"Apa perlu sampai begitu?" bisik Felisya.
Gadis itu meletakkan piring bekas makan sang suami ke atas nakas di samping ranjang pasien.
"Sudah lah, bantu aku kali ini oke!" Tama mengedipkan matanya.
Keduanya langsung bersikap biasa saat pintu kamar dibuka. Skala tersenyum lebar sambil menggandeng tangan Bianca masuk. Wajahnya bahagia dan lega mendapati kakak sepupunya tengah duduk bersandar pada headboard ranjang pasien.
Tama memandangi Skala kemudian Felisya, wajahnya memancarkan gurat kebingungan.
"Siapa mereka?"
Felisya menatap dua orang yang baru saja masuk ke kamar rawat suaminya lantas melakukan apa yang Tama perintahkan.
"Apa kamu tidak mengingat mereka? dia sepupumu Skala dan istrinya Bianca," ucap Felisya.
"Kenapa? ada apa dengannya?" Skala cemas, apa mungkin Tama terkena amnesia, begitu pikirnya.
"Tam, apa kamu tidak mengingat kami?" Bianca mendekat ke arah ranjang, menatap wajah kakak sepupu suaminya itu dengan alis mata berkerut.
"Siapa mereka?" tanya Tama untuk yang ke dua kalinya.
"Fel, apa yang terjadi padanya?" Skala terlihat cemas, air mukanya berubah muram.
"Benarkah kamu lupa siapa kami? Siapa dia dan siapa aku? apa aku perlu mengingatkan dirimu?" Bianca berbicara kepada Tama, tapi wajahnya menatap ke arah Felisya.
Felisya mengangguk mengiyakan pertanyaan Bianca. Siapa yang menduga bahwa ucapan yang akan meluncur dari bibir adik iparnya mengandung bala bencana.
"Tam, aku adalah wanita yang spesial di dalam hidupmu. Kamu pernah berkata menyukaiku dan rela meninggalkan Felisya demi mendapatkanku."
Tak hanya Felisya dan Tama, Skala pun dibuat terperanga mendengar ucapan Bianca. Dengan senyum manisnya direktur Neil fashion itu kembali berceloteh seperti orang yang tak memiliki dosa.
"Apa kamu ingat saat aku hampir jatuh ke kolam renang di rumah kakek Prawira? kamu dengan sigap memeluk pinggangku? Bukankah saat itu kamu memintaku untuk meninggalkan Skala."
"Tidak, itu fitnah. Bi jangan ngaco!" Tama ketakutan, semua sandiwara yang ingin dia mainkan untuk mengerjai Skala dan Bianca malah menjadi boomerang baginya.
Felisya terlihat marah begitu juga dengan Skala. Gadis itu meremas bajunya. "Apa itu benar?" Bentaknya ke sang suami.
"Tam, mungkinkah kamu benar-benar lupa? bahkan kamu memintaku membiarkan Felisya kembali pada Skala agar kita bisa bersama." Bianca semakin memperkeruh keadaan.
"Kapan aku pernah berbicara seperti itu Bi-an-ca?"tanya Tama sewot, matanya menyorot kesal ke arah istri sepupunya.
Bianca terbahak, Ia bahagia karena sukses menggagalkan aksi Tama untuk mengerjainya dan Skala. Laki-laki yang duduk di ranjang pesakitan itu mulai membela diri, sayangnya Felisya sudah terlanjur cemburu dan meninggalkan kamar itu begitu saja.
"Gara-gara kamu kan Bi!"
Tama emosi sekaligus bingung dengan situasi yang dia buat sendiri, sedangkan Bianca masih terus tersenyum sambil menyilangkan tangannya di depan dada, Ia memandang Tama dengan binar penuh kemenangan.
"Salah siapa mau menger—ja—i ka—mi?" Bianca terbata saat menoleh dan melihat sang suami cemberut.
"Ska, kamu tahu kan bahwa yang aku katakan tadi hanya omong kosong dan tidak benar?" tanya Bianca yang mulai khawatir melihat ekspresi wajah suaminya.
"Tama hanya pura-pura hilang ingatan," imbuhnya.
