NovelToon NovelToon

My Beloved Wife

~~ PROLOG~~

Farida tak menyangka, keputusan terlalu cepat yang diambilnya ternyata sangat mempengaruhi kehidupannya di masa depan. Yaitu menikah dengan pria yang sudah menikah sebelumnya dan telah mempunyai anak.

Sifat alpha suami istri yang masing-masing selalu ingin mendominasi juga terkadang menjadi problema. Ditambah lagi dengan usia yang terpaut jauh sehingga mereka harus berhadapan dengan karakter yang berbeda.

Mampukah pernikahan mereka bertahan dengan segala pelik permasalahan di dalamnya?

...***...

...Happy reading!...

Farida berjalan bolak-balik tak tenang, matanya terus melihat jalanan komplek dan pintu gerbang. Sudah semalam ini, Vano masih belum pulang. Entah berapa kali ia melihat jam dinding, waktu terus berputar hingga sekarang angka jam dinding itu menunjukkan pukul satu dini hari. Kemana suaminya? Sudah dihubungi berulang kali, tertera di layar ponselnya bahwa sambungannya berdering, tapi Vano tak kunjung merespon.

Sesekali Farida mencoba tidur di ruang tamu sampai terlelap, tapi masih belum juga terlihat mobilnya masuk ke gerbang rumahnya.

Satu jam berlalu.

"Dari mana saja baru pulang jam segini?" Tanya Farida ketus.

Terlihat baju Vano sudah berantakan, apalagi rambutnya. Matanya merah. Mulutnya menyengat bau alkohol.

"Kamu mabuk ya?!" Tukas Farida lebih tinggi lagi satu oktaf.

"Sudah tau pakai nanya, aku hanya mabuk saja gak macem-macem. Tadi gak enak ada tamu dari luar negeri yang menuangkan minum di gelasku. Masa gak diminum? Malu lah, gak enak." Vano berjalan sampai terhuyung-huyung.

Inilah tugas istri yang sesungguhnya. Farida tentu tau menikah bukan hanya soal 'ah ih uh' diranjang. Satu hal yang Farida yakini ada didalam diri suaminya. Dia sangat menyayangi anaknya. Itu sudah cukup baginya melangkah kedepan dengan laki-laki ini. Banyak yang sudah ia pertimbangkan. Semua orang juga bisa berubah, apalagi Vano. Jika orang lain menyebut Vano brengs*k, tapi tidak di mata Farida. Vano hanya berbelok sedikit, dia bisa kembali ke jalan yang lurus, asalkan ada orang yang mengarahkannya.

"Aku bisa jalan sendiri." Vano menepis tangan istrinya, tapi Farida tetap bersikukuh merangkulnya. "Awas ah minggir kaya aku gak kuat aja di pegangin, emang aku cowok apaan!" Tangannya terus menepis tangan Farida. Padahal sudah jelas-jelas jalannya miring-miring.

"Diam gak!" Farida gemas dengan orang yang suka keras kepala dan tidak tau di untung. Tanpa tunggu lama dia langsung mencekik lehernya keras sampai terbatuk-batuk.

"Ehhkkkk! Uhuk, uhuk.. Aku bisa matiii aku bisa matiii…" 

Farida melepas tangannya di leher Vano. "Itu gak seberapa, rasain!!" Ucapnya puas, lalu dia tinggal pergi. "Besok ulangi saja gak usah pulang sekalian. Aku juga mau cari suami baru yang lebih hot."

"Farida tolong aku, aku pusing." Vano terduduk dilantai memegangi kepalanya.

"Makan tuh gengsi. Bangun saja sendiri, mabuk-mabuk sendiri kok orang lain yang repot."

Farida masuk ke kamarnya dan menguncinya dari dalam. Farida tidak boleh lebih lemah daripada laki-laki arogan itu. Biar dia merasakan menunggu diluar, sama seperti dirinya seperti tadi malam.

