Naya harus menempuh perjalanan panjang dari desa Pitaik menuju Ampenan, tepatnya di sebuah perkampungan padat penduduk di wilayah itu yang sudah tersohor sebagai komplek para kolongmerat.
Semilir angin yang masuk lewat engkel, nama bus yang yang dinaikinya membuat rambut panjangnya yang dikepang dua melambai-lambai dan menghalangi penglihatannya, ia pun sesekali menyekanya.
Naya berharap ketika ia sampai dirumah majikannya ia mendapatkan perlakuan yang baik dari calon suaminya yang tak lain adalah anak majikannya sendiri, Rangga Fataillah.
Ibunya tak menjelaskan samasekali seperti apa Rangga, karena ia takut putrinya akan menolak.
Engkel nya sudah masuk kawasan lombok barat. Ia menggeliat dan merapikan diri karena sebentar lagi akan sampai di terminal.
Naya sedikit lagi tiba, ia sudah masuk wilayah Ampenan setelah berganti kendaraan di terminal tadi menggunakan bemo kuning. Usai turun dari bemo kuning ia berjalan kaki dari per lima an menuju sebuah kampung padat penduduk.
Ia kebingungan untuk menyeberang jalan karena saking padatnya lalu lintas menuju sebuah gang di seberang jalan. Seorang pemuda tampan ciri khas timur tengah menghampirinya dan membantunya menyeberang dengan menghalangi mobil dan motor dengan satu telapak tangannya. Naya berterimakasih padanya dan mereka terpisah saat pemuda itu berjalan kearah kanan menuju sebuah gang sempit.
Naya tiba disebuah rumah megah nan elegan berwarna dominan putih dan hitam. Ia mendongak takjub. Dengan ragu ia memencet bel disamping kiri rumah itu. Seorang Satpam mengecek dari cctv dan bertanya lewat mikropon yang tersambung dengan Naya.
"Saya, Naya, anak bu Marni" lapor Naya.
Tanpa bertanya lagi pak Indro membukakan gerbang untuknya dan mempersilahkannya masuk.
Mata Naya terbelalak tak percaya melihat rumah itu yang begitu megah. Ia meneliti ke segala arah sambil berdecak kagum.
"Mari, Non" kata pak Indro membimbingnya masuk kedalam rumah.
Semua anggota keluarga Abdullah telah berkumpul diruang tamu beserta bi Marni dan suaminya menanti kehadiran Naya. Rangga bersandar santai di sofa sambil memainkan Hp nya. Sesekali ia tersenyum membaca Wa dari pacar barunya.
"Ceh" tawanya akhirnya keluar. Gadis di ponselnya merayunya habis-habisan. Ia merasa geli dan tak tahan.
Rendra, Kakak tertuanya menarik Hp itu dengan tampang kesal. Rangga melotot dan geram. Ia berdecak kesal dan berusaha mengambil benda itu yang telah diselipkan Rendra dibawah bantal disampingnya.
"Balikin!" gertaknya. Ia tak rela 'nyawanya' itu dirampas.
"Jangan main Hp terus!" bentak Rendra geram sedari tadi menahan diri.
Papanya menghentakkan tongkat kayunya menatap tajam kearah keduanya. Kedua putranya itu membuat telinganya bising dan hatinya panas, "Apa gadis itu masih jauh?" geram nya tak sabaran karena sudah terlalu lama menunggu.
"Coba telpon lagi," bisik Marni gusar kepada Lukman ketakutan.
Lukman memencet nomor Nara dengan tangan gemetar dan hampir saja menjatuhkan ponselnya, "Ya Allah gusti! Dimana kamu, nak!" pekik nya tertahan.
Tiba-tiba saja suara seorang gadis muda mengucapkan salam. Sontak seluruh anggota keluarga Abdullah terperangah. Sosok Naya muncul dan membuat seisi rumah terperanjat dengan aura kecantikannya yang terlihat ayu dan polos. Mulut Rangga menganga menatap gadis itu dari ujung sandal hidung ujung kepala. Tiba-tiba tawanya pecah sambil mendekap perutnya yang terasa sakit.
Naya tersentak dan merasa tersinggung dengan wajah cemberut, "Memangnya aku kenapa?" tanyanya dalam hati sembari bolak balik atas bawah mengecek dirinya sendiri. Ia tak menemukan kejanggalan dari dirinya sedikitpun.
"Rangga!" sergah Abdullah seraya menghentak kan tongkat kayunya. "Sambut calon istri mu!" perintahnya tegas.