Melihat saudara sepupunya yang sepertinya gagal fokus, Tama langsung menyela pembicaraan. "Aku memang pernah menyukai Bianca, aku juga pernah berniat merebutnya darimu."
Sekarang giliran Bianca yang melotot, tangannya melayang memukul lengan Tama. Laki-laki itu mengaduh kesakitan kemudian tertawa terbahak mendapati Skala pergi dari kamarnya seperti yang Felisya lakukan tanpa berpamitan.
"Awas kamu ya!" Bianca mengancam Tama, gadis itu mengomel tanpa suara, meninju udara di depan muka Tama kemudian berjalan cepat menyusul suaminya.
"Ska ... tunggu!"
Permintaan Bianca tak dipedulikan oleh Skala, papa peanut itu terus berjalan tanpa memperdulikan istrinya.
Julian dan Lydia yang tengah menunggu di lobby rumah sakit langsung berdiri menuju mobil menyusul tuannya yang kelihatan emosi.
Beberapa menit setelah mobil melaju meninggalkan area rumah sakit, dua bodyguard itu merasakan atmosfir di dalam kabin terasa panas.
Duo julid lantas menyadari adanya jarak yang tercipta diantara dua majikan mereka. Bagaimana tidak? Skala terlihat bringsut sampai ke dekat pintu sambil menatap keluar jendela, sementara Bianca hanya diam memandangi suaminya yang tiba-tiba saja bersikap seperti itu.
Bianca mencoba membujuk Skala dengan menggenggam tangan suaminya, sayang belahan jiwanya itu sepertinya benar-benar cemburu. Skala menarik tangannya tanpa mengucapkan sepatah katapun, sontak sikapnya membuat hati Bianca mencelos.
Skala masih memilih diam, Ia berjalan masuk ke dalam rumah sambil melonggarkan kancing kemejanya. Bianca yang sadar badak Afrika nya butuh asupan rayuan buru-buru menyusul naik ke markas.
"Ska, apa kamu marah?"
Bianca memandangi punggung suaminya yang tengah melepas kemeja dari ambang pintu, Skala masih saja diam dan sibuk mengganti bajunya dengan sebuah kaus santai di dalam ruang ganti.
"Kamu seharusnya tahu, Tama tidak memiliki cidera di kepala jadi bagaimana mungkin dia tidak mengingat kita? dari awal aku sadar dia berbohong dan hanya ingin mengerjai kita."
Bianca berjalan cepat, memeluk tubuh seksi Skala dari belakang. Diciuminya punggung sang suami sambil memperat pelukan tangannya di pinggang.
"Jangan marah, aku sedih kalau kamu marah seperti ini," gumam Bianca.
Pelukan gadis itu semakin erat, Skala yang ingin berbalikpun sampai tidak bisa bergerak karena Bianca tidak mau melonggarkan pelukannya.
"Apa kamu sadar? beberapa bulan lagi aku pasti akan kesusahan memelukmu seperti ini karena little peanut kita akan semakin tumbuh besar."
Skala masih terdiam, tanpa Bianca sadari suaminya itu tengah tersenyum senang mendengar setiap kalimat yang dia ucapkan.
"Ayolah papa, jangan marah marah sama beta!" goda Bianca.
"Jawab pertanyaanku!" Akhirnya Skala membuka mulutnya.
Melepaskan pelukannya, Bianca membiarkan sang suami berbalik untik menatap dirinya.
"Apa yang kamu ucapkan tadi benar atau hanya karangan?"
"Jelas karangan, mana mungkin a—ku?
Bianca seketika terdiam karena tangan Skala sudah memegang erat dagunya, tatapan mata suaminya itu membuat hati Bianca berdetak tak karuan. Mustahil, bahkan setelah sekian lama Skala masih bisa membuatnya merasakan debaran seperti baru pertama kali jatuh cinta.
Jangan sampai jika anak mereka nanti terlahir laki-laki diberi nama Al-debaran, sungguh aku tidak ingin ada mba Elsa projen mahkluk salju diantara mahkluk Amazon dicerita ini—gumam reader
"Jangan membuat aku cemburu Ca," lirih Skala sambil berbisik ke telinga istrinya.
