NovelToon NovelToon

My Vampire CEO (After Death)

Chapter 1 - Dreaming of him

Malam ini, hujan turun dengan sangat deras dengan diiringi suara petir yang menyambar. 

Terlihat seorang wanita sedang gelisah dalam tidurnya. Nafasnya memburu dan wajahnya pucat. Air mata tidak berhenti mengalir dan bibirnya tidak berhenti berucap, "No ... please … i'm so sorry."

Bersamaan dengan suara petir menyambar dia terbangun dari mimpinya. Terduduk dan memeluk lututnya, dia menangis dan menangis hingga terasa sudah tidak ada air mata yang tersisa. Tubuhnya terasa sangat lelah. Hatinya seperti tertusuk tombak hingga terasa sakit dan menyesakkan.

"Revon ... i'm sorry ... hatiku berharap kamu masih hidup di luar sana ... tapi pikiranku mengatakan kamu …. " ujar Rose dengan suara yang parau karena tangisan.

"No ... no ... you're going to make it, right? You're still alive, right? … hahaha ... i think i'm going crazy … Revon ... i miss you so much …. " ujar Rose memeluk dirinya sendiri.

Tanpa sadar pagi telah tiba dan dia tertidur karena kelelahan.

•••

2 Hari sejak kabar Revon menghilang

Siang ini ada pemotretan di gedung Firstin. Rose datang dan berniat untuk melakukan pemotretan yang terakhir kali sebelum dia resign. Dia merasa tidak pantas bekerja lagi di perusahaan milik Revon sementara dia adalah pembunuh lelaki itu.

"Oh God! Rose kamu sangat pucat," ujar Wen ketika melihat Rose.

"Kita mulai make up nya," ujar Rose sambil berusaha tersenyum.

"Apa kamu sudah makan? Rose, aku tahu kamu mungkin khawatir dengan kabar menghilang .... " ujar Wen yang di potong oleh Rose.

"Cukup. I'm fine, thank you. Bisa kita mulai bekerja saja?" sela Rose dengan nada dingin.

"Okay," jawab Wen tersenyum miris. Dia tahu kalau Rose tidak ingin membahas ini karena akan membuatnya sedih.

Pemotretan pun selesai dengan cepat. Saat Rose berjalan ke ruang ganti, tiba-tiba kepalanya terasa sangat sakit. Seketika dia terjatuh pingsan dan para kru menghampirinya. Mereka segera membawa Rose ke rumah sakit.

•••

Rumah Sakit 

Rose POV

Perlahan aku membuka mata. Cahaya sangat terang. Ruangan putih memenuhi indera penglihatanku. Aku melihat ke tanganku dan benar jarum infus tertancap di punggung tanganku.

Dari jendela kamar, aku lihat Wen sedang berbicara dengan dokter. Dia terlihat kaget dan sedih. 

Apa yang dokter itu katakan?

Selang beberapa menit, Wen masuk ke dalam kamarku. 

"Rose. Kapan terakhir kamu makan?" tanya Wen yang melihatku sudah sadar.

"2 atau 3 hari yang lalu mungkin," jawabku sekenanya.

"Apa kamu sudah gila? Rose ... please, don't be like this ... you are hurting yourself. Aku tahu kamu sedih. Tapi kamu harus yakin Revon pasti kembali. Dan dia pasti tidak akan suka melihatmu sakit," ujar Wen.

"Aku tidak bisa tidur dan makan dengan tenang. I always saw him …. " ujarku terhenti dan tidak bisa melanjutkan kata-kataku.

Wen mendekat dan memelukku. Seketika tangisanku pun pecah dan air mata mengalir dengan deras. Wen mencoba menenangkanku dengan kata-katanya.

Selama beberapa menit aku berangsur tenang dan berhenti menangis.

"Aku akan pergi membelikanmu makanan. Kamu ingin makan apa?" tanya Wen.

"Wen ... aku ...." protesku yang tidak ingin makan.

"No. Kamu harus makan sesuatu. Titik. Aku akan beli sup ayam, sandwich, yogurt dan buah-buahan. Dan dessert juga, chocolate mousse kesukaan kamu," ujar Wen.

"Banyak sekali. Siapa yang akan memakan itu semua?" tanyaku dengan tertawa kecil.

"Kamu dan aku. Dan kamu jangan kemana-mana karena tubuhmu masih perlu banyak istirahat. Aku pergi dulu, bye," pamit Wen kepadaku.

"Bye. Hati-hati di jalan" jawabku sambil melihat dia berjalan keluar kamar.

Chapter 2 - Bad Dream

Ketika aku bermain ponsel, terdengar suara seseorang membuka pintu. 

