NovelToon NovelToon

Pilihan TerbaikNya

01. Karmel dan Sahabatnya

Dua tahun terakhir aku bersahabat dengan Riri dan Dee. Meski tahun ini aku tidak satu kelas dengan Riri, kami masih sering ngobrol dan ke kantin bersama. Sedangkan Dee, beruntung aku masih satu kelas denganya. Dee adalah bintang kelas yang ga pelit ilmu, ia selalu membantuku saat aku kesulitan memahami pelajaran.

"Hai, Mel! Tunggu aku," panggil Riri

Aku dan Riri sering sekali hampir terlambat, kami seringkali harus berlari sebelum pintu gerbang ditutup oleh satpam. Aku mengulurkan tangan pada Riri sambil ter engah-engah karena berlari. Kami pun berpisah setelah masuk ke dalam sekolah, kelas Riri selisih dua ruangan dari kelas ku.

Saat masuk ke kelas, Dee terlihat tersenyum ke arahku dan menggelengkan kepala nya. Aku masih mengatur nafas setelah berlari, kemudian duduk dan menaruh tas kedalam laci meja.

"Bagaimanapun kamu beruntung" kataku pada Dee

"Owhya? semoga seperti doa mu, mel, hehe"

Pelajaran Matematika dimulai. Seperti biasa, saat guru menerangkan, aku benar-benar tidak bisa langsung paham. Aku melihat Dee yang benar-benar serius dan mengerjakan contoh-contoh soal yang diberikan guru. Begitu beruntungnya la, dengan paras cantik, keluarga yang menyayanginya dan otak encer. Satu lagi, Dee gadis baik hati dan tidak sombong.

Saat istirahat pun tiba. Aku benar-benar lega, karena pelajaran matematika sudah selesai. Aku dan Dee ke kantin hijau, kantin yang letaknya paling ujung, tempat aku dan Dee mengobrol bersama Riri.

"Oh Tuhan, lihat Mel, lihat itu, bukankah Ben sangat tampan?,"

"Aishhhh, bocah ini, ga capek apa liatin Ben tiap hari?! " Kataku

"He'em, bahkan dia membuat kita rela ke kantin paling jauh, hanya demi buat nemenin dia menatap Ben, " kata Riri

"Makasih ya, hehe... Jangan tanya kenapa? karena aku emang suka lihat Ben, lihat aja udah cukup kok, " jelasnya

"Yakin cuma lihat doank udah cukup? Ga pengin memiliki? hahaii, " ledek ku pada Riri

"Hahaha, kalian paling paham aku, jadi ga usah tanya lagi, sekarang aku puas-in lihat Ben, sebelum dia pergi,"

Aku dan Dee makan snack yang kami beli di kantin. Sedangkan Riri tak melepaskan pandanganya dari Beny. Ia begitu mengagumi Ben, sapaan untuk Beny Setyanto. Riri tak melepaskan pandanganya sejak tahun pertama di sekolah.

Ben adalah anak band yang paling terkenal disekolah. Ia memiliki talenta yang mumpuni dibidang musik.

Tiba-tiba seseorang menaruh coklat di sebelah tangan Dee, siapa lagi kalo bukan David. Anak laki-laki yang selama ini sering dijodoh-jodohkan dengan Dee.

"Ya Ampun Dee, aku iri banget sama kamu, David itu romantis banget si, " kata Riri

"David itu terkadang memang melakukan hal yang ga aku duga, padahal kami ga jadian, kami dekat begitu saja, " Jelas Dee tenang

" Mmmm.. kayaknya diantara kita cuma Karmel yang ga naksir cowo di sekolah ini, apa kamu yakin ga ada satu orang pun yang menarik perhatianmu?, " heran Riri

"Bodo amat! sepertinya lebih nyaman begini, " jawabku

"Sini-sini, coba lihat ke arah sana, banyak cowo tuh.. coba kamu liatin satu-satu apa benar ga ada yang menarik perhatianmu?, " Kata Riri sambil menarik tanganku,

