Namanya Akbar, Akbar Putra Handika. Guru Bahasa Indonesia di salah satu universitas di Tokyo, Jepang. Memiliki Ayah seorang Dokter juga di Jepang, orang tua sambung di Indonesia yang kental akan agama.
Memiliki seorang Kakak pengacara di Swiss bernama Clara yang tinggal di Jakarta, Kakak sambung (Aisyah) bak Kakak kandung yang telah jadi Dokter di Korea, memiliki Adik kembar seorang Perwira (Kabir) dan Pendakwah (Syakir).
Kakak sepupu (Ilham) yang juga pengelola pesantren, dan memiliki sepasang keponakan lucu kembar bernama Airy dan Raihan yang sangat ia sayangi.
Memori Kanak-Kanak.
Dari bayi, Akbar di asuh oleh adik dari Papa kandungnya sendiri (Leah), karena Mamanya telah meninggal saat melahirkan dirinya.
Karena Papanya belum bisa merawat sendiri, akhirnya Akbar di rawat oleh Leah, sang tante.
Banyak lika-liku dalam kehidupan masa kecil hingga remajanya. Waktu kecil, ia sering kali di hina karena dia hanyalah anak angkat dari Ruchan dan Leah, yang seharunya ia panggil Om dan Tante.
Namun, ia sangat beruntung. Leah dan Ruchan menganggapnya sebagai anak kandung. Bahkan, namanya pun ada di dalam kartu keluarga Ruchan (Abinya).
Ia juga memiliki sosok Kakak yang sangat menyayangi dirinya, Namanya Aisyah Putri Handika, putri pertama dari keluarga pesantren.
Pernah suatu hari, ia di buat menangis oleh Neneknya sendiri (Umi Desi) yang menganggapnya bukan bagian dari keluarga pesantren.
Pertemuan pertama Akbar dengan Umi Desi.
"Assalamualaikum"
"Waalikumsallam Abi, eh Mama juga di sini?" Tanya Akbar.
"Abang, Ilham, Kabir dan Syakir, ini sudah waktunya ke TPQ lho! Mama gak mau kalian telat, ayo bergegas" Kata Leah dengan lembut.
"Tapi Abang mau telfon Papa Sandy Ma " Kata Akbar.
"Boleh gak telfonnya nanti saja Bang. Boleh ya, Papa kalau jam segini mungkin masih kerja, gimana kalau Abang ke TPQ dulu, kan gak lama di sana" Kata Leah.
"Ma, sebentar aja kenapa sih, orang mau bicara sama Bapaknya juga" Kata Ruchan.
"Abi cukup ya, Abi selalu manjain mereka, gak Abang gak Si Kembar semua di manjain, semua di turuti, Abi mau ini?" Kata Leah bisik-bisik dan memeperlihatkan tangan kepalnya.
"Ya Umma Waladii," Goda Ruchan.
"Emm Abang nanti aja bicara nya sama Papa gak papa kok. Ayo kita berangkat, Ayo Mas Ilham" Kata Akbar.
Dan anak-anak pun pamit untuk berangkat ke TPQ.
"Nikmati tinjuan Mama ya Bi, kuat kan? Assallamualaikum" Kata Akbar mencium tangan Ruchan.
"Assalllamualikum Pak Lhek, semoga nanti Pak Lhek menyusul dengan keadaan yang bahagia, ok!" Goda Ilham.
"Lihat, kamu berdosa jadikan Abi bahan ejekan pangeran-pangeran kecil kita" Kata Ruchan sok manja.
"Mama akan jauh lebih berdosa kalau mereka gak pergi ke TPQ! Hufft. Sekarang keluar temui Umi" Kata Leah.
Ruchan pun memeluk Leah saat itu,mencium keningnya dan berbisik mesra kepadanya, Leah memang gampang luluh, jika Ruchan sudah mulai mesra dengannya.
"Mungkin mereka pengen Adek Ma, yuk 1 lagi aja buat teman Kakak" Bisik Ruchan.