"Wen, kamu sudah datang ... K-kamu?! Mau apa kamu kesini lagi?" ujar Rose terkejut melihat lelaki yang terakhir dia lihat di hotelnya sebelum pingsan. 

Lalu entah bagaimana dia tiba-tiba berada di hutan dan membunuh Revon. Dia hanya mengingat bagian itu. Dan dia yakin kalau lelaki di depannya ini ada hubungannya dengan semua kejadian yang dia alami. 

"Ssstt," ujar lelaki itu dan berjalan mendekat.

"Pergi dari sini! Jangan mendekat!" teriak Rose.

"Kamu sangat susah menurut ya. Bagaimana Revon bisa membuatmu menurut?" ujar lelaki itu seketika mencengkeram dagu Rose dengan kasar.

"That's not your business," jawab Rose.

Mendengar itu semakin membuat lelaki itu marah. Dia mencekik leher Rose hingga membuatnya tidak bisa bernafas.

"You fucking *****. I changed my mind to make you my girlfriend. I'll kill you now," ujar lelaki itu dengan penuh penekanan.

Rose berusaha lepas, dia mencakar, menendang bahkan menarik rambut lelaki itu. Tapi dia tetap tidak terpengaruh.

Tiba-tiba ada suara pintu terbuka. 

"Hey! Apa yang kamu lakukan. Lepaskan Rose," ujar Wen sambil mencari benda yang bisa dipakai untuk menolong Rose.

Wen melihat vas bunga yang cukup besar, lalu sekuat tenaga dia memukul kepala lelaki itu dengan vas.

"Arrgh! You!" ujar lelaki itu melepas tangannya yang mencekik Rose dan berbalik menyerang Wen.

Kali ini dia memakai sihirnya dan membuat Wen terpental ke arah jendela kaca. 

Pyar. Kaca jendela pecah dan Rose melihat Wen terpental hingga keluar jendela.

"No! Wen!" teriak Rose lalu berlari dan mendekat ke jendela.

Terlambat. Wen sudah terjatuh dan darah menggenangi tubuhnya. Melihat itu, Rose merasa terkejut dan tidak percaya. 

"Tidak, ini tidak mungkin. Wen .... " gumam Rose sambil menangis.

"Look! Kamu sudah membunuh 1 orang lagi. You are a murderer," bisik lelaki itu yang semakin membuat tangisan Rose menjadi-jadi dan wajahnya pucat.

No, i'm not a murderer! Wen, oh my God!

Please, don't leave me alone. I don't have anyone now. 

"You are a murderer. You killed her," bisik lelaki itu lagi.

"No! I'm not!" ujar Rose.

"Yes, you are. Dia terbunuh karena menolongmu. Kalau dia tidak menolongmu, dia pasti masih hidup sekarang," bisik lelaki itu.

"No! Shut up! No! No!" ujar Rose mencoba menyangkal semua kenyataan. 

•••

Rose terbangun dengan wajah yang pucat dan nafas yang memburu. Dia melihat sekelilingnya dan berhenti di jendela kaca. Jendela itu masih utuh dan tampak kokoh. 

Merasa sedikit lega karena itu semua hanya mimpi. 

Cklek.

Pintu terbuka dan Wen datang dengan ceria. 

"Rose, aku kembali. Aroma supnya sangat harum. Aku tidak sabar ingin memakannya," ujar Wen lalu kaget saat melihat wajah Rose yang semakin pucat dan terlihat sangat lelah seperti habis berlari.

"Are you alright? Kamu terlihat sangat pucat dan lelah," tanya Wen cemas.

"I'm fine. Ayo kita makan sekarang," ujar Rose berusaha terlihat baik-baik saja.

Dia masih belum bisa melupakan mimpi itu.

Kenapa terasa sangat nyata? Aku membunuh Wen? Wen harus mati karena menolongku. Sepertinya aku harus menjauh dari semua orang.

Hanya itu cara untuk menyelamatkan mereka. Ya, hanya itu.

Chapter 3 - A sight of him

Rose POV

Akhirnya aku bisa pulang ke hotel setelah kemarin dirawat selama 1 hari. Wen mengantarku sampai ke hotel. Aku masih belum menceritakan tentang mimpiku siang itu. Jika aku menceritakan itu, dia pasti akan takut dan khawatir berlebihan.

Ah, yeah!

Tadi di perjalanan ke hotel, kami sempat berbicara mengenai kelanjutan perusahaan Firstin yang kehilangan 2 orang penting yaitu, CEO dan asisten pribadinya.

