Lampu merah sudah menyala dengan terang. Namun Yura tidak menyadarinya.
Agung dan Dimas yang sedang bertugas disekitar situ langsung terkejut.
" Aiish lagi -lagi orang menerobos lampu merah. Sepertinya ada manusia yang bosan hidup." Gerutu Agung.
" Siapa? Kalau begitu. Kau saja yang menilangnya. Aku tidak mau menilang orang yang sudah bosan hidup. Sangat menakutkan." Jawab Dimas sambil tertawa.
Tanpa pikir panjang Agung pun keluar dari mobil patrolinya.
" Alamak, Apa yang Kau lakukan tadi Yura? Kenapa Kau malah menerobos lampu merah? Ada polisi lagi. Bagaimana ini?"Sani terlihat sangat khawatir dan panik. Sedangkan Yura terlihat santai saja.
Seperti biasa ketukan jendela yang pertama. Perlahan Yura membuka pintunya.
Sebelum sempat berkata, Agung terlihat sangat terkejut saat melihat sosok yang akan Dia tilang.
" Anda lagi? Kali ini apa Anda mau bunuh diri atau masih mimpi? Mengapa Anda menerobos lampu merah kembali?" Agung terlihat sangat kesal.
" Aku lebih memilih bermimpi. Bermimpi indah kembali."salut Yura seenaknya. Membuat Sani sahabatnya terbengong mendengarnya.
"What!!!" You are very crazy!" Agung kesal dan benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran wanita dihadapannya saat ini.
Sani menutup mulutnya, menahan tawa dan terlihat tidak khawatir lagi seperti sebelumnya, malah senyum-senyum melihat kelakuan konyol Yura.
" You are right Mr! Aku memang gila. Gila karenamu."Yura terlihat sedikit menggodanya.
Agung mengeleng-gelengkan kepalanya. Terlihat jelas kekesalan diwajahnya.
" Ya Om! Ingatlah pelayan masyarakat itu tidak boleh marah." Ucap Yura saat tahu Agung sudah terlihat sangat kesal.
" Om???" Agung terlihat semakin kesal.
" Serahkan semua surat-surat perlengkapan jalanmu sekarang!!!" pinta Agung.
" Tenang Om, Lengkap!" Yura menyerahkan semua surat-suratnya.
" SIM, STNK dan ini Kuncinya kalau Kau mau. Tapi dengan satu syarat. " Yura mengangkat tangannya.
" Ijinkan Aku selalu disisimu!" pinta Yura.
Agung terdiam dan tetap fokus menulis. Namun dalam hatinya benar-benar kesal. Karena baru kali ini ada sosok wanita yang benar-benar berani mengejarnya terang-terangan. Walaupun sudah Agung cuekin dan memberikan kesan tiada memberi harapan.
"Jangan harap!!! " Agung tersenyum sinis seraya menyerahkan surat tilang kedua kalinya terhadap wanita aneh dihadapannya.
Dan langsung kembali ke mobil patrolinya.
Dengan kesal Yura turun dari mobilnya dan menghampiri mobil patroli yang masih berhenti.
" Siapa itu Gung? Tidak bermimpikah Aku?" tanya Dimas sambil mencubit pipinya Agung.
" Apa-apaan Kau Dim? Memangnya Aku boneka?"
" Yura Gung! Yura menghampiri mobil kita. Bukuku mana bukuku???" Dimas mencari-cari bukunya. Sedangkan Agung terlihat bingung dengan tingkah Dimas.
" Hello! " Ucap Yura sambil mengetok pintu jendela. Namun belum sempat mengetok lagi. Jendela sudah terbuka.
Yura dengan percaya diri mendekati mobil patroli Mereka. Dimas langsung sibuk mencari buku dan pulpennya.
" Aiiish padahal pulpen Aku taruh disini tadi." keluhnya.
Agung hanya terheran-heran melihat kelakuan sahabatnya itu. Akhirnya Dimas menemukan pulpennya. Dimas langsung keluar dari mobil dan membuat Yura terkejut.