"Gila kamu yaa... masa iya aku mau milih cowo dengan asal tunjuk begini?" kataku sedikit kesal pada Riri

Riri mengajakku untuk duduk di luar kantin. Aku memang belum tertarik pada siapapun. Terkadang aku juga heran, kenapa Riri begitu mengagumi Ben. Berbeda dengan Dee yang menjalani hubungan tanpa status dengan David. Mereka dekat karena banyak yang menganggap mereka sangat berjodoh. Dee yang cantik dan bintang kelas, sedangkan David cowo tampan yang punya segudang prestasi. Lalu kedekatan mereka terjadi dengan sangat aneh, saat guru musik sering memasangkan David dan Dee dalam setiap sesi latihan atau di banyak momen.

"Coba Ri, aku tanya sama kamu, apa ciri-ciri kalo aku suka sama seseorang?, " tanyaku

"Apa ya? Deg-deg an yang pasti, trus rasanya mata itu hanya tertuju padanya," jelas Riri

"Dan kamu tiba2 ada perasaan senang saat melihatnya, " lanjut Dee

Benar-benar sulit aku mengerti. Mereka mendeskripsikan dengan sangat abstrak. Aku masih mengikuti maunya Riri untuk memperhatikan cowo yang lalu lalang.

Uhuk, uhuk,..

"Kamu ga apa-apa Mel? Kenapa si tiba-tiba tersedak begitu?," kata Dee dan Riri menepuk punggungku

"Eh jangan-jangan kamu liat cowo yang bikin kamu deg-deg an ya? Hayoooo ngakuuu... makanya sampe tersesak begitu,hehe," ledek Riri

"Ga tau lah, brisik! udah bel, yuk balik ke kelas," kataku

Kami pun kembali ke kelas masing-masing. Tapi sejujurnya, aku memang melihat cowo yang cukup menarik perhatianku. Cowo itu cukup tampan dengan hidung yang tinggi, rambut lurus belah tengah. Aku belum tau namanya, tapi setidaknya aku masih waras karena masih ada rasa tertarik dengan lawan jenis.

Istirahat kedua. Seperti biasa, setengah badan David terlihat di jendela, dengan reflek Dee bangun dari tempat duduknya, mendekat ke arah jendela dimana David berdiri. Mereka asyik mengobrol, disaat teman-teman sekelas berhamburan diluar. Sesekali Dee tertawa dan tersipu. Mungkinkah semua orang yang sedang jatuh cinta akan memiliki ekspresi itu? . Aku agak risih melihatnya, aku lebih baik ke perpustakaan daripada jadi lalat nyamuk buat mereka.

Aku pergi ke perpustakaan. Setelah sekian lama aku tidak pergi ketempat ini. Aku pilih buku ensiklopedi, majalah dan buku Khahlil Gibran.

Aku benar-benar ga ada tujuan, jadi aku buka semua bagian buku. Tapi tak lama aku justru sangat asyik dengan ensiklopedi serangga.

Saat mataku lelah, aku sesekali mengedipkan dan menengok ke arah lain. Baru saja kepalaku beralih dari buku, menghadap ke depan aku kaget bukan main. Ternyata ada orang disebrang meja tempat aku duduk, aku bahkan tidak melihatnya datang dan duduk disana. Lebih mengejutkan lagi, dia adalah cowo yang saat istirahat pertama yang tadi aku lihat.

"Bisa-bisanya ni bocah ada disini,'' gumamku

Kami sempat berpapas pandang. Benar-benar bikin jantung berdegup tidak karuan.

"Julian!!!" teriak seseorang, Orang-orang di perpus melihat ke arahnya. Teriakannya membuat semua orang menggeleng dan mendengus sebal. Di semua perpustakaan itu aturanya sama 'DILARANG BERISIK' . Ia berjalan ke arah meja tempat aku duduk dan mendekati seseorang disebrang meja sana.

"Julian, ayok kamu dah ditunggu yang lain," katanya pada cowo yang diam-diam sesekali ku perhatikan

Ternyata nama cowo itu adalah Julian. Sepertinya dia cowo supel yang memiliki banyak teman.

