Natasya Faradila, ia adalah wanita karier yang sudah 3 tahun bekerja menjadi sekretaris di Jackson Group, Bali. Ia menjadi Sekretaris Presdir di perusahaan tersebut. 5 tahun yang lalu, dari Ibu kota Jakarta, Ia merantau ke Bali, dan mencoba untuk hidup kembali dengan image yang berbeda. Berbekal ijazah D3 dan uang seadanya, ia memutuskan untuk hijrah ke Bali, meninggalkan masa lalu kelamnya.
Kesalahan di masa lalu, membuat dirinya lebih teliti dan tegas dalam mengambil suatu keputusan. Bukan manusia namanya, jika tak pernah melakukan kesalahan. Ya, Dila pernah menjadi wanita yang ceroboh dalam hidupnya. Dila pernah menjadi budak **** dari pria-pria biadab yang menjebaknya. Dila dipermainkan, bak boneka bergilir yang bebas digerayangi oleh banyak pria. Semua itu terjadi karena utang keluarganya yang menumpuk, dan dibebankan pada Dila.
Dila stres berat kala itu, ia hampir-hampir menjadi gila. Tapi, berkat sahabatnya yang bernama Ali, Dila mampu bertahan hidup dan memutuskan untuk meninggalkan Jakarta. Kini, Dila menjadi wanita yang cerdas dan tangguh. Ia benar-benar telah kembali hidup dan melupakan semua kenangan buruk yang menimpanya. Dila mulai serius bekerja, dan sang Presdir Bos Dila, benar-benar mempercayai dirinya.
...*****...
#Flashback On#
5 tahun yang lalu
Natasha Faradila adalah wanita yang menjadi korban keserakahan keluarganya. Keluarga Dila memiliki banyak utang pada seorang rentenir, dan rentenir itu meminta Dila sebagai penebus utangnya, hingga keluarganya menyerahkan Dila pada sang rentenir.
Namun, Dila malah dijadikan budak **** oleh anak sang rentenir. Aldric namanya, orang yang sangat kejam, dan pemarah. Kedua orang tua Aldric, meminta Aldric untuk menikahi Dila, namun Aldric tak mengindahkannya. Bukannya dinikahi, Aldric malah hanya menikmati tubuh Dila tanpa ikatan apa pun. Bahkan, banyak anak buah Aldric yang turut menikmati tubuh Dila.
Suatu ketika, semua kejahatan Aldric tercium oleh polisi. Aldric dan yang lainnya pun di tangkap. Mereka semua di jebloskan ke penjara. Akhirnya, Dila bebas dari jeratan mafia berengs*k itu. Ia diminta untuk melakukan proses visum dan sebagainya, namun Dila menolak, karena ia lebih memilih untuk melarikan diri daripada mengikuti serangkaian pemeriksaan demi pemeriksaan.
Ingin rasanya Dila bunuh diri, dan pergi meninggalkan dunia ini, tapi ia sadar, life must go on. Ia percaya, setelah badai menerpa, pasti akan datang pelangi pada akhirnya. Karena itulah, ia melarikan diri dan merantau ke pulau Bali, demi meneruskan hidupnya yang telah hancur. Berbekal uang dari Ali, ia mencoba hidup dan menetap di Bali.
Masa kelam hidup Dila berakhir, ketika ia memutuskan untuk meninggalkan Jakarta, dan pindah ke Buleleng, Bali. Dila mengubur kisah kelamnya dengan bekerja serabutan demi sesuap nasi untuk melanjutkan hidupnya yang baru.
Namun, beberapa bulan kemudian sebuah kejutan terjadi. Dila ternyata hamil. Sampai pada akhirnya, ia melahirkan bayi mungil yang cantik. Beruntungnya Dila dan bayinya, ada seseorang Ibu paruh baya yang berusia 45 tahunan, hidup sebatang kara, dan bersedia mengurus bayi Dila yang terlantar. Entah siapa Ayah bayi ini, karena dahulu Dila sering ditiduri banyak lelaki.
Hatinya bahagia, ia bangga pada dirinya, ketika ia diterima saat melamar pekerjaan ke perusahaan ternama di Denpasar. Ia diterima bekerja menjadi staf administrasi di Jackson Grup. Hingga beberapa bulan kemudian, Dila diangkat menjadi sekretaris karena jurusan kuliahnya di bidang perkantoran.
Flashback Off.
❤❤❤❤❤
Denpasar, Bali.
Presdir Jackson grup, Tuan Kaisar Gavindra. Lelaki berusia 30 tahun, yang sangat dingin dan serius dalam menjalankan perusahaan. Dila menjadi sekretarisnya sudah lebih dari 3 tahun. Semua tugasnya, Dila kerjakan tanpa mengenal waktu.
