Ayu Larasati, dokter spesialis kejiwaan di rumah sakit di kota Magelang. Usia nya sekitar 28 tahun. Memiliki hobi membuat komik tapi tak ingin dipublikasi kan. Dia memakai hijab, cantik, kulitnya putih, wajahnya selalu cerah meski riasannya natural.
Laras biasa ia disapa. Lebih memilih tinggal di rumah sakit daripada harus pulang ke rumah. Di rumah sakit ia hanya akan menemukan keluh kesah pasien nya. Mendengar cerita pasiennya, menenangkan pasiennya. Hal yang sangat menyenangkan baginya.
Daripada ia harus kembali ke rumah dan berdebat dengan umi nya. Laras ini anak pertama dari umi Saodah dan abi Gunawan. Sebenarnya dia memiliki adik laki-laki. Tapi, adiknya meninggal saat usia 20 tahun karena sakit kanker tulang yang di deritanya.
Dulu umi nya pernah mengalami depresi. Kehilangan orang yang begitu disayangi merupakan hal yang paling menyakitkan. Karena depresi itulah Laras memutuskan untuk mengambil spesialis kejiwaan. Umi Laras sempat dirawat di rumah sakit jiwa karena begitu parahnya depresi itu.
Abi dan Laras tak pernah patah semangat untuk memberi dukungan kepada umi agar segera sembuh. Dan akhirnya, usaha mereka memang tidak sia-sia.
"Dok, pasien terakhir ya" ucap Nina perawat sekaligus asisten Laras.
"Wokeh, los dol in aja Nin. Sok kabeeeehhh hari ini" ucap Laras seperti biasa yang senang ketika pasiennya membludak.
Bukan apa, jika umi nya berkunjung dan di dapatinya tidak ada pasien pasti lah dia akan diseret untuk pulang.
"Silahkan masuk bu" ucap Nina mempersilahkan pasien Laras masuk.
"Assalamualaikum, siang dokter Laras" ucap ibu itu dengan senyuman yang merekah.
"Selamat siang juga ibu Aini. Apa kabar?"
"Alhamdulillah, dokter tahu tadi malam saya bisa tidur nyenyak padahal obat saya habis lhoh dok" terang bu Aini.
"Oh ya? Hebat sekali ibu. Apa yang ibu lakukan sebelum tidur sehingga bisa sampai nyenyak begitu? Penasaran saya. Bagi resepnya dooonnnggg" canda Laras.
"Ih dokter mah merendah. Saya hanya melakukan apa yang dokter sarankan. Saya hanya mengambil wudhu berdzikir sebentar dan tidur dok. Saya juga tidak mimpi apapun" terangnya lagi.
"Oh ya? Bagus sekali ibu. Terus-terus gimana?" Laras masih mendengar cerita pasiennya dengan penuh antusias.
"Ternyata benar yang dokter katakan. Kita itu hanya butuh mengikhlaskan. Menjalani tanpa harus mengatur apa yang sudah menjadi ketetapan. Menerima dan mencoba berlapang dada. Memperbanyak syukur atas nikmat dan karunia. Mempersingkat keluhan kita. Itulah yang membuat saya bisa tidur nyenyak dokter"
"Alhamdulillah ibu. Saya turut senang. Ini saya resepkan obat untuk vitamin saraf nya saja ya. Datang lagi kesini kalau ibu butuh teman cerita. Saya full 24 jam disini. Heheheh"
"Dokter, mau nikah sama anak saya gak? Anaknya cakep kok, gak neko-neko. Mau ya jadi mantu saya. Nanti kan enak kalau mau curhat tinggal dirumah ketemu"
"Ahahahahhaha, ibu ini bisa aja. Saya belum ingin menikah bu. Saya masih ingin membahagiakan keluarga saya dulu dan masih ingin main-main sama yang lain. Hehehehe" ucap Laras dengan cengengesan.
"Aaahhh, dokter ih. Saya pengen lho punya mantu perhatian seperti dokter. Siapa tahu nanti cocok. Mau ya?" bujuk ibu Aini.
"Udah sih dok, mau aja. Siapa tahu ganteng dan emang beneran jodohnya dokter" sahut Nina dengan cepat.