"Mama yang hamil, Abi yang nglahirin gimana?" Tanya Leah menepuk nepuk punggung Ruchan.
"Gak jadi deh, Tak Sun sek sue aja" Kata Ruchan mencium pipi Leah.
Saat mereka keluar dari kamar, Umi Desi masih menyimpan banyak pertanyaan untuk di tanyakan kepada Ruchan dan Leah, termasuk tentang Akbar dan Si Kembar.
"Lho ayo Umi, di minum dulu teh nya" Kata Ruchan.
"Han, Umi mau tanya boleh?" Kata Umi Desi.
"Boleh lah Umi, monggo mau nanya apa?" Kata Ruchan.
"Anak laki-laki yang bersama Ilham siapa yaa, ada tiga yang belum pernah Umi lihat?" Tanya Umi Desi.
"Oh mereka anak kami juga Umi. Yang besar, gembul itu namanya Akbar. Kita sering panggil Abang, karena usianya lebih tua 5 bulan dari si Kembar" Kata Ruchan.
"Dan si Kembar itu anak kami juga Umi. Namanya Kabir dan Syakir, Kabir yang bawel, Syakir yang pendiam dan pemalu" Sambung Leah.
"Kalian sudah memiliki anak lagi? Umi gak tau, tapi yang namanya Akbar kok agak mirip Sindi ya? Almahrumah Sindi" Kata Umi Desi.
"Sebenarnya dia memang anakknya Mas Sandy dan Mbak Sindi Umi. Tapi karena Mas Sandy belum bisa mengurus sendiri, ya kami yang sementara menjadi orang tuanya dulu" Kata Ruchan.
"Umi gak mau komentar apa pun lagi, Umi bangga kepada kalian berdua. Kalau begitu Umi pamit dulu ya, Umi mau istirahat dulu, nanti ba'da maghrib kita bertemu lagi" Pamit Umi Desi.
"Lhoh kok buru-buru sih Umi" Kata Leah.
"Iya, Umi mau siap-siap juga ke makam Abi Han, Leah" Kata Umi Desi.
"Assallamualaikum "
"Wa'alaikum sallam"
Umi pun pamit pulang, Ruchan juga berpamitan kepada Leah untuk ke Pesantren,ia ada kelas sampai Ashar nanti, Leah mencium tangan Ruchan, dan Ruchan mencium kening Leah, rutinitas mereka mau melakukan apa pun.
Kemesraan mereka tak pernah padam ataupun berkurang, meski sudah memiliki 4 anak sekaligus, tak membuat mereka sibuk dengan dunia nya masing-masing. Mereka saling melengkapi dan mendidik bersama sama ke 4 anaknya.
✳✳✳✳✳
Umi berjalan memasuki lorong area santri laki-laki, ia ingin melihat cucu-cucunya belajar mengaji di TPQ yang dekat dengan Masjid Pesantren.
Ia bahagia melihat Akbar, Ilham dan si Kembar di sana, namun ia lebih merasa bersalah kepada Akbar. Mengingat dirinya pernah melakukan hal yang buruk pada Sandy, Papa Akbar waktu lalu saat kecelakaan bersama Farhan.
Tak terasa ia menangis melihat Akbar, anak sekecil itu sudah di tinggal oleh Ibu kandungnya. Ia melihat Akbar keluar dari TPQ dan ingin berkenalan dengannya.
"Abang yaa" Tanya Umi Desi.
"Assallamualaikum Nenek" Salam Akbar.
"Wa'alaikum sallam, manisnya. Abang mau kemana? " Tanya Umi Desi.
"Abang mau mengambil meja kecil dulu, itu di sana" Kata Akbar.
"Abang anak yang baik ya, rajin-rajin dan solih ya nak" Kata Umi Desi menyentuh pipi Akbar.
"Amin, Abi sama Mama merawat Abang dengan baik, Abang sayang banget sama mereka, biarpun Abi sama Mama bukanlah orang tua asliku, tapi mereka selalu menyayangiku, tetap mengenalkan Abang dengan Papa asli Abang nek" Kata Akbar dengan kepolosannya.