Dila terpaksa mengaku lajang, karena Pak Kaisar menginginkan sekretaris yang masih lajang. Ketika Dila dicalonkan oleh manajernya, Dila mengaku lajang. Memang lajang, karena tak pernah menikah. Ia hanya mempunyai anak, korban dari kebejatan laki-laki yang biadab.
"Dila, aku akan pergi makan malam bersama Tuan Chen, tolong persiapkan Jas dan dasi yang senada untukku. Jangan lupa juga berkas kerja sama dengan mereka, kamu harus over time malam ini. Temani aku bertemu mereka!" Perintah Kaisar.
"Baik, Pak. Saya akan menyiapkan semua." Dila mengangguk.
"Bagus." Kaisar pergi keluar dari ruangannya.
Beginilah keadaan Dila setiap harinya. Ia tak pernah bisa pulang sore hari, karena hampir setiap hari Kaisar selalu menyuruh Dila melakukan sesuatu. Untuk bertemu putrinya pun, Dila hanya bisa pulang satu bulan sekali. Padahal, jarak dari Denpasar ke Buleleng hanya berkisar dua jam lebih, namun karena Dila terlalu sibuk, ia pun kesulitan untuk bertemu putrinya.
Acara makan malam berjalan lancar. Dila dan Kaisar mampu meyakinkan pihak Tuan Chen untuk sanggup bekerja sama dengan mereka. Akhirnya, pihak Tuan Chen menandatangani kerja sama antar perusahaan. Itu berarti, waktu makan malam akan segera berakhir.
Ya ampun, sudah pukul 21.00 WIT. Aku benar-benar lelah. Kalau bukan karena loyalitas ku pada perusahaan dan Pak Kai, aku tak mau bekerja sampai selarut ini. Oh Tuhan, aku lelah. Kapan penderitaan ini akan berakhir? Ternyata, menjadi Ibu sekaligus Ayah itu begini Nak, Ibu berjuang hanya untuk kamu, Clarissa. Batin Dila.
"Baik, terima kasih atas kerja samanya. Semoga ke depannya akan semakin lebih baik lagi, Tuan Chen." Kaisar berdiri, lalu menundukkan badannya.
"Baik, saya berharap penuh pada Anda, Tuan Kai." Tuan Chen menyalami Kai dan Dila.
Tuan Chen dan dua asistennya pergi meninggalkan Kaisar dan Dila. Kaisar mengajak Dila untuk segera pulang.
"Dil, ayo kita pulang." Ajak Kaisar.
"Kita berbeda arah, Pak. Saya akan menemani Anda sampai parkiran, sehabis itu saya akan memesan kendaraan Online." Jawab Dila.
"Biar aku yang antar. Ini sudah terlalu malam," Ucap Kaisar.
"Itu akan sangat merepotkan Anda, Pak. Saya tidak ingin Anda harus capek bolak-balik mengantar saya, apalagi saat ini Pak Kai menyetir sendiri, tidak diantar oleh Pak Satya." Jawab Dila.
"Kapan lagi seorang Kaisar Gavindra mau mengantar bawahannya. Baru kali ini aku berbaik hati padamu, Dil. Ini berkat kerja kerasmu yang membantuku meraih hati CEO Chen grup. Ayo, jangan banyak bicara. Ini sudah malam!" Ucap Kaisar.
Kaisar berlalu meninggalkan Dila seorang diri. Dila terpaksa mengikuti perintah Bosnya, karena Kaisar bukan tipe orang yang dengan mudah ditaklukkan. Sebenarnya, Dila senang, karena pulangnya akan di antar oleh Kaisar, ia tak perlu mengeluarkan ongkos dan waktu pun akan semakin cepat sampai ke rumah kontrakannya.
"Pak, apa minggu depan saya boleh cuti?" Tanya Dila.
"Kamu mau ke mana? Bagaimana kalau tiba-tiba aku membutuhkanmu?"
"Tapi, sudah hampir satu bulan saya tak libur, Pak. Saya lelah, ingin istirahat satu hari saja." Ucap Dila.
"Akan aku pertimbangkan, pastikan pekerjaanmu tak ada yang terbengkalai. Aku tak ingin ada kesalahan sedikit pun." Tegas Kaisar.
"Baik, Pak. Saya akan mengerjakannya dengan baik." Jawab Dila.
