Pada tahun 2015 polisi membentuk tim penyelidik khusus atas hilangnya seorang penyanyi papan atas. Saat penyelidikan sangat banyak hal dan kejadian misteri paling aneh dan sukar dipahami dalam sejarah kriminal yang terjadi.
Catatan penting ini saya tulis untuk kalian yang menemukannya. Tentu untuk ikut memecahkan misteri dibalik kasus ini.
Karena saya merasa sangat banyak kejanggalan saat masa penyelidikan berlangsung. Saya tidak tahu hal apa-apa saja yang terjadi saat menjalani penyelidikan.
Sungguh kejadian yang sangat tidak rasional dan masuk di akal, tapi saya yakin manusia yang keji dan tidak bermoral ini akan ditangkap dan dihukum dengan seberat-beratnya.
Sekalipun bukan saya yang menangkapnya. Saya bisa meyakinkan anda, bahwa saya telah menyertakan semua petunjuk yang diperlukan. Dan mencatat hal-hal yang tim yakin penting. Tanpa menyembunyikan sedikit pun.
***
"Amel...? Ada apa...ya? Ngomong-ngomong kenapa dia topik trending?"
"Kau tahu belakangan ini Amel tidak update? Ini cerita tentang dia."
"Oh.. ya?''
"Emangnya kamu kemarin tidak melihat kabar berita? Rame banget di media sosial.''
''Berita apaan?''
''Asisten dari artis terkenal ditemukan bunuh diri."
"Terus..."
"Begini, dalam kabar berita dijelaskan kalau asisten itu bunuh diri di kantor agensi SKYC!"
"SKYC...? Maksudmu Idol grup yang belakangan lagi hits?"
"Ya, katanya sih, Amel bisa tersisihkan dari nominasi acara penghargaan musik dunia yang seminggu lagi akan diadakan itu loh."
"Yang benar saja, tidak mungkin sekelas Amel akan tergeser hanya karena hits-nya SKYC? Tunggu, Amel? Maksudmu Amelia Earhart, yang bunuh diri itu asistennya?"
"Benar. Asisten yang diberitakan bunuh diri di kantor SKYC itu Lisdia Ningsih, asistennya Amelia! Sangat aneh sekali bukan? Lisdia Ningsih bunuh diri di kantor yang bukan tempatnya bekerja! Coba bayangkan!''
''Kenapa bisa seperti itu ya? Padahal agensi mereka berbeda. Itu bukan sekedar aneh lagi!''
''Sekalian saja kuberi tahu ya, sejak kejadian itu Amelia tidak pernah muncul lagi! Seolah menghilang."
"Oh ya. Hmm tunggu dulu... Jangan buat gosip sembarangan kamu!"
"Benar, lihat saja. Baru kali ini Amelia tidak terdengar kabarnya kan? Bukannya setiap detik biasanya selalu pamer!"
''Kalau soal itu kamu memang benar, aku tadi sempat lihat fanbasenya pada ribut gitu... Apa mungkin kejadian di kantor SKYC ada kaitannya dengan tidak updatenya Amelia?"
"Iya...!"
"Gimana, gimana... maksudmu ada kaitannya? Dengar dari siapa?"
"Kakak ku."
"Bagaimana ceritanya?"
"Gimana ya? Kemarin, di stasiun tv tempat kakakku bekerja polisi secara khusus membuat berita mengenai Lisdia Ningsih... Katanya soal pembunuhan gitu..."
"Apa kaitannya? Bukannya kamu bilang kepolisian mengatakan kalau Lisdia Ningsih bunuh diri?"
"Ya, tapi yang kumaksud setelah siaran pers... Kakakku bilang, ada seorang pria tak dikenal menyerang pihak kepolisian di gedung itu."
"Terus...?"
"Katanya, saat pria itu berhasil tertangkap, ia membawa lembaran kertas!"
"Kertas...?"
"Ya, sebenarnya kepolisian masih merahasiakan isinya. Tapi, sebelum polisi-polisi itu pergi, kru tv mendengar isi lembaran itu!"
''Apa...?''
"Sebuah peringatan agar kepolisian tak usah menghalangi urusannya. Karena ia bisa mengendalikan seseorang hanya dengan tulisan."
"Urusannya? Siapa?"
"Entahlah, kakakku juga tidak tahu apa maksudnya? Tetapi, anehnya pria yang menyerang polisi itu mati sesuai dengan yang tertulis di lembaran kertas itu."
"Oh ya... seperti cerita khayalan saja."
"Terserah kamu percaya atau tidak."
"Hmm..."
"... Yang jelas kakak ku mengatakan tulisan itu adalah catatan neraka."
"CATATAN NERAKA?"
"Katanya.... Apapun yang tertulis disana bisa menjadi nyata!"
"Oh...Ya?"
''Bagaimana menurutmu?''
***
SEMUANYA BERAWAL.
PETUNJUK 1.
Namaku Misya Alexandra. Aku bekerja dibawah salah satu departemen kepolisian sebagai detektif. Sekalipun pekerjaan ini sangatlah rumit. Namun, entah mengapa aku menyukainya. Padahal profesi ini sangatlah jauh dari kata bahagia dan selalu dibawah tekanan. Hanya satu alasan yang membuatku bertahan sampai sekarang. Benar, ada rasa kepuasan tersendiri ketika menyelesaikan sebuah kasus yang penuh dengan teka-teki. Hanya itu.
Sudah Enam hari sejak Amelia dilaporkan menghilang. Sejauh ini pihak berwajib belum menemukan titik terang yang mengarah kepadanya. Sehingga awak media mulai mengkaitkan bunuh diri asistennya dengan kehilangannya. Banyak sekali spekulasi yang berkembang di media-media. Bahkan ada yang mengaitkannya dengan tumbal dan pesugihan.
Pada hari itu, Aku menyempatkan hadir ke resepsi pernikahan kakakku di Bali. Saat kembali ke hotel untuk beristirahat resepsionis memberikan sebuah buku yang sangat aneh. Buku yang ditulis dengan tangan. Ukurannya cukup tebal, perkiraan ku dua ratus halaman.
Sebuah buku yang entah darimana datangnya. Aku sudah menanyakan kepada resepsionis hotel siapa pengirim buku ini? Buku ini diantar seorang kurir, katanya ini dari teman lamaku.
Setelah membacanya kekhawatiran ku pun benar! Sungguh kekhawatiran yang sudah kuduga. Saat memeriksa buku itu ada sepucuk kertas jatuh yang bertuliskan.
"MISYA TOLONG AKU..."
