NovelToon NovelToon

Benar Kata Mamah

Bab 1

Ayam berkokok di waktu subuh itu memperdengarkan suara indahnya. Di dalam sebuah kamar yang sederhana seorang gadis mengerjap tanda dia sudah terbangun dari tidur malam dan tentu saja tersadar dari mimpinya.

"Anan (panggilan Ananda Larasathi)," panggil mama Yati.

Mama Yati adalah ibu dari Anan. Mereka hanya tinggal berdua, sedangkan papa Anan, Anan sendiri tidak tau papanya berada dimana.

"Bangun nak, udah waktunya shalat subuh," kata mama Yati mengingatkan.

"Iya Mah, Anan udah bangun," sahut Anan.

Anan langsung beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi, mandi lalu berwudhu untuk mengerjakan ibadah shalat subuh.

Selesai melaksanakan ibadah shalat subuh, seperti biasa Anan menuju dapur untuk membuat sarapan. Anan memiliki riwayat penyakit maag, ia memiliki penyakit ini sejak duduk di bangku kelas 1 SMA. Dan berlanjut hingga sekarang. Makanya ia harus selalu makan tepat waktu.

"Apa kamu tidak ke kampus hari ini nak?" tanya mamah begitu tiba di dapur.

"Hari ini Anan ke kampus Mah, ada tugas yang harus Anan kumpul. Sekalian ketemu dosen pembimbing," jawab Anan.

"Memangnya kenapa Mah?Apa Mamah butuh bantuan Anan di toko pagi ini?" tanya Anan. Seperti biasa Anan membantu mamah Yati di toko kue jika tidak ada kegiatan lain.

"Sebenarnya Mamah ada pesanan kue untuk acara arisan dan ulang tahun sore hari ini. Kalau untuk satu acara sih Mamah masih bisa, tapi ini dua acara sekaligus dalam sehari. Belum lagi mengantarnya," jelas mamah.

Selama ini mamah Yati hanya mau menerima pesanan kue untuk satu acara saja setiap harinya mengingat mamah Yati tidak bisa terlalu capek dan hanya mempunyai satu karyawan yaitu Rasmi, anak tetangga yang sudah dianggap anak sendiri oleh mamah Yati. Maklum Rasmi merupakan anak yatim sejak 2 tahun lalu. Dan pengantaran, juga merupakan tugas Rasmi.

"Ya sudah, Mamah jangan Khawatir. Begitu urusan Anan selesai, Anan secepatnya pulang," ucap Anan menenangkan mamah.

"Terima kasih ya sayang, maaf merepotkan," kata mamah sambil mengelus kepala Anan.

"Apaan sih Mah. Anan sama sekali tidak repot. Justru Anan itu selalu bersyukur punya Mamah, Mamah Yati. Udah cantik, baik, sabar dan sayang sama Anan meskipun Anan kadang bandel," ucap Anan sambil memeluk mamah.

"Anan sayang banget sama Mamah," ucap Anan lagi.

"Mamah lebih sayang sama kamu, sayang," kata mamah menimpali.

Sebenarnya Anan adalah anak yang manja, tapi semenjak masuk bangku kuliah, Anan selalu berusaha menjadi anak yang mandiri. Padahal mamah Yati juga tidak menuntut anaknya untuk tidak bermanja kepadanya. Mengingat Anan adalah anak satu-satunya.

Jam 9 pagi Anan harus mengumpulkan tugas yang tertinggal, maka dari itu ia sudah harus tiba di kampus sebelum jam tersebut. Anan merupakan mahasiswi yang cerdas, hanya saja minggu lalu ia tidak sempat mengumpulkan tugasnya karena harus menjaga mamah Yati yang sedang sakit. Dan dosen untuk tugas tersebut memberinya waktu pengumpulan tugas hari ini.

Dan di sinilah Anan saat ini berada, di sebuah taman kampus bersama dengan sahabat-sahabatnya sambil menikmati minuman jus yang dibelinya dari kantin kampus.