Kaisar dan Dila telah berada dalam satu mobil yang sama. Kaisar segera melajukan mobilnya menuju arah yang ditunjukkan oleh Dila. Kaisar dingin, tak banyak bicara. Ia hanya bicara ketika sibuk mengurus masalah pekerjaan saja. Selebihnya, ia cuek dan tak pernah berbicara hal-hal yang tak penting.
"Kamu kerja untukku sudah berapa lama?" tanya Kaisar.
"Kurang lebih 3 tahun, Pak." Jawab Dila.
"Dan hampir 3 tahun juga, saya baru kali ini mengantar kamu pulang!" Ucap Kaisar.
"Ah, iya Pak. Terima kasih." Dila tersenyum.
Kaisar terdiam. Ia memang tak pernah peduli pada Dila, yang ia pedulikan hanya lah perusahaannya. Apa pun yang Dila lakukan, ia tak pernah peduli, yang ia pedulikan hanya lah perusahaan dan jabatannya.
Kaisar telah sampai mengantarkan Dila pulang ke rumahnya. Baru kali ini, Kaisar bisa sedikit ramah pada karyawannya. Dila tak henti-hentinya berterima kasih pada Kaisar, karena telah berbaik hati mengantar dirinya pulang.
"Ini rumah kamu?" Kaisar melihat kontrakan Dila dengan tatapan tak suka.
"Iya, Pak. Saya tinggal di sini."
"Sendiri?"
"Iya, Pak. Saya sendiri." Jawab Dila.
"Keluarga kamu, di mana?"
"Mereka di Jakarta, Pak. Saya di sini sendiri." Dila tersenyum.
"Oh, sudah lama kau bekerja denganku, tapi aku baru mengetahuinya. Baiklah, aku pulang dulu. Selamat malam, terima kasih atas kerja kerasmu, Dil." Kaisar kembali naik ke mobilnya.
"Terima kasih banyak Pak, telah mengantar saya pulang. Hati-hati di jalannya." Dila melambaikan tangan pada Kaisar.
Apa Pak Kaisar sedang bahagia ya? Baru kali ini dia baik dan perhatian pada karyawannya. Sungguh dia adalah orang yang tak bisa ditebak apa maunya. Tapi syukurlah, aku jadi bisa cepat sampai di rumah. Aku rindu putri kecilku, aku ingin menelepon Buk Marni, semoga saja Clais belum tidur. Batin Dila saat ia masuk ke dalam rumahnya.
Dila merebahkan tubuhnya di ranjang sempit miliknya. Ia benar-benar lelah. Tenaganya terkuras habis hari ini. Memang, ia tak memikirkan makan malam untuk sekarang, karena ia telah dinner bersama Bos dan Rekan Bos nya.
“Clais, sayangku. Bunda Rindu kamu, Nak. Ini sudah malam. Dia tidur belum ya?” Dila berbicara sendiri.
Dengan sigap, Dila memencet nomor pada handphonenya. Ia menelepon Mbok Marni, seseorang yang telah ia anggap sebagai Ibunya sendiri.
📱Clarissa, my pretty.
Tut.. tut..
Telepon tersambung. Tak lama, Buk Marni mengangkat teleponnya.
“Hallo, rahajeng wengi, gek Dila. Ngampura, Mbuk baru angkat teleponnya.” Ucap Mbuk Marni dengan logat Balinya.
“Gak apa-apa, Mbuk. Apa Clais sampun sirep?” tanya Dila.
“Sampun, Gek. Tadi pukul 8 dia sirep. Mungkin dia lelah gek, dari tadi dia main saja kerjanya.” Jawab Mbok Marni
“Baiklah kalau gitu, nggak apa-apa Mbuk. Kalau Dila dibolehkan sama Bos, minggu ini Dila bisa pulang. Tapi, Mbuk jangan dulu bicara pada Clais ya, Dila takut ada acara mendadak sehingga tak bisa izin cuti.” Jelas Dila.
“Becik, gek. Mbuk karesep. Ini sampun wengi, Mbuk kayun mekolem dulu ya, besok pagi saja telepon lagi.” Ucap Mbuk Marni.
“Inggih, Mbuk. Rahajeng wengi, rahajeng mekolem. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Telepon pun ditutup. Dila segera merebahkan tubuhnya. Ia harus istirahat, ia harus fresh menghadapi hari esok yang pastinya penuh tantangan dan penuh kejutan.
Selamat malam dunia, selamat tidur untukku. Ternyata, aku bisa hidup lebih baik lagi, aku bisa menjadi wanita yang baik. Aku kira, setelah kejadian buruk yang menimpaku, aku akan tak berguna lagi. Tetapi, Allah menyayangiku, Allah memberiku kesempatan agar aku bisa hidup lebih baik lagi. Semoga aku bisa kembali menemukan kebahagiaanku yang seutuhnya, meskipun aku sudah tak punya keluarga lagi. Kini, keluargaku adalah Clais dan Mbok Marni, yang selalu ada dalam suka dan duka hidupku. Terima kasih, atas kebahagiaan sederhana ini, ya Allah. Aku bersyukur. Ucap dila berbicara sendiri.