***
Aku punya seorang teman bernama Amelia Earhart. Dia adalah seorang penyanyi yang sangat terkenal. Suaranya memiliki ciri khas yang sangat menarik sehingga membuat orang mudah terpikat padanya.
Dahulu jauh sebelum dia terkenal dan mendunia seperti saat ini. Teman ku ini hanya penyanyi biasa. Namun seiring waktu ternyata keberuntungan berpihak padanya. Tentu itu karena kerja keras dan usahanya yang selalu ikut dan menang di perlombaan tarik suara tingkat kampung sampai kota.
Saat Amelia sedang letih-letihnya, ia menerima sebuah email dari salah satu label musik terkenal. Sebuah undangan ke ibukota.
Isi pesan itu pemberitahuan bahwa Amelia akan dikontrak menjadi musisi profesional.
Tanggal 27 Juli 2011 ia dijemput mobil Travel tepat jam 00:07 WIB.
Ya benar, itu adalah mimpinya dari kecil. Bisa menjadi bintang penyanyi besar nan terkenal di ibukota. Dan akhirnya kesempatan itu tepat mendarat di pelupuk matanya. Sekalipun tak jelas dari mana datangnya yang ternyata ia meyakininya.
Jam 00:07 WIB, mobil Travel tersebut pun datang dengan logo perusahaan yang sangat terkenal di mana-mana.
Saat di perjalanan Amelia mendapat pesan WhatsApp dari seseorang yang tidak dikenal. Pesan itu berisi. Sepekan lagi kamu akan saya buat terkenal dimana-mana. Apakah kamu mau? Kalau setuju katakan YA cukup di dalam hati saja.
Hanya 30 detik dari kalimat penutup yang dibaca Amelia, mobilnya menabrak seorang wanita.
Penutup dari pesan misterius itu adalah, Kita akan bertemu di rumah sakit.
Aku sempat menanyakan langsung kepada adiknya apa persetujuan yang dimaksud pengirim pesan misterius itu? Namun adiknya hanya menunduk membeku dengan mata yang memerah.
Entah mengapa adiknya begitu kesal ketika ditanyakan tentang kakaknya? Amelia.
Entahlah...
Amelia pun mulai merasa takut dan was-was sejak menerima pesan aneh itu.
Kata adiknya....
Amelia menanyakan kepada sopir saat di perjalanan ke rumah sakit. Apakah ia sengaja menabrak wanita itu. Namun, sopir itu hanya diam tak menjawab.
Menyadari ada sesuatu yang janggal Amelia meminta si sopir untuk memberikan ponselnya. Anehnya si sopir memberikan ponsel tanpa suara seolah dia hanya budak bisu suruhan yang tak berperasaan.
Mungkin saja pada saat itu Amelia berpikir ia diikuti oleh pengirim misterius melalui ponsel si sopir.
"Pak, kita ke rumah sakit Tugu Tiga saja, jangan ke rumah sakit ini! sepertinya... Wanita ini hanya tersenggol, Dia baik-baik saja," ucap Amelia.
Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada wanita yang mereka tabrak. Akan tetapi Amelia begitu pintar menolak Rumah sakit terdekat itu. Mungkin untuk mengecoh skenario pengirim misterius, sehingga ia lebih memilih rumah sakit yang lain.
Si supir menuruti permintaannya tanpa ada jawaban di sepanjang perjalanan.
Tak lama setelah mereka sampai di rumah sakit Tugu Tiga. Amelia dikejutkan oleh seseorang pria yang sangat ia kenal. Pria itu adalah salah satu produser program musik di TV Nasional. Wisnu Pradana.
Melihat mobil perusahaan yang di kendarai Amelia datang. Asisten pribadi Produser Musik itu menghampirinya disusul para perawat rumah sakit.
Akhirnya hati Amelia cukup tenang saat tahu pengirim pesan misterius itu adalah pak Wisnu si produser musik.
Asisten tersebut membawa Amelia ke hadapan pak Wisnu.
"Saya dengar mobil anda menabrak seorang wanita, saya sudah menelpon nomor anda tetapi tidak aktif! saya kira kenapa-napa. Baiklah, anda jangan khawatir biar perusahaan yang bertanggung jawab soal wanita itu." Pak Wisnu meyakinkan Amelia.
Itu lah yang ku dengar. Sangat aneh sekali bukan? Pertama, Amelia tidak memberitahu siapapun soal mobil yang dikendarainya menabrak wanita.
Kedua, pada saat itu ponselnya aktif tidak seperti yang dikatakan produser itu.
Setelah perbincangan mereka selesai Amelia memutuskan untuk kembali kedalam mobil mengambil tas kecilnya karena produser itu menyuruh Amelia untuk beristirahat di hotel yang tepat berada didepan rumah sakit. Hanya beberapa langkah sebelum ia sampai ke mobil pesan WhatsApp kembali masuk ke ponselnya.
Beristirahat lah di hotel depan rumah sakit! karena sebentar lagi hujan akan turun, dan besok di kantor kita bertemu lagi.
Amelia langsung memutar kepala menoleh ke arah pak Wisnu yang sedang mengurus administrasi perawatan rumah sakit, Produser itu sama sekali tidak memegang handphone.
Jantung Amelia kembali berdetak sangat kencang! Hatinya kembali riuh ketakutan. Untuk menghilangkan rasa khawatirnya. Amelia pun meminta kartu nama pak Wisnu untuk meyakinkan dirinya.
Asisten itu pun memberikan kartu nama Wisnu padanya.
Sesampainya di kamar hotel, Amelia membuka tas dan langsung melihat kartu nama produser itu.
Ternyata... Nomor kontak Wisnu berbeda dengan pengirim pesan misterius. Tanpa sadar Amelia menjatuhkan ponsel pintarnya dan memikirkan pesan misterius itu.
Di kantor kita bertemu lagi. Siapa dia?
Sejak malam itu lah sifat Amelia berubah 180 derajat dari biasanya. Entah kenapa? Aku juga sempat menanyakan kepada adiknya. Apakah ia menyadari perubahan sifat kakaknya?
Dia hanya murung tak juga mau menjawab.
Dilihat dari rona yang terpancar dari wajah adiknya. Ia juga sadar akan perubahan kakaknya. Sepertinya bukan hanya perubahan sifat saja. Saat aku menemuinya wajahnya itu tampak menyembunyikan sesuatu.
Ke lima Panca Indra ku menangkap sinyal misterius dari adiknya.
***
KEJANGGALAN....
Aku akan menceritakan hubungan pertemananku dan Amelia. Benar, perjalanan ini benar sangat rumit.