"Gimana tugas kamu Nan?" tanya Rara salah satu sahabat Anan.

"Alhamdulillah, aku udah serahin ke dosen. Sekarang tinggal tunggu dosen pembimbing," jawab Anan.

"Jadi kamu udah ada judul untuk diajuin?" tanya Salma, sahabat Anan juga.

"Sebenarnya udah ada judul, cuma masih nimbang-nimbang," jawab Anan lagi.

"Btw, Adji kok hari ini tidak kelihatan ya?" tanya Salma lagi.

"Iya ya, padahal Salma udah kangen tuh," ucap Rara menimpali.

Adji juga merupakan sahabat mereka, dan diantara mereka berempat, Rara yang paling cerewet dan suka mengolok-olok meskipun yang lain sesekali ikutan mengolok.

"Enak aja, Adji tuh bukan tipe aku ya, asal kamu tau, lagian dia juga kan sahabat aku," kata Salma.

"Cieee.. yang tidak mau ngaku, padahal itu hati iya-iyain aja," kata Rara semakin mengolok.

"Emang tipe kamu seperti apa sih?" tanya Anan ikutan.

"Yang baik, cakep plus tajir," jawab Adji yang entah nongol dari mana main jawab aja.

"Uluh-uluh...emang ya kalau udah sehati, tau aja jawabnya," ucap Rara membenarkan.

"Adelia Sahara.. !!!" teriak Salma mulai emosi. "Weitzzz.. calm my sist," ucap Rara dengan jari telunjuk dan jari tengah membentuk huruf V.

"Udah-udah, kebiasaan deh candain sahabat segitunya," ucap Adji menghentikan.

"Yey, aku sayang kali sama Salma, sama kalian juga," ucap Rara.

"Eh, kalian udah pada tau belum, kalo pak Hendrawan lagi sakit?" tanya Adji.

"Dan katanya hari ini pak Johan akan memperkenalkan dosen baru ke kita," ucapnya lagi menerangkan.

"Waduh, gimana dong? Padahal aku udah janjian dengan pak Hendrawan hari ini buat ngabahas judul yang akan aku pakai untuk skripsi nanti" kata Anan seraya menepuk jidatnya.

"Dan untuk itu juga aku menunggu di sini," kata Anan lagi.

Selang beberapa detik setelah Anan mengucapkan kata terakhirnya tadi, speaker kampus menyuarakan agar mahasiswa dan mahasiswi tingkat akhir segera berkumpul di aula.

Gemuruh suara memenuhi ruang aula saat ini. Ada yang bertanya-tanya, ada yang berkelakar, ada yang bergosip dan ada pula suara yang entah apa tidak terdengar dengan jelas. yang pasti semua itu memenuhi indera pendengaran mereka saat ini.

Sampai pada akhirnya, "Semuanya harap tenang," ucap pak Johan memulai dengan menggunakan alat pembesar suara yang ada di hadapannya di atas podium.

"Hari ini kita kedatangan dosen baru, dan beliau akan menggantikan untuk sementara waktu bapak Hendrawan yang saat ini sedang sakit" lanjut pak Johan.

"Tanpa berlama-lama, kita sambut dosen baru kita untuk memperkenalkan diri. Untuk itu, waktu dan tempat dipersilakan," lanjutnya lagi.

"Halo semua, perkenalan nama saya Arya Teguh Wijaya, saya dosen baru kalian," ucap Arya memperkenalkan diri.

"Wow, ganteng juga dosen baru kita, bisa dijadiin gebetan cuiy," celetuk Rara mulai nyeleneh.

Bersamaan dengan itu, Arya mempersilakan bagi mahasiswa dan mahasiswi yang ingin bertanya. Tanpa menunggu waktu Rara langsung unjuk diri. Ibarat pepatah, pucuk dicintai wulan pun tiba, Arya memperkenankan Rara untuk bertanya.

Dengan percaya dirinya yang tingkat dewi Rara bertanya, "Pak dosen yang gantengnya sekampus, nomor handphonenya berapa?"