Yura akhirnya fokus memberi tanda tangannya. Selain itu berfoto ria dengan Dimas. Sedangkan Agung merasa terselamatkan. Agung menghela nafas panjang.
...***...
* Baca selengkapnya dipart berikutnya, Novel ini mengandung genre komedi romantis. Penulis masih banyak perlu belajar. Mohon support dan dukungannya ya teman-teman. Agar penulis lebih semangat dalam berkarya.
...**Selamat membaca. Semoga terhibur....
...Jangan lupa dukungannya....
...Terima Kasih**....
Yura termenung didepan laptopnya. Dia terus mengingat percakapan nya dengan Sani seminggu yang lalu.
" Ibu Amora ingin menerbitkan novel genre romance. Namun sampai saat ini belum menemukan naskah yang tepat. Beliau teringat Kau Ra. Bisakah?"
" Apa?" Yura langsung berdiri dari tempat duduknya.
" San, Kau tau sendiri Aku suka membuat novel genre fantasi, science fiction dan horor. Itu bagiku lebih mudah daripada romance." keluh Yura.
" Tapi penulis andalan disini Kau Ra. Kumohon cobalah! Aku akan membantumu." pinta Sani.
" Ok Aku akan coba."
" Ini sungguh sulit." keluh Yura.
Namun jari jemarinya berusaha lihai diatas keyboard. Mengetik huruf demi huruf membuat sebuah kata dan kalimat.
" Moga saja tidak mengecewakan."
Paginya Yura langsung bergegas ke kantor. Berharap Sani dapat menilai hasil karyanya.
" Cobalah baca!" pinta Yura seraya menyerahkan seberkas naskah.
Dengan serius Sani membacanya.
Baru satu lembar Sani langsung menghampiri Yura yang sedang asyik membuat cover.
" Yura! Kau buat novel romance ato novel apa ini sih? " Tanya Sani menunjukkan sebuah kalimat yang menurutnya hambar.
" Bagaimana bisa Kau menggambarkan cinta pada pandangan pertama tetapi situasinya menjadi seram. Kenapa dari sekian tempat. Kau memilih pertemuannya didekat pohon beringin angker pula." keluh Sani langsung beranjak dari duduknya dan menuju rak lemari didekatnya. Memilah-milah buku sebentar. Dan lalu mengambil dua buku.
" Ini ! Sebuah Novel romance yang harus Kau baca dan pahami isinya!"
Yura langsung melebarkan matanya.
" Apa Kau tidak salah? Novel apa ini? Romeo and Juliet? Twilight? Ini novel jaman dulu semua kali."protes Yura.
" Yura, Kau harusnya baca novel-novel seperti ini juga. Bagaimana bisa novel romance seperti itu bisa jadi best seller." Jelas Sani.
Yura menghela nafasnya. Perlahan membuka karangan Stephanie Meyer. Sedangkan Sani terlihat melanjutkan membaca hasil karya Yura. Baru beberapa detik Dia beranjak kembali ke Yura.
" Yura, Kau juga belum bisa menggambarkan hati seseorang. Mana ada orang terpesona hatinya berhenti berdetak. Yang ada berdebar-debar. Hmmm, Anak SD sepertinya lebih pandai darimu soal cinta." Sani mengeleng-gelengkan kepalanya.
Yura menghela nafas panjang.
" Apakah Aku memang tidak tau soal cinta?" Tanyanya pada diri sendiri. Yura mengeluh.
Yura kembali membaca karya Stephanie Meyer. Sedangkan Sani sesekali menoleh ke arah Yura dan geleng-geleng kepala.
" Sepertinya Kau harus mempunyai kekasih dulu baru bisa buat novel romance." keluh Sani membuat Yura melirik kearahnya.
Yura langsung beranjak dari tempat duduknya dan keluar dari ruangan. Melangkahkan kaki menuju balkon kantor.
...***...