"Maaf!"
Tubuh Bianca bergetar bagai tersengat aliran listrik saat Skala menciumi ceruk lehernya. Ia hanya bisa memejamkan mata sambil mendesah merasakan napsunya terasah.
"Kamu tahu dengan jelas Ini tidak akan bisa diselesaikan hanya dengan kata maaf," ucap Skala di tengah aktifitasnya yang membuat Bianca serasa akan terbang melayang.
"Istri nakal sepertimu jelas minta dihajar."
"Kalau begitu kamu boleh menghajarku."
Bianca mendorong tubuh suaminya menjauh. Gadis itu berjalan mundur ke belakang untuk keluar ruang ganti sambil membuka kancing bajunya sendiri.
Ia lalu berlutut di tengah ranjang sambil menggigit sensual bibir bawahnya,"hajar aku! Tuan Skala Prawira."
Skala tersenyum lebar, Ia tak menyangka hanya sebuah ucapan nakal dari sang istri bisa membuat anacondanya meronta-ronta.
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
Otor : Apa kalian kangen aku? Tidak? Ya sudah
Reader Cidaha : ( Diem bae Jaga image)
Otor : Hari ini double up, satunya malam karena lebih asyik dibaca malam
Reader Mesumable :
[ Tahu ga geng? Kemarin aku baca sebuah artikel judulnya bagaimana menghangatkan ranjang, uh panas panas panas]
Pesan dari Bu Erin di group chat geng sultininya membuat Bianca penasaran, tanpa malu-malu ia lantas bertanya bagaimana cara yang dimaksud dalam artikel yang dibaca Bu Erin.
[ Disana ditulis untuk membuat suami klojotan kita bisa berpura-pura menjadi wanita nakal dan meminta bayaran setelah anu, selain menantang, hal itu juga bisa membuat suami kita seoalah mendapat pengalaman baru supaya ga punya pikiran jajan di luar]
Bianca menggigit bibir bawahnya membaca penjelasan Bu Erin, ia mulai berpikir haruskah mencobanya ke Skala?
***
"Hajar aku Tuan Skala, apa kamu tidak ingin mencicipi aku?" ucap Bianca yang masih berlutut di tengah ranjang sambil mencampakan bajunya ke sembarang arah.
"Aku mau itu!" godanya manja sambil menunjuk ke anaconda suaminya yang sudah meronta-ronta.
Skala tertawa sambil memalingkan muka, Ia berpikir sang istri benar-benar tengah berusaha keras membuatnya tidak marah lagi.
Melihat kelakuan Bianca, Skala gemas sampai menggosok mukanya berulang kali. Ia masih tak percaya Bianca sampai memakai bahasa erotis demi merayunya, apalagi melihat bagian atas tubuh Bianca sekarang yang hanya berbalut pagar penutup bukitnya, tubuh mulus itu membuat Skala tak kuasa, Ia langsung merapat ke arah ranjang.
"Aku mau ini, boleh?" Skala terperanjat, erangan tertahan keluar dari bibirnya saat Bianca meraup si anaconda dengan tangan kanan dan sedikit meremasnya.
"Nakal!" hanya itu kata yang keluar dari bibir Skala, setelah itu hanya racauan, desahan dan pujian karena Bianca dengan telaten memanjakan pusat tubuhnya.
"Ah ... Ca."
Skala mendongak, Ia mengerang. Wajahnya benar-benar sudah seperti kepiting rebus sekarang, ancondanya sebentar lagi sukses mengeluarkan bisa.
Namun sayang sebuah teriakan dan suara berisik menggema dari luar sampai mengganggu fokus Bianca. Apalagi ketukan pintu dan suara Lydia yang memanggilnya secara berulang.
Bianca buru-buru melompat turun dan memakai kembali bajunya, gadis itu terpaksa membiarkan suaminya patah hati karena memberi harapan palsu.
"Ada apa?" tanya Bianca ke Lydia.
"Nyonya, ada demo!"
"Demo apa?"
Bianca bergegas turun ke bawah, puluhan ibu-ibu sudah berkumpul di depan rumahnya, mereka tak lain adalah para warga blok Kenanga.