...******...
Keesokan harinya,
Kediaman Kaisar Gavindra.
Suasana sarapan kian mencekam, kala Papa Kaisar, Abhimana Gavindra, telah berbicara mengenai nasib percintaan kehidupan anak sulungnya. Keluarga Kaisar adalah keturunan Jawa-Bali, namun mereka bukan lahir di tanah Bali, mereka hanya memiliki leluhur asal Bali, dan meneruskan perusahaan kakek moyang nya di Bali.
Walaupun mereka tinggal di Bali, mereka tak bisa berbahasa Bali dengan benar, karena sejak kecil, Kaisar dan Keluarganya menetap di Australia. Setelah Kakek dan neneknya memindahkan kekuasaan perusahaan pada Papa Kaisar, mereka memutuskan menetap di Bali.
“Kenapa kalian terus membahas hal itu! Sudah kubilang, aku tak sudi. Aku sibuk, aku tak ada waktu untuk memikirkan seorang wanita.” Jawab Kaisar.
“Kai, Mama tidak mau kamu tua dalam kesendirian. Kamu sudah 30 tahun, Kai. Apa kamu mau begini terus? Mama tak akan menjodohkan kamu dengan sembarang wanita. Dia wanita berkelas, dan cocok mendampingi kamu, Kaisar. Papa dan Mama telah bertemu keluarganya. Dia pengusaha asal Jakarta, yang mempunyai Resort dan Hotel di Denpasar. Anaknya juga seorang model cantik. Kamu harus bertemu dengannya, Kai. Mama gak mau tahu. Sore ini, kamu harus pulang tepat waktu.” Tegas Mama Kaisar, yang bernama Ayu.
“Ma, Kaisar tak mau! Jika aku bilang tidak, berarti tidak!” Tegas Kaisar.
“KAISAR! Jangan pernah sekalipun kamu membentak Mama-mu! Dengarkan aku, kalau kamu masih ingin menjabat di perusahaan, temui wanita itu sore ini. Kamu tak boleh menghindar. Kamu tahu risikonya, bukan? Jika kamu menghindar, aku tak akan segan-segan, memberikan perusahaan kepada adikmu, Airlangga!” bentak Papa Kaisar.
Brengs*k! Sembarangan saja, susah payah aku mendirikan perusahaan ini hingga berkembang pesat seperti sekarang, namun apa yang terjadi jika aku menolak perjodohan ini? Adikku yang akan menggantikanku? TIDAK BISA! Aku harus menuruti keinginan mereka, agar perusahaan tak jatuh ke tangan Langga. Aku tak sudi. Batin Kaisar.
“Aku pergi.” Kaisar meninggalkan kedua orang tua dan adiknya.
Kaisar pun berlalu tanpa menjawab lagi perkataan kedua orang tuanya.
“Pa, bagaimana ini? Kenapa Kai marah?” tanya Mama Ayu.
“Dia takut akan ancaman jabatan. Dia pasti akan datang sore ini, lihat saja nanti.” Ucap Papa Abhi.
Kaisar segera memasuki mobil. Pak Satya, telah standby menunggu di dalam mobil. Mereka segera berangkat menuju perusahaan. Suasana hati Kaisar sedang kacau. Ia benar-benar marah pada keputusan kedua orang tuanya.
Sesampainya di perusahaan, seperti biasa, Dila menyambut kedatangannya dan menyapanya. Dila tersenyum padanya, namun Kaisar tak menoleh kearahnya sedikit pun. Dila heran, entah apa penyebab Kaisar seperti itu, pikirnya.
Sepertinya, Pak Kai sedang ada masalah, kalau seperti ini, aku pasti jadi sasaran kemarahannya. Aku harus bekerja dengan benar, aku tak boleh melakukan kesalahan apa pun hari ini. Semoga, dewi fortuna berpihak padaku. Batin Dila.
Dila membawakan teh dan kopi menuju ruangan sang presdir dingin tersebut. Seperti biasa, Dila menyimpannya di meja Kaisar. Dila tersenyum, dan membungkukkan badannya, lalu ia berbalik dan berniat akan kembali ke tempatnya.
“Tunggu!” Kaisar menahan Dila.
Astaga, apalagi ini, Batin Dila.
“Iya, Pak?” Dila berbalik.