"Apaan sih Nin, jangan ikut-ikutan kayak umi sama abi yang gegerin hal itu melulu deh" sewot Laras kepada Nina.
"Dijodohkan dengan asisten saya saja bu, dia juga masih single. Ya kan Nin?" ucap Laras sambil menoleh Nina yang ada dibelakangnya.
"Oh, jeng Nina masih single juga? Mau saya kenalkan jeng? Anaknya baik lhoh. Jangan karena saya depresi begini kalian tidak mau dong"
"Ee, bukan itu maksudnya bu, saya memang murni belum ingin menikah. Masih ingin mengejar karir. Nanti juga datang sendiri jodohnya" ucap Laras sambil tersenyum.
"Hmmm, ya sudah lah. Nanti kalau memang tertarik hubungi saya yaaaa"
"Ini resepnya ya ibu, nanti seminggu lagi kontrol ulang lagi. Saya akan memastikan kondisi ibu lagi. Oke ibu Aini sayang?"
"Siap dok, ah, andai yang manggil itu tadi menantu saya. Pasti sangat senang saya"
"Hahaha, kontrol emosinya bu. Jangan sampai larut dalam kesedihan dan meledak-ledak dalam kesenangan. Harus seimbang ya"
"Oke dokter. Saya permisi dulu ya. Assalamualaikum"
"Waalaikum salam"
Laras tersenyum senang karena pasiennya bisa mengendalikan diri dan mau berusaha untuk sembuh. Adzan ashar berkumandang. Segera dia meninggalkan ruangannya dan bergegas ke masjid rumah sakit.
Dia menunaikan sholat. Selesai itu dia berdoa kepada Pencipta. Dia mendengar orang bermurotal. Segera ia mengakhiri doanya dan mencari sumber suara itu.
Suara laki-laki. Ah, merdu sekali suara nyaaa. Jarang banget disini ada yang bermurotal seperti ini. Dosa gak ya kalau aku ngintip? Eh, jangan dosa! Tapi kan sekali lihat tidak apa-apa?
batin Laras dalam hati.
"Dokter Laras!" suara itu tak asing di telinga Laras. Dia menoleh dan didapatinya pasien tadi. Suara ibu Aini.
"Oh, ibu Aini. Bikin kaget saja ih. Ibu belum pulang?"
"Tadinya mau pulang dok, anak saya jemputnya kelamaan. Terus adzan ya saya sholat dulu aja. Dokter ngapain celingukan? Ada yang hilang?" tanya bu Aini ikut celingukan.
"Eh, bukan bu. Gak ada yang hilang kok. Cuma iseng aja celingukan. Hehehe"
"Ooohhh, jangan-jangan dokter mau ngintip pria yang lagi murotal itu ya? Ya kan?" Bu Aini centil menggoda Laras.
"Ih, gak lah bu. Dosa tau bu, berpandangan dengan lawan jenis yang bukan muhrim nya" elak Laras dengan tersipu malu.
"Iya saya juga tahu dok, tapi kenapa wajah dokter merah? Aaahh, pasti benar kan dugaan saya? Ya kan ya kan?"
"Ih, si ibu nih, paling bisaaaa kalau suruh godain saya. Udah bu. Jangan diperpanjang lagi" ucap Laras sambil melipat mukena nya.
Drrrttggg, suara ponsel bergetar.
"Halo assalamualaikum Duta, iya mamah sudah selesai sholat. Tunggu sebentar ya"
tut.
Bu Aini mematikan telponnya. "Dokter Laras, saya duluan ya. Anak saya sudah menunggu. Assalamualaikum dokter, nanti kabari kalau mau jadi mantu saya hehehehe"
"Waalaikum salam, ih sih ibu nih. Suka sekali menggoda saya. Hati-hati ya bu" jawab Laras dibalas anggukan oleh Bu Aini yang sudah berjalan menjauh.
Laras kembali mencari sumber suara laki-laki tadi, tapi sudah lenyap.
"Yaaaahhh, keasyikan ngobrol jadi ilang deh suara nya. Merdu banget siiihhhh. Pengen lihat orangnya kayak gimana. Oh, Ya Allah, kirimkan hamba satuuuu saja yang seperti tadi. Pasti tiap hari sejuk rasanya" Laras tersenyum melihat langit-langit masjid.