Tuh kan, Rara selain usil dia juga centil. Mengakibatkan gemuruh dan sorak sorai kembali terdengar di dalam aula. Namun sayangnya, pertanyaan itu tidak mendapatkan jawaban selain lirikan singkat dari Arya.

Berbeda dengan Rara dan sahabat lainnya yang antusias mengikuti acara perkenalan ini, Anan justru berusaha menyembunyikan wajahnya.

Flashback on

"Kenapa kamu menghalangi jalan saya?" tanya Arya setelah turun dari mobilnya.

"Kamu harus tanggung jawab," jawab Anan setengah emosi. Arya hanya memicingkan matanya.

"Minggu lalu mobil ini menyerempet mamah saya hingga mamah saya terluka," terang Anan.

Jadi, ketika mamah Yati hendak menyeberang jalan mengarah ke toko tempat keperluan mamah Yati berada, tiba-tiba datang sebuah mobil yang ingin melintas dengan kecepatan di atas rata-rata. Rasmi yang berada tidak jauh dari mamah Yati berusaha menarik mamah Yati ke trotoar, namun usaha Rasmi tidak berjalan mulus. Ia dan mamah Yati terserempet dan terjerembab ke trotoar. Alhasil, mereka pun mendapatkan beberapa luka ringan. Beruntung hanya luka ringan. Dan beruntungnya lagi, Rasmi dapat mengentarai jenis kendaraan tersebut serta menghafal nomor platnya.

Ini terjadi sehari sebelum jadwal pengumpulan tugas. Andai kata dapat diwakilkan, maka dengan senang hati Anan akan menitipkan pada salah satu sahabatnya. Namun hal itu tidak diperbolehkan oleh dosen mata kuliah tersebut. Entah apa alasannya, hanya si dosen yang tau.

"Apa anda sudah amnesia wahai tuan kaya yang sombong?" tanya Anan melirik sekilas ke arah mobil yang dikendarai Arya, yang Anan yakini kalau itu mobil mahal.

"Jadi berapa yang harus saya bayar?" tanya Arya tanpa basa basi dan hanya mengedarkan pandangannya ke orang-orang yang berlalu lalang di sekitar mereka.

"Apa seratus juta, cukup?" tanyanya lagi.

Hingga emosi Anan makin tersulut.

"Gila ya, kamu harus minta maaf sama mamah aku," ucap Anan emosi.

"Saya tidak ada waktu," ucap Arya sambil berlalu meninggalkan Anan.

Namun belum sempat Arya memegang handle pintu mobilnya Anan berteriak.

"Kamu telah menghacurkan masa depan saya, kamu harus tanggung jawab," teriak Anan yang entah dapat mujizat dari mana berani berkata seperti itu.

Tetapi Anan berusaha tenang, "bodoh amat, yang penting usahaku berhasil," ucap Anan dalam hati.

Akibat dari teriakan itu, sontak saja Arya berbalik begitu juga dengan orang yang berada di sekitar mereka. Tak kalah heboh ibu-ibu yang menyuarakan asumsi dan uneg-uneg masing-masing.

Hingga seorang bapak paruh baya berkata, "Sebaiknya kalian selesaikan masalah kalian dengan cara baik-baik."

"Baik-baik gimana? Saya sendiri tidak paham salah saya dimana," ucap Arya namun hanya dalam hati.

Dengan langkah tenang Arya mendekati Anan yang berjarak sekitar tiga meter darinya.

"Mana handphone kamu," minta Arya.

Arya menghubungi sekumpulan angka yang ia ketik yang tak lain adalah nomor handphonenya sendiri, setelah itu mengembalikannya ke Anan.

"Ini nomor saya, saya akan menghubungi kamu untuk menyelesaikan masalah kita," ucap Arya dengan penekanan.

Lalu Arya berbalik melangkah masuk ke dalam kendaraan yang setia menunggunya sejak tadi bersama sang sopir.