"Pinternya kamu nak" Kata Umi Desi.
"Karena Abi selalu mengajariku seperti itu, Abi dan Papa adalah Ayah terbaik yang Allah berikan padaku, Masya Allah" Kata Akbar.
"Masya Allah, cita-cita Abang apa kalau boleh nenek tau? " Tanya Umi Desi.
"Nah itu nek, Abang bingung, Abang pengen seperti Abi. tapi Abi selalu pengen Abang jadi seperti Papa, tapi Abi gak maksa sih, nanti kalau besar Abang fikirkan lagi" Kata Akbar.
"Mau jadi apa pun kamu, tetap jangan lupa atas ridha Allah ya nak, karena Ridha Allah adalah ridha orang tua juga" Kata Umi Desi.
Tak lama setelah itu, muncul lah Farhan, Ustad yang mengajar di TPQ anak-anak itu. Ia pun juga terkejut melihat Umi Desi yang sudah keluar dari penjara, dan sekilas mengingat kejadian 6 tahun yang lalu, saat dirinya koma di rumah sakit atas ulah Umi Desi.
Namun bagaimana pun juga, Farhan tetap menghormati dan memaafkan Umi Desi. Karena Umi Desilah yang selama ini merawat dan membesarkan dirinya.
Masih di waktu Akbar kecil.
Hari itu, Akbar di buat sedih oleh Umi Desi tentang menanyakan siapakah dirinya dan posisi dirinya di keluarga Ruchan.
Ingatan ke-2 saat Akbar jauh dari Sandy, Papanya.
"Assallamualaikum Papa" Salam Akbar.
"Wa'alaikum sallam Abang, apa kabar kalian?" Tanya Sandy.
"Om Sandy lihat deh, Kakak tadi di beliin Abi sepeda. Hadiah sih, tapi cowok-cowok malas ini gak dapat, karena mereka gak mau belajar" Kata Aisyah.
"Wah Kakak hebat ya, tadi Mama udah cerita ke Om Sandy, ponakan Om ini memang cerdas" Kata Sandy.
"Alhamdulillah" Ucap Aisyah.
"Oh ya, katanya Abang kangen sama Papa, kok diem aja?"" Tanya Ruchan.
"Papa kapan pulang? Abang pengen ke makam Mama Sindi bareng Papa, bareng Abi sama Mama Leah juga tentunya" Tanya Akbar.
"Papa belum bisa cuti nak, tapi secepatnya Papa pulang. Besok kalau Papa pulang, kalian semua Papa ajak ke Dufan, mau kan? " Kata Sandy.
"Mau Om, kita mau" Teriak Kabir.
Namun Akbar terlihat murung saat mendengar jawaban Sandy, ia nampak tak senang dengan jawaban Papanya itu.
"Abang, kok diam? Abang marah sama Papa?" Tanya Sandy.
"Papa gak usah janji-janji lagi, seringkali Papa janji tapi gak pernah Papa tepati, Papa gak sayang sama Abang. Cuma Abi sama Mama Leah yang sayang sama Abang" Kata Akbar menangis dan berlari ke kamarnya.
Terlihat Sandy sangat sedih, ayah mana yang tidak ingin berjumpa dengan anaknya. Bermain bersama anaknya, dalam hati kecil Sandy ingin sekali bisa bertemu dengan Akbar setiap hari.
"Biar Abi aja yang bicara sama Abang ya" Kata Ruchan.
"Kak, Kakak gak bisa sempetin waktu gitu buat Abang, ini yang Leah takutkan Kak, jika dulu Mas Ruchan gak bilang kalau Akbar itu anak Kakak, dia gak berharap kayak gini Kak" Kata Leah kesal.
"Mama kok ngomongnya gitu sih? gak boleh Ma? Om Sandy lagi sedih karena Abang marah sama Om Sandy" Kata Aisyah mengahapus air mata Leah dan memluknya. Kabir dan Syakir pun ikut memeluk Leah.