Pagi ini Yura terlihat buru-buru. Dia terlihat langsung menyalakan mobilnya. Bahkan Dia kelihatan melupakan sesuatu. Namun sepertinya Dia tidak menyadarinya. Mobilnya terlihat sudah melaju ke arah pusat kota Yogyakarta.
Terik matahari sudah mulai terasa. Beruntung Dia tidak begitu merasakannya. AC full Dia nyalakan dalam mobilnya.
Di lain tempat terlihat dua orang polisi sedang serius memperhatikan kelancaran arus lalu lintas yang sedang berjalan. Bahkan mereka memarkirkan mobil patrolinya dipinggir pusat persimpangan Malioboro. Sekali - sekali Mereka terlihat saling melempar senyuman jahil selayaknya sahabat. Agung terlihat santai dengan sesekali meminum kopinya.
" Kopimu sungguh tidak manis Gung." Ejek Dimas.
Agung hanya tersenyum merespon godaan sahabatnya itu.
Sedangkan Yura sepertinya merasa bosan didalam mobilnya. Dia pun membunuh kebosanan dengan mendengarkan lagu-lagu kesukaannya.
Sepertinya Yura terlalu asyik mendengarkan musik. Tanpa Dia sadari lampu merah yang sudah menyala. Yura menerobos lampu merah. Beruntung Dia lolos dari laju lawan arus yang mulai berjalan.
Tapi jelas Dua orang polisi yang sejak tadi mengintai kelancaran lalu lintas dengan serius.Tanpa pikir panjang mengejar mobil Yura yang seenaknya menerobos lampu merah tersebut.
Yura terkejut dan panik begitu menyadari sebuah mobil polisi memberinya kode klakson untuk menepikan mobilnya.
" Aduh bagaimana ini?" Yura panik.
Namun dengan terpaksa dan enggan Yura menepikan mobilnya dan berhenti. Akhirnya mobil polisi itu juga berhenti tepat berada didepan mobilnya Yura.
Agung langsung turun dari mobil patrolinya. Sedangkan Dimas terlihat lebih menunggu di dalam mobil patrolinya.
Agung berjalan menghampiri Yura yang masih terkejut di dalam mobilnya. Dengan sopan Agung mengetuk kaca jendela mobil Yura. Memberi tanda kepada Yura untuk membuka jendela mobilnya.
Dengan percaya diri Yura pun akhirnya membuka kaca jendela mobilnya. Mengingat Dia adalah seorang penulis terkenal, Yura berpikir polisi itu akan terpesona dan membebaskannya. Tapi fakta justru terbalik. Yura langsung terpesona, terpana dan terpaku dengan polisi yang yang kini sedang menatapnya. Darah Yura seakan berhenti mengalir. Namun detak jantung malah berirama lebih cepat dari biasanya. Sedangkan polisi itu sendiri terlihat serius, bahkan sepertinya tak terpengaruh dengan status ketenaran Yura. Dialah Agung polisi yang terkenal disiplin dan tidak pandang bulu.
" Selamat pagi. Apa Anda tidak melihat lampu merah yang sudah menyala? Atau Anda sedang belajar mobil dijalanan yang salah dipagi hari?" Agung terkesan sopan walau sedikit meledek wanita yang masih terpesona dengan paras wajahnya.
Agung melihat tulisan tergantung diliontin kalung Yura.
" Yura Azzahra??? Apa Kau mendengar kata-kataku ? " Teguran Agung membuat Yura tersadar.
" Maaf Om. Saya benar-benar tidak melihatnya. Tapi Apakah Anda benar-benar seorang polisi? Mengapa Anda begitu tampan dan manis ?" Tanya Yuraa dengan gaya peace nya.
" Om? " Agung mendengus kesal.
Bahkan Yura terlihat sangat polos. Membuat Yura begitu jujur. Dia tidak mengelak bahwa Dia sedang terpesona dengan sosok polisi didepannya.
Agung tidak menjawab pertanyaan Yura yang terdengar bercanda dan menggodanya. Menurutnya tidak penting untuk dijawab.