Flashback off

Bab 2

Hi, my readers. Aku berharap kalian suka cerita aku. Meskipun tidak gimana-gimana, semoga kalian menikmatinya.

Selamat membaca..

💠💠💠

Belum sempat gemuruh suara yang bersahut-sahutan menghilang, tiba-tiba muncul suara melalui mikrofon.

"Saya yakin orang yang di samping kamu tau jawabannya," ucap Arya dengan melirik ke arah orang yang duduk di samping Rara, yang tak lain dan tak bukan adalah Anan.

Bukan hanya Rara yang memalingkan wajahnya ke arah Anan berada, bahkan seluruh mahasiswa dan mahasiswi yang ada dalam aula yang penasaran tentang siapa orang yang ditunjuk oleh dosen baru tersebut pun ikutan menoleh.Tentu saja timbul pertanyaan dibenak mereka, jangan ditanya bagaimana reaksi sahabat-sahabat Anan. Sedangkan orang yang dimaksud semakin menundukkan kepalanya. Bukan karena tidak berani menatap orang-orang yang saat ini melihatnya, tapi karena memikirkan nasib selanjutnya di tempat ia menimba ilmu saat ini. Mengingat orang yang ia permalukan tadi di jalan adalah dosen pengganti yang akan menjadi dosen pembimbingnya.

"Kok bisa kebetulan begini sih. Mana dia kentarain aku lagi, aduh... Mamah, bantu anakmu yang cantik tapi sedikit oon ini. Ah, sudahlah. Udah ketahuan juga, hadapin aja. Anan, kamu bisma. Eh salah, kamu bisa!" gerutu Anan dalam hati seraya menyemangati dirinya meskipun gugup.

Rara yang sejak tadi menatap Anan udah gatel ingin bertanya ke sahabatnya yang sejak tadi hanya diam saja ini. Sedang Salma yang duduk di samping kiri Anan segera menyikut Anan karena menyadari tatapan aneh Rara. Ya, walaupun Salma juga penasaran dalam hal ini.

Karena mendapat sikutan dari Salma, Anan pun langsung menoleh ke arah Salma yang dibalas dengan Salma menunjuk ke arah Rara menggunakan dagunya. Hal ini membuat Anan harus memutar wajahnya menghadap Rara.

Mendapat tatapan aneh dari Rara, Anan mengerti apa yang ada di pikiran sahabatnya yang usil, centil dan sedikit gesrek itu.

"Ntar aku cerita ke kalian bertiga," ucap Anan yang tidak mau sahabatnya berpikiran macem-macem terhadapnya. Lalu disambut anggukan oleh ketiga sahabatnya.

Berbeda dengan Anan yang sedang galau, Arya yang saat ini telah duduk kembali setelah dari podium, menarik salah satu sudut bibirnya, puas dengan apa yang dialami oleh Anan.

"Ini kamu yang meminta," ledek Arya dalam hati

"Ada hubungan apa kamu dengan pak Arya?" tanya Rara ke Anan tanpa menunggu lama setelah mereka bubar dan keluar dari aula kampus, lalu duduk kembali di tempat mereka sebelum masuk aula.

"Aku dan pak Arya tidak ada hubungan apa-apa," jawab Anan yang membuat Rara dan Salma memicingkan matanya, tanda belum puas dengan jawaban yang diberikan Anan. Sedangkan Adji hanya duduk santai menyimak obrolan mereka.

"Okey, aku akan cerita, tapi kalian harus diam dan jangan ada yang menyela," ucap Anan kemudian dibalas anggukan oleh Salma dan Rara.

Anan pun mulai menceritakan kronologi bagaimana ia mempunyai nomor handphone pak Arya di ponsel miliknya. Termasuk bagaimana dia menghadang mobil yang dikendarai oleh pak Arya waktu itu.

"Hebat kamu Nan," seru Adji sambil mengangkat jempol tangan kanannya tepat menyentuh hidung Anan. Yang mendapat teriakan dari Anan.

