Aku merasa duniaku berputar. Aku merasa jiwaku tertarik. Aku merasa
kehampaan yang ada dalam diriku. Menembus gelombang angin tanpa arah dan
berhenti tanpa arah.
Di sudut ruang yang mengerikan ini. Aku mencoba untuk tetap
terkendali. Warna hitam yang selalu saja menyambutku kini entah kenapa memudar
seperti memberiku celah untuk bernafas. Ada cahaya yang menyambutku dan
memberikan sebuah kepercayaan padaku bahwa aku masih hidup. Aku masih hidup dan
tak perlu takut lagi dengan kegelapan itu.
Saat kurasa ada yang memanggil namaku. Aku pun berusaha
menggapai-gapai segalanya. Ingin keluar dari kegelapan dan meraih cahaya.
Kurasakan satu tangan lembut yang terus mengelus punggung tanganku lalu
menciuminya untuk beberapa kali. Aku mengerjapkan mataku untuk menyamaratakan
cahaya yang masuk ke dalam iris mataku. Bayangan tubuh tegap dengan wajah yang sangat
tegas itu berdiri di depanku.
Dia seperti tengah memanggil namaku lalu tersenyum. Matanya sedikit
berair saat aku sudah berusaha meyakinkan diriku sendiri siapa orang itu. Aku
berusaha membisikkan hatiku sendiri, mendapati seorang laki-laki berambut hitam
legam dengan mata kecoklatannya.
Dan..., itu dia laki-laki
brengsek yang sudah membuat hatiku hancur.
Ingin rasanya menampar wajah
itu, tapi tenagaku terasa terkuras habis. Laki-laki brengsek itu kenapa ada di
sampingku? Ah..., tepatnya kenapa aku berada di tempat yang tidak aku kenali
ini. Kenapa terasa asing sekali? Ini bukan ruanganku. Seingatku, aku tidak
pernah memasang sebuah monitor EKG di ruanganku. Ini seperti rumah sakit.
Benarkah? tapi jauh dari sana aku sadar bahwa aku sudah menemukan cahaya. Aku
lega. Ternyata aku masih hidup, tapi apa yang sebenarnya yang terjadi padaku
Laki-laki berkaki panjang itu menatapku dengan tatapan yang sangat
tidak aku sukai. Seperti sebuah tatapan perhatian, tapi menyeramkan dalam waktu
yang bersamaan karena tidak biasanya dia seperti ini.
"Kau sudah siuman?" tanyanya dengan sinar mata yang tidak
aku mengerti.
"Apa yang kau rasa?"tanyanya lagi menghiraukan tatapanku
yang mulai ketakutan. Aku tidak ingin dia sentuh, tapi dia menyentuh tanganku
bahkan menciuminya dengan lembut. Matanya mulai berkaca-kaca seakan-akan
kehadiranku telah lama dia tuggu.
"Aku sangat merindukanmu, Sayang," dia memelukku dan aku
mendorong tubuhnya sekuat mungkin. Hingga aku rasa kepalaku rasanya sakit
sekali untuk bergerak. Sayang? Apa? Dia
bilang sayang?
Gila! Sekarang permainan apa lagi yang akan dia lakukan terhadapku
hahh? Setelah dia menaruh sebuah perasaan yang pernah aku harapkan dalam
sepihak. Setelah dia menghacurkan hidupku, masa depanku dan juga impianku
tentang semua hal yang indah, lalu sekarang dengan entengnya
dia memanggilku dengan kata-kata sayang. Dia memang brengsek!
"Jangan sentuh aku!!!" teriakku saat aku rasa di
kepalaku ada sesuatu yang terasa mengilukan. Kepalaku rasanya sangat sakit
sekali. Ada apa?
"Dinda...," seorang laki-laki paruh baya masuk ke dalam
ruanganku. Dia Ayahku. Wajahnya terlihat sedih sekali saat mendapatiku bersama
Daniel. Dia memelukku lalu menciumi keningku dengan sangat perlahan saat aku
sadar kalau kepalaku ini di perban.
"Aku hampir mati memikirkan keadaanmu. Apa yang kau rasakan,
Sayang?"
Aku menghela nafasku sejenak. "Kepalaku sakit Yah, apa yang
terjadi denganku?" tanyaku melirik ke arah Ayah dan Daniel yang tengah
berdiri di belakang tubuh Ayah. Entah kenapa aku sangat jijik melihat wajahnya.
Dia memandangku dengan sedih, tapi aku tahu bahwa itu hanya topengnya saja di
depan Ayah.
"Dia tampak kebingungan," ungkap seseorang yang tidak
pernah aku bayangkan kenapa saat aku membuka mataku malah melihat wajah
bejatnya. Daniel, ya namanya Daniel. Dia pria bejat yang pernah kukenal.
"Aku rasa kau harus memanggil Dokter untuk melihat keadaan
Istrimu," ungkap Ayahku. Aku bergeming sejenak. Apa yang dikatakan Ayahku
membuatku ternganga.