"Maafin Mama nak, sahrusnya Mama gak mengatakan itu di depan kalian, Maafin aku Kak?!" Kata Leah.
"Kamu gak salah Le, kita hanya ikuti takdir, Kakak sayang banget sama kalian semua, termasuk kamu Le? Kamu benar, andai saja Ruchan dan Kamu gak bilang kalau Kakak adalah Ayah kandung Akbar, paling Akbar gak harus bersedih seperti ini kan? " Kata Sandy.
"Kakak sebenernya gak sopan jika ikut campur urusan orang tua, tapi kalian berdua salah, Mama salah, Om Sandy juga salah, seharusnya kalian gak bikin Akbar sedih. Tolong renungkan lagi tentang semua ini, fikiran Kakak belum sampai kalau masalah ini, Kakak lihat Abang dulu ya, Assallamualaikum Om Sandy " Kata Aisyah.
"Lihat anakmu Le, gadis 7 tahun, pemikirannya lebih dewasa dari kita dulu. Ini hasil didikan Ruchan kan? Akbar di asuh oleh orang yang tepat, Kakak Sayang banget sama kamu Le? Akbar milikmu, tolong buat dia bahagia ya, tolong sampaikan maaf dariku untuknya" Kata Sandy.
Melihat Mama dan Omnya seperti itu, Kabir dan Syakir pun masuk kamar, menemui Akbar.
"Akbar milik kita Kak, setatusnya anak kandung Kak Sandy. Kita sama-sama berusaha buat Akbar bahagia, " Kata Leah.
Sandy dan Leah saling meminta maaf dan merenungi kata-kata yang mereka sempat lontarkan untuk berdebat tadi. Benar, seorang anak itu bisa menjadi penawar di saat orang tua sedang lelah menjalani kehidupan.
Ingatan bersama Umi Desi.
"Assallamualaikum"
"Waallaikum sallam"
"Abang kenapa? Kok nangis?" Tanya Leah menyentuh bahu Akbar.
"Abang gak nangis kok Ma, Abang juga gak nangis" Alesan Akbar.
"Abang?!" Kata Leah.
Tiba-tiba Akbar memeluk Leah, ia menangis dan terus menangis. Leah bertanya dan menengkan Akbar. Tangisan Akbar memang tidak bersuara, namun air matanya terus mengalir di pipinya.
"Abang, Abang jika ada masalah cerita ya. Jangan di pendam sendiri" Kata Leah lembut.
Akbar mengangguk dan menyeka air matanya.
"Sekarang Abang cerita ya, kenapa Abang tiba-tiba pulang dan duduk sendiri disini, dan menangis juga" Kata Leah.
Saat itu juga Ruchan telah selesai mandi dan keluar dari kamar. Melihat Leah dan Akbar di ruang tamu, ia pun penasaran apa yang telah terjadi.
Melihat Akbar nangis, Ruchan duduk di sebelah kiri Akbar dan bertanya dengan nada yang halus.
"Anak Abi kok nangis sih, ada apa? " Tanya Ruchan.
"Tuh, Abi juga pengen tau kenapa Abang sedih. Cerita ya? " Kata Leah.
"Ada yang bilang Akbar tidak tau diri Ma" Kata Akbar dengan suara bergetar.
"Siapa yang bilang, dan kenapa? " Tanya Ruchan.
"Nenek" Jawab Akbar.
"Umi? Abi akan kasih pengertian ke Nenek sekarang ya, dia gak boleh buat anak Abi nangis" Kata Ruchan marah.
"Abi jangan!, Abang sadar kok, Abang kan anak angkat Abi sama Mama" Kata Akbar menangis dan menahan tangan Ruchan.
"Abang?" Kata Leah.
"Kata siapa Abang anak angkat Abi sama Mama? Abang itu anak Abi, Anak Mama juga. Kakak dari si Kembar, dan Adik dari Kak Ais" Kata Ruchan membelai rambut Akbar.
"Tapi Abangkan bukan anak kandung Abi sama Mama!" Kata Akbar menangis dengan keras.