Julian beranjak dari duduknya dan sempat melihat ke arahaku.. duhh.. kenapa aku jadi salah tingkah, penginnya langsung pergi dan lari ketempat yang paling tidak terlihat di dunia. Oh Tuhan, malu rasa nya saat aku ketahuan sedang memperhatikanya. Akupun langsung menaruh buku dalam rak dan buru-buru kembali ke kelas

"Ya Tuhan, sial banget aku, kenapa bisa punya perasaan seperti ini, bisa-bisa aku ketularan Riri kalo kelamaen, uugh, harus segera dinetralkan nih," gumamku

Saat masuk kelas, aku sudah tidak melihat David di jendela. Dee terlihat senyum-senyum, lalu saat aku duduk Dee mendekatkan mulutnya ke telingaku,

"Mel, aku jadian sama David, " bisiknya sambil tersipu

" Waaaah, selamat.. semoga selalu bahagia Dee, aku ikut senang mendengarnya, " jawabku

Selama pelajaran terakhir aku melihat Dee begitu semringah. Bahkan energinya seperti meningkat beberapa kali lipat dari sebelumnya. Ia selalu maju ke depan setiap guru meminta siswanya untuk mengerjakan soal. Memang luar biasa energi orang yang jatuh cinta. Dee yang pintar menjadi super duper jenius.

Bagaimana denganku? ahh entahlah aku masih bingung mendefinisikanya seperti apa perasaanku. Apa aku pengagum seperti Riri pada Ben atau cinta seperti yang dirasakan Dee dan David.

02. Class Meeting

Hari ini, hari pertama untuk Class Meeting tengah semester. Seperti biasa, acara tengah semester di sekolah ku tidak ada ujian, hanya ada tugas rumah ekstra. Lalu sebagai gantinya, diadakan acara Class Meeting dalam sepekan. Acaranya mulai dari lomba olah raga antar kelas, peragaan busana, hias kelas, lukis mural dan lainnya.

"Mel, kamu mau ikut apa? aku nanti ngisi nyanyi di ahir Class Meeting," tanya Dee

"Aku mau ikut Mural aja, lebih bebas, ga harus juara dan cukup jadi diri sendiri, hahaii," jawabku

"Oke, sukses yaa.. nanti habis latihan nyanyi aku nyusul kamu. Mural di tembok lapangan basket kan?" Dee menyemangati

"Iyes, Ok... aku tunggu, nanti aku bilang Riri juga buat ketemu disana, " kataku

Aku memang sangat suka menggambar, tapi karena otodidak jadi ilmuku masih sangat jauh dari kata bagus. Tapi aku sangat senang melakukanya. Aku satu tim dengan Al. Kami pun langsung ke lapangan basket dan memilih satu sisi untuk kami gambar. Aku dan Al mulai mendiskusikan apa yang akan kami gambar lalu mulai menggoreskanya.

Aku menggunakan masker karena cat minyak begitu menyengat baunya. Aku juga menggunakan sarung tangan dan celemek. Aku mulai menggambar dari dinding paling atas. Ku gunakan bangku untuk menjangkaunya. Sedangkan Al mulai menggambar dari sisi pojok bawah.

Aku dengan serius menggambar. Sesekali bayangan wajah Julian terlintas. Benar-benar mengganggu fokusku. Lalu, tanpa sengaja siku kanan ku kepentok sesuatu, saat aku tengok ternyata itu kepala orang. Spontan aku bilang

"Sorry, ga sengaja," Orang itu hanya melotot, tanpa berkata apapun

'Yaelah, aku bilang kan ga sengaja, kenapa melotot gitu si, biasa aja si.. ' kataku dalam hati

Mukanya tidak terlihat karena tertutup oleh masker. Tapi matanya cukup tajam dan menawan andai ia tak harus melotot begitu.