"Dad, please it's not funny, " ungkapku mengangkat seluruh wajah
ketidaksukaanku ke arah laki-laki yang masih berdiri di depan pintu.
"Maksudmu?" tanya Ayah kepadaku. Ayahku itu malah
membenarkan tempat duduknya lalu menciumi punggung tanganku. "Kau tahu
Ayah sangat mengkhawatirkanmu," katanya dan aku menghela nafasku kasar.
"Dad please!, apa maksudmu dengan mengatakan aku ini
istrinya!" itu kedengaran gila di telingaku sekarang. Kini Ayah dan Daniel
menatapku dengan intens membuatku tidak nyaman. Mereka menatapku seakan-akan
aku ini buronan yang sedang dilacak keberadaannya dan sudah menghilang
bertahun-tahun lamanya.
"Sudah kubilang, sepertinya kita harus memanggil Dokter untuk
memeriksanya," hanya itu kata-kata yang keluar dari bibir Ayahku dan aku
tidak mengerti ada apa dengan mereka. Sebenarnya siapa yang merasa gila di
sini. Aku atau mereka?
......................................
PERHATIAN!!!
.
.
CERITA INI BER-ALUR MAJU-MUNDUR
PERHATIAN!!
Cerita ini memiliki alur maju-mundur
.
.
.
Dinda POV
Kuperhatikan Dokter yang tengah bicara pada Ayah. Wajahnya mulai berkerut kemudian melirik ke arahku.
Aku tidak lagi melihat pria brengsek itu lagi, tapi entah kenapa hatiku seperti merasa kehilangannya.
Mataku mengekori kedatangan Ayah. Dokter pergi setelah Ayah mengangguk pelan ke arahnya. Aku pun
bertanya-tanya apa yang Dokter itu sampaikan dan yang hal paling aku pertanyakan adalah, kenapa aku ada di rumah sakit? Kenapa aku malah berbaring seperti ini.
Aku bahkan mulai memikirkan kapan terakhir kali aku berada sebelum ada di rumah sakit. Aku malah
mengingat sebuah ciuman lembut dari seorang pria yang kukenal sebagai keponakan Daniel. Lalu..., ah kepalaku terasa sakit sekali. Perutku pun terasa sangat sakit.
“Ayah, perutku sakit,” keluhku pada Ayah. Ayah hanya menepuk-nepuk punggung tanganku seraya mengangguk pelan ke arahku seperti menenangkan.
“Kau harus banyak istirahat, Sayang. Jangan terlalu banyak memikirkan apapun yang tak kau ingat.”
“Apapun yang tak kuingat? Kenapa Ayah bicara seperti itu? Memangnya aku kenapa? Apa aku lupa ingatan?”
Aku ingat kalau aku ini Adinda Agustin Copper. Ayahku bernama James Copper dan Ibuku sudah meninggal sejak lama—Bella Merissa Copper. Usiaku 22 tahun dan Ayah menitipkanku pada pria brengsek yang menghancurkan hidupku! tapi tunggu..., bukankah mereka bilang kalau aku ini istri Daniel? Sungguh ini membuatku tak bisa berpikir sebenarnya apa yang sudah terjadi? Aku mulai memukuli kepalaku dan Ayah menarik tanganku.
“Dinda berhenti! Kau tidak boleh seperti ini. Tenanglah, semua ingatanmu pasti akan kembali. Dokter bilang kau akan segera mengingatnya, tapi jangan pernah membuat semuanya beban untukmu.”
Aku menatap Ayah dengan tatapan sedih. Apa hanya Ayah yang sayang padaku. Apa hanya Ayah yang tulus mencintaiku? Ayah selalu ada untukku dan aku tak akan pernah mau Ayah pergi jauh dariku lagi seperti saat lalu.
.......................................
Aku mencoba menghela nafasku yang mulai terasa berat. Ayah bilang aku akan tinggal bersama Daniel.
Bagaimana mungkin bisa Ayah menitipkanku pada laki-laki yang tidak pernah aku kenal sebelumnya. Ayah bilang dia kenal baik temannya yang bernama Daniel itu, lalu bagaimana dengan aku?
"Ayolah, princess Ayah kenapa diam saja. Ayah janji tidak akan pergi lama," ungkapnya padaku.
Aku mencoba tersenyum pada Ayahku. Aku tidak ingin Ayah merasa berat hati meninggalkanku. Aku tahu bagaimana Ayah bekerja keras banting tulang demi menghidupiku---anaknya yang semata wayang.
Aku Adinda Agustin Copper. Ayah sering memanggillku August dan aku mulai mengklaim bahwa itu adalah panggilan kesayangan Ayah untukku. Aku sudah lama ditinggal oleh Ibuku. Saat itu umurku dua tahun dan Ibuku meninggal karena kecelakaan beruntun dengan bus yang ditumpanginya.
Baiklah! Lupakan! Aku tidak suka membahas hal itu lagi ke dalam kehidupanku. Hari ini aku hanya memikirkan bagaimana dengan kehidupanku setelah Ayah menitipkanku pada Daniel, laki-laki yang kata Ayah lebih muda darinya 17 tahun. Itu berarti umurnya 35. Kenapa kehidupanku di kelilingi orang-orang tua, ya ampun!