Bahkan Agung terlihat sedikit tak nyaman dengan kondisi itu. Dia kelihatan mendengus kesal mendengar pertanyaan Yura yang meragukan pekerjaannya itu.
" Saudari Yura, kalau begitu mohon keluarkan surat-surat perlengkapan Anda dalam mengemudi !" Pinta Agung.
Yura langsung terlihat mengambil tasnya diatas dasbor mobilnya. Dengan sabar Dia ingin mengambil dompetnya. Namun sepertinya Dia belum menemukan dompet tersebut di dalam tas nya.
" Aiish !! Di mana Dompetku ini." Gerutunya.
Sedangkan Agung terlihat masih sabar menunggu disamping mobil Yura. Dia hanya kelihatan heran melihat wanita di depannya begitu lama menyerahkan surat-surat yang Dia minta.
Yura terlihat sudah mulai kesal dan menumpahkan semua barang didalam tasnya. Terlihat bedak, lipstik, masker, topi, dan kacamata saja yang ada. Sedangkan dompet yang sedang Dia perlukan tidak ada di situ.
Agung yang melihat situasi itu hanya geleng-geleng kepala. Tak pernah mengira seorang Yura bisa begitu ceroboh dalam mempersiapkan perjalanan aktivitasnya.
" Sepertinya Anda benar-benar dalam kesulitan." Agung mengeluarkan surat tilangnya.
Yura langsung membelalakkan matanya begitu melihatnya. Selama ini Yura cukup terkenal dengan disiplin dan taat peraturan. Baik itu lalu lintas, pajak negara bahkan didalam pekerjaannya. Apalagi peraturan lalu lintas yang baginya hanya membedakan warna lampu antara hijau, kuning dan merah tersebut.
Tapi sungguh memang sial hari ini. Dia tak sengaja melanggar aturan itu. Bahkan lebih sialnya menyadari dompetnya tertinggal. Dan kini Dia benar-benar tidak pernah menyangka akan mendapatkan surat tilang tersebut. Baru pertama kali ini Dia melanggar peraturan. Dan kini surat pelanggaran itu sudah di depan matanya. Yura terlihat resah dan gelisah memikirkannya.
" Maaf Pak. Bisakah Kau jangan mengeluarkan surat pelanggaran itu padaku?"
Yura ingin mencoba bernegosiasi.
Pertanyaan Yura membuat Agung sejenak berhenti dari aktivitasnya. Dan memandang ke arah Yura.
" Maksud Anda ?"
Agung sangat heran dengan pertanyaan Yura yang tidak masuk akal baginya.
" Bukankah Kau mengenalku? Aku Yura Azzahra penulis terkenal di Kota ini. Apa kau tak ingin berfoto, tanda tangan atau bahkan no.pribadiku jika Kau mau. Asal lepaskan Aku dari surat pelanggaran itu! "
Jelas-jelas Yura sangat berusaha keras untuk negosiasinya tersebut.
Bahkan Dia menggunakan jati dirinya sebagai jaminan. Jelas itu terlihat berbeda. Yura seseorang yang tidak sembarangan memberitahu nomor pribadinya. Tapi demi tidak menerima surat tilang itu. Dia rela memberikan semuanya. Apalagi Yura berpikir polisi di depannya memang begitu tampan dan manis baginya. Siapa tau bisa menjadi inspirasi dalam menulisnya.
Lagi-lagi Agung terlihat mendengus kesal dibuatnya. Agung terlihat tersenyum manis pada Yura.
" Sepertinya itu tawaran yang sungguh menggiurkan Nona."
Agung berhenti sejenak dari bicaranya. Melihat Yura begitu penuh harap. Namun Agung tersenyum licik.
Yura yang mendengar kata-kata Agung dengan jelas merasa bahwa tawarannya itu akan berhasil. Yura pun melihatkan senyuman paling manisnya ke arah Agung.
" Tapi sayang. Anda sangat buruk dalam menilai seseorang. Jelas tawaran seperti itu tidak akan membuatku melepaskan warga negara yang telah melanggar aturan lalu lintas. Apalagi tanpa surat-surat perlengkapan berkendara sama sekali seperti Anda." Jelas Agung dengan detailnya.