Matahari makin terik, aku pun turun dari bangku dan memutuskan untuk istirahat. Tak lama terdengar suara memanggilku

"Karmel, kami bawakan sesuatu untukmu! " kata Riri bersemangat, ia datang bersama Dee.

Aku merasa beruntung punya sahabat seperti mereka. Bahkan untuk hal kecil seperti membawakan makanan, Riri dan Dee bersikap sangat manis. Kami duduk di dekat lapangan basket, aku juga mengajak Al bergabung bersama kami.

Kulepas masker, celemek dan sarung tangan ku. Mencuci tangan ku lalu membuka makanan. Aku lihat, tim sebelah ku belum berhenti mengecat tembok. Ku perhatikan punggung cowo yang tinggi ltu. Punggungnya lebar dan badanya tinggi, mungkin dia lebih pantas jadi pemain basket ketimbang ikut melukis mural. Dia tinggi makanya tidak perlu bangku untuk menjangkau tembok bagian atas

"Gimana, Dee, latihanya lancar? Owhya, bareng David juga donk pasti? cihuyyy... pasangan baru, " kataku

"Owhya? Dee sama David jadian? Keren banget si, nanti di undangan bakal matching deh D&D (Di en Di), ya ampun cocok banget," kata Riri yang mendadak heboh

"Ri, sabar donk,. baru jadian, masa iya udah undangan aja yang dibahas, kuliah dulu lah! hehe" jelas Dee

"Orang cantik mah bebas, pinter pula, mau ngapain aja lancaaaar kaya jalan tol" kata ku

Sambil ngobrol, Al yang males ikut ngobrol mengambil bola basket dan memainkanya di lapangan. Lalu aku lihat ada cowo yang mendekat dan ikut bermain juga. Sepertinya itu cowo tinggi yang tadi kepentok siku ku,

'hehe' aku spontan terkekeh.

"Hih, ketawa apa kamu mel, haduuh gara-gara kepanasan otak mu udah mulai sakit yaa," kata Riri sambil memegang keningku

"Eh enak aja, itu lho liat, cowo yang lagi main basket sama Al, itu tadi kepentok siku aku pas lagi gambar, pas aku minta maaf, dia malah cuma melotot, haha," kata ku

"What? kok bisa, haha.. ceroboh banget si, eh, eh, bentar ltu kan Julian kan?" kata Riri

Aku tersedak dan melotot ke arah Riri

"Kenapa woy? sekarang hobi banget keselek si Mel," kata Riri

"Julian temen sekelas mu, Ri?" tanya Dee

"Iya, dia termasuk populer dikelasku. Aish.. tapi aku ga suka gayanya, playboy banget, masih mending David, udah cakep ga banyak tingkah, pinter, duuh" kata Riri

Jadi cukup tau saja. Pertama, orang yang tadi kepentok siku aku itu adalah Julian. Kedua, ternyata ia satu kelas dengan Riri. Biarkan saja ini mengalir dan mereka berdua tidak perlu tahu. Lho tahu apa? tahu kalo aku memperhatikan Julian sejak kemarin.

"Ayok ah, habis ini balik, kamu lanjutin gambar nya besok lagi kan Mel? nanti naik bus bareng ya?" ajak Riri yang langsung aku iyakan

"Al, aku pulang dulu ya?! Besok lagi kita lanjutin!" teriakku pada Al yang sedang main basket

"Okeh.. aku mau main basket dulu, hati-hati ya, Mel!" jawab Al sambil bermain basket bersama Julian dan seorang teman lainnya.

Sempat juga aku melihat ke arah Julian. Kenapa dia terlihat begitu mempesona saat bermain basket. Sesekali ia terlihat tersenyum. Tanpa sadar aku ikut tersenyum juga karenanya.