Ayah memasuki kawasan rumah mewah minimalis berwarna gading. Aku sedikit menganga karena sebelumya aku tidak pernah bermimpi akan tinggal di rumah bak istana seperti ini. Meski ya tepatnya ini bisa dikatan seperti sebuah mansion. Sangat besar, mewah dan juga menakjubkan. Halamannya begitu luas hingga aku sendiri tak bisa membayangkan ada berapakah pelayan di sini.
NEXT====>>>
DINDA POV
"Ayo kita turun, Om Daniel pasti sudah menunggu kita," ungkap Ayah padaku layaknya aku ini anak kecil yang masih harus dituntun. Padahal umurku sudah menginjak 22 tahun. Aku sudah jauh sangat dewasa, tapi ya... sedikit manja pada Ayahku tidak ada salahnya kan.
Di ambang pintu sudah ada seseorang melambaikan tangannya pada Ayahku. Senyuman dan raut wajahnya sangat memukauku yang masih berdiri di depan mobil sedan milik Ayah. Apa dia anak teman Ayah? Kalau begitu aku akan betah tinggal di sini. Bagaimana tidak kalau anaknya saja sudah menarik perhatianku. Dengan kaos putih dengan tulisan SWAG sudah membantuku membayangkan betapa kerennya dia. Mungkin aku bisa memintanya untuk mengantarku ke kampus setiap hari. Pasti kampus akan gempar, apalagi
dengan berita putusnya aku dengan Mika yang baru beberapa hari ini menghiasi kampus. Ohh aku tidak bisa membayangkan itu.
"August kemarilah," panggil Ayahku dan aku segera membenarkan jeansku yang terlihat ada sedikit robekan di lutut. Bajuku yang terlihat sedikit ketat cepat aku tutupi dengan sweaterku berwarna biru. Aku tidak mau terlihat sebagai wanita yang tidak sopan di depan pria tampan ini.
Ya..., sebenarnya yang aku khawatirkan tinggal di sini itu karena keadaanku yang terkadang dikatakan
menyusahkan. Aku susah bangun pagi. Aku jarang sekali makan. Aku rajin masuk kuliah meski sering telat beberapa menit setelah jam pelajaran di mulai. Dulu telingaku ada sebuah tindikan dan beberapa pearching yang pernah kupasang di hidung tapi aku lepas karena Ayah memarahiku begitu pun dengan tindikan yang berada di
telingaku.
"Kenalkan Daniel ini anakku..., August," ungkap Ayah yang berhasil membuatku terpana dan
ternganga hebat.
Jadi, orang ini yang bernama Daniel. Ayah pasti bohong kalau umurnya sudah berkepala 3. Aku bahkan
tidak percaya karena dia seperti laki-laki berumur 24 tahun. "Ayo August, bersalamanlah."Ungkap Ayah mengembalikanku pada dunia nyata. Aku seperti mimpi saat mendengar gurauan Ayah yang tidak lucu.
"Di mana teman Ayah? Aku juga ingin bertemu dengannya selain bertemu dengan anaknya," ungkapku
saat melihat ulang laki-laki yang tadi Ayah sebut Daniel itu hanya memakai setelan pakaian santai rumah. Dia terlihat seperti selesai bermain PS, benar kan? Aku tidak salah, karena mana ada pria berumur 35 tahun sedang bersantai di rumahnya saat jamnya orang sibuk dengan pekerjaannya.
"Hahahah kau ini. Ayah pulang dulu ya. Ayah harus packing sekarang karena nanti malam Ayah akan
segera berangkat ke London," ungkap Ayah lalu mencium keningku sejenak. Ayah mengacak rambutku dan mengelus pipiku lembut.
"Ayah akan merindukanmu. Kau bisa minta apapun oleh-oleh dari Ayah," mendengar itu
aku tersenyum polos.
"Aku hanya ingin Ayah kembali dengan selamat," ungkapku pada Ayahku. He is my heroes dad. Aku tidak punya siapa pun selain Ayah.
"Aku titip anakku," kudengar Ayah berbicara pada laki-laki jenjang di sebelahku.
Dia tersenyum mengangkat ibu jarinya. Senyumannya sangat mempesona dan aku hampir saja pingsan jika Ayah
tidak lagi mengacak rambutku. "Jadilah anak yang baik. Ayah pasti akan merindukanmu," ungkap Ayah sebelum benar-benar pergi meninggalkanku. Aku mengangguk sejenak dan melambaikan tanganku saat Ayah sudah beranjak masuk ke dalam mobil.
"Apa kau sudah makan, August?" tanya orang itu. Aku pun berbalik badan mengikuti langkahnya yang
ringan sekali jika aku perhatikan dari belakang.
Ya aku memang tidak membawa baju ke rumah ini karena Ayah sudah membawanya kemarin. Tadi saat aku
di kampus, Ayah menjemputku dengan tangan kosong dan Ayah bilang kalau bajuku sudah ada di sini meski tidak semuanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!