Di depan rumah sakit Bu Aini sudah dijemput oleh anaknya. Dia menggunakan seragam khaki khas nya PNS. Laras yang berada di belakang bu Aini bisa melihatnya.
Oh, itu toh anaknya. Ternyata seorang PNS. Gumam Laras yang hanya bisa melihat punggung lelaki itu bersama ibunya.
.
.
.
Like
Vote
Komen
Tip
Duta sudah bersama dengan ibunya di dalam mobil.
"Kamu tadi kelamaan sih jemput mamah. Coba lebih awal sedikit. Pasti ketemu sama dokter Laras" ucap Bu Aini, mamah Duta.
"Iya maaf, lain kali aja ya mamah ku sayang. Tadi kan Duta masih rapat sama staff" balas Duta beralasan.
Duta melajukan mobilnya menuju ke rumah.
Duta Wicaksana, seorang bupati kota Magelang dengan umur masih terbilang muda untuk menjadi Bupati, usia nya 35 tahun. Kalau untuk usia menikah ya sudah matang ya. 😂
Duta seorang Bupati yang amat disegani bawahannya. Dia pandai dalam mengelola kota nya. Beberapa prestasi sempat diraih kota nya selama 3 tahun kepemimpinannya. Duta masih enggan menikah karena dia masih trauma kehilangan tunangannya dulu.
Dulu dia sempat mengalami kecelakaan yang mengakibatkannya dia buta dan tunangannya meninggal. Duta sempat buta tapi Allah memberi nya anugerah. Dia mendapatkan donor kornea mata yang cocok dengan nya. Dan akhirnya dia bisa melihat sampai sekarang.
Duta anak kedua dari pasangan Aini dan Dodi Kurniawan. Kakaknya seorang pengusaha di Jakarta. Ayahnya sudah meninggal dan karena itu mamah nya mengalami depresi.
Duta tidak ingin mental mamah nya semakin terganggu. Jadi yang diinginkan oleh mamah nya di iyakan semua olehnya. Termasuk ingin menjodohkannya dengan Laras yang notabene dokter jiwa mamah nya.
Baginya kebahagiaan mamah nya adalah yang utama. Tak ada yang lebih berarti selain senyuman dari mamah nya. Dia mendengar cerita tentang Laras dari mamah nya. Kata mamah nya, dokter Laras itu baik, sayang sama orang tua, berhijab, cantik, dan ceria. Duta tertarik karena hanya ingin mengetahui kebenaran cerita mamahnya.
"Mah, nanti tolong masakin Duta pecel lele ya. Kasih daun kemangi. eemmm, yummy" ucap Duta sambil tersenyum membayangkan makanan itu ada di depannya.
"Makanya, cari istri dong Duta, biar kalau pulang itu ada yang nyambut, ada yang buatin kopi, nyediain makan, sakit ada yang ngurusin. Mamah bisa gendong bayi lagi. Ah senangnya kalau punya mantu"
"Hemm, jadi kesitu lagi sih mah arahnya. Kan udah ada Kinan. Kalau mau gendong bayi tuh bayinya mbak Nur yang masih 2 bulan tuh, suruh aja ke rumah. Mamah gendong sepuasnya" jawab Duta.
"Ih kamu, Kinan kan di Jakarta. Enak juga cucu sendiri Duta, seruuuu. Eh, mau ya mamah ta'aruf kan kamu sama dokter Laras. Dia itu anak temen mamah. Satu kajian sama mamah. Ayolah Duta, mau sampai kapan kamu mengenang Dini? Sampai kamu lumutan juga Dini gak akan balik ke kamu Duta. Mau ya? Ya ya ya?" mamah Duta memohon kepada anaknya.
"Heemmm, emang Duta bisa nolak?? Emang ada opsi untuk Duta? Atur aja lah mah. Tapi nanti kalau memang belum jodoh jangan sedih lhoh ya. Duta gak mau lihat mamah terpuruk kayak kemarin lagi" Duta pasrah dengan peemintaan mamahnya.