Aku dan Riri berjalan keluar sekolah. Kami menunggu bus di depan sekolah. Saat kami sedang berdiri memantau bus, tiba-tiba motor besar hitam keluar dari gerbang dan hampir saja aku dan Riri terserempet,

"Woy Dasar! Ga liat apa?!" aku mengumpat pada

"Dasar playboy ga jelas, nyebelin banget!" keluh Riri

"Siapa itu si Ri?" tanyaku

"Siapa lagi kalo bukan Julian, cowo playboy nyebelin"

kata Riri dengan nada kesal

'apa? Julian lagi?' kataku dalam hati

Sepertinya sejak aku memperhatikan Julian, dia ada dimana-mana. Bahkan saat aku pikir sedang memperhatikan orang lain, orang itu tetap Julian. Haruskah aku mencari orang lain? agar aku tidak bosan selalu bertemu dan mendengar nama yang sama?

Keesokan harinya. Aku berangkat dengan badan demam. Hari pertama ku menstruasi memang sering membuatku sakit. Kadang tak hanya demam, tapi juga kram perut, menggigil bahkan sariawan yang banyak. Meski sudah setiap bulan aku melaluinya, aku belum menemukan cara untuk beradaptasi dengan sakitnya.

Sesampainya di sekolah, aku langsung ke lapangan basket. Menggunakan sarung tangan, celemek dan masker. Aku mulai melanjutkan gambarku. Ku lihat, Al belum datang. Tapi aku tetap melanjutkannya, karena aku tidak yakin apakah badanku akan kuat sampai siang hari.

Tim Julian juga sudah mulai datang. Aku yang sedang demam tak terlalu peduli dengan kedatangan Julian. Aku hanya fokus dengan apa yang aku kerjakan.

Tiba-tiba kuas ku terjatuh. Tangan ku gemetar. Aku sudah mulai tidak kuat, aku memilih duduk di bangku yang tadi kugunakan untuk memanjat. Julian sepertinya melihatku, lalu ia mengambilkan kuas ku yang terjatuh tadi.

"Hei, mau pingsan ya kamu? ke UKS aja, nanti malah pingsan disini repot, " kata teman Julian

Tak lama, tiba-tiba Riri datang, berlari ke arahku

"Mel, lagi datang bulan ya? yuk aku antar kamu ke UKS, harusnya kamu ga usah berangkat aja, Mel" bisik Riri sambil memapahku ke UKS

"Aku ga apa-apa, Ri. Nanti juga sembuh sendiri, masa iya aku mesti ijin setiap bulan," jawabku sok kuat

Sampai di UKS, aku tiduran dan meminum obat nyeri menstruasi. Lalu aku baru tersadar, mungkinkah Julian yang memberitahu Riri? Ah, masa si dia se perhatian itu, bukankah dia cowo yang cuek dan cenderung tidak peduli dengan orang lain. Namun, karena penasaran, aku mau tanya langsung saja pada Riri

"Ri, kok kamu bisa tahu kalo aku lagi sakit, siapa yang kasih tau?," tanyaku

"Julian. Dia bilang temanku sakit di lapangan basket, jadi aku langsung berpikir itu kamu, Mel" jawab Riri

Jadi benar itu Julian. Dia jelas kenal Riri karena mereka sekelas. Namun bukankah kata Riri, kalo Julian itu menyebalkan. Banyak pertanyaan ku tentang Julian, namun aku males repot ditanya balik oleh Riri.

Setelah agak mendingan aku kembali ke lapangan basket. Al sudah ada disana. Ia sedang melanjutkan mural yang kami buat.

"Mel, sudah sembuhkah? kalau belum sembuh ijin pulang aja, nanti ini biar aku lanjutkan" kata Al

"Aku sudah mendingan, ini biasa terjadi, jangan kaget Al, asal kamu tau, perempuan kaya aku selalu menghadapi hal kaya ini setiap bulan, Im Strong, hehe"

"Weh, perempuan to? lebih mirip banci, hahaha. Oops, just kidding, aku tau lah kamu strong, Mel" kata Al buat menghiburku

Julian terlihat serius mengerjakan muralnya. Jadi aku takut ia akan melotot lagi jika aku ganggu. Walaupun sebenarnya aku ingin mengucapkan terimakasih. Bagaimanapun ia telah memberitahu Riri untuk membantuku. Yasudah, biar kusampaikan nanti saja.