Berulang kali Vano mengetuk pintu kamar, tapi tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalam sana. Disebutnya nama Farida berkali kali plus di tambah uang belanja tapi tetap tidak ada jawaban. Panggilan sayang, panggilan bebep, panggilan honey, panggilan cinta dan seribu jurus macam rayuan. Nihil. Kuat sekali pertahanannya. Sekali lagi tangannya terangkat akan menggedor pintu, tapi dia urungkan. Sudah dari tadi di seperti itu, takut mengganggu manusia lain yang sedang beristirahat. Vano memutuskan untuk tidur di sofa dekat kamar. Karena panas, dia membuka seluruh pakaiannya terkecuali celana pendek tipisnya. Dia lempar sembarang arah. Kepalanya yang pusing tidak bisa memikirkan apa-apa lagi, kecuali tidur telungkup.

***

Pagi harinya~

"Mas Boby, bosmu hari ini gak berangkat. Dia masih teler karena mabuk semalam." Farida menelpon asisten Vano di kantor.

"Gak bisa gitu dong, Pak Vano harus berangkat hari ini. Ada meeting dengan client penting. Minggu lalu beliau sudah membatalkannya. Masa harus dibatalkan lagi?"

"Orangnya juga masih teler, gimana mau ketemu orang. Masa dia datang dalam keadaan kacau balau begitu. Nanti malah ngomongnya ngawur gimana, bisa merusak suasana. Semalam dari mana emangnya, kenapa bisa pulang pagi?"

"Kok malah tanya sama saya Bu, kan Ibu Farida istrinya."

"Ya mana saya tau orangnya gak ngomong apa-apa. Kan kamu juga asistennya!"

"Hal-hal yang berkaitan dengan dunia malam itu bukan urusan saya. Urusan saya pekerjaan dikantor. Pak Vano tidak seperti Reyhan, semua sudah berubah sekarang." Suara Bobby terdengar sangat kecewa.

Ada rasa tidak rela saat suaminya dibanding-bandingkan seperti itu langsung di telinganya. Tapi kapan sih Vano berubah? Tamu apa dan siapa yang di maksud Vano semalam, awas saja kalau sampai Vano main perempuan. Farida tidak akan memberinya ampun.

"Ya udah Mas Boby, saya tutup telponnya." Pasti Bobby bisa mengatasinya sendiri kan? Tanya Farida tanpa bersuara.

"Baik Bu Farida."

Panggilan di tutup.

Farida mengambil pakaian Vano yang tercecer karena dilemparkannya semalam. Masuk ke kamar, dia membawakan selimut karena Vano hanya memakai celana yang sangat pendek dan tipis. Asisten rumah tangga bisa saja naik keatas untuk mengambil atau melakukan sesuatu. Bisa fatal kalau sampai melihatnya. Sedang yang diselimuti tidak bisa dibangunkan sama sekali. Melihat jarum jam di dinding, sekarang sudah pukul delapan pagi. James sudah berangkat ke sekolah. Tinggal Farida sendiri yang sebentar lagi berangkat ketoko kue miliknya.

Farida mendekati suaminya, duduk di tepi sofa yang tersisa sedikit tempat. Tapi masih cukup untuknya. Tangannya terulur untuk memencet hidungnya keras. Padahal aktivitasnya tadi berperang dengan James sangatlah berisik. Tapi Vano tidak terganggu sama sekali, "Kamu minum berapa botol, Dad?"

"****** banget tidurnya Dad!" Vano tetap tidak bergeming. Dia lalu menabok bok*ng itu. BUKH!! "Bangun gak!"

Terlihat badan itu bergerak-gerak dan balik dari posisi telungkup. "Nggak!"

"Bangun!"

"Nggak!"

"Bangun!"

"Nggak!"

Vano kembali tertidur!

"Ihh bangun, bau. Mandi!!"