“Sejak kapan aku mau meminum teh selain teh asli dari pucuk wangi? Sejak kapan aku mau meminum teh kemasan?” tanya Kaisar dengan nada marah.
Ya ampun, kenapa dia tahu bahwa teh ini bukan teh pucuk yang asli. Kenapa dia bisa se-detail ini. Duh, gawat! Batin Dila
Jantung Dila tak karuan. Ia rasanya mendapat masalah baru hari ini. Kaisar tak bisa ditebak apa maunya. Kaisar selalu bersifat sesuka hatinya. Dila selalu mencoba memahami Kaisar, walau sampai saat ini, Dila tak pernah tahu, kenapa sang presdir selalu saja bersifat seperti itu.
“Maaf, Pak. Teh asli kita persediaannya sudah habis. OB kita lupa membelinya, teh kemasan itu pun saya yang tadi pagi membeli di minimarket seberang. Karena, kalau teh pucuk asli, kita harus membelinya langsung dari produsen teh yang tempatnya cukup jauh dari sini, Pak.” Jelas Dila.
“Kalau kamu tak bisa memberiku teh yang semestinya aku minum, kenapa kamu tak bertanya padaku, apa mauku? Kenapa kau bertindak sesuka hatimu? HAH?” bentak Kaisar.
“Maaf, Pak. Saya lupa, saya pikir Pak Kai tak akan marah, sekali lagi maafkan saya. Saya akan menggantinya. Baiklah, apa yang ingin Bapak minum selain teh ini? Biar saya buatkan sesuai keinginan hati Pak Kai. Maafkan saya, membuat suasana hati Bapak menjadi tidak nyaman.” Dila terus meminta maaf.
“Kamu sudah lama bekerja di sini, tapi mengatasi hal seperti ini saja kamu tak becus, Dila! Kamu bisa kerja tidak? Kalau kamu tak bisa bekerja, biar aku carikan penggantimu, banyak kandidat sekretaris yang lebih baik dan profesional dari kamu!” Kaisar benar-benar emosi.
“Maaf, Pak. Saya akan memperbaikinya. Saya tak akan mengecewakan Bapak lagi. Jangan ganti saya, saya harus bekerja dan mendapatkan uang. Saya janji, saya akan bekerja lebih baik lagi, Pak.” Dila tak ingin memperpanjang masalah.
“Pergi kamu!” bentak Kaisar lagi.
“Maaf, Pak. Biar saya ambil kembali teh nya, saya akan ganti. Apa yang Bapak inginkan sekarang?” tanya Dila baik-baik.
“Aku tak menginginkan apa pun. Tak usah diganti. Aku akan meminumnya. Kembali ke tempatmu!” Ucap Kaisar sedikit lembut.
“Baik, Pak. Permisi.” Dila tak sadar, air mata di pelupuk matanya telah membendung dan ingin segera jatuh.
Apa? Ada apa denganku? Kenapa aku lemah sekali? Kenapa aku menangis? Biasanya, Pak Kai memang selalu marah-marah kan? Kenapa aku malah sedih? Tapi, kemarahannya kali ini, aku baru mendapati dia se-marah ini hanya karena secangkir teh. Ada apa denganmu, Pak? Batin Dila.
Dila telah keluar dari ruangan Kai. Kai terdiam. Pikirannya benar-benar berkecamuk karena perkataan kedua orang tuanya yang berkata bahwa ia akan segera dijodohkan. Kai sadar, setelah ia melihat bendungan air mata di pelupuk mata Dila.
Kenapa aku harus memarahinya? Kenapa aku begitu emosi dan kesal padanya? Kenapa aku harus berbicara yang menyakiti hatinya? Dila menangis? Baru kali ini, aku melihatnya berkaca-kaca. Apa aku terlalu kasar padanya? Aarrrrggghh, maafkan aku, Dila. Kalau bukan karena perjodohan ini, kamu tak akan terkena amarahku. Kaisar mulai sadar, saat ia merenung sendiri.
*Bersambung*
Kaisar merasa tak enak telah memarahi Dila. Ia sadar, bahwa kemarahannya tak pantas dilimpahkan pada sekretarisnya itu, karena Dila tak tahu apa-apa. Tak lama, Kaisar keluar dari ruangannya menuju meja Dila. Dila terlihat sedang fokus pada keyboard dan layar monitornya.
"Selamat siang, Pak." Dila berdiri dan menundukkan kepalanya pada Kaisar.
"Jadwal ku hari ini, kosong ya? Tidak ada jadwal bertemu clien?" tanya Kaisar.
"Tidak ada, Pak. Semua jadwal hari ini kosong." jawab Dila.