Saat hari makin panas. Aku dan Al memutuskan untuk berhenti mengerjakan mural yang kurang lebih sudah 75% kami kerjakan.

"Besok selesai nih Mel, dikit lagi, kita balik dulu aja, lagian kamu juga masih sakit," kata Al aku pun mengangguk

Saat pulang, aku tak bertemu Riri. Kalau Dee, seperti biasa, dia antar jemput oleh ayahnya. Meski ayahnya kepala sekolah, tapi hampir tak pernah absen untuk menjemput anak gadisnya itu. Dee benar-benar beruntung memiliki ayah yang benar-benar mengurusnya.

" Ayahku mungkin tak bisa antar jemput seperti ayah Dee. Ayahku bekerja di luar kota, ia akan pulang saat week end atau lebih dari itu. Aku yakin ia selalu mendokan ku" kataku lirih

Bus ke arah rumahku sudah datang. Saat aku masuk, aku kaget karena di dalam ada Julian. Setahuku kemarin Julian menggunakan motor ke sekolah. Aku gugup dan bingung bagaimana mengawali obrolan.

"Hei, makasih ya tadi," kataku

"Ga masalah, daripada aku harus repot gendong orang pingsan, makanya aku kirim pesan aja ke temen kamu itu " jawab Julian

Menyebalkan sekali jawabanya. Ia bukan niat membantuku, dia ternyata cuma takut kalau-kalau repot dengan orang pingsan.

Tiba-tiba dia menurunkan badanya ke arahku. Menempelkan mulut ke telingaku,

"Aku cuma mau bilang, ada darah di rok mu," bisik Julian padaku,

Hah!? aku tembus.... (Panik)

03. Pemuja Rahasia

Aku panik dan mesti menutupnya dengan apa. Tas ranselku tak yakin bisa menutupinya.

Julian melepaskan jaketnya dan memberikan padaku

"Pakai ini untuk menutupinya, jangan lupa sampai rumah cuci dan kembalikan pada ku besok," katanya

Aku kehilangan kata-kata. Aku langsung mengambil jaket yang Julian berikan dan mengikatnya dipinggang. Aku benar-benar malu. Meski kata-kata yang diucapkanya selalu menyebalkan, tapi ia sudah menolongku. Tanpa mengatakan apapun pada Julian, aku cepat-cepat turun dari bus.

Sesampainya dirumah, aku langsung membersihkan diri. Setelah itu, aku teringat juga untuk mencuci jaket Julian. Masih teringat bagaimana ia meminjamkan jaketnya, tapi dengan peringatan langsung dicuci, seolah-olah aku tak akan melakukanya, dan seolah-olah aku lah sumber kuman dan bakteri. Pantas saja Riri selalu bilang dia menyebalkan.

Keesokan harinya. Hari ke 3 Classmeeting.

Saat naik bus aku bertemu Riri

"Udah mendingan, Mel?" tanya Riri

"Udah," jawabku

" Syukurlah, aku bisa minta tolong ga? hehe" tanya Riri

"Minta tolong apa?" tanyaku

"Nanti deh aku ceritain," kata Riri

Sampai di sekolah. Seperti sebelumnya. Aku ke lapangan basket. Aku lihat Julian juga berjalan kaki dari pintu gerbang. Jadi dua hari ini dia tidak pakai motornya. Lalu ku percepat jalanku. Aku mengejarnya untuk mengembalikan jaket yang ia pinjamkan kemarin.

"Julian!! nih, jaketmu! sudah aku cuci. Makasih ya, eh tumben ga pake motor?, " kataku

"Di bengkel," jawabnya

Aishhh bocah ini memang menyebalkan. Kami berjalan menuju lapangan basket. Finishing untuk gambar mural. Besok tinggal acara nonton pagelaran di panggung, jadi kalo hari ini tidak selesai, mungkin aku akan melewatkan acara seru-seruan bareng Riri dan Dee.