Dulu Aku satu sekolah dengan Amelia saat masih SMP.
Sejak SMP Amelia adalah anak yang penyendiri mungkin hanya aku seorang teman yang mau diajak bicara olehnya.
Amelia termasuk anak yang jenius. Terlebih ia memiliki suara yang indah. Sejak kecil ia sangat bersikeras ingin menjadi musisi terkenal. Sejujurnya pada saat itu aku merasa impianya itu sangat mustahil ia raih, tentu karena melihat dari sifatnya yang tidak suka berbaur dan selalu menyendiri.
Sampai kami duduk di kelas 8 aku berpisah dengannya. Aku harus pindah sekolah ke ibukota dikarenakan ayah ku pindah tugas menjadi kepala kepolisian disana.
Aku meninggalkan sahabat ku itu.
Sejak saat itulah aku tidak tahu menahu apa dan bagaimana kabar teman dekatku yaitu Amelia.
Sampai aku melihat gambarnya terpampang di mana-mana, baik di Billboard dan model iklan.
Amelia Earhart yang pemalu lagi penyendiri, kini menjadi artis populer. Hari itu. Aku tertegun melihat paras dan senyumnya terpampang lebar pada reklame di pinggir jalan.
Jujur sebenarnya aku begitu terkejut melihat perkembangannya dari anak yang penyendiri dan pemalu bisa menjadi artis papan atas terlebih menjadi perbincangan hangat di media.
Melihatnya tersenyum lebar di Billboard itu. Aku benar-benar terharu bahagia.
Sampai... Suatu hari saat libur aku melihatnya di sebuah cafe sepertinya ia mengadakan temu sapa dengan para penggemar. Sebagai teman Aku merasa bertanggung jawab untuk menegurnya.
Aku meminta izin kepada pihak manajer untuk bertemu dengannya. Ternyata Amelia masih mengenalku. Dan mereka mengizinkan ku untuk bertemu.
Saat itu dia tersenyum. Aku pun mendatangi dan menyapanya.
"Amel, Hai!" Aku berteriak melambaikan tangan. Jarak kami tidak begitu jauh hanya lima meter.
"Misya, Sini...." Dia melambaikan tangan memberi isyarat supaya aku datang.
Seketika itu semua orang melihat ke arah ku, jujur aku sangat gugup saat itu.
Tiba-tiba..... Pada saat itulah pertama kali aku merasakan ada yang aneh pada dirinya. Amelia memalingkan wajah. Aku tidak tahu mengapa.
Yang anehnya para pengawal pribadinya langsung menarik dan membawanya ke mobil.
Melihat itu, aku mencoba untuk mengejarnya. Akan tetapi kerumunan para penggemar ikut mengejar untuk mengambil gambarnya.
Sesaknya kumpulan manusia membuat langkah ku terhenti. Sepertinya Aku tidak bisa berbincang santai dengannya atau mungkin di lain waktu ada kesempatan lagi. Aku pun pergi meninggalkannya.
Aku sudah mencoba mencari kontak dari agensi yang menaunginya. Akan tetapi Agensi tempatnya bernaung begitu ketat sampai sosial media saja dipegang oleh mereka.
Sebenarnya itu bukanlah hal yang aneh untuk seorang artis yang sangat populer.
Empat tahun Sejak saat itu, aku tidak pernah lagi bertemu dengannya, hanya kabar berita kemenangan dan penghargaan saja yang menjadi berita hits di media massa. Aku hanya bisa tersenyum bahagia mendengarnya.
Kejanggalan Lagi...
Aku tidak tahu apa yang terjadi. Tersebar kabar berita di media bahwa ditemukan mayat asisten Amelia bunuh diri di kantor agensi idol grup yang jelas berbeda kantor dengannya.
Bagaimana bisa...?
Menjadi pertanyaan publik dimana-mana, mengapa asistennya bunuh diri di kantor yang bukan tempat kerjanya?
Dan...
Dua hari setelah kematian tragis asistennya.
Amelia Earhart Menghilang.
Pihak agensi dari perusahaan Amelia bernaung melaporkan ke kepolisian bahwa Amelia tidak kembali ke apartemen. Dia seakan pergi tanpa jejak.
Saat agensinya menyerahkan semua berkas yang dibutuhkan. Pihak agensi meminta untuk tidak mempublikasi beritanya.
Tentu itu akan menjadi gosip lagi di media-media. Seorang artis menghilang setelah asisten pribadinya bunuh diri.
Aku sudah bisa membayangkan apa saja yang akan menjadi rumor di masyarakat.
untuk itu Polisi membentuk tim pencarian dan penyelidikan kematian manajer Amelia.
Aku Misya Alexandra. Sahabat lamanya ikut masuk dalam tim penyelidikan.
...Like dan komentar, ya! Smile......
PERKENALAN.
Pukul 09.45. Suasana ruang rapat mulai terasa hening. Tim penyelidik yang dibentuk satu-persatu mulai beranjak meninggalkan kursinya. Dua kasus yang berbeda dijadikan satu. Itu adalah saran yang kusampaikan pada pimpinan. Dan mereka menyetujuinya.
Dua hari yang lalu, sebenarnya aku diminta untuk menangani kasus bunuh diri asisten pribadi Amelia, aku menolaknya. Bukan karena kasusnya terlalu mudah. Tapi, karena kemarin baru saja aku menyelesaikan kasus pencurian di sebuah desa. Jadi, aku meminta komandan menyerahkan kasus asisten tersebut kepada Hana. Seperti biasa, Hana mengajak Riko dan Surya dalam penyelidikan kasus tersebut. Dan sampai hari ini penyelidikan itu masih separuh jalan. Oleh sebab itulah aku menyarankan kasus ini dibawah pimpinan yang sama. Selain itu instingku juga mengatakan, hilangnya Amelia ada kaitannya dengan bunuh diri asistennya.
Tim penyelidik dibentuk oleh resesi beranggotakan lima orang beserta satu komandan. Hana, Riko dan Surya. Mereka bertiga bertugas menyelesaikan kasus bunuh diri Lisdia Ningsih— Asisten Amelia. Aku dan Andi bertugas menyelidiki Amelia Earhart.
Aku mulai mencari tahu bagaimana sebenarnya keseharian Amelia selama ini. Tugas pertama yang kulakukan adalah mencari informasi dari keluarganya.
Amelia hanya memiliki seorang adik. Kedua orang tuanya sudah meninggal sejak ia kecil karena kecelakaan. Pihak agensi sudah memberikan semua berkas dan laporan mengenai Amelia yang menghilang kepada kepolisian. Agar sempurna aku harus menemui adiknya yang dititipkan di panti asuhan. Aku cukup terkejut mendengar laporan tersebut. Mengapa artis sekelas Amelia menitipkannya di sana.