Rangga bangkit dan mendekat dengan raut wajah jijik menatap Naya. Ia enggan untuk bersentuhan dengan gadis yang nampak kotor dan kumal dimatanya itu.
Rangga enggan untuk bersalaman dengannya. Tetapi apa boleh buat semua ini karena paksaan. Ia mengulurkan tangannya dan membuang muka. Naya
tak menyangka jika laki-laki angkuh dan selengean ini yang akan menjadi suaminya, "Naya," ucapnya ketus tanpa membalas uluran tangan Rangga.
Rangga tersentak dan tak mengira jika Naya membalasnya tak kalah dingin. Dalam hati Abdullah berbisik, "Ternyata pilihanku tepat. Anak ini bisa mengendalikan si pemalas ini!"
Naya beralih kepada Abdullah dan mendekat. Ia menyapa lelaki tua itu seraya membungkuk, "Assalamualaikum, Tuan dan Nyonya," sapa nya bergantian menatap juga Susan yang menampilkan seluas senyuman padanya.
"Selamat datang, Naya," balas Susan.
Saudara-saudara Rangga hanya diam tanpa keinginan untuk menyapa nya disamping kedua orangtua mereka. Abdullah bangkit seraya menghentak kan tongkat kayunya, "Beri apa yang sepantasnya kepada Naya. Dua hari lagi pernikahan berlangsung." Ia beranjak meninggalkan tempat itu.
Rangga dan Naya kaget setengah mati, terutama Rangga. Ia tak mengira jika pernikahan paksa itu akan dilaksanakan secepat itu "Sit!" geram nya karena tak mampu melawan.
Naya melotot mendengar ucapannya yang sangat kasar. Ia jadi semakin tak menyukainya.
"Kak Naya, mari aku antar ke kamarmu!" ajak si manis Rosi, adik kedua Rangga. Ia menarik pergelangan tangan Naya menuju sebuah kamar mewah di lantai dua.
Lukman dan Marni senang karena sebentar lagi akan berbesan dengan majikannya sendiri yang merupakan keluarga terkaya dikota ini, sekaligus resah dengan nasib sang putri.
Setibanya didepan pintu kamarnya yang terbuka Naya terkejut melihat luasnya kamar itu dan betapa mewahnya semua perabotan yang terpampang rapi dan elegan. Ia enggan melangkah masuk karena merasa tak pantas. Rosi memaksanya dengan paksaan yang lumayan ketus hingga membuat Naya mengikuti keinginannya, "Tak usah ragu, ini semua memang untukmu."
"Apa ini tak terlalu besar?" tanya Naya polos.
Rosi menggeleng, "Semua ini untukmu. Sekarang istirahatlah, pasti Kakak merasa kecapekan setelah perjalanan jauh." Ia melangkah keluar dan menutup pintu.
Naya serasa di surga. Ia merebahkan tubuhnya di ranjang empuk dan aromanya sangat wangi. Tapi tiba-tiba ia kepikiran kedua orangtuanya, "Emak sama Bapak dimana ya? Astagfirulloh! Durhaka kamu Naya!" kutuk nya sambil memukul kepalanya. "Tadi kamu sama-sekali tak menghiraukannya!"
Tiba-tiba gagang pintu kamarnya berputar. Lukman dan Marni muncul dan segera menutup pintu ketika sudah didalam.
"Emak! Bapak!" pekik nya girang dan segera bangkit lalu mencium telapak tangan keduanya. Marni mencium keningnya dan menariknya duduk diatas ranjang. Mata Naya berkaca-kaca menatap keduanya yang terlihat begitu letih dan agak kurus an. "Nanti aku bantu Emak di dapur ya?" pintanya bertanya.
Marni menggeleng, "Mulai sekarang Emak sama Bapak nggak kerja lagi disini."
Naya terkejut, "Kok gitu sih, Mak?" ia tak paham.
Marni mulai menjelaskan semuanya. Ia menceritakan rencana sang majikan. Marni bercerita jika mulai detik ini ia dan Lukman tak bekerja lagi. Sang tuan basar akan memberinya moda untuk mendirikan usaha. Karena tak mungkin dirinya menjadi pembantu besan nya sendiri. Tuan Abdullah juga sudah memberikan sebuah rumah sederhana tak jauh dari rumah ini agar Naya bisa setiap waktu bertemu dengannya.
"Masya allah, tuan basar baik sekali!" gumam Naya takjub.
Wajah Marni tak menunjukkan kegembiraan sedikitpun karena permasalahannya disini adalah Rangga, pemuda manja, kasar, dan masih bergantung kepada orangtuanya. Ia mengkhawatirkan nasib Naya yang akan hidup susah bersama pemuda itu karena kelakuan buruknya. "Jangan sedih, Mak," pinta Naya seraya membelai wajah Marni.