Dua bodyguard Skala dan juga julian terlihat berjaga di gerbang rumah tuannya berusaha agar para ibu-ibu itu tidak sampai mendobrak masuk. Jika Bu Dewan dan kawan-kawan menamakan diri geng sultini, maka mereka adalah geng sosialita.
"Direktur Niel Fashion harus bertanggung jawab!" teriak ibu-ibu itu.
Melihat keributan di blok rumahnya, Bu Dewan dan warga blok lainnya yang merupakan anggota geng sultini pun ikut keluar rumah. Sepertinya ini akan menjadi pertempuran antar geng.
"Maaf ada apa ya Bu Siska kok tumben ribut-ribut?" tanya Bu Dewan sopan.
Bianca yang ingin meringsek mendekat dihalangi oleh Lydia, gadis itu takut sang nyonya terluka karena hampir semua ibu-ibu yang berdiri di luar pagar menampakkan wajah garang.
Skala nenyusul ke depan rumah setelah bisa menjinakkan anacondanya yang ditinggal pergi piranhanya tadi. Ia bertanya kepada sang istri apa yang sedang terjadi saat ini.
"Entahlah, aku juga tidak tahu Ska," ucap Bianca kebingungan dan masih mencoba mencerna keadaan.
"Gara-gara produk a new able alias anuable Niel fashion kasus perselingkuhan meningkat, hentikan produksi produk itu atau kami akan demo tujuh hari tujuh malam di sini," teriak Bu Siska.
"Apa hubungannya produkku dengan perselingkuhan?" gumam Bianca yang langsung mendekat ke arah kerumunan, Ia melepaskan tangan Lydia yang sedari tadi menahan lengannya.
"Maaf ibu-ibu, apa maksudnya ini? Apa tidak bisa kita bicara baik-baik?" tanya Bianca yang masih heran dengan maksud ibu-ibu yang datang berdemo ke rumahnya memakai dress code dan riasan paripurna.
Skala mengikuti sang istri. Namun, sebagai suami dan juga seorang pengusaha dirinya tak ingin ikut campur, Ia ingin melihat bagaimana cara Bianca menanggapi masalah ini.
"Anda tahu? ini data yang kami himpun selama tiga bulan, delapan puluh persen kasus penggrebekan perselingkuhan, produk anda selalu ditemukan di TKP," ucap Bu Maria sambil menunjukkan sebuah kertas dengan gambar diagram lingkaran yang menunjukkan prosentase hasil kasus yang dia maksud.
Bianca meminta pengawalnya untuk membuka gerbang, dengan santainya Ia melangkah keluar menghadapi ibu-ibu geng sosialita blok Kenanga.
Skala tersenyum sambil melipat dua tangannya ke depan dada, Ia memandangi wajah Bianca yang serius membaca lembaran kertas di tangannya.
"Maaf, apakah kemungkinan salah satu pelaku perselingkuhan adalah suami anda?" pertanyaan Bianca membuat ibu-ibu itu saling pandang dengan raut kebimbangan.
"Sepertinya saya tidak perlu mendapat jawaban," imbuh Bianca.
"Pokoknya kami minta hentikan produksi produk a new able bra itu," bentak seorang ibu-ibu geng sosialita lainnya.
"Maaf, saya tidak bisa memenuhi permintaan ibu-ibu sekalian karena alasan anda semua sangat subyektif, hasil survei perusahaan kami malah memperlihatkan bahwa produk kami semakin memperhangat hubungan pasangan suami istri."
Tidak terima dengan ucapan Bianca, seorang ibu-ibu yang sudah dipastikan bahwa suaminya lah yang berselingkuh terlihat maju dan hampir menampar Bianca, beruntung Bu Erin dengan sigap menangkis tangan wanita bernama Bu Lisa itu. Skala pun langsung maju, begitu juga ke empat bodyguard mereka.
"Eleh enak aja mau main gampar, ku sentil ginjal kau baru tahu rasa," ucap Bu Erin dengan ekpresi wajah mengancam.