"Baiklah, kita makan siang bersama." ucap Kaisar tiba-tiba.
Dila tak mengerti dengan ucapan Bos nya. Untuk siapa ia bicara? Dila masih mencoba menerka-nerka maksud Bos nya.
"Maaf, Pak. Makan siang bersama siapa?" Dila tak mengerti.
"Sama kamu lah! Kamu keberatan?" nada Kaisar sedikit meninggi.
"Tentu tidak, Pak. Dengan senang hati, saya akan makan siang bersama Bapak." Jawab Dila memaksakan untuk sopan santun.
Kaisar berlalu. Ia tak menjawab lagi perkataan Dila. Entahlah, sikap dingin Kaisar benar-benar tak bisa dimengerti oleh Dila. Dirinya harus tetap mencoba memahami sifat Bos nya yang kadang dingin dan kadang juga hangat.
Apa Pak Kai itu dispenser ya? Persis banget deh ada hangatnya ada dinginnya. Ckckck, Bos ku memang aneh. Batin Dila.
Istirahat jam makan siang pun tiba, Dila dan Kaisar berangkat bersama untuk makan siang. Dila memang biasa menemani Kaisar, tapi beda hal nya dengan sekarang ini. Seakan-akan Kaisar sedang meraih hati Dila agar tak marah lagi padanya karena insiden tadi pagi.
"Kita mau ke mana, Pak?" tanya Dila.
"Makan siang di restoran favoritku," jawab Kai.
"Terima kasih telah mengajak saya, Pak." Dila tersenyum ramah.
"Ini karena rasa bersalahku padamu,"
"Bersalah?" Dila mengingat-ingat.
"Ya, aku tadi membentak mu. Maafkan aku, pikiranku sedang kacau." ucap Kaisar.
"Aku mengerti, Pak. Orang sepertimu pasti memikul beban yang berat. Aku bisa memahami perubahan sifat Bapak yang berbeda." jawab Dila.
"Terima kasih, telah mengerti." Kaisar tersenyum pada Dila.
"Iya, Pak."
Kaisar mengajak Dila menuju restoran ayam betutu. Kai sangat menyukai makanan khas Bali tersebut. Dila menyetujuinya, karena Dila pun penasaran bagaimana rasanya ayam betutu di restoran mewah favorit Kaisar.
Dila dan Kaisar telah duduk di meja restoran. Suasananya sangat indah, restoran yang menyajikan nuansa alam, membuat suasana sangat nyaman dan segar. Kai menyukai restoran ini. Begitu pun juga Dila, ia baru pertama kali menginjakkan kaki di restoran mewah ini.
"Terima kasih," ucap Dila pada sang pelayan yang telah menyajikan makanan untuk mereka berdua.
Pelayan pun membungkukkan badannya seraya tersenyum, lalu meninggalkan Kaisar dan Dila.
"Silahkan, nikmati makan siang mu, Dila." ucap Kaisar.
"Terima kasih banyak, Pak." Dila tersenyum.
Entah kenapa hari ini Kaisar baik sekali padanya. Kaisar sangat ramah dan juga hangat. Dila merasa tersanjung karena perlakuan Kaisar yang tiba-tiba begini padanya. Berbeda dengan tadi pagi, saat Kaisar membentak Dila tanpa aba-aba. Kini, saatnya Dila dan Kaisar menikmati makanan yang dihidangkan oleh restoran ini.
"Bagaimana rasanya?" tanya Kaisar.
"Enak, Pak. Berbeda sekali rasanya dengan ayam betutu yang biasa aku beli di warung nasi." Jawab Dila.
"Yang membuatnya adalah chef terkenal. Bumbu rahasianya benar-benar enak, tak ada yang bisa menandingi rasa ayam betutu ini. Ini yang ter-enak dan yang paling enak. Aku telah mencoba dan mencari yang lain, namun inilah yang paling enak menurutku." Ujar Kaisar senang.
"Pak Kaisar benar. Rasanya sangat enak sekali, aku sangat menyukai wanginya dan bumbunya yang sangat meresap." jawab Dila.
"Kalau kamu suka, bungkus saja untuk makan malam di rumahmu," ucap Kaisar.
"Eh, tidak apa-apa, Pak. Terima kasih, jangan repot-repot." jawab Dila.
"Sudah, biar nanti aku pesankan untukmu, kalau kamu memang suka. Tak usah memikirkan harganya, aku yang bayar!" jawab Kaisar.
"Ah? Iya, baiklah. Terima kasih, Pak." Dila tersipu.