Baru kali ini Akbar menangis hingga sekeras itu, biasanya Akbar jika menangis hanya meneteskan air mata saja.
"Dengar, Abang memang tidak lahir dari rahim Mama. Namun dari bayi, Abi sama Mama jauh-jauh dari sini ke Jepang hanya untuk mengambil Abang pulang agar bisa Abi sama Mama rawat seperti anak kandung Mama sendiri" Kata Leah menangis.
"Mama jangan nangis, Maafin Abang ya telah membuat Mama nangis" Kata Akbar menyeka air mata Leah.
"Abang, duduk sini nak. Abi mau tanya sama Abang. Selama ini, Abang menganggap Abi ini, Abinya Abang sendiri gak? " Tanya Ruchan.
"Abang sayang banget sama Abi, bahkan lebih sayang dari pada Papa Abang sendiri" Kata Akbar.
"Abang jangan gitu, Abang harus tetap menyayagi Papa seperti Abang menyayangi Abi. Dari kecil Abi yang ngrawat Abang, dengan tangan Abi ini Abang belajar berjalan. Abi gak suka ada yang bilang buruk kepada Abang, Walaupun dia adalah Uminya Abi" Jelas Ruchan.
"Abang, jika lain kali ada yang mengganggu Abang dengan menyinggung siapa orang tua kandung Abang, Abang biarin aja. Abang kan punya orang tua yang sekarang. Abi sama Mama lah orang tua Abang. Jangan dengerin kata orang lain. Ok!" Pinta Leah.
"Ma, Abang juga harus tau dong, dia masih punya Papa kandungnya. Abang jangan nangis saja ya. Allah menyayangi anak yang suka bersabar, berbakti kepada orang tua, dan tidak dendam. Abang tau kan?" Kata Ruchan.
"Abang tenang aja, Kakak juga sayang kok sama Abang "Kata Aisyah yang ikut nimbrung.
Ia sedang bermain di kamar. Saat ke dapur ingin minum, Aisyah mendengar Abi sama Mamanya yang sedang bicara dengan Akbar.
Nama nya anak tetap lah anak, ia belum bisa berfikir dewasa. Meskipun Akbar adalah anak ankat Leah dan Ruchan, namun kasih sayang mereka kepada Akbar, sama seperti yang di tunjukan kepada Aisyah dan si kembar.
Ruchan hanya tidak menyangka kalau Umi akan bicara seburuk itu kepada Akbar. Bagaimanapun juga, Akbar adalah cucunya, karena ia adalah anak yang Ruchan rawat
Memory ke 3
Saat Akbar bertemu untuk pertama kalinya dengan Sandy sejak ia masih bayi, saat itu Akbar sangat bahagia sekali. Ia bertemu dengan Papa kandungnya setelah sekian lama ini hanya melihatnya melalui video call.
"Assallamualaikum "
"Wa'alaikum sallam, Kak Sandy? Pagi banget? Ayo masuk" Kata Leah.
"Anak-anak belum bangun?" Tanya Sandy.
"Ya kali mereka belum bangun jam segini. Abinya pasti marah lah, mereka lagi subuhan" Kata Leah.
Tak lama terlihat Akbar yang berjalan di tutup matanya oleh Kabir, mereka ingin memberi kejutan kehadiran Sandy kepada Akbar. Karena hanya Akbarlah yang tidak tau kalau pagi itu Papanya akan datang untuk menemuinya.
"PAPA!!!! " Teriak Akbar senang.
Akbar langsung memeluk Sandy dengan sangat erat. Memang Sandy tidak merawatnya, namun ikatan batin kepada Ayah kandungnya tidak akan pernah terputus.
"Papa datang?" Tanya Akbar bahagia.
"Kan Papa udah janji mau bawa kalian semua ke Dufan" Kata Sandy.
"Bener Pa?" Tanya Akbar.
" Iya dong, Mama sama Abi juga udah siapin barang barang buat nanti, kita naik pesawat" Kata Sandy.