Kedua geng menjadi tersulut emosi. Bu Dewan langsung menarik tangan Bianca untuk masuk ke dalam rumahnya, sementara Skala ikut membantu mencegah peperangan antar dua geng para wanita itu.
Suasana kacau, tas Chanel sampai Hermes melayang. Para satpam komplek berdatangan ikut melerai keributan puluhan ibu-ibu itu. Mereka saling baku hantam, melakukan tindakan tak terpuji yang seharusnya tidak mereka lakukan.
Suami Bu Eli yang melihat keributan dari lantai dua rumahnya mendapat ide cemerlang, Ia langsung menelpon temannya yang merupakan kepala pemadam kebakaran. Meminta satu unit truk damkar untuk segera datang ke komplek perumahannya.
Suara sirine mobil nyaring terdengar beberapa menit kemudian, semua ibu-ibu itu terlihat cuek dengan kedatangan truk damkar karena masih sibuk cekcok dan terlibat saling gampar. Mereka seketika lari tunggang langgang saat petugas menyemprotkan air dari selang tangki dengan kekuatan maksimal.
Suami Bu Eli tertawa terbahak-bahak dari balkon rumahnya melihat semua ibu-ibu itu termasuk sang istri glagapan tersiram air. Sejurus kemudian, Ia membuka ponselnya. Melihat pesan dari suami Bu Erin yang merupakan adik iparnya yaitu Pak Rhoma.
[ Mantap kau bang, tak sekalian kau kirim saja pasukan anti huru hara dan gas air mata]
Tak mau kalah pak Dewan membalas pesan di group chat nya, sedari tadi Ia mendapat update kejadian konyol itu dari suami Bu Eli, Pak Hamish.
[ Sepertinya mereka perlu ditatar]
[ Sepertinya kita sudah harus memasukkan petanya Dora itu ke geng kita]
Pak Hamish membaca pesan itu kemudian menatap Skala yang tengah berdiri di depan pagar rumahnya sambil mengibas-ngibaskan kausnya yang basah kuyup.
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
Reader : Markonah PHP
Otor : maaf ya guys, untuk masuk rank aku ga boleh nulis Hiya Hiya dulu, takut di sleeding sama NT. Terserah kalian mau bully aku, aku terima biar kalian dosa.
Reader baik hati dan tidak sombong rajin menabung:
...LIKE...
...KOMEN...
...ADD FAVORITE...
...RATE BINTANG LIMA...
...telimikicih 😘...
"Akibat mengerjai suami seorang istri terkena azab di demo ibu-ibu blok sebelah," ejek Skala sambil menatap Bianca yang tengah mengeringkan rambut seusia mandi.
"Azab seorang laki-laki yang cemburuan tubuhnya basah disemprot truk damkar," balas Bianca tak mau kalah.
Skala terkekeh geli, Ia berjalan mendekat ke arah sang istri, mengambil handuk Bianca dan mulai membantu mengeringkan surai panjang gadis itu yang masih basah.
"Jadi Ibu Bianca Prawira, apa yang akan anda lakukan sekarang? Produk anda dinilai meningkatkan kasus perselingkuhan." Skala tersenyum geli mengingat ucapan para ibu-ibu blok kenanga tadi.
Bianca mendecih mendengar Skala menyelipkan nama keluarga miliknya di belakang namanya, menatap wajah sang suami dari cermin Bianca tiba-tiba mengehentikan tangan Skala yang sibuk mengusap-usap bagian kepalanya.
"Aku suka nama Nataniasunny, jadi sebut namaku sekarang Bianca Nataniasunny Prawira," ucapnya.
Skala memandang wajah elok sang istri dari bayangan cermin, meletakkan dagunya ke pucuk kepala Bianca, bibirnya tersenyum lalu menyambar pipi pujaan hatinya itu.
"Terserah mau pakai nama apa yang penting kamu tetap Bianca ku." Skala mengambil hairdryer, bak penata rambut profesional Ia mulai mengeringkan rambut Bianca.
"Soal produk anuable Niel Fashion, aku tidak akan peduli dengan alasan subyektif seperti itu, bukankah terkadang kita tidak perlu mendengarkan alasan yang terkesan tak masuk akal?"