"Adji Abdi Prasetya!!! Awas kalo kamu masih nyentuh hidungku, aku bilang ke Wawa kalo kamu punya gandengan baru."

Sontak Adji langsung melotot dan bingung dari mana Anan bisa tau.

"Apa? Heran ya dari mana aku bisa tau!Makanya jangan macem-macem dengan Anan," seloroh Anan dengan bangganya.

Seperti biasa, Adji selalu terkekeh dan mengacak ringan rambut Anan jika Anan bertingkah seperti itu. Karena menurutnya, itu lucu.

Dan tanpa mereka ketahui, beberapa meter dari tempat mereka berada, yaitu di tempat parkiran dosen, sepasang mata menyaksikan tingkah mereka. Dia adalah Arya.

"Kita menuju kantor pak!" perintah Arya ke sopirnya, setelah memuaskan netranya.

"Baik, tuan," ucap sang sopir dengan hormat.

Kembali ke Anan dss (dan sahabat-sahabatnya).

"Lalu bagaimana reaksi pak Arya setelah kamu teriakin dia?" tanya Salma penasaran.

"Pasti pak Arya malulah," tebak Rara.

"Tapi, bukankah pak Arya yang menggantikan pak Hendrawan sebagai dosen pembimbingmu," ucap Salma ke Anan sedikit khawatir.

"Bonyok kamu Nan," sewot Rara.

"Hussh! Apaan sih kamu Ra," sela Adji yang mengerti dengan apa yang dirasakan oleh Anan saat ini.

"Iya, iya, mangap. Eh, maaf," ucap Rara cengengesan.

"Kamu tenang aja Nan, InsyaAllah semua pasti baik-baik aja," ucap Salma menenangkan sambil mengusap punggung tangan milik Anan.

"Iya, betul tuh Nan. Kamu kan pinter, kamu pasti bisa ngehadapi dosen baru itu. Lagian kan belum tentu juga dia killer," jelas Rara.

"Duh, kalian baik banget sih, jadi terharu deh. Oh my sisters," ucap Anan sedikit lebih tenang sambil merentangkan kedua lengannya dan memeluk Salma dan Rara.

"Ini nih, yang aku tidak suka dari kalian bertiga. Giliran adegan peluk memeluk aja, aku seolah tak kasat mata. Sekali-kali ajak aku kek, kayak Teletubbies gitu. Pelukan berempat," komplain Adji namun hanya bercanda.

"Mau?" tanya Rara yang langsung mendapat anggukan penuh semangat dari Adji, meskipun Adji tau kalo itu mustahil.

"Noh, pohon mangga nganggur," ucap Rara sambil menunjuk pohon mangga yang tak jauh dari tempat mereka dengan menggunakan bibir dan dagunya.

"Uhh, dasar! Cantik sih, tapi ngeselin!" kata Adji. "Ihh, sorry ya, aku muanizzz kalee," timpal Rara yang tidak mau dikatain cantik.

"Ya udah, kalo gitu aku pulang duluan ya. Soalnya aku udah janji bantuin mamah di toko kue hari ini. Maklum, mamah dapat orderan banyak hari ini," pamit Anan, juga menjelaskan.

"Alhamdulillah, semoga kue tante Yati semakin laris ya di pasaran, amin," kata Salma mendoakan. Dan yang lain pun mengaminkan.

Anan pun meninggalkan mereka menuju parkiran di mana kendaraan roda dua miliknya terparkir. Namun, betapa kagetnya Anan ketika melihat motor matic miliknya tak seperti waktu terakhir kali dia memarkirnya.

Kedua kaca spionnya pecah walaupun masih terpasang di posisinya. Kedua rodanya kempes dan terdapat selembar kertas yang melekat di atas pedometer motor tersebut.

Tanpa menunggu waktu, Anan langsung meraih kertas tersebut lalu membacanya.

"Akan seperti ini dirimu, jika kamu berulah."