Akhirnya Kaisar membelikan lagi Dila ayam betutu untuk dibungkus. Mereka telah selesai, kemudian Kaisar mengemudikan mobilnya dan kembali ke kantor, karena istirahat jam makan siang akan berakhir sebentar lagi.
"Terima kasih, Pak." Ucap Dila ketika mereka di dalam mobil.
"Bosan aku mendengarnya." Jawab Kaisar.
"Ah? Oh, iya, maafkan saya,"
"Sudah, cukup. Tak perlu berterima kasih lagi. Dari tadi ucapan mu hanya itu-itu saja." Balas Kaisar.
Ya terus apalagi? Saya memang harus berterima kasih, kan? Gerutu Dila dalam hati.
"Jadwalku kosong kan hari ini? Aku akan pulang pukul empat sore, aku ada urusan pribadi." Ucap Kaisar.
"Iya, hari ini jadwal Bapak kosong. Baik, tentu saja Pak." jawab Dila ramah.
Urusan pribadi? Ah, iya. Orang kaya seperti Pak Kaisar tak mungkin kalau tidak memiliki kekasih, dia pasti akan berkencan dengan kekasihnya. Selamat berkencan, Pak Kai. Batin Dila.
...❤❤❤...
Dila kembali bergulat dengan pekerjaannya. Ia harus segera menyelesaikan laporan, dan menyerahkannya pada Kaisar. Karena kaisar sebentar lagi akan pulang. Kalau Kaisar akan pulang pukul empat, Dila bisa pulang juga, karena tugas Dila selesai begitu Kaisar pulang.
Akhirnya, hari ini aku bisa pulang sore. Enaknya ngapain ya? Ah, iya. Aku mampir ke bazaar aja sebentar, aku mau belikan beberapa accesoriess untuk Clais. Akhir pekan nanti, semoga saja aku bisa pulang. Senangnya, aku akan bertemu putri cantikku. Gumam Dila senang.
Waktu telah menunjukkan pukul empat. Kaisar telah pulang, dan Dila juga bersiap-siap untuk pulang. Ia membereskan meja Kaisar dahulu sebelum pulang. Setelah di rasa selesai, Dila segera membawa tasnya dan segera pulang. Tiba-tiba, Gina staff di perusahaan Kaisar, yang juga merupakan teman Dila, menyapa Dila.
"Dil, kamu pulang jam segini? Tumben amat, Pak Bos udah pulang apa?" tanya Elva.
"Udah, dong. Aku juga bisa pulang kalau Pak Kai sudah pulang." jawab Dila.
"Enak banget kamu, kita semua disini harus lembur, huft." jawab Elva.
"Yaelah, Va. Kayak lu gak tahu aja gimana kerjanya si Dila, kalaupun tengah malam Pak Kai meneleponnya untuk ke perusahaan, dia pasti datang. Apa lu mau, kayak Dila? Gue sih ogah, makanya sekarang biarin aja Dila nikmati waktunya pulang masih siangan begini." timpal Gina, senior di perusahaan.
"Iya juga sih, si Dila udah kayak robot Pak Kaisar aja! Sabar ya, Dil. Sekarang kamu bisa santai. Ya udah, hati-hati di jalan ya," ucap Elva.
"Makasih, Gin, Elva. Aku duluan ya," Dila melambaikan tangannya pada kedua rekan kerjanya.
Tanpa Dila sadar, Bagus, rekan Gina di ruangan tersebut, melihat Dila dengan tatapan suka. Bagas memperhatikan gerak-gerik Dila, sepertinya Bagus menyukai Dila.
Dila memang gadis yang anggun, dan cantik. Batin Bagus.
...***...
Kediaman Kaisar.
Kaisar telah berada di rumahnya. Ternyata, pihak Dinata Grup telah datang dan berada di ruang makan keluarga. Kaisar mendekati mereka, dan menyapa dengan malas.
"Aku pulang," ucap Kaisar ketus.
"Sayang, sudah pulang. Mari bergabung bersama kami disini, ayo kenalkan ini putri cantik dari keluarga Dinata, namanya Ailyn." ucap Mama Ayu.
"Selamat sore semuanya." jawab Kaisar.
"Nak Kaisar, kamu memang tampan dan berwibawa, sangat cocok untuk putriku yang anggun." ucap Pak Hadi, Ayah Ailyn.
"Bergabunglah bersama kami," ucap Mama Ailyn.
Ailyn menatap Kaisar dengan seksama. Ailyn terpesona pada Kaisar. Awalnya, Ailyn menolak keras perjodohan ini, karena Ailyn pun telah memiliki kekasih. Namun, setelah melihat Kaisar, Ailyn tertarik.