Lukman juga tak tega. Tetapi kesepakatan sudah dibuat. Jikalau ia berani membatalkan perjanjian itu maka ia harus ganti rugi atas mobil tuannya yang telah secara tidak sengaja hilangkan karena kecerobohan nya yang lupa mengunci pintu mobil saat ikut masuk bersama Abdullah kedalam sebuah pusat perbelanjaan. Saat itu ia benar-benar lalai. Harga mobil itu tak mungkin bisa digantikannya sekalipun harus menjadi sopir pribadi gratis Abdullah selama bertahun-tahun. Dengan terpaksa ia mengorbankan Naya agar tak dijebloskan kedalam penjara.
Naya berpikir ini adalah perjodohan normal. Lukman dan Marni tak sampai hati harus menceritakan kejadian yang sebenarnya.
Ketukan pintu Mona membuyarkan pikiran ketiganya. Pembantu ber mulut bocor itu masuk dengan membawa makanan menggunakan kereta dorong. Ia menghidangkan nya dengan berusaha untuk santun dihadapan Naya yang sebentar lagi akan menjadi nona mudanya, "Silakan non Naya, pak Lukman, bi Marni menikmati hidangan ini. Jika ada yang kalian inginkan tinggal tekan nomor dua di telepon, saya akan segera datang." Ia mundur kebelakang sedikit menjauh lalu keluar dan menutup pintu kembali. Lukman dan Marni tertawa geli melihat tingkahnya yang tak berdaya. Padahal selama ini wanita itu selalu culas dan sangat angkuh kepadanya.
"Huh! Enak bener Bi Marni jadi besan keluarga ini! Pasti bakal jadi ngelunjak tuh!" gerutu nya sambil berjalan menuruni anak tangga.
Di meja makan seluruh keluarga telah berkumpul untuk makan siang bersama. Rina senang karena Naya, si babu itu tak ikut makan di meja makan bersama mereka. Sementara itu diam-diam Ilham, anak tertua kedua di keluarga itu sungguh mengagumi kecantikan dan sikap santun yang ditunjukkan Naya tadi. Di seberang nya Rangga menyantap makanannya dengan cepat karena ia ada janji bertemu dengan teman-teman kuliahnya disebuah cafe. Rendra menatapnya dengan tatapan benci, "Anak yang satu ini tak pernah tahan berlama-lama dirumah. Ia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermain. Tak pernah ada pemikiran untuk mempertanggungjawabkan dirinya sendiri apalagi kedua orangtuanya. Yang ada dipikirkannya adalah bermain-bermain dan bermain. Hingga ia tak sadar jika sudah waktunya dirinya untuk mulai bersikap dewasa. Ini semua tak lepas dari didikan manja
mama!" geram nya dan ini adalah pikirannya dan keluarganya yang bertolak belakang dari kenyataan yang selama ini dilakukan oleh Rangga.
"Pergi dulu!" ucapnya seraya bangkit lalu pergi begitu saja.
"Anak berandal!" decak Rendra kesal menatapnya penuh kebencian.
"Jangan katai adik mu seperti itu," sela Susan tak terima anak mas nya itu dihina.
"Kenapa rumah ini semakin tak nyaman!" gerutu Abdullah dan segera meminum air mineral nya. Ia pun segera meninggalkan tempat itu meninggalkan ketakutan dihati putra putrinya.
"Jangan lakukan ini lagi dihadapan papa!" sergah Susan kesal kepada Rendra dan segera menyusul Abdullah ke ruangan kerjanya.
"Yah, semuanya selalu salah jika berkaitan dengan anak brandal itu!" ucap Rendra malas dan ikut-ikutan berlalu. "Siapkan mobil ku!" pintanya kepada seorang pelayan laki-laki yang sedari tadi berdiri menunggu perintah darinya.
"Habiskan makanan kalian!" tunjuk Ilham kepada Rosi dan Rina. Keduanya sangat menghormatinya dan tak membantah.
"Sulaiman masih berapa lama lagi bersama mamanya?" tanya Rina kepada Ilham.
"Besok aku akan menjemputnya," jawabnya dingin. Ilham juga sudah kangen dengan putra semata wayangnya itu setelah 3 hari tak bertemu.
Bersambung....
03.00 wita:
Rangga masuk kedalam rumah dengan mengendap-endap. Ia berharap tak satupun dari anggota keluarganya terbangun. Lampu dirumah megah itu gelap gulita dan hanya lampu dapur yang menyala dengan cahaya yang sangat terang.