"Hem ... Iya, aku sadar bahwa dirimu pebisnis hebat saat mendengar jawabanmu tadi, apa mungkin tahun ini kita akan bersaing lagi di ajang penghargaan pengusaha muda berprestasi?" tanya Skala penasaran.
"Menarik juga berebut posisi itu denganmu." Bianca mendongak, mengetuk keningnya meminta ciuman ke sang suami.
Skala melakukan apa yang Bianca inginkan kemudian mencium ubun kepala sang istri, bibirnya lalu beralih ke pundak Bianca. "Mau melanjutkan yang tadi ga?" bisiknya.
"Aku udah keramas," ucap Bianca manja.
"Ya sudah tinggal keramas lagi." Skala tertawa karena sang istri langsung berdiri memeluk pinggangnya sambil berjalan meringsek ke arah ranjang.
***
Keesokan paginya Bianca langsung melakukan rapat darurat dengan semua staff nya, membicarakan perihal masalah produk anuable mereka yang ternyata distigma negatif oleh beberapa masyarakat.
"Tapi penjualan produk itu meningkat setiap harinya Bu,bahkan bagian jahit sampai kuwalahan," ucap staff marketing.
"Aku tahu bahwa masyarakat kita tipikal kepo dan ingin tahu, produk atau apapun yang mendapat cibiran atau kritikan malah membuat mereka penasaran, semakin ingin tahu sudah pasti semakin ingin memilikinya." Bianca berucap sambil membaca lembaran laporan penjualan.
"Jadi maksud ibu?" tanya Bayu yang juga mengikuti rapat itu.
"Cari supplier bahan baku lagi, jika butuh rekrut penjahit dan beli mesin baru, oh ya dan jangan lupa dua puluh persen penjahit kita harus para saudara kita yang difabel, ingat itu!"
Semua staff nya mengangguk paham. Ada kekaguman tersendiri di hati mereka kepada sang direktur, bahkan di situasi yang dianggap orang lain tak menguntungkan, Bianca bisa menangkap peluang.
Seusai rapat, Istri Skala Prawira itu masih disibukkan dengan tumpukan pekerjaan, Ia menatap Bayu sang sekretaris yang duduk di sofa sibuk dengan deretan neraca laporan penjualan.
"Oh ya Bu, saya dengar the magazine beauty London ingin bertemu dengan anda, sepertinya mereka tertarik bekerja sama," ucap Bayu disela kesibukannya.
"Jadwalkan saja, yang pasti aku tidak ingin mengadakan pertemuan saat weekend, karena hari Sabtu dan Minggu adalah hari khusus untuk suamiku."
"Ibu bikin iri," gumam Bayu.
"Oh ya Bay, keponakanku tiba-tiba saja meminta nomor ponselmu, kira-kira untuk apa si Nuna meminta nomor ponselmu?" Bianca memandang ke arah Bayu yang langsung menegakkan badannya.
Sekretarisnya itu menggeleng," Tidak tahu Bu."
"Apa kamu pernah dipalak Nuna?" Tanya Bianca penasaran.
Bayu lagi-lagi menggeleng. "Terakhir bertemu Nuna saat saya mengantarkan bucket uang dari anda."
Bianca tertawa sepertinya dia tahu maksud Nuna meminta nomor Bayu. "Bay, sepertinya Nuna menyukaimu."
"Hah apa?" ucapan Bianca membuat Bayu terperanga.
"Wah apa setelah Jungkok BTS KW dia mulai tertarik pada Chi Jangwook ?"
"Apa Bu?"
"Tidak aku tidak bicara apa-apa, lanjutkan pekerjaanmu!"
Bianca tersenyum, Ia baru sadar bahwa sekretarisnya itu memang memiliki sedikit kemiripan wajah dengan pacar halu Bu Eli.
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
_
Otor : dua Minggu ini panjang babnya disunat tapi sehari dua kali ya, kalau bisa malah tiga kali kek minum obat
Reader :
...Add favorite...
...Like...
...Komen yang banyak...
...Stop jadi reader cidaha yes...
...Love you sekebon toge 😘...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!