"Senior, sepertinya kasus ini sedikit berbeda ya? Kulihat senior begitu serius meminta kasus ini digabung menjadi satu?" Sahut Andi ketika aku keluar dari ruangan.
"Itu hanya dugaan saja. Lagipula akan lebih mudah jika kita lakukan bersama-sama." Aku menjawab yakin.
"Apa perlu saya temani?"
Aku menggeleng. "Kali ini aku tidak perlu bantuan mu, biar aku pergi sendiri saja. Lagi pula kami sudah saling kenal... dengan begitu adiknya akan lebih terbuka padaku."
"Senior sudah mengenalnya... Bagaimana bisa?"
"Ya," aku sedikit tersenyum melihat reaksinya. "Amelia Earhart itu adalah teman masa sekolah ku."
"Aku baru tahu soal ini."
"Ya sudah, seperti yang kukatakan diruang rapat tadi, kau fokus saja mencari informasi dari teman-teman terdekatnya," Andi mengangguk.
"Kalau begitu, aku harus segera pergi." Aku menyodorkan tangan meminta sesuatu padanya.
"Oh itu, ini," Andi memberikan dua lembar dokumen. "Senior, kalau butuh bantuan... Aku harap senior dapat memintanya. Aku masih butuh pengalaman yang banyak dari detektif sekelas anda."
"Bisa saja kamu." Aku menepuk bahunya setelah mengambil dokumen itu.
"Surat ini apakah tidak perlu?" Wajahnya begitu terkejut ketika aku hanya mengambil dokumen keluarga Amelia.
"Simpan saja, aku akan menemuinya sebagai teman kakaknya bukan kepolisian. Jadi, itu tidak perlu lagi!"
"Siap?" Ia tersenyum. Sekalipun aku merasa ada kebingungan yang terpancar darinya.
"Baiklah, Kau fokus saja dengan tugasmu! Urusan keluarganya... aku saja yang akan melaporkan hasilnya kepada komandan. Kemungkinan ini akan jadi kasus yang lebih merepotkan."
Andi mengangguk sigap.
***
Nayla Syafitri itulah nama adiknya Amelia. Saat masih berteman dengannya di sekolah dulu. Aku cukup sering pergi bermain ke rumah Amelia. Dan disanalah aku bertemu dengannya.
Saat itu usia Nayla masih berusia tujuh tahun. Aku tak tahu apakah dia masih mengenalku atau tidak. Dan hari ini adalah hari pertemuan kami kembali setelah sepuluh tahun berlalu.
Berarti dia sudah menginjakkan usia 17 tahun pasti dia sudah menjadi gadis yang cantik.
Jam di pergelangan tanganku sudah menunjukkan pukul 14.00. Angin berkabut bertiup kencang di jalan, menebarkan suasana suram pada jalanan yang sesak akan padatnya kendaraan, antrean di lampu merah, dan angkot yang berhenti sembarangan. Aku bisa melihat kesibukan kota pada siang hari ini. Suasana yang membuat pikiran remang-remang. Tiba-tiba terbesit di kepala mungil ku sebuah pertanyaan... Mengapa Nayla tinggal di panti asuhan? Apa yang sebenarnya yang Amelia pikirkan?
Alamat panti asuhan yang diberikan agensi Amelia tidak di bagian kota lagi, jarak yang harus di tempuh cukup jauh memakan waktu 30 menit.
Jalanan yang padat membuat pikiranku kalang kabut, sungguh jalanan yang memuakkan bahkan kepulan asap dari kendaraan sudah menumpuk sampai ke langit, sehingga membuat langit yang seharusnya berwarna putih menjadi hitam pekat. Hari yang begitu buruk.
Air dari langit pun mulai berjatuhan menguyur orang-orang yang beraktivitas di jalan-jalan yang padat.
Mereka mulai berlarian dan para pedagang sibuk membuka payungnya untuk menyelamatkan dagangan dari hujan yang semakin lebat.
***
Aku sudah sampai setengah jalan. Hujan masih mengguyur jalanan yang berkelok seolah membelah perbukitan.
Jam masih pukul 14.45 wib, tetapi hari sudah seperti malam yang yang beranjak larut keheningan bertahta selama perjalanan. Kepak sayap burung hantu mencari mangsa yang terdengar dari pepohonan. Beberapa kendaraan menyorotkan cahaya memantul di aspal yang basah lajunya tak begitu cepat menelusuri perbukitan.
Sampai aku melihat pamflet yang bertuliskan PANTI ALAM DINGIN. Pelan aku masuk kesana, terlihat bangunan yang tua, mirip seperti bangunan Eropa kuno, langit yang gelap membuat rumah itu temaram di poles lampu redup kekuningan.
Pagar besi menjulang dipasang berkeliling. Halamannya cukup luas, ditumbuhi beberapa pohon beringin yang sudah sangat jarang terlihat di kota, suasana hujan ini membuat diriku merasa ada di film horor terkenal itu.
Alang-alang tumbuh disana-sini di antara semak yang tak terawat, seolah bangunan ini tak berpenghuni.
Aku tak menyangka Amelia membuat adik kesayangannya tinggal di tempat seperti ini?
Took... Took.
Seorang pria berambut gondrong tiba-tiba muncul mengetuk kaca mobil membuatku terkejut.
"Maaf, saat ini kami tidak menerima sumbangan!'' Sambutnya tanpa ucapan selamat datang.
''Bukan, bukan..., saya kemari ingin menjenguk seseorang!"
"Maaf sekali lagi, saat ini waktu jenguk tidak diperbolehkan..." suara pria itu tiba-tiba terputus. Ia langsung berdiri menghadap ke arah pintu masuk. Terlihat seorang wanita paruh baya berkaki jenjang berdiri. Rambutnya yang sebahu diikat rapi. Setelan blus kelabu gelap memegang buku kecil di tangannya.
Wanita itu mengangguk sepertinya memberikan izin untukku.
Aku pun turun dari mobil kemudian menghampirinya. Tanpa ragu aku menyodorkan tangan pada wanita paruh baya ini. Namun ia menatap dengan tatapan aneh. Alisnya yang jarang nyaris bertemu di pertengahan kening.
''Selamat sore,'' aku menyapa dengan sopan.
''Anda...?"
''Misya, Misya Alexandra teman baik Amelia.'' jawabku memperkenalkan.
Matanya yang tajam itu seketika terbuka kemudian berkata. ''Selamat datang, ada yang bisa kami bantu? Misya.''