Saat tiba di pertengahan anak tangga ia terkejut karena terdengar langkah kaki seseorang mendekat ke arahnya, "Mas? Ini mas Rangga?" tanya Naya berusaha mengenalinya.
Rangga panik bukan main dan lantas berjalan pelan ke arahnya dan membekap mulutnya, "Jangan keras-keras!" sergahnya tertahan.
Naya memukul-mukul tangannya dan berusaha melepaskan diri.
"Aku bilang diam!" geram Rangga panik dan akhirnya Naya pun mengangguk.
"Apaan sih, Mas!" sergah Naya kesal.
"Ssst," desis Rangga seketika. "Kamu mau semua orang terbangun!"
"Iya-iya!" bisik Naya. Ia kian tak respek kepada lelaki itu dan mulai berpikiran yang tidak-tidak terhadapnya.
"Awas kalau besok kamu ngadu yang macam-macam tentang aku pada orang rumah!" telunjuknya mengarah ke wajah Naya dengan tatapan mata tajam hingga menusuk batin Naya. Ia pun meninggalkan gadis itu dengan kesan kedua yang teramat buruk di pikiran Naya.
"Masa bodo denganmu!" sergah Naya dan melanjutkan langkahnya menuju dapur.
Di dapur itu semua lauk dan cemilan mewah terhidang diatas meja. Naya tak pernah melihat makanan dengan tampilan secantik itu.
Ia mulai mencomot satu per satu hidangan itu menggunakan jari nya. Ia mengambil piring dan menyendok nasi kemudian mengambil beberapa lauk. Ilham tersenyum tipis menatap gadis itu yang terlihat sangat unik dimatanya.
Naya mengangkat satu kaki keatas kursi dan mulai menyantap makanannya menggunakan tangan kosong. Ia begitu kelaparan hingga menyendok nasi kedua. Ilham betah berlama-lama menatapnya dari anak tangga tanpa merasa pegal sedikitpun. Ketika Naya usai menyantap makanannya ia lantas mencuci tangan lalu mencuci piring nya. Ilham tak pernah menemukan gadis unik macam Naya. Ia pun memutuskan untuk menghampirinya.
"Eh! Tuan!" sapa Naya kikuk. Ia kaget dengan kehadiran Ilham saat menoleh.
"Sudah selesai?" tanya Ilham ramah sembari mencomot lauk yang ada disampingnya seperti yang Naya lakukan tadi.
"Iya Tuan. Kalau begitu saya ke kamar dulu," pamit Naya sedikit membungkuk melewati Ilham.
"Tunggu!" cegat Ilham. Naya pun menengok. "Kamu yakin akan menikahi Rangga?"
Naya bingung dengan pertanyaan. Karena tak ingin memperpanjang ia pun mengangguk ragu. Ilham tersenyum sinis karena tahu pasti gadis ini kini menyesal setelah perlakuan Rangga yang tak menyenangkan hatinya tadi di anak tangga. Ia tadi memergoki keduanya ketika akan keluar kamar, "Ya sudah," ucapnya kemudian.
Naya langsung menghempaskan tubuhnya keatas ranjang. Karena kekenyangan ia pun bisa langsung tertidur pulas, ya beginilah Naya Indriani.
......................
Keluarga Abdullah sarapan bersama di meja makan seperti biasa. Tak ada satupun dari anggota keluarga yang berani tak menghadiri setiap jamuan makan pagi, siang kecuali jika berada di kantor dan makan malam atas perintah dan peraturan yang ditetapkan oleh si tuan basar yaitu Abdullah Fatahillah. Suasana di meja makan terbilang cukup hening karena peraturan dirumah itu tak memperbolehkan berbicara ketika makan. Abdullah menyapu mulutnya dengan tisu setelah selesai menyantap makanannya. Anak-anaknya menatap kepergiannya dengan perasaan lega tetapi tak satupun dari mereka menunjukkannya.
Abdullah duduk bersandar di kursi ruang kerjanya dengan santai dan mulai mempelajari kontrak kerjasama perusahaannya dengan sebuah perusahaan asing. Susan tiba-tiba masuk dan merangkul pundaknya dengan mesra, "Aku sudah memesan baju pengantin untuk Rangga. Tetapi untuk Naya, aku tak tahu ukuran tubuhnya berapa. Rencananya aku akan mengajaknya ke butik langganan ku," jelasnya lembu.
"Tak perlu. Tinggal tanya berapa ukurannya dan pesankan di online shop milik kita," sela Abdullah enteng. Ia menganggap pernikahan Rangga ini tak terlalu penting karena hanya berharap perubahan kelakuan putranya dari pernikahannya.