"Naik pesawat Om? Waah asiikk" Kata Kabir senang.
"Tapi ada hal yang bikin liburan kita gak seru nih" Kata Leah.
"Apa Le?" Tanya Sandy.
"Noh si Abi!" Kata Leah melirik ke Ruchan.
"Kenapa Abi?" Tanya Kabir.
"Abi ada tausiyah nanti siang hehehe, sore nyusul kalian deh" Kata Ruchan.
"Yaah gak seru dong gak ada Abi" Kata Aisyah.
"Abi nyusul kok sore. Terus malamnya kita belanja. Tenang, Om Sandy yang traktir" Kata Ruchan.
"Hey" Kata Sandy.
"Horee ke timezone ya Om" Seru anak-anak.
"Awas kamu Ruchan" Lirik Sandy.
Kebahagiaan Akbar saat itu membuat Ruchan juga merasakan kebahagiannya. Ruchan dan Leah tau, tidak mudah untuk Sandy mendapat cuti, dalam waktu semalam.
Pagi itu pagi yang cerah, Leah memasak untuk semuanya, dibantu oleh Aisyah yang sudah pandai memasak, Ruchan dan Sandy berbincang-bincang di ruang keluarga. Akbar dan si Kembar pun juga sedang mengaji di depan Ruchan dan Sandy.
Hari ini hari minggu, memang rutinitas anak-anak, pagi sebelum sarapan mengaji dulu, dan setor hafalan kepada Ruchan. Akbar nampak semangat sekali, karena ada Papanya. Ia akan membuktikan kepada Sandy, kalau ia juga sudah mahir membaca Iqra' Juz 6.
"Abi, Kabir mau setor hafalan" Kata Kabir mendekati Ruchan.
"Kabir udah sampai mana hafalannya?" Tanya Ruchan.
"Kan baru surah Al Kafirun Bi, Kabir belum sepintar Kakak sama Abang" Kata Kabir sedih.
"Lho kok sedih? bagus dong seusia Kabir sudah mulai hafalan. Dulu Om malah belum bisa ngaji hehehe" Hibur Sandy.
"Benarkah?" Tanya Kabir.
Sandy mengangguk.
"Ya udah, ayo mulai? lihat Abang sama Syakir juga sudah ngantri. Kakak juga lihat?! masak sambil menghafal" Kata Ruchan.
"A'udzubillahiminasyaitonnirojim Bismillahirrohmanirrohim"
Kabir menghafal dengan fasih dan tasjid tanwin nya bagus. Ia juga hafal tanpa salah, karena terdengar Kabir sangat hati-hati dalam melafadzkannya.
"Ayo Abang dulu atau Syakir?" Tanya Ruchan.
"Syakir dulu Bi" Kata Syakir angkat tangan.
"Alhamdulillah ayo kesini. Oh ya Kabir! Jangan lupa setelah ini bantu Kak Ais nyapu ruang tamu dan teras ya" Kata Ruchan.
"Siap Bi" Kata Kabir dengan tangannya hormat.
"Alhamdhulillah, Ayo Syakir mulai! Mau setor surah apa?" Tanya Ruchan.
"Setor surah Al-Falaq hehehe, Syakir kan udah selesai hafalan Juz 'Amma Bi" Kata Syakir.
"Lho, Syakir gak ingat semalam Abi bilang apa? Syakir harus mulai Al-Qur'an kalau selesai hafalan Juz 'Amma" Kata Ruchan.
"Yaaah Syakir lupa Bi" Kata Syakir menepuk jidad.
"Ya udah, Syakir nanti dzuhur aja setornya sama Mama ya, tadi udah tadarus kan?" Tanya Ruchan.
Syakir mengangguk pelan.
Sekarang, bagian Syakir mengelap meja yaa sama kaca jendela, tapi yang bawah aja" Kata Ruchan.
"Iya Bi" Kata Syakir mengerti.
"Alhamdulillah, Ayo Abang sini! Giliran Abang pula sekarang" Panggil Ruchan.