Kepala mungil ku memberi sinyal wanita ini adalah pengurus panti, sepertinya...
"Oh ya, saya hanya ingin menjenguk adiknya. Maklum saja karena beberapa minggu ini Amelia cukup sibuk sehingga tidak memiliki waktu kosong untuk menjenguknya. Jadi, saya yang disuruh kemari." Dengan penuh percaya diri aku menatap matanya. "Apakah saya bisa bertemu dengannya?"
"Oh..ya? Apa benar anda adalah utusan dari dik Amelia?'' Saut wanita ini dengan raut wajah penuh kehati-hatian.
''Ya, saya adalah teman sekaligus pengurusnya di Jakarta." Hatiku begitu penasaran, apa yang sebenarnya terjadi sampai adiknya di sembunyikan di tempat seperti ini.
''Anda mengetahui tempat ini saja sebenarnya sudah cukup membuktikan kalau anda memang benar mengenalnya," imbuhnya sambil tersenyum.
Setelah beradu senyuman dengannya, dia mempersilahkan untuk masuk ke ruangan yang cukup luas sepertinya ruang ini adalah ruang tamu.
Aku melihat sekeliling ruangan tidak ada tanda-tanda orang lain disini. Bukankah agensinya mengatakan ini panti asuhan?
Sungguh aku tertegun melihat ruang tamu ini. Ruangan besar yang dipenuhi dengan ornamen-ornamen dan koleksi barang antik.
Beberapa foto anak-anak terpampang bersamaan dengan koleksi topeng-topeng khas jawa berwajah menyeringai menunjukkan giginya yang tajam menempel di dinding.
Aku tidak menyangka ada panti asuhan seperti ini. Hanya satu yang terbit di pikiranku. Aku harus menyembunyikan identitas ku.
Saat memandangi seisi ruangan, kedua mataku langsung terperanjat melihat di ujung ruang tamu sebagian anak tangga yang tertutup daun pintu yang setengah terbuka.
''Apa yang sebenarnya terjadi kepada mbak Amelia, jarang sekali dia menyuruh orang lain untuk menjenguk adiknya," kejutnya.
Keningku berkerut mencoba memahami pertanyaan serupa darinya. ''Ya, seperti yang saya katakan tadi Amelia belakangan cukup sibuk sehingga tidak punya cukup waktu untuk kemari."
"Apakah anda anggota kepolisian?" Tatapannya menerawang jauh sebelum akhirnya kembali kepadaku.
Kening ku seketika mengkerut karena terkejut.
Darimana wanita ini mengetahui identitas ku?
Belum sempat aku mengajukan pertanyaan yang membuatku bingung, dia langsung menyambar pembicaraan. “...Tunggu sebentar disini! Saya akan memanggilnya, sepertinya dia ada di kamar atas."
“Mbak tunggu! Darimana anda tahu kalau saya polisi,'’ tanya ku sambil memposisikan duduk di ruang tamu.
‘’Nayla, tanyakan saja nanti dengannya!'’ jawab nya singkat dan langsung pergi kearah pintu yang setengah terbuka.
Aku mencoba mencerna keadaan tapi belum bisa memahaminya.
Tak lama setelah wanita paruh baya itu pergi. Muncul sosok wanita kurus sedikit pendek, dari bibir pintu tempat wanita pengurus panti itu menghilang. Seorang wanita yang tak asing sangat mirip dengan Amelia.
‘’Hai, selamat sore!'’ Aku berdiri dan mengulurkan tangan padanya untuk bersalaman.
“Anda Misya? yang dulu sering bermain kerumah," jawabnya sambil mengulurkan tangan.
“Oh, ternyata kamu masih mengingatnya ya!''
“Jadi apa yang sebenarnya membuatmu datang kemari?"
"Sebenarnya...?" batinku. Mengapa dia seolah ingin mengetahui kedatangan ku?
“Aku hanya ingin bertemu denganmu... aku dengar dari Amelia, kamu tinggal disin...," belum sempat aku menyelesaikan kalimat, Nayla memotong nya dengan mata yang menunjukkan emosi yang dalam. “Amelia? Aku tidak mengenalnya!’’
Marah atau benci itu yang terlintas dipikiran ku saat melihat raut dari wajahnya.
Kelima indra ku memberi sinyal keadaan ini sangat tidak baik. Apa yang harus aku lakukan? Kondisi yang sangat aneh sekaligus membingung kan dan apa yang sebenarnya terjadi, apakah sekarang dia membenci kakaknya? Tidak mungkin. Setahuku mereka begitu akrab dan bahkan Nayla selalu menangis setiap kakaknya pergi meninggalkannya. Ya, mereka sedekat itu.
“Bagaimana bisa, Kau mengenalku tapi tidak mengenal Amel?’’ Aku tersenyum lebar untuk mencairkan suasana.
“Sebenarnya aku juga tidak mengenalmu!'’
“Sebenarnya...? Apa maksudmu?’’ Aku bertanya kebingungan dan didalam hati aku mencoba memahami apa maksudnya.
“Sejujurnya aku sudah tahu kedatangan mu hari ini! Dan aku mengingat ingat kembali teman Amel, lalu ternyata kau yang datang. Karena itulah aku mengenalmu,’’ jawabnya dengan santai.
Aku menggaruk kepala dan menggeser punggung di tempat duduk. “Tunggu sebentar, maksudnya ada orang yang memberi tahumu kalau hari ini aku akan datang, karena itu kau mengenalku?"
“Ya,’’ sahutnya.
Ini sungguh gila, dari tadi aku belum bisa mencerna apa yang ia katakan. “Aku rasa perutku sedikit lapar. Nayla, mau ngobrol diluar? atau kau mau makan atau minum? Banyak hal yang ingin kutanyakan dan ceritakan kepadam__’’
“Amel tidak mengizinkan Nayla keluar dari panti asuhan ini tanpanya!’’ kejut seseorang dari belakang dan suara itu adalah suara ibu panti.
Dia memegang kantong plastik yang berisi sesuatu di tangan kirinya, kelihatan sekali ia basah kuyup sepertinya dia baru dari luar. Sejak kapan ia keluar? Mungkin kebingungan yang terjadi di kepala membuatku tidak menyadari langkahnya.
“Ya…’’ Nayla mengangguk samar menegaskan pernyataan ibu panti.
“Aku sudah menyiapkan minuman dan makanan untuk kalian, kalau ingin bertanya disini saja!’’ ketusnya.
“Baik, terima kasih.'' Aku menunduk sopan. Untuk wanita misterius yang belum memperkenalkan dirinya, dia terbilang cukup ramah juga.
