NovelToon NovelToon

LIORA

1. Prolog

Setiap manusia terlahir dengan garis tangan yang berbeda.

Kaya, miskin, bahagia, menderita.

Semua berjalan dengan ketentuan takdir yang mereka bawa.

Namun selama malam masih berganti siang, roda kehidupan pun akan terus berputar.

Tak selamanya derita itu hadir.

Ia akan menyingkir tatkala bahagia mulai datang mengukir.

Kala derita dan ujian hadir, ada yang suka rela menerima, namun ada pula yang menjalani dengan terpaksa, ada yang bisa menghadapi, namun tak sedikit yang gagal menjalani.

Alana Liora Gantari

Gadis cantik bermata teduh, dengan bentuk badan proporsional, fisik yang nyaris sempurna berbanding terbalik dengan nasib kurang beruntung yang ia terima.

Hidup pas-pasan di rumah kecil yang Papanya beli sesaat setelah menikahi sang mama.

Meski hidup sederhana, makan seadanya, namun mereka berempat hidup bahagia, Papa Alex, Mama Miranda, Liora dan sang adik, Bian.

Liora gadis ramah dan juga ceria, hari-hari ia habiskan untuk kuliah dengan pulang pergi mengayuh sepeda. Tak seperti kebanyakan temannya yang diantar jemput mobil mewah, atau bahkan bisa bebas bergonta-ganti mobil dengan berbagai Merk setiap harinya.

Dia tak pernah mengeluh, apalagi protes pada orang tuanya, jika uang saku yang di dapat hanya cukup untuk sekedar membeli es teh di warung pinggir jalan kala dia dahaga mengayuh sepeda di tengah teriknya matahari.

Di atas roda sepedanya yang terus berputar dia bisa melihat bagaimana kehidupan di luar sana.

Ternyata dia masih cukup beruntung, bisa tinggal di rumah dan tidur dengan nyaman, tak seperti mereka yang tak punya tempat tinggal, tidur berpindah-pindah dengan beralas koran bekas.

Dia masih bisa makan teratur meski hanya dengan lauk sayur seadanya, tak perlu mengorek-ngorek sampah untuk mengais sisa makanan orang untuk sekedar mengganjal perut.

Namun tiba-tiba dunianya seketika berubah gelap, langit serasa runtuh, ribuan duri bak menghujam hatinya, rasa sakit yang tak terperikan harus dia terima.

Siang itu dia baru saja pulang dari toko buku, terlihat ramai orang setelah dia memasuki gang kecil menuju rumahnya, dengan tanda tanya besar dia terus mengayuh melewati deretan rumah-rumah petak yang disewakan oleh sang pemilik, yang sebagian besar penyewanya adalah mereka para buruh pabrik dan para pedagang kaki lima, tak biasanya rame orang di jam segini, fikirnya.

Firasatnya semakin tak enak saat sepedanya semakin mendekat.

Terlihat kerumunan orang berpusat pada rumah kediamannya, sayup-sayup terdengar tangis dan raungan sang adik yang dia hafal betul suaranya, di tinggalkan nya sepeda ditengah gang, dia memilih berlari menuju arah tangisan itu.

Kakinya seketika terasa lemas tak bertulang saat tiba didepan pintu, air matanya tiba-tiba menggenang, jatuh tak terelakkan, waktu terasa berhenti, dia seperti orang linglung.

"Papa... Mama...!"

Hanya itu yang bisa dia ucapkan disela tangis lirihnya, sang adik menghambur memeluknya, menangis memanggil-manggil nama mereka yang kini terbaring kaku bersisian.

Yah... Itulah titik terendah dalam hidupnya, ditinggalkan kedua orang tuanya secara bersamaan, rasa sakit yang bahkan tak pernah dia bayangkan sebelumnya.

Bagaimana tidak, tadi pagi saat dia berpamitan hendak berangkat ke toko buku, mereka terlihat masih sehat, semalam sang Mama memang sempat meminta sang Papa untuk mengantarkannya berkunjung ke Panti Asuhan tempat di mana sang mama dulu dibesarkan.

Liora tak menyangka jika mereka menjadi korban kecelakaan di jalan raya sepulangnya berkunjung ke Panti Asuhan, sebenarnya ada yang ganjil saat polisi menjelaskan kronologi kejadiannya, namun apalah daya, dia hanya anak yatim piatu yang hanya sekedar untuk makan pun dia harus banting tulang terlebih dahulu, apalagi sampai ingin mengusut tuntas kejadian kecelakaan itu.

Dengan susah payah dia dan sang adik mencoba menerima takdir, yang sudah pergi tak akan pernah bisa kembali, namun hidup mereka tetaplah harus terus berjalan.

Hatinya memendam tanya, menahan luka, dan mengutuk jika memang kejadian itu ada dalangnya.