Sekalipun ini hanya pernikahan biasa bagi suaminya, namun bagi Susan ia ingin yang terbaik untuk putra kesayangannya itu.
"Kapan cucuku pulang?" tanya Abdullah tiba-tiba.
"Hari ini. Ilham akan segera menjemputnya dari sekolah," jawab Susan pasti.
"Mm. Kalau begitu segera pesankan mainan baru untuknya agar ia senang ketika pulang. Pajang mainan itu diatas meja belajarnya dan singkirkan mainan lamanya. Berikan saja kepada anak-anak di kampung sebelah," perintahnya bersemangat.
Susan hanya mengangguk. Ia ingin mengeluarkan pendapatnya tetapi ia enggan dan merasa takut jika suaminya itu akan menghardik nya.
.......................
Sulaiman berlari kearah Sarah dan Ilham yang sudah menunggunya diluar sekolah. Ilham membuka kacamata hitamnya dan berjongkok lalu merengkuh tubuh mungil Sulaiman, "Sekarang ikut Papa pulang. Kakek sudah tak sabar memunggu mu dirumah."
Sulaiman mengangguk dengan senyuman manisnya. Ia mencium telapak tangan Sarah dan memohon pamit.
"Baik-baik sama papa ya, Nak," pinta Sarah seraya membelai kepala Sulaiman.
"Kami pergi dulu," ucap Ilham menggandeng tangan Sulaiman menuju mobilnya.
Sulaiman bernyanyi selama dalam perjalanan menghafalkan lagu yang tadi diajarkan oleh gurunya di sekolah tadi. Ia begitu riang dan bahagia. Ia tak sabar bertemu dengan Abdullah dan memperdengarkan nya lagu itu.
Tiba-tiba ponsel Ilham berdering. Ia tak menghiraukannya karena sedang menyetir ditengah jalan yang sangat ramai dan padat. Secara tak sengaja ia melihat dengan jelas sosok Rangga yang meninggalkan seorang wanita dengan wajah kesal dipinggir jalan lalu masuk kedalam mobilnya. Ilham yakin jika wanita seksi itu adalah pacar baru adiknya dan kini ia juga yakin keduanya sudah putus. Rangga tak juga sadar jika wanita-wanita yang selama ini ia pacari hanya memanfaatkannya karena ia adalah anak dari seorang pengusaha sukses, begitulah pikiran Ilham dan Rendra. Tetapi kenyataannya tak seperti itu. Justru Rangga lah yang memperdayai wanita-wanita itu hanya untuk kesenangan sesaat. Tapi eits, bukan sex. Melainkan hanya mengisi kekosongan di hatinya untuk sekedar mendapat sedikit sentuhan dan kata-kata manja. Selama ini juga ia terbilang pelit mengeluarkan uang untuk mereka. Itu sebabnya ia dan pacar-pacar nya selalu putus tak kurang dari 4 atau 3 hari berhubungan. Dan ia merasa puas.
"Mikirin apa, Pa?" tanya Sulaiman polos. Ia bingung kerena papanya tiba-tiba terdiam.
"Barusan Papa ngeliat Om Rangga dipinggir jalan."
"Oh," angguk nya. Sulaiman tak bertanya lagi karena merasa jawaban papanya sudah sangat jelas.
Ilham mengedepankan kepada Sulaiman tentang kejujuran. Ia sekalipun tak pernah berbicara bohong kepadanya meski putranya masih sangat kecil.
...................
Rangga tiba dirumah dan mencari mamanya dengan bertanya kepada beberapa pelayan yang tengah sibuk membersihkan setiap sudut rumah. Ia lantas menuju taman belakang setelah mendapatkan informasi bahwa Susan sedang bersantai disana.
"Mama!" teriaknya manja memeluk Susan dari belakang.
Susan tersenyum ceria, "Kamu butuh sesuatu?" tanyanya.
"Aku butuh 1 juta, Ma. Ada yang mau aku beli," pintanya manja.
Tanpa pikir panjang Susan langsung mengambil ponselnya dan mentransfer uang yang diminta Rangga ke rekeningnya.
"Thanks, Ma," ucapnya seraya mengecup ubun-ubun Susan.
"Baju pengantin mu sudah di kamarmu. Sebaiknya sekarang kamu coba dulu," pinta Susan.
"Pas kok. Lagian cuma pernikahan murahan seperti ini. Tak perlu serius," jawabnya santai.
Tanpa ia sadari Naya sudah ada dibelakangnya.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!