Setelah menawarkan sajian kepada kami. Wanita paruh baya itu kembali ke pintu masuk mengambil payungnya yang tinggal diluar.
Payung itu berwarna hitam, jenis payung yang bisa terbuka hanya dengan memencet sebuah tombol. Kemudian, dia bergegas sambil terhuyung-buyung… kearah pintu di ujung ruang tamu dan menutup pintu akses masuk untuk naik tangga itu, kemudian sosok nya menghilang.
Dia sudah menaiki anak tangga terdengar hentakan kakinya berusaha cepat sampai.
“Ibu itu sebenarnya siapa?’’ tanyaku menoleh kearah Nayla.
Nayla terlihat tidak ingin menjawab. Wajahnya tiba-tiba tampak pucat dan meneteskan air mata.
“Ada apa…’’ Saat pertanyaan ku belum selesai, terdengar suara kegaduhan, kemudian pekikan pendek bergema dari arah pintu tempat ibu panti itu.
Segera aku berdiri dan merasa sudah terjadi sesuatu yang sangat tidak wajar.
“Hei Nayla, ada apa?’’ tanyaku.
Nayla hanya terdiam sambil mengusap dua matanya yang masih menangis.
“Kirana..., itu namanya. Dia pengurus panti ini” Sautnya dengan suara terenyuh-enyuh.
Sebelum sempat berpikir panjang, aku sudah bergegas kearah pintu tangga di ujung ruang tamu. Saat itulah...
Sebuah pemandangan mengerikan dan ganjil segera tampak.
Belum sempat pintu itu kubuka di bawahnya mengalir darah yang masih segar.
Kucoba menelan ludah di tenggorokan yang kering, dan membuka pintu. Terlihat payung yang berwarna hitam, yang bisa terbuka secara otomatis. Payung yang tadi diambilnya sewaktu menawarkan sajian. Kemudian diatas payung itu, ibu panti tertelungkup seolah menyelimuti payung tersebut.
“I.., ini…’’
Bagian kepalanya ada tepat di tengah-tengah payung yang membuka. Ujung kakinya menggantung di anak tangga kedua dan ketiga dari bawah. kedua tangan terentang di dua sisi tubuh. Kantong plastik yang kulihat tadi terlempar di sudut pintu.
“....Apa? Sebenarnya ada apa?'' suara ku yang keluar bergetar bersama dengan kakiku.
Sukar untuk mencerna kejadian itu dalam waktu singkat. Namun, aku langsung memperkirakan.
Apa ibu ini tergesa-gesa saat menaiki tangga, Wanita itu berlari dan terpeleset di tengah perjalanan. Payungnya terlempar ke bawah dan sepertinya terbentur, payung itu terbuka secara otomatis, bergulir sampai kebawah dekat pintu, Ujung besinya menghadap tepat kearah ibu panti. Kemudian..
Wanita yang tubuhnya oleng itu terjatuh tepat di ujung besi. Seakan wanita ini terbang tepat mendarat kearahnya. Tanpa bisa menghindar atau bisa menggerakkan tangan untuk berlindung.
Tubuh ibu panti yang tertelungkup itu tidak bergerak sama sekali. Warna merah yang mengalir dari payung hitam itu membuatku bergidik mulai merembes ke bawah sepatuku.
Darah…..
Darah yang sangat banyak.
“Bu..., bu Kirana…’’ Suaraku gemetaran saat memangilnya. Kedua kakiku yang menjejak di lantai pun gemetaran. Takut-takut aku mulai mendekatinya.
Tenggorokan ibu panti tertancap pada besi ujung payung, ujung besi itu tertanam dalam-dalam sampai ke pangkalnya. Darah memancar dan mengalir.
“Ini….’’ Tak tahan, aku mengalihkan pandangan.
''Hal seperti ini,,,’’
Takc.
Bersamaan dengan bunyi gedebuk, tubuh ibu panti pun tumbang. Keseimbangan yang sungguh ajaib— bukan, ini pasti ulah iblis penunggu bangunan ini—dari rangka payung yang menahannya, saat itu akhirnya patah.
“Oi!’’ Terdengar teriakan dari ujung pintu gerbang suara seorang laki-laki berlari ke arahku. Di Belakang nya berdiri seorang perempuan yang hanya diam berdiri di bawah rintikan hujan deras yang belum juga berhenti.
“Gawat! Panggil Ambulance!’’ Pria ini menjerit.
“Hubungi rumah sakit. Ugh… ini benar-benar gawat. Kenapa ini bisa terjadi…! Kau tidak apa-apa?"
Karena ditanya seperti itu, sebenarnya aku ingin mengangguk dan menjawab “Iya,’’ tapi yang keluar dari mulutku hanyalah erangan. Perutku seperti di tusuk. Gawat… rasa sakit ini.
“Ma, maaf.’’ sambil menekan perut. Aku bersandar pada sisi pintu. “Tubuhku sedikit…’’
…Wakhh…
Tanpa bisa menahan getaran yang muncul dari perut aku mengeluarkan sesuatu yang menjijikkan dari mulut. “Ma, maaf”
“Serahkan saja kepadaku yang disini, segeralah ke toilet lalu hubungi rumah sakit secepatnya.’’ Perintah pria yang berbaju hitam dan berambut gondrong.
Saat aku terhuyung-buyung meraba dimanakah letak toilet, aku melihat Nayla masih diluar terdiam seperti patung yang diletakkan dibawah hujan yang begitu deras. Dia berdiri di halaman panti asuhan, memandang tajam ke arahku yang ada tepat sejajar di depannya.
Raut wajahnya sangat pucat, terlihat biru. Kedua matanya membelalak sangat lebar. seperti boneka yang menyeramkan, milik mata merah kosong, bibir yang agak terbuka itu seperti ingin menuduh.
Seandainya kau tidak datang…Ini tidak akan terjadi!
Beberapa detik kemudian, saat aku sudah tiba di toilet sudut ruang tamu ada sepasang jendela yang mengarah tepat ke arah halaman depan, sosoknya sudah tidak ada, hilang seolah bersembunyi diantara tetesan hujan.
***
Panti asuhan saat ini sedang kosong semua anak panti beserta pengurus pergi tamasya ke danau di Bandung mereka berkemah beberapa hari disana oleh karena itu pak yandri menolak aku saat bertemu pertama kali.
“Saya Yandri, keamanan di panti asuhan ini.”
Aku hanya terdiam menatapnya. Kedua kakiku gemetaran di bangku ruang tamu setelah melihat kejadian yang pertama kalinya aku rasakan.