"Yessss, itu baru anak mamah. Iya, mamah janji mamah gak akan sedih kalau kamu gak berjodoh sama dokter Laras. Yang penting mau di ta'aruf kan dulu mamah udah seneng sayang"
Duta diam tak menanggapi omongan mamahnya. Begitulah Duta, tak akan mampu menolak permintaan mamahnya.
Duta dan mamahnya sudah sampai di rumah. Mamahnya segera mandi dan akan membuatkan masakan kesukaan anaknya itu.
Duta merebahkan diri di kasur empuknya. Sebentar memejamkan mata. Pekerjaannya membuatnya lelah. Ditambah lagi keinginan mamah nya yang ingin menjodohkannya dengan perempuan bernama Laras.
"Gimana akhlak nya ya? Din, andai saja waktu bisa ku putar kembali. Mungkin saat ini kita sudah memiliki anak. Bahagia di rumah yang sudah ku persiapkan untuk keluarga kecil kita. Aaarrrggghhh Dini, terlalu cepat kamu meninggalkan ku. Aku rasa hatiku sudah mati rasa dan tak mampu merasakan cinta lagi. Ya Allah, tolong hapuskan rasa hamba untuk seseorang yang telah engkau ambil kembali. Dan gantikan dengan yang seiman dan baik akhlaknya. Aamiin"
Tak terasa mata Duta mengantuk. Dia tertidur dan bermimpi. Mimpi dimana dia kembali pada kejadian waktu itu. Waktu dimana dia kecelakaan dengan calon istrinya.
Sore sudah menjelang, Duta dan Dini yang waktu itu sedang melakukan pemotretan pre wedding mengakhirinya.
"Nanti dikirim aja ya mas ke alamat ini. Kekurangan biaya nya saya transfer ke rekening nya mas kalau fotonya sudah jadi" terang Duta kepada fotografer itu.
"Iya pak bos, tenang aja"
"Saya tinggal dulu ya, udah mau maghrib. Mendung juga. Kalian pulang nya hati-hati ya"
"Siiippp"
"Ayo yank, mau hujan nih"
"Iya sayang sebentar, bantuin dong. Gaun nya kepanjangan" ucap Dini yang kerepotan mengangkat gaunnya.
Duta membantunya dan menuju ke mobil. "Kamu mau ganti dulu?" tanya nya kepada Dini.
"Nanti aja lah sekalian di rumah"
"Ya sudah" Duta masuk ke mobil dan mengemudikannya.
Hujan turun dengan lebatnya. Membuat jarak pandang semakin pendek.
"Mas, berhenti dulu deh. Hujannya lebat banget. Jarak pandang nya makin pendek nih"
"Bentar lagi nyampe, udah maghrib juga yank. Lanjut aja ya"
"Ya sudah lah, terserah kamu. Pelan aja bawa mobilnya"
"Iya sayang"
Mobil melaju dalam lebatnya hujan. Duta semakin tidak bisa melihat apa yang di depan nya. Jalanan yang menurun membuat laju mobil semakin kencang. Duta tidak bisa melihat ada sebuah truck yang sedang menyalip mobil di depannya. Dan....
Brrraaaaaaakkkkkk ciiiiitttt.
Mobil nya ditabrak oleh truck dari arah depan. Teeseret sejauh 1 kilometer. Dari kejadian bisa dipastikan bahwa penumpang mobil itu akan meninggal di tempat. Tapi Allah berkata lain.
Duta dan Dini dibawa oleh warga ke rumah sakit daerah. Disana Dini dipastikan meninggal dunia saat dibawa ke rumah sakit. Sedangkan Duta mengalami kebutaan.
"Diniiiiiiiii........." Duta sadar dari mimpinya. Dadanya naik turun tak beraturan. Dia mengusap wajah nya kasar.
"Astaghfirullahal adzim. Mimpi ini lagi. Ayo Duta, lupakan. Masa iya kamu harus ke psikiater kayak mamah sih?" Duta berbicara dengan dirinya sendiri. Dia melihat jam dan sebentar lagi maghrib. Dia bergegas turun dari ranjangnya dan mandi.