Dia berjanji, kelak jika dia sudah punya banyak uang, dia ingin mencari bukti tentang kronologi yang sebenarnya terjadi, hingga membuat keduanya orang tuanya itu meninggal.

Dengan berbekal pengalamanya membuat kue bersama sang mama, dia mulai mengikuti jejaknya, membuat beberapa kue yang kemudian dia titipkan di beberapa warung yang dia lewati saat dia pulang pergi kekampus, hasil yang tak seberapa membuatnya berfikir keras untuk mencari pekerjaan paruh waktu agar dia bisa terus kuliah dan sang adik bisa terus bersekolah.

Dari toko ke toko dia masuki untuk mencari peruntungan, barang kali ada yang bisa memberinya pekerjaan.

Sampai akhirnya dia bertemu dengan orang baik yang mau menerima nya bekerja di Minimarket miliknya, gajinya tak tetap, mengingat dirinya hanya bekerja paruh waktu mengikuti jadwal kuliahnya, untungnya saja sang pemilik mengerti, sungguh, tak mudah mencari orang sebaik itu.

2. Maafin kakak ya Bi...

Sudah ketiga kalinya Liora menyibak gorden, mengintip ke arah teras depan, di lihatnya rintik hujan yang tak kian berhenti sedari sore, tidak deras benar, hanya gerimis, itu pun jarang-jarang.

Dia menghela nafas panjang, waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, tapi sang adik belum juga pulang, tak biasanya Bian pulang selarut ini.

Saat dia hendak berbalik untuk menuju ke dapur, terdengar suara sepeda motor berhenti di depan rumahnya, buru-buru dia membuka pintu, benar saja, itu Bian yang datang, diantar Andrif dengan sepeda motornya.

"Andrif nggak mampir ya kak, udah malam soalnya." Ucap Andrif yang masih berada diatas motor.

"Makasih Ndrif, hati-hati di jalan!" Ucap Liora tersenyum.

Bian beruntung memiliki teman seperti Andrif, hampir setiap hari dia memberi tumpangan pada Bian, mengingat rumah Andrif yang tidak terlalu jauh dari rumah mereka, mereka berteman dari sejak masuk SMP hingga kini mereka sudah kelas 3 SMA, dan Andrif jugalah yang membantu Bian untuk bisa bekerja di Cafe milik sang Paman.

Bian menghampiri Liora, mengulurkan tangan pada sang kakak dan menciumnya, itu ritual wajib yang biasa dia lakukan saat pulang dan hendak bepergian, baginya sang kakak adalah pengganti kedua orangtuanya.

"Bi, kamu dari mana kok baru pulang?, Kakak khawatir nungguin kamu dari tadi." Trauma karena kepergian kedua orang tuanya sering kali membuatnya merasa khawatir yang berlebihan pada sang adik.

"Besok ada yang mau booking Cafe kak, untuk acara ulang tahun, jadi Bian bantu Andrif untuk persiapan acaranya, biar besok kita tinggal ngecek apa saja yang masih kurang."

"Maafin kakak ya Bi...!" Lirih Liora menatap sang adik.

Bian menghampiri sang kakak yang berdiri didepan pintu, pasti kakaknya itu sedih melihatnya pulang kerja selarut ini, apalagi dengan pakaian yang basah karena menerobos air hujan.

Sebenarnya sudah berkali-kali sang kakak memintanya untuk berhenti bekerja dan hanya fokus bersekolah saja, tapi Bian tak mau menambah beban sang kakak, walau bagaimanapun dia adalah anak laki-laki, Papanya dulu selalu mengajarkan untuk bisa menjadi laki-laki yang kuat dan hebat, agar selalu bisa melindungi sang kakak.

"Kak, Bian nggak apa-apa, kakak nggak usah khawatir, justru Bian yang minta maaf, harusnya kan emang Bian yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup kita, karena Bian anak laki-laki." Bian tersenyum menatap sang kakak.

"Tapi sekolah kamu lebih penting Bi." Liora masih protes, dia takut sekolah Bian terganggu karena pekerjaan nya.

"Buktinya semester kemarin Bian masih tetep jadi juara 1 kan?" Dirangkulnya pundak sang kakak dan menggiringnya masuk ke dalam rumah.

"Jadi kakak jangan terlalu khawatir, Bian mandi dulu, abis itu bantuin kakak bikin kue." Melepaskan rangkulannya dan meninggalkan sang kakak yang masih berdiri di ruang tamu.

"Belajar dulu Bi, baru boleh bantuin kakak!" teriak Liora yang kini berjalan menuju dapur.

Dengan cekatan dia kembali meracik adonan Brownies, memasukkan bahannya satu persatu kedalam baskom, kemudian menyalakan mixer nya.