“Istri ku sudah pergi ke rumah sakit mengantar bu Kirana.”
“Apa tidak apa-apa hanya dia yang mengurusnya?’’
“ Ya..’’ saut nya seolah semuanya sudah aman dan terkendali.
Saat ini aku masih di panti bertiga bersama Nayla dan Pak Yandri, pria berambut gondrong ini tidak mengizinkan Nayla keluar dari pintu panti walaupun selangkah, karena Itulah aku tidak ikut menemani istrinya ke rumah sakit.
“Kalau aku boleh tau, mengapa Nayla tidak diizinkan keluar dari sini?’’ Aku bertanya menatap kearah Nayla yang duduk disebelah ku. Dia masih tunduk terdiam.
“Kami dibayar kakaknya dengan janji seperti itu,’’ jawabnya. Pak Yandri kemudian berdiri, pamit kembali ke poskonya.
Janji…
Kepalaku lagi-lagi pusing. Nafas agak memburu, jantung seperti berdebar kencang tepat di sebelah telinga, perut dan tubuhku terasa lebih dingin dari tadi.
“Tidak enak badan?’’ tanya Nayla.
Aku menggeleng. Nayla menyipitkan matanya ke arahku. “Kalau tidak terbiasa, tempat ini mungkin tidak baik untukmu.’’
“Tidak baik? Apa maksudmu?''
“Suasana ini...,'' Nayla menipiskan bibirnya, lalu mengangkat kepalanya. Akhirnya dia melanjutkan. “Suasana yang tidak bisa dicerna oleh akal.’’
Aku hanya terdiam mencoba memahami perkataannya.
“Kamu lihat patung itu!'’ Nayla menunjuk ke arah pintu masuk terlihat patung wanita setinggi dua meter yang memegang payung yang diselipkan diantara tangannya. “Patung itu kosong.Tubuh juga hatinya. Sangat kosong... tidak ada apa-apa didalamnya. Kekosongan seperti itu sudah sangat lama aku rasakan.'' Nayla masih melanjutkan penjelasannya seolah sedang membicarakan kenapa keadaan ini terjadi. “Benda benda kosong seperti itu banyak terkumpul disini mereka seperti menghisap aura kehidupan. Hampa, aku tak tahu kapan persis aku merasakan kebingungan lagi..."
Kekhawatiran ku seketika muncul. Jangan-jangan dia benar benar sakit atau mengalami tekanan batin yang begitu kuat.
“Kak Misya, Apakah kamu saat ini sedang kebingungan?" Gadis ini tiba-tiba mengangkat wajahnya tepat di depan di wajahku dan kembali meneteskan air mata.
“Ya,'’ aku mengangguk perlahan tepat di depan wajahnya yang sangat pucat sekali. “Karena itulah aku kemari, tapi Nayla... apa kamu baik-baik saja?'’
Dia mengangguk memberi isyarat bahwa dia baik-baik saja.
“Kalau kau hanya ingin menanyakan keadaan saja, sebaiknya kau pulang karena aku ingin istirahat’’ Dia menurunkan wajahnya dan menunduk kembali. Seketika itu dia langsung berdiri dan melangkah.
“Amelia..., tiga hari ini dia hilang dan tak tahu pergi kemana? Perusahaannya melaporkan ke kepolisian.’’
Mendengar nama Amelia sontak dia berhenti dari langkah dan berbalik arah. Wajah yang sangat putih pucat pasih tadi tiba-tiba tersenyum kembali, matanya yang merah sejak tadi berubah seperti menunjukkan ekspresi orang kegirangan yang terlepas dari belenggu yang mengikat nya selama ini.
Aku melihat bibirnya tersenyum. "Nayla..., apa kamu tahu sesuatu?’’
“Misya, Maaf... Kak Misya apa kamu tahu Catatan Neraka?’’ Dengan wajah polos itu dia bertanya sesuatu yang membuat kepalaku terasa berat, seolah terserap oleh patung wanita yang memegang payung itu.
Hari semakin gelap. Hujan di luar belum juga berhenti membuat aura panti semakin dingin terasa menusuk ke tulang-tulang.
Seketika aku teringat kakakku yang pernah menceritakan sebuah serial dari Jepang bahwa tokoh utama dari serial tersebut berkeinginan menciptakan dunia tanpa peperangan, konflik dan kejahatan kemudian ia mengatur ulang tatanan dunia dengan mengikat seluruh manusia dengan kekuatannya lalu melepaskan setengah penduduk bumi, hingga ia mengubah seluruh ingatan manusia dan menjadikannya dikenal sebagai dewi di kehidupan dunia baru ini.
Waktu itu aku tertawa melihat tubuhnya yang memiliki dada yang besar dan usianya yang sudah dewasa namun masih terbawa suasana dari serial yang ditontonnya.
Saat itu aku ingat sekali perkataannya, Jangan-jangan dunia kita sekarang ini adalah bentukan dari dewi itu. Padahal itu hanyalah sebuah karya fiksi dari seseorang, mana mungkin hal seperti itu ada di dunia nyata. Mana mungkin seseorang memiliki kekuatan supernatural di kehidupan nyata. Hal seperti itu, SANGAT TIDAK MUNGKIN.
“Kak... kak, Kak Misya!” Seru Nayla menepuk meja di depan ku, lalu duduk di sebelah ku.
Mendengar suara tepukan itu seketika aku tersadar dari lamunan. “ Catatan Neraka? Apa maksudmu? A-apa itu?''
“Apapun yang ditulis di catatan itu bisa menjadi nyata!”
''Ha!''
Dulu Amelia sering membeli buku bergenre horor dan misteri untuknya, bahkan yang aku tahu anak seusianya terlihat sangat aneh suka dengan genre buku yang berbau seperti itu. Hanya itu yang terlintas di kepalaku saat ini. Nayla yang baru-baru ini dilanda depresi yang berat mungkin membuat khayalan dan imajinasi liarnya menjadi seperti ini.
Aku menggeser bokong mendekat lalu memegang bahunya. “Baiklah, bagaimana kalau kamu ikut denganku ke kota dan tinggal disana?’’
Matanya memancarkan rona yang aneh. Kedua alisnya hampir bertemu dan bibirnya yang bergetar terangkat pelan. “Jangan-jangan kau menganggap ku gila,ya?" sanggahnya dengan wajah yang sangat serius.
Aku menggeleng tersenyum.