Seketika kening Anan mengernyit. Kemudian kembali menemui sahabatnya yang masih setia duduk di taman kampus. Tak lupa dengan membawa serta selembar kertas tadi.

"Loh, kok balik lagi? Kirain udah nyampe toko" tanya Rara.

"Nih!" seru Anan seraya meletakkan lembaran kertas yang ia bawa di meja taman di hadapan mereka.

"Ini apa maksudnya?" tanya Salma setelah membaca isi dari kertas itu.

"Kamu nemu ini dimana?" Tanya Adji tak mau kalah.

Anan hanya menarik nafas panjang kemudian mengeluarkannya perlahan lalu berkata, "Aku nemu ini di atas motor aku, dan parahnya motor aku dirusakin."

"Apa??" pekik ketiga sahabat Anan bersamaan.

"Kamu pulang bareng aku aja Nan, aku nyalonnya biar besok-besok aja. Untuk urusan motor, serahin sama Adji," ajak Rara.

"Iya, kamu langsung pulang saja. Bukannya kamu buru-buru mau ke toko kue tante Yati? Pokoknya terima beres," ucap Adji membenarkan.

"Maaf ya, jadi ngerepotin," ucap Anan.

Anan pulang bersama Rara sedangkan Salma bersama Adji yang memang searah dengan tempat tinggalnya, setelah Adji menyerahkan motor matic milik Anan ke bengkel langganannya.

Sepanjang perjalanan pulang, Anan terus memikirkan tentang siapa pelaku pengrusakan motornya. Dan apa maksud dan tujuan pelaku melakukannya.

Rara yang menyadari hal itu membuyarkan pikirannya.

"Udah, tidak usah terlalu dipikirin. Kita pasti akan tau siapa pelakunya. Kalo perlu kita balas. Emang dia aja yang bisa, kita juga bisa. Dia belum tau aja, kalo dia telah mengusik dewi Qwan in yang lagi bersemedi," ucapnya menggebu.

Dan kalo Rara sudah seperti ini, Anan pasti tersenyum dibuatnya. Karena terkadang sahabatnya yang satu ini, otak sama mulutnya kadang tidak sejalan.

Jam 11.15 Anan tiba di toko kue milik mamahnya.

"Kamu sudah tiba sayang?" tanya mamah Yati. Anan hanya mencium pipi mamah Yati kemudian berjalan menuju dapur kue dimana terdapat Rasmi yang sedang sibuk dengan adonannya.

Mamah Yati yang menyaksikan hal itu merasa ada yang tidak beres. Biar bagaimana pun naluri seorang ibu pasti peka.

💠💠💠

Jangan lupa like dan vote ya readers yang baik. Terima kasih..

Bab 3

Jam 5 sore Anan dan mamah Yati bersiap pulang ke rumah, begitu juga dengan Rasmi. Rasmi pulang dengan mengendarai motor maticnya sendiri, sedang Anan dan mamah Yati menggunakan jasa taksi online. Mamah sendiri tidak mau bertanya perihal kenapa anaknya itu ke toko diantar oleh Rara dan dimana kendaraan miliknya sekarang.

Sekitar 15 menit kemudian, Anan dan mamah Yati tiba di rumahnya di kompleks perumahan yang sangat sederhana yang memang diperuntukkan untuk kalangan menengah ke bawah.

Dulu, dengan alasan pekerjaan papa Anan pergi meninggalkan mamah Yati. Namun, semakin hari mamah Yati tak kunjung mendapat kabar sama sekali. Hingga genap sebulan setelah kepergian sang suami, mamah Yati dinyatakan positif hamil sepuluh minggu oleh bidan puskesmas di kampungnya.

Ada kebahagiaan tersendiri saat mengetahui bahwa dirinya akan menjadi seorang ibu. Akan tetapi, semakin mamah Yati memikirkan kehamilannya, semakin sedih pula hatinya, mengingat dirinya hamil tanpa didampingi oleh suami.