Agung langsung melanjutkan aktivitasnya menulis surat tilang tersebut. Agung merasa beruntung bukan Dimas yang mengurus pelanggaran ini. Jika Dimas pasti akan melepas Yura begitu saja. Mengingat sahabatnya itu adalah fans fanatiknya Yura selama ini. Bahkan dikamar Dimas penuh dengan buku-bukunya Yura. Seseorang yang kini tidak sengaja melanggar aturan lalu lintas dan jelas dihadapannya.
Yura terlihat sangat kecewa dengan polisi yang kini jelas-jelas menolak tawarannya itu. Karena Yura merasa telah merendahkan bahkan serasa menghilangkan harga dirinya sebagai seorang penulis terkenal untuk membuat tawaran tersebut. Yura sungguh merasa harga dirinya terhina saat ini. Dia pun berpikir untuk membalas dendam dengan menakhlukkan polisi yang kini sedang sibuk membuat surat pelanggaran untuknya.
Diam-diam Yura memperhatikannya.
Tersadar mobil pasti akan disita sebagai jaminan. Karena Dia sama sekali tidak membawa surat-surat perlengkapan berkendara saat ini. Yura langsung mengambil hp dan menelepon Sani untuk menjemputnya.
To be Continued ..
Agung terlihat telah selesai menulis surat tilangnya. Dan dengan senyuman mautnya Agung menyerahkan Surat pelanggaran lalu lintas tersebut. Yura dengan kesal terpaksa menerimanya.
" Mohon maaf telah mengganggu perjalanan Anda. Sebagai jaminan, mohon serahkan kunci mobil Anda untuk sementara ! " Pinta Agung.
Dengan enggan Yura keluar dan menyerahkan kunci mobilnya. Agung tersenyum sinis dan melangkahkan kakinya ke mobil patrolinya.
Sedangkan Yura terpaksa berdiri dipinggir jalan menunggu kedatangan Sani.
Tidak butuh selang waktu lama. Sani menjemputnya. Yura langsung saja masuk ke mobil sahabatnya tersebut.
" Oh my God. Bagaimana bisa kamu ditilang seperti itu Ra?" tanya Sani.
"Aiish. Jangan bahas lagi San . Aku sungguh muak mengingatnya."
Yura lebih memilih tidak ingin membahasnya. Tetapi itu membuat Sani penasaran.
" Kenapa Kau bilang seperti itu Ra?"
" Bagaimana aku tidak kesal. Polisi yang menilangku tadi sok jual mahal betul. Bahkah aku kasih nomor hp saja Dia tidak mau. Mentang-mentang tampan." Ucap Yura ketus.
" Tampan?" Tanya Sani menekankan.
Yura mengangguk tanda mengakuinya.
Sani langsung tertawa keras mendengar ucapan Yura. Yura yang sadar telah ditertawakan langsung memasang muka emosi membuat Sani pura-pura ketakutan.
"Ok Ok. Aku tidak akan tertawa lagi.
Tapi mengapa Kau sampai begitu terpesona dengan ketampanan serta merendahkan diri seperti itu? Karena tidak biasanya juga Kau memberikan nomor hpmu ke sembarang orang. Jangan bilang Kau jatuh cinta pada pandangan pertama dengan polisi itu?" Tanya Sani penuh selidik.
Tetapi Yura langsung memilih memandang ke luar jendela daripada menjawab pertanyaan sahabatnya tersebut.
" Jatuh cinta?" batin Yura.
...***...
Begitu sampai kantor, sambil senyum-senyum sendiri Agung duduk di samping Dimas.
Dimas memandang dengan tatapan aneh.
" Why?" Tanya Dimas penasaran seraya menyalakan mobil patrolinya.
" nothing." Agung menggelengkan kepalanya seraya masih senyum-senyum tidak jelas.
Dimas menatap Agung dengan tatapan kesal. Dan mengambil kertas yang sedang Agung pegang. Dimas terkejut begitu membaca nama sang pelanggar.