"Kenapa sih semua perempuan dirumah ini cerewet sekali. Aku ingin bebas, telingaku bisa pecah kamu teriak-teriak terus!" Sungut Vano sambil menutup telinganya.

Farida terkekeh, memang betul apa katanya. Mama Nuning seperti petir, dirinya juga seperti petir. Mungkin Vano muak mendengarnya. Ya baguslah! Dua lawan satu.

***

Saya gak jamin cerita ini bikin baper. Soalnya cuma niat ngehibour.

Pagi Daddy, pagi Mida!

Waktu terus berlalu, Farida sangat menikmati perannya menjadi seorang istri sekaligus menjadi Mami untuk anak tirinya. Tak terasa, dia sudah menjalani bulan kedua pernikahan~

.........

Farida meraba-raba ponselnya yang semalam dia letakkan di nakas, matanya menyipit karena rasa kantuk.

"Hah! Jam lima, belum mandiiii... " gumamnya yang sedikit terdengar di telinga suaminya. Tapi Vano pura-pura tidak mendengar, malas sekali.

Farida melirik ke samping, mengguncang tubuh suaminya "Dad, bangun! Kamu belum mandi dari semalam."

"Baru aja tidur," ucapnya dengan mata yang masih terpejam. "Stop ah mandi dulu sana, jangan bikin gempa badanku!" Farida terus mengguncang bahu suaminya sebelum suaminya benar-benar terbangun.

"Oke aku mandi dulu, tapi kalau aku sudah selesai kamu harus sudah bangun,"

Farida mencebik kesal, setiap membangunkan suaminya pasti seperti itu. Bangka!

Tapi untuk pagi ini bisa dimaklumi, sebab semalam Vano tidur jam dua belas. Dia menyelesaikan sisa pekerjaannya dan sempat ngobrol dengan mertuanya Pak Darsa nurhan, sembari ngopi ngebul di teras rumah. Ya, mertuanya mampir ke rumah semalam, entah habis darimana. Beliau rindu dengan putrinya. Karena semenjak menikah dua bulan yang lalu, Farida belum sekalipun mengunjungi orang tuanya.

***

Setelah bayi besar mandi, kini giliran Farida membangunkan bocah kecilnya. Kalau yang ini tidak terlalu sulit, dia selalu bangun tepat waktu untuk sekolah. James juga sudah mandi sendiri, pakai baju sendiri, menyisir rambutnya sendiri. Farida senyum-senyum melihat perkembangannya James. Dia sudah pintar mandiri. Hanya saja, pundungnya masih tetap sama.

"Ayo sarapan Mi, Jajam udah ganteng Mi!" Ucapnya menatap Midanya percaya diri.

"Kaya bapaknya persis!" Gumamnya. "Ayo turun, panggil Daddy ya udah siap belum?"

Keduanya membuka kamar Vano, dilihatnya laki-laki itu sedang memasukkan barang-barangnya ke dalam tas.

"Daddy! Ayo sarapan." Teriak James dia menarik tangan Vano.

"Ayo, Daddy mau turun juga."

"Gendong," ucap James.

"Kamu itu sudah besar, jalan sendiri lah."

"Mida juga sudah besar, tapi suka di gendong sama Daddy!"

Mata Vano membulat, keduanya saling menatap terkejut. Mampoooosss, berarti mereka pernah kecolongan. "Itu karena Mida lagi sakit." Jawab Vano sekenanya.

Sakit apa coba?

Takut obrolan merembet kemana-mana, Farida mengalihkan pembicaraan. "Ayo kita sarapan, nanti telat lho Jam?" Ajak Farida lalu menuntun anaknya turun. Vano mengikuti di belakangnya. "Kita mau sarapan sosis,"

"Jajam maunya sarapan daging!"

Apalagi ini maunya, daging apa yang dimaksud udah sesiang ini. Nanti bisa telat. "Anakmu ini banyak maunya," bisik Farida pada suaminya.

