentu saja, orang tua mana yang tega membiarkan anaknya menjalani kehidupan pernikahan di saat usianya masih terbilang cukup muda?
"Bunda, tapi kalau perusahaan kita hancur Bunda mau? Kalau Ayah gak mau, itu peninggalan terakhir dari almarhum ayahku!"
"Tapi apa Ayah gak memikirkan masa depan Nia?! Setelah dia nikah, dia hanya akan mengurus rumah tangganya!"
"Ayah nggak mau dibantah,Bun. Semua keputusan ada di tangan Nia. Biar dia yang mengaturnya dan Bunda tidak boleh memanjakan Nia, dia sudah besar Bun!" ucapku dengan tegas.
"Ya udah, kita tunggu Nia pulang sekolah."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!