"Selamat sore, Kaisar." sapa Ailyn.
Kaisar tak menjawab ucapan Ailyn. Kaisar terlalu malas. Semua keluarga besarnya mulai makan bersama. Dan mereka berbincang bersama-sama. Mulai dari membicarakan urusan pekerjaan, dan hubungan kerja sama antar perusahaan. Kaisar tak nafsu makan, ia hanya memakan sedikit steak. Ia benar-benar tak mau meneruskan perjodohan ini.
Ailyn? Dia kah yang akan menjadi jodohku? Aku tak sedikitpun menyukainya. Kenapa orang tuaku begitu egois? Kenapa tak biarkan aku fokus pada perusahaan? Kenapa harus ada wanita di hidupku? Mereka akan sangat merepotkan. Apalagi tipe wanita seperti Ailyn ini. Hah, aku terlalu malas duduk bersamanya.
Ya, Kaisar dan Ailyn sedang duduk bersama. Namun, tak ada satupun kata yang keluar dari mulut Ailyn ataupun Kaisar. Mereka fokus pada handphone masing-masing. Kedua orang tua mereka sedang membicarakan hal serius. Entah apa yang mereka bicarakan, karena Kaisar dan Ailyn memutuskan untuk duduk di ruang keluarga.
Hingga akhirnya malam tiba, keluarga Ailyn dan Ailyn pamit pulang. Kaisar lega, akhirnya selesai juga pertemuan memuakkan tersebut. Namun, Mama dan Papa Kaisar memanggil Kaisar lagi. Sepertinya, ada hal serius yang akan mereka bicarakan pada Kaisar.
"Kai, duduklah. Papa ingin bicara padamu." ucap Papa Abhi.
"Ya, apalagi?" jawab Kaisar malas.
Mama Kaisar menatap anak sulungnya dengan tatapan khawatir. Sepertinya, ia takut Kaisar marah.
"Papa sudah bicara dengan keluarga Dinata. Kita sudah memutuskan bahwa kamu dan Ailyn harus segera menikah. Pernikahan kalian akan digelar tiga bulan lagi. Untuk itu, kamu harus fokus, dan dekat dengan Ailyn. Agar pada saatnya nanti, kamu mulai mencintai dia." ucap Papa Abhi tegas.
"Aku tak setuju! Semua ini omong kosong! Aku tak mengerti jalan pikiran kalian, kenapa kalian dengan mudah memutuskan sesuatu tanpa memberitahuku dulu, HAH? Apa di mata kalian, aku tak punya perasaan? Kalian benar-benar egois!" Kaisar marah.
"Kai, ini yang terbaik untuk kamu dan perusahaan. Kami sudah memikirkan ini matang-matang. Terima lah perjodohan ini, Kay." Tambah Mama Ayu.
"Aku telah memberikan yang terbaik untuk perusahaan. Aku telah membuat perusahaan menjadi lebih maju dari segi apapun. Tapi kenapa? Apa yang ku dapatkan? Kalian malah mengurung kebebasanku dengan menjodohkan aku? Kalian membuat aku muak. Maaf, aku tak bisa menerimanya. Aku pergi dulu, Ma! Selamat malam."
Kaisar pergi meninggalkan kedua orang tuanya dan meninggalkan rumahnya. Ia kesal, tak tahu harus kemana. Ia menjalankan mobilnya dengan cepat. Ia harus menenangkan dirinya. Ia pun teringat Dila, sang sekretarisnya yang selalu ada untuknya. Rasanya, Dila bisa membuat emosinya membaik. Kaisar menyalakan head unit mobil nya, dan menghubungkan handphone miliknya dengan head unit tersebut. Ia segera menelepon Dila, panggilan pun tersambung.
[Halo, Pak Kai. Ada apa?]
[Kamu di mana?]
[Di rumah, Pak. Ada hal penting kah?]
[Tidak, tidak ada apa-apa. Tunggu saja di rumahmu. Aku akan ke rumahmu sekarang.]
[Hah? Untuk apa? Serius Pak?]
[Ya, aku sedang dalam perjalanan. Sebentar lagi aku tiba.]
[Tapi, P-Pak ....]
Tut.. Tut.. Tut..
Kaisar tak mau mendengar alasan Dila. Ia mematikan teleponnya, dan segera menuju rumah kontrakan Dila.
Ya Tuhan ... ada apa dengan gunung es itu? Kenapa tiba-tiba dia berubah menjadi seperti ini? Kenapa akhir-akhir ini ada saja ulahnya yang membuatku keheranan? Untuk apa dia ke rumahku? Kenapa mendadak sekali? Gumam Dila tak mengerti.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!