Aku lihat gambarku dari kejauhan. Gambar abstrak dengan warna dominan biru sedikit kemerahan. Tunggu dulu, kenapa gambar Julian sedikit mirip dengan milikku? hanya saja warna dominanya dibalik, la memiliki warna dominan merah dengan variasi warna biru. Aku penasaran bagaimana hasilnya nanti.

Saat berjalan bersama ke lapangan basket tadi, kami tidak mengobrol. Aku tidak punya bahan obrolan dengannya. Lagipula aku tidak suka jika saat ngobrol hanya dijawab dengan jawaban singkat. Maka pertemuan denganya tidak ada yang istimewa kali ini.

Hari sudah makin siang. Aku, Riri dan Dee memang tidak janjian untuk ketemu. Namun Al bersedia untuk membelikan makan siang. Aku menunggunya di lapangan basket.

"Nasi bungkus aja ya Mel, biar dapet banyak, kenyang, hehe" kata Al, bocah cungkring yang doyan makan itu lebih suka makanan mengenyangkan ketimbang cemilan,

"Okelah, terserah" jawabku

Aku tak melihat Julian dan temannya. Mungkin mereka ke kantin untuk makan siang. Setelah beberapa waktu, aku lihat Al berjalan bersama Julian dan temannya.

"Mel, kita makan bareng aja ya, botraam yeaaach!," kata Al bersemangat

"Terserah, aku ngikut," jawabku

Lalu Al membuka nasi bungkus, menumpahkanya dan menggabungkanya dengan milikku, lalu ia membuka bungkusan lain juga,

"Banyak banget si, Al?? kamu beli berapa emang?" tanyaku

"Julian gabung makan bareng kita juga, biar seru kalo makan berjamaah yeeekaaaan?," jawab Al bersemangat

Wuaduh, makan bareng Julian dan temanya jadi satu begini? apa tidak salah? yasudah mau bagaimana lagi, aku sudah bilang mau ikut saja.

Kami pun duduk di lantai, makan bersama menggunakan tangan. Aku bingung juga mau ngobrol apa, jadi aku hanya diam dan mendengarkan obrolan Al, Julian dan temannya. Aku jadi tau, kalau Julian masuk tim basket sekolah, begitu juga dengan Al, itulah kenapa aku merasa mereka sangat dekat.

Setelah makan ku selesai. Aku menuju tembok mural. Aku lihat gambarku dan gambar Julian seperti satu gambar padu. Ku ambil ponsel, lalu aku foto kedua gambar mural itu. Biar aku simpan untuk kenang-kenangan. Aku jadikan gambar wallpaper untuk ponselku. Aku jadi senyum-senyum sendiri melihatnya. Tiba-tiba Riri meneleponku

"Mel, temenin aku ya? aku mau naruh hadiah di motor Ben bantu aku cari, ok? kamu di lapangan basket kan? aku kesitu ya?," kata Riri yang berbicara dengan sangat cepat, sebelum aku menjawabnya, dia sudah menutup teleponya

"Mel! Karmel!!!" panggil Riri sambil berlari ke arahku,

Nafasnya masih tersengal-sengal. Ia membawa bungkusan. Katanya itu kue yang ia buat sendiri khusus untuk Ben. Di dalamnya ada catatan kecil. Mungkin itu semacam surat cinta atau apa. Lalu kami pergi menuju parkiran motor. Sepertinya Riri sudah sangat hafal dimana Ben memarkirkan motor nya. Dari arah berbeda ada seseorang yang memanggilku.

"Mel,.. Karmel kan? beruntung sekali ketemu disini," kata cowo yang tidak aku kenal

"Ya, ada apa ya?" jawabku

"Siapa si Mel?" tanya Riri

"Aku juga masih belum tau" kataku sambil mengedikkan bahu

Cowo itu mendekat. Lalu mengulurkan tanganya,

"Kenalin, aku Bagas, Kakak kelas mu," kata nya memperkenalkan diri,

akupun bersalaman dengannya. Bagas kakak kelas ku, dia bilang sering memperhatikan aku. Dia sangat senang dengan karya siluet yang sering aku buat di Mading Sekolah.