Setelah selesai sholat dia bermurotal. Mamah nya sudah selesai berdzikir dan menunggui anaknya itu. Duta mengakhiri murotal nya dan dilihatnya mamahnya.
"Kenapa mah?" tanya Duta.
"Gak papa, merdu aja dengerin kamu ngaji. Eh, kamu tadi sholat di masjid rumah sakit kan?"
"Iya kenapa?"
"Kamu tahu yang murotal siapa?"
Duta mengingat-ingat lagi kejadian tadi sore.
"Seingat Duta ya cuma Duta sendiri yang murotal"
Mamahnya mengembangkan senyum dan berangan-angan.
Waahhh jangan-jangan beneran jodoh nih sama dokter Laras. Asyiiikkk dokter Laras kesempatan besar jadi mantu ku nih.
"Mah, mamah, mah, mamah melamun ya?" Duta menggoyangkan bahu mamah nya.
"Kamu ih, ganggu khayalan mamah aja!"
"Emang mamah mengkhayal apa sih? Jangan aneh-aneh deh"
"Mamah lagi mengkhayal dokter Laras jadi mantu mamah!" ucap mamah sambil terus tersenyum.
"Mamah ini, jangan ketinggian mengkhayalnya. Belum tentu dokter Laras mau sama Duta"
"Kenapa harus nolak? Anak mamah kan cakep, mapan, pinter ngaji, bisa jadi imam, bertanggung jawab, apa lagi yaaa?" mamah berpikir sambil menatap langit-langit rumahnya.
"Sudah ah, Duta lapar. Ayo makan" Duta melepas sarung dan peci nya.
"Iya-iya" mamah Aini pun melepas mukena nya dan berjalan menuju meja makan.
Mereka makan dengan tenang. Duta sangat menikmati pecel lele dengan daun kemangi itu. Sambal yang pedas membuat selera makannya meningkat.
.
.
.
Like
Vote
Komen
Tip
Kencengin dong geeeennngggggsss, biar author makin semangaaatttt
Selesai makan Duta kembali berkutat dengan tumpukan laporan yang harus diperiksanya. Ia memanggil Farid sekertaris nya untuk datang ke rumah dan membantunya mengkoreksi laporan yang masuk.
"Mah, nanti kalau Farid datang suruh langsung masuk aja ya. Duta tunggu di ruang kerja. Mamah juga cepetan istirahat. Gak usah mengkhayal yang gak jelas lagi" ucap Duta yang sudah selesai mencuci piring.
Itulah Duta, dia terlalu mandiri. Dia mempekerjakan asisten rumah tangga. Tapi jika mereka sudah beristirahat di kamar mereka Duta akan dengan senang hati membantu pekerjaan mereka.
"Iya bawel ah, kamu itu gak usah khawatirkan mamah. Yang perlu dikhawatirkan itu diri kamu sendiri. Mau kamu jadi bujang lapuk kayak si Farid? Udah kepala 4 masih aja sendiri" ujar mamah Aini kepada Duta.
"Ya Allah si mamah, malah ngebandingin aku sama Farid. Kepala Farid cuma satu mah, kalau 4 Duta ngeri lihatnya. Hiiii" balas Duta sambil bergidik ngeri.
"Bukan itu maksud mamaaaahhhh, maksudnya umurnya Dutaaaaa, dia itu seharusnya udah punya keluarga. Kalian ini kenapa susah sekali mencari istri sih? Heran mamah. Padahal enak lho menikah"
"Pojokin aja terooooosss, udah ah, Duta mau ke ruang kerja. Dah mamah" Duta mengecup kening mamah nya dan berlalu meninggalkan mamahnya yang masih ingin mengomel dengan wajah kesal.
Tak lama berselang, Farid datang dan menyapa mamah Aini yang masih setia dengan khayalannya. Senyum-senyum sendiri membayangkan Duta dan Laras berjodoh.
"Assalamualaikum mamah Aini yang cantik" Farid memberikan salam sembari menyalami tangan mamah Aini.
"Waalaikum salam. Tau aja kalau mamah masih cantik. Ih, bisa deh godain mamah. Hahaha. Eh Farid, bos mu sedang dekat dengan perempuan apa tidak?" tanya mamah Aini centil
(Karakter mamah Aini disini centil ya gaes 😁)
"Gak ada sih setahu Farid. Memang kenapa mah?"