Beruntung, masih ada Nurhayani yang akrab disapa Yani, adik kandung dari mamah Yati menemaninya. Namun demikian, mamah Yati selalu mencoba untuk ikhlas dan tersenyum.

Begitu Anan lulus SMA, mamah Yati dan Anan pindah ke kota untuk melanjutkan pendidikan Anan di bangku kuliah. Apalagi, Yani, tante Anan telah menikah dan hidup bersama suaminya di kota lain sejak Anan masih berusia 10 tahun dan menetap di sana hingga saat ini.

"Kamu baik-baik saja kan sayang?" tanya mamah begitu berada di ruang tamu.

Sambil tersenyum Anan menjawab, "Anan baik kok Mah" ucapnya.

"Ya sudah, kamu mandi kemudian istirahat. Hari ini biar Mamah saja yang nyiapin makan malam" kata mamah.

"Iya, Mah" ucap Anan.

Anan kemudian masuk ke kamarnya dan segera membersihkan diri. Setelah membersihkan diri sambil menunggu ibadah shalat magrib, Anan memainkan ponsel miliknya. Belum satu menit dia mainkan ponselnya, tiba-tiba androidnya itu berdering dan menampilkan Rara memanggil pada layarnya.

"Aku yakin ini ada hubungannya dengan Septi and the gank."

Kalimat yang pertama kali terdengar oleh indera pendengaran Anan yang merupakan suara dari Rara.

"Waalaikumsalam, kebiasaan deh" ucap Anan.

"Hehehe.. maaf, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Gimana menurut kamu, Nan?"

"Entahlah, aku tidak tau. Kalo pun iya, kali ini aku salah apa lagi."

"Paling juga seperti biasa, karena kamu lebih unggul dari mereka."

"Tanaman kalee, bibit unggul."

"Ya.. apa lagi coba, kalo bukan karena mereka sirik. Sirik kan tanda tak laku."

"Jadi menurutmu aku dah laku gitu?.. Itu mulut asal jeplak aja."

"Yeee..bukannya bersyukur dibantu mikir, malah dikatain asal aja."

"Maacih sahabatku Rara yang muanizzznya sekompleks. Aku baru ngeh, kalo tuh otak bisa mikir. Kirain cuma pelengkap."

"Anannnn.. !!! pokoknya aku yakin, kalo ini ulah mereka. Dan aku siap buat perhitungan dengan mereka. Ya udah, aku tutup ya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Setelah Anan dan Rata menyudahi percakapan mereka melalui ponsel, pintu kamar Anan terketuk oleh mamah Yati.

"Boleh Mamah masuk, nak?" pinta mamah Yati yang sebenarnya tidak mau mengganggu waktu istirahat anaknya. Namun karena terbesit kegelisahan di hatinya, terpaksa ia lakukan.

"Silahkan Mah, tidak terkunci" ucap Anan.

Setelah berada di dalam kamar Anan, mamah Yati duduk di atas tempat tidur berhadapan dengan Anan.

Sambil menggenggam tangan Anan, mamah berucap, "Sayang..Mamah masih tidak menyangka kalo anak perempuan yang mamah rawat sejak lahir, kini sudah jadi seorang gadis yang cantik, pintar dan mandiri. Walaupun terkadang Mamah kangen kamu bermanja-manja dengan mamah, kamu nangis dipelukan Mamah, kamu ceritakan semua hal yang kamu jumpai di luar sana ke Mamah. Jujur Mamah kangen sayang dengan semua itu. Tapi kalau memang kamu merasa berat untuk cerita ke Mamah, Mamah tidak akan maksa sayang. Mamah yakin, kamu punya cara sendiri untuk menyelesaikan apapun permasalahan yang kamu hadapi" ucap mamah dengan bijak dan dengan mata yang berkaca-kaca.

Sontak Anan langsung memeluk mamah Yati dan dibalas oleh mamah Yati.