Dulu, setiap hari Minggu dia sering membantu sang Mama untuk membuat kue, biasanya kue-kue itu akan dititipkan ke beberapa warung di sekitar rumahnya, uang hasil dari jualan kue itu biasanya akan ditabung oleh sang mama, untuk jaga-jaga jika ada kebutuhan mendesak.

Papanya hanya bekerja di Perusahaan kecil milik teman baiknya, gajinya tidaklah besar, namun cukup untuk memenuhi kehidupan sederhana mereka, beruntungnya juga Liora dan Bian adalah anak yang cerdas, hingga mereka selalu mendapatkan Beasiswa dari awal mereka masuk SMP dan sampai kini Liora kuliah untuk menyelesaikan S1 nya.

"Kak, Donatnya udah jadi belum?" Suara Bian mengalihkan perhatian Liora dari adonan Brownies yang dia tuang ke dalam cup yang sudah di susun di atas nampan lebar.

"Udah Kakak goreng Bi, kalau udah dingin tinggal ngasih topingnya, kamu udah belajarnya?"

"Udah dong, tanpa belajar pun Bian tetep bisa jadi juara kelas!" Sambil nyengir dia menatap sang kakak.

Pletak...

Suara centong yang tadi digunakan Liora untuk mengambil tepung dari dalam kemasan itu akhirnya mendarat di kepala sang adik.

"Aw, Sakit tau kak." Rengek Bian dengan gaya lebay nya.

"Kebiasaan, belajar itu wajib Bi, jangan mentang-mentang kamu pintar terus kamu jadi malas belajar."

"Iya kak, iyaa, Bian cuma bercanda."

Mereka membuat kue dengan saling mengobrol, berbagi cerita tentang aktifitas mereka seharian, terkadang mereka tertawa lepas, kadang juga ada teriakan Bian yang kena capitan maut saat dia menggoda sang kakak.

3. Menabrak mobil.

Pagi ini Liora bangun kesiangan, mungkin karena semalam dia tidur terlalu larut, selesai membuat kue dia juga harus mengerjakan tugas kuliahnya, hingga sampai lewat tengah malam dia baru beranjak untuk tidur.

Sebelum berangkat bekerja, kue-kuenya yang sudah dia susun rapi ke dalam wadah plastik berbentuk segi empat itu harus dia antarkan dulu ke warung-warung langganannya.

Sekitar setengah jam dia baru selesai berkeliling, dilihatnya jam tangan kecil yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul setengah 8 pagi.

Akhirnya dengan sekuat tenaga dia mengayuh pedal sepedanya, tak enak jika dia harus telat masuk kerja, karena dia hanya bekerja setengah hari.

Dia terus mengayuh melewati jalanan pagi yang lumayan padat, bahkan cenderung macet, mengingat ini adalah waktunya orang-orang berangkat bekerja.

Beberapa supir angkot yang berhenti di bibir jalan semaunya, menaikkan penumpang semaunya, tanpa peduli bunyi klakson mobil yang menyalak buas di belakangnya, menambah ramainya kondisi jalanan pagi ini.

Kakinya pun seakan tak mengenal lelah untuk mengayuh, sambil sesekali dia melirik jam tangannya.

Sayangnya, mungkin karena saking terburu-buru hingga dia tak bisa mengendalikan laju sepedanya.

Bruk!!!

Sepedanya menabrak sebuah mobil mewah yang sedang terparkir di depan Minimarket. Badannya ikut terperosok jatuh ke pelataran parkir, untung hanya sedikit luka lecet di telapak tangan yang dia gunakan untuk menopang badannya.

Buru-buru dia bangun, memeriksa bagian mobil yang ia tabrak tadi, dan ternyata ada sedikit goresan yang terlihat disana.

"Ya Tuhan, bagaimana ini!" Liora mondar-mandir terlihat sangat panik.

Sampai saat sosok lelaki gagah nan tampan dengan setelan jas rapi terlihat keluar dari dalam mobil mewah itu dan berjalan menghampirinya. Liora diam terpaku, tak berani melihat, wajahnya menunduk.

"Maaf Tuan, saya tidak sengaja, tadi saya lagi buru-buru." Ucap Liora masih dengan menunduk dan menangkupkan kedua tangannya.

"Kamu nggak lihat mobil segede ini, sampai kamu tabrak pakai sepeda butut mu itu!" Ucap lelaki itu sembari membuka kaca mata hitamnya, memperlihatkan aura dingin dan tatapan tajam.

Liora memberanikan diri mengangkat wajahnya, seketika dia menelan ludahnya dengan susah payah saat menatap sosok lelaki di hadapannya.

"Ya Tuhan, dia tampan sekali!"

"Kamu nggak tuli kan?" Sinis laki-laki itu melihat Liora yang terdiam bengong menatapnya.