" Kau benar-benar keterlaluan Gung." Dimas masih memandang surat tilang tersebut.
" What? Keterlaluan? Aku kan sudah bilang Aku tidak tahu. Masa Aku harus berteriak saat Aku tahu itu penulis idolamu." tidak terima dengan kata-kata Dimas.
" Tapi seharusnya itu yang Kau lakukan. Kau tahu sendiri. Aku sangat suka dengan novel-novelnya Yura." Jelas Dimas.
"Iya Aku tahu itu. Tapi untuk berteriak hanya karena itu. Maaf Dim, itu bukan karakterku." Ucap Agung seraya membenarkan posisi duduknya.
" Ehm. Kalian kerja atau apa? Kenapa yang dibahas wanita?" Pak Dodi selaku pimpinan mereka tiba-tiba dibelakang mereka.
" Maaf Pak." Ucap Agung dan Dimas serentak.
" Surat tilang?" Pak Dodi mengambil dan membaca surat tilang yang sudah diletakkan dimeja oleh Dimas.
"What??? Yura??? Penulis Zombie Melenial? Yang terkenal cantik itu. Siapa yang menilangnya? Siapa? " Pak Dodi penasaran.
" Agung pak. Siapa lagi." Ucap Dimas seraya menunjuk Agung.
" Apa Kau meminta tanda tangannya?" Tanya Pak Dodi penasaran.
" Nggak lah Pak. Buat apa Aku meminta tanda tangannya. Penulis ceroboh seperti itu. Bahkan surat-surat jalan saja tidak dibawa." Ucap Agung seenaknya.
"Dia penulis terkenal Gung. Wajar saja Dia lupa karena buru-buru. Mungkin saja Dia dikejar deadline. Iya kan Pak?''Tanya Dimas seraya meminta pembelaan dari Pak Dodi.
Pak Dodi menganggukkan kepala.
" Benar itu Gung. Kenapa Kau tidak meminta tanda tangannya? Sayang sekali."
Agung hanya geleng-geleng kepala mendengar celotehan Dimas dan Pak Dodi yang terkesan sangat ngefans dengan Yura.
...***...
Malamnya,
Yura membersihkan dirinya begitu sampai di rumahnya. Cemilan berbagai Snack Dia siapkan seraya membuka laptopnya.
Tiba-tiba hpnya berdering. Yura pun terpaksa mengambil hpnya yang diatas meja.
"Hello."
"Kapan sidang nya itu?" Suara Sani terdengar nyaring ditelinga Yura.
"Entahlah." jawab Yura
" What? Bagaimana bisa Kau jawab seperti itu Ra. Apa Kau ingin Aku menjemputnya terus hah?" protes Sani.
"Iya, Bukankah Kau sahabatku?" Ucap Yura seenaknya.
" Tapi Aku bukan supirmu keles. " Jawab Sani kesal.
" Alamak. Apa Kau minta gaji tambahan sebagai editor?" Tanya Yura polos.
" Aiish bukan itu maksudku Ra."
" Ok Ok. Kalo begitu jemput Aku besok sesuai jadwal. Jelas Aku tidak bisa pakai mobilku." ucap Yura tho the point.
"Tut Tut Tut!" Yura mematikan HP-nya.
Sani hanya mendengus kesal dengan sikap Yura yang seenaknya mematikan HP-nya.
Sani pun menelepon Yura kembali.
" Iya ada apa lagi?" nada Yura kesal.
" Aku hanya mau bilang. Dua Minggu lagi harus selesai novelnya. Apa Kau sudah dapat inspirasi untuk novel romance mu itu?"
" Entahlah. Aku pusing bagaimana menulisnya. Kau tau sendiri Aku belum pernah jatuh cinta." Keluh Yura.
" Bukankah hari ini Kau sudah jatuh cinta?"Sani mengingatkan.