"Kali ini Abang mulai Al-Qur'an Bi, tapi cuma tadarus 3 ayat aja, maaf ya Bi" Kata Akbar menundukkan kepalanya.
"Itu sudah bagus dong, dari pada enggak sama sekali. Ayo mulai" Kata Ruchan.
Akbar pun mulai mengaji, Sandy sangat terharu melihat didikan Ruchan yang sangat santai, namun anak-anaknya menurut begitu saja.
"Abang, ngajinya sudah bagus, tapi nanti Abang ngajinya dari awal lagi ya, karena masih ada yang salah dikit banget. Nanti Abang tanya Abi lagi ya" Kata Ruchan.
"Iya Bi, Abang akan terus berusaha, kalau udah pinter nanti, Abang mau ke Jepang ikut Papa, boleh kan Bi? " Tanya Akbar polos.
"Waw, boleh dong. Asal Abang harus lebih giat belajar lagi, biar pintar dan cerdas kayak Papa. Sekarang Abang tugas Abang bersihin semua kamar yaa, kecuali kamar Kakak. Ok" Kata Ruchan.
"Ok Bi, dah Papa" Kata Akbar gembira.
"Hebat kamu Han? mereka nurut loh di suruh kerjaan rumah kek gitu" Kata Sandy.
"Ah Mas Sandy ini, masih belajar kok. Ada kalanya mereka berantem juga. Tapi soal pekerjaan rumah, itu ide Mamanya Mas. Ia sering bilang, kasarnya begini, jadikan anak anakmu pembantu dari kecil, sehingga mereka tidak akan memperlakukan kita seperti pembantu di kemudian hari" Kata Ruchan.
Artinya sahabat pembaca pasti tau dong istilah kasar yang Ruchan bilang. Jadikan mereka pembantu, bukan harus semua urusan rumah anak yang kerjakan, namun mengajarkan mereka agar biasa melakukan segala sesuatunya sendiri(mandiri). Dan agar tidak memeperlakukan kita seperti pembantu di kemudian hari. Artinya, agar di saat kita sudah tua nanti, anak anak kita bisa memeprlakukan kita baik (tidak bergantung pada orang tua).
Ingatan itu yang selalu terngiang di setiap nafas dan ingatan Akbar, ia memiliki Orang tua sambung yang sangat perhatian padanya, tiga orang saudara yang selalu ada ketika ia membutuhkan mereka.
Akbar berjalan dari kampus ke apartemennya sendirian, menimati suasa sore hari di Jepang. Bulan ini bulan Desember, cuacana sangat dingin sekali.
Mengingat masa kecilnya membuat dirinya semakin lebih hangat, ia ingin sekali kembali ke tanah air berjumpa dengan keluarga disana. Namun, situasi yang belum memungkinkan Akbar untuk kembali.
Ia masih harus menyelesaikan pekerjaannya yang sudah mejadi Dokter seperti Papanya. Sebagai guru Bahasa hanyalah pekerjaan paruh waktu untuk Akbar, karena ia ingin mengenalkan budaya tanah airnya di sana.
Setiap sore, ia mengajar khusus Bahasa Indonesia, sedangkan dalam kesehariannya, ia menjadi Dokter di rumah sakit besar dimana Papanya juga bekerja disana.
"Aahh sangat melelahkan!"Kata Akbar.
"Berapa usiaku sekarang? Aku sudah lama tak bertemu dengan keluargaku di sana, andai saja Papa tidak egois" Gumam Akbar.
"Hah, Kak Ais, aku sangat merindukannmu. Mungkin meletakkan kepalaku di bahumu, aku akan jauh lebih tenang dari sekarang. Sudah dua minggu ini kau tak mengabariku Kak!" Kata Akbar.
Masih menelusuri kota, Akbar sudah sangat terbiasa dengan suasana di kota sana. Banyak laki-laki dan perempuan bermesraan di depan umum, pembully an juga banyak,bahkan ketika malam hari, Tokyo sangatlah ramai. Sehingga membuat suasana hati Akbar semakin gundah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!