"Pagi anak-anak Mama, cucu Omaaa!" Teriak Mama yang sudah lebih dulu berada di ruang makan.

"Pagi Ma," Vano mencium Mamanya. Semenjak kesalah pahaman mereka selesai, ini yang dilakukan Vano setiap pagi. Keempatnya lalu duduk menyantap sarapan mereka.

"Ida mau sekalian ikut berangkat bareng?" Tanya Mama pada Farida.

"Iya Ma, kan satu arah biar sekalian."

***

Ketiganya sudah berada di dalam mobil, Farida duduk di depan dan James duduk dibelakang. Sesekali terdengar celotehannya melihat jalanan yang sudah terlihat sibuk dengan kendaraannya yang berlalu lalang. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, pantas saja ibukota ramai sekali.

Vano jarang memakai supir, maka dari itu Mama Nuning hanya menyediakan supir panggilan atau supir tembak. Dia lebih nyaman bepergian sendiri karena Vano termasuk orang yang tidak mau semua urusannya diketahui oleh banyak orang.

"Ada pesawat lion air!" teriak James karena mendengar suara pesawat yang melintas diatas kota. "Pesawat terbang kesana kemaren."

"Kemari..." Vano membenarkan kata-katanya.

"Kita kapan naik pesawat lagi Dad, Jajam ingin ke tempat Nana..." James rindu dengan neneknya di London. Orang tua Woodley satu-satunya yang masih hidup.

"Kita bisa kesana, tapi gak dalam waktu dekat ini. Daddy masih sibuk." Jawab Vano sembari fokus menyetir.

"Di rumah Nana kan ada banyak burungnya, banyak apelnya, banyak saljunya, banyak bunganya.."

"Ya disana kan ada empat musim, musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin. Kita di negara ini hanya ada dua musim saja. Jadi nggak ada saljunya."

"Saljunya di kulkas." Jawab Farida. "Kalau mau burung tuh dirumah kakek Darsa juga banyak dibelakang rumah Jam,"

"Jajam mau lihat, Jajam mau lihat. Ayo kesana sekarang aja Mi!" Rengek James.

"Kamu sih," Vano menatap ke samping dengan tatapan menyalahkan, sedang yang di lihat hanya cengar-cengir.

"Ayo kesana sekarang Dad, kita putar balik." James kalau ada maunya, pasti minta sekarang juga.

...

To be continued.

Vano gemassshhh

"Ayo kesana sekarang Dad, kita putar balik." James kalau ada maunya, pasti minta sekarang juga.

"Daripada terbang ke luar negeri lihat burung, mending lihat burung Ayah saja." Vano melebarkan matanya. "Burung love bird..." Sambung Farida kemudian, menormalkan tatapan Vano yang sedang terkejut. Apa yang di pikirkannya?

"Ayo, kita kerumah Kakek..." James sudah menarik-narik Daddynya.

"Astaga James, kamu mau sekolah... James kesana nanti sama Mida pulang sekolah. Masa mau kesana sekarang. Sekolahnya gimana, nanti bisa ketinggalan pelajaran." Bujuk Vano.

Farida menarik James kedalam pangkuannya karena tidak mau diam. Yah, belum apa-apa baju seragamnya sudah kusut. Farida membenarkan seragamnya yang berantakan. "Kalau Jajam tidak mau sekolah nanti Kakek Darsa gak mau bukain pintu. Karena burungnya gak suka sama anak yang suka bolos sekolah." Akhirnya James terdiam karena penjelasan Farida. "Kita hari minggu nanti kesana, kita main sama om jangkung, tante kecil, sama om gendut mancing juga." Adik-adiknya punya nama yang beragam.

"Hari minggu Minggu Mi?"

"Iya hari minggu, janji." Farida menatap sekeliling, tidak terasa mobil sudah berada digerbang pintu sekolah. "Nah sudah sampai, Jajam sekolah dulu yang pinter. Nanti kalau ujiannya dapat nilai banyak Mida ajak liburan."