Wajahnya begitu merah padam. “Apa kau tidak penasaran apa yang terjadi dengan bu Kirana?...Apa kau tidak penasaran dari mana dia tahu bahwa kau anggota kepolisian…? Apa di kepalamu tidak muncul pertanyaan kenapa kakak Amelia tercinta itu membuat adik tersayangnya tinggal di tempat seperti ini?’’ suaranya menggantung di ruangan.
Aku diam, terkejut melihat wajah Nayla yang sangat serius, darimana dia tahu bahwa Aku mencari jawaban-jawaban itu? Atau jangan-jangan Catatan neraka yang dikatakannya itu memang benar ada.
“Apa maksudmu? Apa itu…. Catatan Neraka? Apa kau mengetahui semuanya?’’
Nayla terdiam. Hanya sebentar, dia kembali menunjukkan senyum khas seekor predator yang menganggap mangsanya terjebak. Entah ini sesuatu yang baik ataupun buruk aku harus menggali apapun darinya.
“Baiklah, kalau kau memang ingin tahu semua nya... Aku punya syarat yang harus dipenuhi!”
“Syarat… Ayolah Nayla.’’
“Aku ikut dalam pencarian Amelia,'' sahutnya cepat.
“Nayla, kamu tahu aku ini polisi, dalam penyelidikan seperti ini... Aku tidak bisa asal memutuskan seperti guru membawa adik atau saudaranya berwisata ke danau toba. Ayolah!”
“Kalau aku punya bukti, apakah bisa?’’
Mataku berkedip cepat. “BUKTI?”
“Ya, Bukti– bukannya tujuanmu sebenarnya kemari mencari itu.'’ Jawabnya nyeleneh.
“Sebentar, lalu bagaimana caranya aku membawamu pergi dari sini, Bukanny_’’
“Hubungi saja agensi Amelia, lalu beritahu bapak tua yang duduk di luar sana kalau agensinya menyuruhmu membawaku,'’ terangnya memotong kalimatku.
“Kalau begitu, mana buktinya? Apa kau ingin menunjukkan kepada ku catatan neraka itu? Ayolah Nayla jangan bercanda...”
“Ya, aku akan menunjukkan padamu catatan itu,” tegasnya dengan penuh keyakinan.
Aku hanya diam mendengarkan nya.
“Bukan hanya itu. Mulai dari pertanyaan-pertanyaan yang ingin kau cari... bagaimana Amelia bisa menjadi artis. Semuanya,'' jawab gadis ini meyakinkan.
Aku berdesis dalam hati, dia tahu itu! Atau itu hanya tebakannya saja?
Aku menggoyang-goyang kepala sedikit berusaha untuk fokus. “OK, kalau begitu tunjukkan!”
Jujur dalam hati aku ingin menertawakannya. Aku akan tertawa sekeras-kerasnya jika fantasi anehnya itu hanya bualan, kemudian pulang melaporkan hasilnya, tidak ada informasi yang bisa didapat dari keluarganya.
Hari sudah semakin gelap cahaya lampu putih yang baru saja menyala menerangi seisi ruangan yang megah akan ornamen-ornamen dan benda-benda klasik di ruang tamu.
''Kalau kau memang ingin melihatnya, ayo ke lantai atas ikut aku!" Ajak Nayla di sudut ruangan sehabis menyalakan lampu.
"Ke atas?" Aku menatap matanya yang penuh keyakinan.
"Ya, kau ingin bukti kan?"
Aku mengiyakan dan beranjak berdiri mengikuti nya, terlihat di lantai tangga sisa-sisa percikan darah yang belum di bersihkan oleh istri pak Yandri. Bangunan tua megah ini sepertinya bekas dari istana kolonial.
Terlihat di dinding-dinding tangga terpampang beberapa Foto-foto orang Belanda.
"Siapa sebenarnya pemilik panti ini?" Tanyaku penasaran.
"Berend, dia seorang keturunan Belanda yang mengakui kemerdekaan negeri ini, Aku tidak tahu banyak mengenai tempat ini."
Aku hanya mengangguk mengikuti dari belakang. Sesekali aku melirik dan memikirkan kejadian bagaimana ibu panti itu bisa jatuh dari anak tangga yang lebar dan kesat ini.
Apakah dia memiliki penyakit darah rendah, sehingga ketika dia berjalan cepat di tangga ini membuat dia tumbang, langkah ku terhenti. Wanita seusianya tidak mungkin jatuh di tangga seperti ini. Pikiran liar muncul di kepala ku.
"Apa saja yang kau lakukan selama ini?Bukankah kau sudah lama tinggal disini?" Aku berjalan cepat ke atas mengejar Nayla yang sudah di lantai atas.
"Kak Misya, Di panti ini aku hanya boleh berbicara dengan ibu itu saja."
"Bu Kirana.. Maksudmu?'' Aku menoleh ke arah nya setelah memprediksi di anak tangga berapa ibu itu tergelincir.
"Ya, itu peraturan nya"
"Peraturan?"
"Amelia yang membuatnya."
"Apa yang sebenarnya terjadi kepada Amelia sampai dia berpikiran seperti itu?"
"Apa kau pikun? Setelah aku ikut denganmu, baru akan kuceritakan semuanya." sanggahnya kemudian mempersilahkan. "Masuklah!"
Kamar yang cukup menarik, setiap sudut ruangan buku-buku tersusun rapi. Pasti itu semua novel.
Aku duduk di kasur yang berada di tengah ruangan dan Aku melihat sekeliling ruangan terlihat beberapa pakaian yang tergantung rapi, beberapa pakaian kotor berserakan di lantai dan di sudut ruangan ada laptop yang terbuka beserta chargernya.
''Kalau Amel tidak mengurus mu, dari mana buku-buku dan semua ini kau dapatkan?" Aku berusaha memancingnya untuk berbicara tentang Amelia.
"Selain makan hanya itu yang diberikannya... hampir lima tahun ini."
"Oh ya, Kasur mu tidak menunjukkan ketidakpedulian kakakmu, sepertinya?"
Nayla hanya membisu tak peduli dengan tanggapan ku. Gadis itu memilih-milih buku yang tersusun di sudut meja depan tempat tidurnya. lalu membongkar beberapa buku. Dia menunduk mengambil beberapa lembar kertas yang jatuh di bawah meja. Aku hanya diam melihatnya.
"Nah, baca dan rinci kan catatan ini!" Nayla menyerahkan dua lembar kertas yang sedikit kusam dan berbercak-bercak hitam. Kertas selebar HVS di tulis menggunakan tulisan tangan." Apa ini?"
"Catatan Neraka!" tegasnya dengan senyuman khas miliknya.
Sontak aku mendongak dengan mata membelalak melihatnya.
NEXT...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!