"Bagus karyamu, boleh ga aku minta tolong buatin siluet wajahku," katanya

"Hehe, Mmm... mungkin lain kali ya kak, aku sedang ada urusan dengan temanku," kata ku

" Ok ga masalah, aku bisa minta nomer ponselmu dulu, saat kamu sempat aku bisa menghubungimu," katanya

Dengan terpaksa ku berikan nomer ponsel ku. Meski aku agak keberatan karena dia sepertinya cowo yang agresif. Tapi mau alasan apa lagi, aku benar-benar bingung menyikapinya.

"Ok kak, aku tinggal dulu ya kak, aku mau ke kantin," kataku

"Owh ke kantin? bareng aja gimana?" kata Bagas bersemangat

"Kak Bagas mau traktir kita? hehe," kata Riri yang iseng

"Okeh, boleh juga, ayok," Jawab Bagas lagi

Aku mencubit Riri tapi dia mengabaikanku. Lalu kami berjalan menuju kantin hijau, kantin yang biasa aku dan Riri datangi. Perjalanan ke kantin hijau terasa begitu jauh, setiap kali Bagas bertanya, Riri lah yang menjawabnya. Aku hanya tersenyum saja.

Sesampainya di kantin, seperti biasa Riri mencari sosok Ben. Baru setelah itu, ia memilih tempat duduk agar bisa dengan jelas memandangnya. Memang aneh, barusan menaruh hadiah di motor Ben, padahal ia

tau kalau Ben memang biasa tongkrongan di kantin ini.

Bagas mengambil beberapa snack dan memesan mie goreng untuk kami. Bagas bahkan membukakan snack untukku. Riri melirikku sambil tersenyum,

"Ga usah repot-repot, kak," kata ku pada Bagas

"Ga masalah, Mel. Aku sudah lama pengin melakukan hal semacam ini denganmu," jawab Bagas

" Hah? sejak kapan kakak ehm sama Karmel," tanya Riri

"Sudah lah, Ri, kenapa kamu begitu sama Kak Bagas, maaf ya kak, temenku memang cerewet," kataku

" Ga papa kok, Mel. Ohya, aku boleh main kerumahmu ga?, " tanya Bagas

" Boleh donk kak, boleh banget," sahut Riri,

Aku seperti kehabisan kata-kata. Bagaimana bisa Riri menjawab begitu entengnya tanpa meminta persetujuanku. Setelah itu aku tak banyak bicara dan membiarkan Riri katawa ketiwi dengan Bagas. Setelah, keluar dari kantin Bagas berpamitan karena ada urusan. Aku begitu lega.

"Ri, ngapain si kamu ngebolehin Kak Bagas buat main ke rumah ku?," tanya ku dengan nada kesal

"Hehe, surprise banget ga si kalo ada orang yang ternyata nge fans sama kamu, Mel. Ya ampun Mel, kamu punya pemuja rahasia, mana ganteng, baik pula, " kata Riri

" Tapi jujur deh, ntah kenapa aku malah ga nyaman dengan sikapnya itu, aku jadi merasa punya penguntit, ih serem banget si, " kataku

"Ah lebay kamu mah, aku nih penguntitnya Ben, haha. Pantang menyerah dan ga mau melewatkan apapun tentangnya, hehe" jelas Riri

Aku pulang naik bus seperti biasa. Dan di dalam sudah ada Julian. Meski benar kata Riri, Kak Bagas tampan, ntah kenapa aku memang lebih nyaman melihat Julian. Mungkin sejak saat ini, bisa dibilang aku pemuja rahasia untuk Julian.

"Awas Jul! geser, ga tau apa ada cewe disini," kata Riri pada Julian

" Bisa ga si ga usah pake teriak? Pelan aja aku juga denger!," jawab Julian"

Lucu sekali mereka berdua berantem begitu. Aku sampai ke tujuan lebih dulu ketimbang Riri dan Julian. Berat banget turun dari bis, aku masih ingin melihat wajah Julian.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!