"Oke Mida, Daddy, si yu bay bay!" Anak itu salim kepada orang tuanya sebelum turun dari mobil.

"Dadah James! Mida jemput nanti pulang sekolah yaa!" Anak itu sudah ngibrit masuk kedalam gerbang. Tinggallah Ibu sambung dan Bapak arogan yang tersisa didalam mobil.

Adanya James dan Farida di dalam mobil membuatnya lupa. Vano baru teringat, rupanya dia belum menyalakan musik dari tadi. Diapun menekan tombol on dan ternyata cukup membuatnya terkejut. Pasalnya ketika dia menyetel tombol on langsung terdengar tembang lawas semua.

"Kamu yang menggantinya?" Tanya Vano pada istrinya dan di balas dengan anggukan kepala.

Oh my love my darling

I've hungered for your touch

A long lonely time

And time goes by so slowly

And time can do so much

Are you still mine

I need your love

I need your love

God speed your love to me

Terilhat jari Vano bergerak hendak menggantinya. "Jangan, jangan... ini kesukaannya Ayah Darsa Nurhan hehehehe. Aku suka, aku suka." Jawab Farida sambil mengikuti lirik lagunya.

"Ayah sama anak sama saja, kamu tau gak lagu ini tahun berapa. Dan ini tahun berapa?"

"Yang penting aku suka,"

Vano hanya geleng-geleng kepala. Selama diperjalanan dia benar-benar pusing karena menurutnya tidak ada yang bisa didengar bagus selain dari teriakan dan nyanyian lagu lawas. Membuat moodnya cukup berantakan.

Beberapa menit kemudian Vano menghentikan mobilnya. Bukan tanpa alasan, tapi karena sudah sampai di toko kue besar milik Farida. Ya, Vano yang membelikannya ruko itu. Saat ini malah sudah mulai dikenali sebagian banyak orang dan cukup ramai pengunjung.

Vano menatap ke samping "Kenapa masih duduk? Turun, kan sudah sampai."

"Aku butuh disemangati dulu dong, masa langsung turun!" Dumel Farida.

"Oke. Kita bisa melakukannya disini, sebentar juga bisa!" Ucapnya setelah terdiam beberapa saat. Vano buru-buru menurunkan resleting celananya.

"Astaga!" Kaget Farida, sambil menggeleng lihat kelakuan mesum suaminya. "Gila kamu Om, gak aku hanya minta cium dan salim seperti suami istri pada umumnya ketika berangkat kerja. Kenapa malah nurunin resleting? Bener-bener gak ada akhlak."

"Aku kira kamu mau ini." Tunjuknya pada benda pusaka miliknya. "Ya sudah sini dekatkan pipimu!"

"Bukan pipi Om," Farida menunjuk keningnya.

Vano terganggu dengan panggilan barunya. "Panggil aku apa?"

"Om!" Jawabnya keras.

Vano menatapnya tajam, tapi itu tidak berpengaruh sama sekali buat Farida. Ditatap seperti itu malah semakin bersemangat untuk menggodanya.

"Coba sekali lagi?"

"Om om om om om om om om! Om tua om tua om tua!" Farida membuka pintu lalu menjulurkan lidahnya. "Bay om!"

"Tunggu pembalasanku nanti malam!" Ucapnya mengancam.

"Aku gak takut Om!" Jawabnya lalu beranjak dari mobil hendak meninggalkan Vano yang masih melihatnya dengan tatapan permusuhan. "Jangan marah Om, nanti cepat tua." Sambung Farida lagi sebelum dia benar-benar pergi.

Beberapa detik kemudian pintu kembali terbuka. "Belum cium Om," Farida mendekatkan wajahnya dan disambut ciuman bibir rakus oleh Vano. Hingga lipstik berwarna nude sudah berpindah pada bibir Vano, entah dia sadar atau tidak. Vano terlalu gemasssshh!

....

To be continued.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!