"Maafin Anan Mah, kalau Anan ada salah. Tidak ada sedikit pun niat Anan untuk jauh dari Mamah. Anan akui, kalo Anan kadang asyik dengan dunia Anan sendiri. Tapi Anan mohon, Mamah tetap di sini bersama Anan, menemani Anan sampai kapan pun. Anan ingin buat Mamah bahagia, karena Anan tau, tidak mudah merawat Anan dari lahir sampai sekarang ini. Mamah berjuang sendiri menghidupi Anan, menyekolahkan Anan dan memenuhi segala kebutuhan Anan. Tidak semua ibu bisa seperti Mamah. Terima kasih telah ngelahirin Anan, terima kasih telah merawat Anan, terima kasih karena telah bersedia hidup bersama Anan" ucap Anan yang sejak tadi berurai air mata.

"Mamah adalah Mamah terhebat yang ada di dunia ini. Anan janji, akan selalu buat Mamah bahagia, akan selalu buat Mamah bangga dan akan selalu ada buat Mamah" ucap Anan lagi seraya melepaskan pelukannya dan menggenggam tangan mamah Yati.

"Mamah bersyukur kamu terlahir dari rahim Mamah sayang. Ingatlah, tidak ada masalah tanpa penyelesaian. Hidup ini tidak selalu mudah, adakalanya kita harus berhadapan dengan sesuatu yang tidak kita inginkan sama sekali. Namun bijaklah dalam menyikapi. Karena dengan adanya permasalahan, bukan sekedar mengajarkan kita tentang cara penyelesaiannya, tapi juga mengajarkan kita tentang arti hidup" ucap mamah.

"Anan sayang Mamah" ucap Anan memeluk mamah lagi.

"Mamah jauh lebih menyayangimu sayang" timpal mamah sambil mengelus kepala bagian belakang Anan.

Setelah pelukan mereka saling terlepas, mamah berkata, "Tidak ada seorang ibu pun yang tak menginginkan kebahagiaan untuk anaknya. Setiap ibu pasti berharap anaknya bahagia dan sukses meraih cita-cita. Tak terkecuali Mamah. Mamah ingin kamu tidak merasakan apa yang pernah Mamah rasakan, karena Mamah tidak ingin kamu terluka dan menangis."

Waktu magrib pun tiba, suara azan magrib berkumandang di masjid kompleks perumahan yang dihuni Anan dan mamah Yati.

Seperti biasa, Anan dan mamah Yati melaksanakan ibadah shalat magrib di kamar masing-masing.

Setelah melaksanakan ibadah shalat magrib, mereka duduk di meja makan menikmati makan malam mereka. Hanya ada suara dentingan sendok dan piring di sana, karena sejak kecil mamah Yati telah mengajarkan agar sebisa mungkin untuk tidak berbicara disaat sedang makan.

Anan segera membersihkan peralatan makan yang ia dan mamah Yati tadi pakai. Tak lupa juga ia membersihkan meja dan dapur. Setelah itu, ia menemui mamah di ruang tv.

Meskipun hunian Anan dan mamah Yati sebuah hunian yang sangat sederhana. Tapi, segala aspek dari sebuah rumah telah ada di dalamnya. Mulai dari teras, ruang tamu, ruang keluarga atau ruang tv, dua buah kamar dimana salah satunya terdapat kamar mandi di dalamnya yang merupakan kamar milik Anan, satu kamar mandi yang berada di luar kamar dan juga dapur. Walaupun setiap bagian itu tidak luas.

Ini karena mamah Yati telah merenovasi sebagian dari rumah tersebut menjadi lebih layak huni.

Setelah beberapa jam Anan di depan tv, Anan izin ke kamarnya untuk tidur lebih dulu.

Begitu sampai di tempat tidur, Anan mendengar ponsel miliknya berbunyi tanda pesan chat masuk. Namun betapa kagetnya Anan setelah membaca isi dari pesan chat tersebut.

💠💠💠

Nah.. pada penasaran kan siapa yang mengirimkan pesan chat ke Anan..

Ikuti cerita selanjutnya, dan jangan lupa tuk selalu like, vote dan komen ya..

Terima kasih😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!