"Mamah mau....." ucapan mamah terpotong ketika Duta berteriak dari atas.
"Mamah, udah dong Faridnya jangan diajak nge ghibah. Dosa mah"
"Idih, siapa yang nge ghibah coba. Mamah itu lagi tanya soal Farid kapan mau nikahnya"
Farid melotot. lhah kok jadi aku yang kena. Hadeeeehhh, iyain aja lah daripada riweh. batin Farid dalam hati.
"Ayo bang ngerjain laporan, akhir bulan nih! Keburu malam nanti!"
"Iya siap pak. Mah, Farid tinggal dulu ya. Nanti dilanjutin cerita nya kalau Farid sudah selesai" Farid meninggalkan mamah Aini dan menuju ruabg kerja Duta.
"Ishh dasar sama aja dua pria itu! Kapan mereka bisa punya istri coba, kalau tiap hari yang dikelonin itu kertas sama map?? Gak bosen apa??" Mamah Aini kesal dengan Duta dan Farid.
Di ruang kerja Duta, dia sudah sibuk dengan beberapa laporan. Farid menghidupkan laptopnya dan mulai memeriksa laporan yang masuk dengan pengeluaran.
"Bang, tadi mamah cerita apa?" tanya Duta penasaran.
Farid mengingat kembali perbincangannya dengan mamah. "Gak ada sih pak, hanya salaman terus bapak manggil"
"Owh, gak cerita tentang perjodohan kan?"
"Jadi bapak mau dijodohkan sama mamah? Sama siapa? Jadi penasaran saya pak"
"Deuuuuhhhh bang, ampun deh. Jangan ikut-ikutan mamah yang kepo maksimal deh. Udah kerjain saja itu laporannya. Oh ya, jadwal saya besok kemana saja?"
Farid membuka agendanya dan membacakan kepada Duta jadwalnya untuk besok.
"Besok jadwal bapak apel jam 7 di pendopo, jam 8 meeting dengan bagian BPK, jam 11 meeting lagi dengan bagian perijinan. Jam 13 meeting dengan BKKBN, jam 15 peninjauan proyek revitalisasi sungai"
"Full banget besok. Ya sudah lah. Jalani saja"
"Kenapa bapak gak mau membuka hati sih pak? Mbak Dini itu sudah tenang disana. Cobalah membuka hati untuk yang lain"
"Abaaaannnggg, malah bahas itu lagi. Udah sih kerjain aja itu laporannya. Mau sampai larut?"
"Hehehe, jangan dong pak. Iya deh saya diam"
Mereka larut dalam keheningan memeriksa laporan dari bawahan mereka satu per satu. Jika Duta menemukan kejanggalan siap-siap saja diciduk oleh tim Duta.
Kring kring kring. Ponsel Duta berbunyi. Duta yang tadi nya serius sekarang celingukan mencari keberadaan ponselnya. Setelah mendapati nya dia segera menjawab telpon itu. Dilihat nya nama yang tertera dan menggeser tombol hijau di layar ponselnya.
"Halo Assalamualaikum"
Waalaikum salam om Duta. Jawab suara anak kecil itu di ujung telepon. Siapa lagi jika bukan Kinan. Keponakan Duta. Usianya sekitar 6 tahun.
"Gadis kecil om apa kabar? Ayah sama Bunda mana sayang?"
Baik dong, om, Kinan besok mau main ke tempat eyang uti. Jemput Bunda sama Kinan di bandara ya
"Siap bos cantik! Sekarang kasihkan ponselnya dulu ke Ayah atau Bunda ya. Om mau ngobrol"
Bundaaaaa, om Duta mau ngobrol. Teriak Kinan di ujung telepon memekakkan telinga Duta.
Halo dek, Assalamualaikum. Sekarang suara itu berganti perempuan. Kakak ipar Duta, Yuna, istri dari Agus Wicaksana
"Waalaikum salam. Kakak besok mau kesini? Mau dijemput jam berapa?"
Iya, kangen kakak sama mamah. Mamah juga bilang kangen sama Kinan. Disuruh kesana. Mumpung Kinan libur semester ya udah langsung kesana aja.