" Aiissh. Aku hanya memujinya. Bukan jatuh cinta." bantah Yura
"Ok. Kalau Kau tidak mau mengakuinya. Tapi Aku mau tanya. Sekian lama Ku bersahabat denganmu. Baru hari ini Kau bersikap seperti itu terhadap seorang pria." Jelas Sani panjang lebar.
Yura langsung berpikir ulang. Bagaimanapun juga, apa yang dikatakan Sani benar.
" Inspirasi." ucap Yura tiba-tiba.
" Apa???" Sani terdengar bingung
' Tut Tut Tut.' Yura langsung mematikan teleponnya dan beranjak menyalakan laptopnya.
" Iya, inspirasi real lebih cepat mengalir buat novel romance ini." ucap Yura penuh semangat.
Yura langsung membuka dokumen word dan terlihat jari jemarinya menari diatas keyboard.
...***...
Seperti biasanya Agung dan Dimas berpatroli dijalan. Mengawasi kelancaran lalulintas.
" Kira-kira siapa yang akan mengurus sidang dan mengambil mobilnya itu? Aku sungguh berharap Yura langsung." Celetuk Dimas tiba-tiba.
Agung lagi-lagi hanya menggelengkan kepala dan tersenyum mendengar celetukan Dimas.
" Apa hebatnya idolamu itu sampai-sampai Kau begitu ngefans terhadapnya? Bahkan hanya seorang penulis. " Agung penasaran.
" Aiiish Kau ini benar-benar tidak mengerti sama sekali tentang dunia Pernovelan di Negara ini. Yura penulis terkenal, ramah dan juga baik hati ditambah wajahnya yang cantik. Semua bukunya selalu best seller. Bahkan semua acara telah mewawancarainya. Apa Kau tidak pernah nonton tv, youtube atau media sosial lainnya? Apa hidupmu hanya kerja, makan dan tidur?" Ucap Dimas panjang lebar.
" Yupss. Aku rasa begitu." Jawab Agung seraya memantau kelancaran lalu lintas.
Dimas langsung melongo.
" Alamak. Pantas saja Kau begitu lugu walau di depanmu ada seorang Yura." Dimas kesal dan sedikit membenarkan jaketnya lalu membaca novel karangan Yura yang sengaja Dia bawa. Berharap bisa meminta tanda tangannya.
" Aiish... Kau benar-benar Dim.
Aku tidak mau membahas lagi tentang idolamu yang ceroboh itu." Agung menghentikan mobil patroli mereka ditempat biasa. Memantau kelancaran lalu lintas itu yang mereka lakukan.
Dilain tempat, seorang Yura sedang berdiri didepan rumahnya menunggu jemputan.
Perlahan tapi pasti sebuah mobil berwarna putih memarkirkan diri tepat didepan rumahnya. Yura langsung masuk ke mobil Sani.
"Sepertinya Kau ada kemajuan dalam bangun pagi kali ini. Apa Kau mimpi buruk?" Tanya Sani.
" Tidak. Aku hanya ingin menemui seseorang sebentar saja sebelum beraktivitas. Sepertinya Dia inspirasiku dalam menulis novel romance kali ini." Ucap Yura polos.
" Siapa?" Sang Manajer penasaran.
"Cinta pada pandangan pertama yang membuat detak jantungku lebih kencang." ucap Yura asal dan terlihat begitu bersemangat.
Sani terkejut mendengar jawaban Yura.
" Jadi Kau suka dengan polisi itu? Sehebat apa Dia sampai membuat seorang Yura semangat seperti ini. " Sani terlihat penasaran.
" Apa ada yang salah?"
" Iya. " Sani menganggukkan kepala.
"Why?"Yura mengangkat alisnya.
" Tidak-tidak. Sepertinya Aku salah menjawab." Sani langsung membantah. Dia takut kalau Yura malah bad mood dan tidak bisa cepat menyelesaikan novelnya yang hampir deadline.
" Kalau begitu serahkan posisi menyetir padaku." Pinta Yura.
" What???" Sani bingung.