Liora mengerjap kan matanya berkali-kali, mencoba mengembalikan kewarasannya, dia terlalu sibuk mengagumi lelaki di hadapannya, sampai lupa dengan apa yang terjadi.

"Tuan, saya minta maaf, saya benar-benar tidak sengaja."

"Makanya lain kali kalau jalan pakai mata!"

"Tapi Tuan, saya sudah terbiasa jalan memakai kaki, sayang kalau mata indah saya ini dipakai untuk berjalan." Lanjut Liora dengan mengangkat wajahnya, mengerjap kan matanya berulang-ulang dengan bibir menahan senyum.

Lelaki itu memandang kesal pada Liora, ingin rasanya dia mengumpat pada gadis di depannya itu.

Sampai tak sengaja tatapan mata mereka bertemu, dilihatnya bulu mata lentik Liora yang bergerak naik turun. Lelaki itu pun terdiam, tak jadi melontarkan umpatannya.

Tatapan mata Liora yang teduh membuat lelaki gagah nan tampan itu terhanyut, dia merasakan kedamaian di sana, hingga ingin berlama-lama memandangnya.

Namun suara dari sang asisten kembali menyandarkannya.

"Apakah ada masalah Tuan?" Tanya lelaki yang baru saja datang, sambil membawa kantong plastik berisi air mineral, rupanya tadi sang asisten sedang diminta sang Tuannya untuk membeli minuman ke Minimarket itu.

Merasa ada kesempatan untuk kabur, Liora akhirnya berlari masuk ke dalam Minimarket, meninggalkan lelaki dingin yang terdengar berteriak mengumpat padanya.

Shit!!

"Hai gadis sialan, jangan kabur!"

Tapi sang asisten itu menghentikan langkah Tuannya yang hendak mengejar Liora.

"Maaf Tuan, sebentar lagi Tuan akan ada Meeting, jadi kita harus berangkat ke kantor sekarang juga!"

Dengan wajah kesal mau tak mau akhirnya lelaki itu kembali masuk kedalam mobilnya.

.

.

"Kamu kenapa sih Ra kok macam di kejer setan aja?" tanya Shifa, teman kerja Liora di Minimarket itu, saat melihat Liora yang masuk dengan terburu-buru.

"Iya Cip, setannya ganteng, sayang galaknya minta ampun." jawab Liora dengan nafas memburu.

Shifa yang kini berteman baik dengan Liora mendadak kepo dengan apa yang barusan terjadi.

"Tadi pagi aku bangun kesiangan Cip, mana harus nganter pesanan kue dulu, akhirnya aku ngebut naik sepedanya, sampai gak sengaja di parkiran depan tadi aku nabrak mobil orang, untung aja hanya tergores sedikit."

"Tapi kamu nggak apa-apa kan?" Shifa memastikan keadaan Liora.

"Nggak apa-apa, ini hanya tergores sedikit tadi." Sambil memperhatikan luka di telapak tangannya.

"Syukurlah, terus orangnya cakep nggak?, Kayak di cerita novel-novel gitu nggak sih Ra, abis nabrak, terus diajakin kenalan?" Tanya Shifa yang penasaran, dia teringat akan cerita-cerita Novel yang sering dibacanya.

"Boro-boro ngajak kenalan, kena semprot mah iya Cip, untungnya aja sebelum dia minta ganti rugi aku udah langsung kabur duluan tadi, hahaha."

Shifa yang melihat tingkah Liora hanya bisa geleng-geleng kepala.

Beberapa saat kemudian pintu Minimarket itu terbuka, muncul sosok laki-laki muda yang kemudian menyapa Liora.

Merasa dirinya tak disapa, Shifa yang sedari tadi berada disebelah Liora untuk menyusun sabun ke dalam rak-rak di depannya itu spontan protes.

"Mas Dika yang disapa cuma Liora aja nih, emang Shifa yang Segede gini nggak kelihatan apa?" Ucap Shifa berpura-pura marah.

Shifa sudah hafal kalau pria tampan anak dari pemilik Percetakan yang letaknya tepat di sebelah Minimarket itu, setiap harinya akan datang untuk menyapa Liora, meski dengan alasan hanya sekedar untuk membeli air mineral saja.

Liora yang mendengar ucapan Shifa seketika tergelak.

Melihat tawa lepas Liora membuat Dika ikut menaikkan sudut bibirnya, di pandangnya mata Liora yang teduh, garis tawa yang membuat wajahnya semakin memukau, meskipun wajah itu tanpa tersentuh polesan make up sama sekali.

Itu salah satu alasan kenapa hampir setiap hari Dika selalu rajin mengunjungi Minimarket itu, hanya sekedar melihat senyum dan tawa Liora saja itu sudah terasa menentramkan hatinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!