"Mas Agus gak ikut? Besok mau dijemput jam berapa?"
Nanti nyusul kalau udah selesai urusannya katanya. Jemput kakak jam 4 sore ya di bandara Jogja. Bisa kan?
"Bisa kak, ya sudah. Besok kabari saja ya. Salam buat mas Agus"
Iya, ya sudah kakak tutup telpon nya dulu. Assalamualaikum
"Waalaikum salam" tut. Duta mengakhiri panggilan nya tersebut. Dan meletakkan ponselnya kembali.
"Bang, peninjauan proyeknya bisa dimajukan gak? Jam 14 gitu, jam 16 saya sudah harus di bandara Jogja"
Farid melihat agendanya kembali dan berpikir.
"Bapak jam 13 meeting dengan BKKBN, mau sampai selesai atau hanya sebentar saja?"
Giliran Duta yang berpikir. "Ya sudah ikut sebentar saja"
"Siap pak"
Mereka kembali berkutat dengan pekerjaan nya hingga pukul 21.30.
"Astaghfirullah, bang. Kita belum sholat Isya. Udah malem aja. Sholat dulu yuk"
"Mari pak, saya juga sudah selesai. Nanti selesai sholat saya langsung pamit ya"
"Ngopi dulu lah bang, saya mau cerita"
Farid menautkan alisnya dan tersenyum heran. "Mau cerita tentang perjodohan itu ya?"
"Hahaha, ketahuan ya? Ayolah sholat dulu"
Mereka bergegas mengambil wudhu dan melaksanakan sholat berjamaah dengan Duta sebegai imam. Selesai sholat mereka berdzikir sebentar dan berdoa. Lalu Farid yang telah selesai terlebih dulu membuatkan kopi untuk nya dan Duta.
Farid sudah berada di taman belakang rumah Duta. Duta yang sudah selesai pun langsung menyusul Farid.
"Bang"
"Eh, pak. Sudah selesai?"
"Sudah"
"Ini punya bapak, kopi hitam dengan 1 sendok gula"
"Wiihh, makasih. Hapal banget kesukaan saya. Srruuuupp. Aaaahhh, nikmat" ucapnya sambil tersenyum
"Jadi gimana pak? Kenapa bisa segalau ini mau dijodohkan? Biasa juga bapak selow, santai"
"Kelihatan banget saya galau nya ya? Mamah itu mau menta'arufkan saya dengan dokter jiwa nya"
"Yang membuat bapak galau apa?"
"Srruuuupp, alasan saya menolaknya. Saya sudah kehabisan alasan. Hehehehe"
"Hahahah, bapak ini. Kalau sudah habis alasannya ya berarti harus diterima pak. Kecuali kalau sana nya nolak bapak"
"Kalau sana nya juga menerima bagaimana?"
"Ya sudah, tinggal dijalani aja rumah tangga nya. Cinta itu bisa hadir kapan saja. Inget pepatah Jawa kan? Witing tresno jalaran soko kulino. Cinta itu tumbuh karena dari kebiasaan"
"Ahahahah, gayamu bang"
"Emang kapan mau ketemu nya pak? Nanti saya kosongkan jadwal biar lebih lama ketemunya. Hahai"
"Abang nih, bisaaa kalau suruh kompromi sama mamah" ucap Duta tersenyum memandang ke depan.
"Udah pak, jangan dibuat susah. Saran saya ya, terima saja perjodohan ini. Gak usah pakai ribet cari alasan"
"Hmm, lihat nanti lah. Abang sendiri kapan nikah?"
"Uhuk uhuk uhuk, ehem kok jadi saya lagi sih pak kena nya? Hmmm, nunggu orang yang pas dan mau nerima saya di umur saya yang segini tua nya"
Keduanya larut dalam keheningan. Menyesap kopi hingga habis.
.
.
.
Untuk visualnya bayangin sendiri ya gaes. Kalo author sih Duta itu Dimas Seto, Laras itu Laudya cintya bella, Farid itu Didi Riyadi.
Like
Komen
Vote
Tip (gak wajib. Yang wajib 3 diatas. Heheheh)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!