" Serahkan saja dulu. Cepat-cepat!!!"pinta Yura
Tanpa pikir panjang Sani menyerahkan posisi menyetirnya. Dengan cekatan Yura langsung berjalan melewati jalanan yang Dia lalui kemarin pagi.
" Aku rasa Dia sudah stand by." Dengan serius Yura memperhatikan lampu lalu lintas. Dan saat lampu merah menyala. Dia tetap berjalan.
" Yura!!! Apa kau sudah gila!!! Lampu merah!!!" teriak Sani membuat Yura langsung menutup telinga kirinya dengan tangan.
Dan benar saja sebuah mobil patroli menghampirinya.
" Aiish lagi -lagi orang menerobos lampu merah. Tidak mau hidup lagi kah itu manusia?" Gerutu Agung.
" Siapa? Kalau begitu. Kau saja yang menilangnya. Aku tidak mau menilang orang yang tidak mau hidup. Sangat menakutkan." Jawab Dimas sambil tertawa.
Tanpa pikir panjang Agung pun keluar dari mobil patrolinya.
" Aiish. apa yang Kau lakukan tadi Yura? Kenapa Kau malah menerobos lampu merah? Ada polisi lagi. Bagaimana ini?"Sani terlihat sangat khawatir dan panik. Sedangkan Yura terlihat santai saja.
Seperti biasa ketukan jendela yang pertama. Perlahan Yura membuka pintunya.
Sebelum sempat berkata, Agung terlihat sangat terkejut saat melihat sosok yang akan Dia tilang.
" Anda lagi? Kali ini apa Anda mau bunuh diri atau masih mimpi? Mengapa Anda menerobos lampu merah kembali?" Agung terlihat sangat kesal.
" Aku lebih memilih bermimpi. Bermimpi indah kembali."sahut Yura seenaknya. Membuat Sani sahabatnya terbengong mendengarnya.
"What!!!" You are very crazy!" Agung kesal dan benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran wanita dihadapannya saat ini.
Sani menutup mulutnya, menahan tawa dan terlihat tidak khawatir lagi seperti sebelumnya, malah senyum-senyum melihat kelakuan konyol Yura.
" You are right Mr! Aku memang gila. Gila karenamu."Yura terlihat sedikit menggodanya.
Agung mengeleng-gelengkan kepalanya. Terlihat jelas kekesalan diwajahnya.
" Ya Om! Ingatlah pelayan masyarakat itu tidak boleh marah." Ucap Yura saat tahu Agung sudah terlihat sangat kesal.
" Om???" Agung terlihat semakin kesal.
" Serahkan semua surat-surat perlengkapan jalanmu sekarang juga!!!" pinta Agung.
" Tenang Om. Lengkap!" Yura menyerahkan semua surat-suratnya.
" SIM, STNK dan ini Kuncinya kalau Kau mau. Tapi dengan satu syarat. " Yura mengangkat tangannya.
" Ijinkan Aku selalu disisimu!" pinta Yura.
Agung terdiam dan tetap fokus menulis. Namun dalam hatinya benar-benar kesal. Karena baru kali ini ada sosok wanita yang benar-benar berani mengejarnya terang-terangan.
"Jangan harap!!! " Agung tersenyum sinis seraya menyerahkan surat tilang kedua kalinya terhadap wanita aneh dihadapannya.
Dan langsung kembali ke mobil patrolinya.
" What!!! Ditolak." gerutu Yura.
Dengan kesal Yura turun dari mobilnya dan menghampiri mobil patroli yang masih berhenti.
" Siapa itu Gung? Tidak bermimpikah Aku?" tanya Dimas sambil mencubit pipinya Agung.
" Apa-apaan Kau Dim? Sakit tau. Memangnya Aku boneka?"
" Yura Gung! Yura menghampiri mobil kita. Bukuku mana bukuku???" Dimas mencari-cari bukunya. Sedangkan Agung terlihat bingung dengan tingkah Dimas.
" Hello! " Ucap Yura sambil mengetok pintu jendela. Namun belum sempat mengetok lagi. Jendela sudah terbuka.
To be Continued
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!