Revon tidak pernah memiliki siapapun yang dekat dengannya. Tapi semua manager tidak ingin jika merekrut CEO baru karena itu sangat tidak mungkin, butuh surat resmi dari CEO sebelumnya yang berisi penyerahan jabatan.

Aku juga sudah mengatakan kepada Wen kalau aku ingin resign besok. Disini aku memiliki terlalu banyak kenangan tentang Revon dan juga ada lelaki berbahaya itu yang bisa mendatangiku kapan saja. Lebih baik aku kembali ke kota asalku New York agar bisa sedikit menenangkan jiwaku.

Wen tidak setuju dengan keputusanku ini, karena aku sudah membangun karier yang bagus disini.

"Untuk apa karier bagus kalau jiwaku hampa?" Itu yang aku katakan kepada Wen.

Kekasihku sudah mati dan ... aku ... aku membunuhnya. Tidak! Itu bukan aku. Aku ....

Aku tidak sanggup memikirkannya lagi, air mataku mengalir dengan sendirinya. Beribu kata maaf aku ucapkan. Tapi itu tidak merubah segalanya.

Kenapa semuanya menjadi seperti ini. Dan Erica, aku tidak pernah melihat wanita itu lagi sejak aku pingsan di hotel.

Kemana dia? Apa hilangnya dia ada hubungannya dengan kejadian semua ini? Apa aku harus mencari dia? Tapi aku sudah coba menelponnya dan selalu tidak tersambung.

Pikiranku kalut akan semua pertanyaan yang masih belum terpecahkan. Hingga tanpa sadar aku tertidur.

•••

Firstin Entertainment and Modeling, Inc.

Pagi ini Rose mengantar surat resign ke manager yang mengurus tentang kontrak kerja. Namun saat Rose baru memasuki lobby, seketika dia berhenti dan bersembunyi di balik dinding. Disana lelaki misterius yang pernah menemuinya di hotel.

"Apa yang dia lakukan disini?" ujar Rose cemas.

Mereka naik ke elevator dan menuju ke lantai 60. Itu adalah lantai tempat kantor CEO. Rose merasa penasaran dan iku naik ke lantai 60 setelahnya.

Ketika di dalam elevator dia sambil memikirkan berbagai kemungkinan di kepalanya. Selang beberapa menit pintu elevator terbuka dan dia melangkah pelan-pelan melalui koridor.

Saat melalui ruang meeting yang sisinya terbuat dari kaca tebal transparan, Rose melihat lelaki itu berbicara sesuatu dengan manager. Tapi dia tidak mendengar percakapan mereka.

Hingga tiba-tiba lelaki itu menoleh ke arah dia. Lelaki itu tersenyum smirk dan menghampirinya di luar ruangan.

"Masuk!" perintah lelaki itu sambil membuka pintu untuknya.

Rose merasa enggan untuk masuk. Dia takut apa yang akan lelaki itu lakukan nanti jika dia masuk.

"Masuk, Rose! Jangan sampai aku yang menyeretmu masuk," ujar lelaki itu dengan tatapan tajam.

Dengan terpaksa, Rose pun masuk ke ruang meeting itu. Setelah melihat ke meja, ternyata manager itu sedang mengetik sesuatu. Semakin mendekat, semakin terlihat apa yang sedang dia ketik. Rose seketika kaget dan matanya terbuka lebar.

"Surat penyerahan jabatan?" gumamnya lirih namun terdengar jelas oleh lelaki tadi.

"Perusahaan ini akan memiliki CEO baru," ujar lelaki itu dengan tenang.

"Apa maksud kamu? Ini tidak benar. Kamu! kamu membuat surat palsu," ujar Rose marah.

Lelaki di depannya tersenyum smirk dan menyandarkan tubuhnya ke dinding.

"Ms. Hill, anda harus menghentikan ini semua. Anda bisa terjerat hukum atas tindakan yang sekarang anda lakukan. Ms. Hill?! Anda mendengar saya?" ujar Rose mencoba membuat manager itu berhenti mengetik, tapi dia terlihat fokus ke laptop dan tidak menghiraukan perkataannya.

Wanita itu mencoba melambaikan tangannya di depan wajah manager itu, dan fokusnya tetap sama yaitu ke laptop itu.

"Percuma. Dia hanya mendengar perkataanku. Benarkan, Ms. Hill?" ujar lelaki itu dengan tenang.

Ms. Hill menoleh dan menganggukkan kepalanya.

What the ****! Apa yang sudah lelaki itu lakukan? Ms. Hill bukanlah orang yang bisa disuruh-suruh. Malah dia yang biasanya menyuruh orang. Pikir Rose.

Dia mencoba memikirkan cara lain untuk menghentikan semua ini. Karena Ms. Hill sedang berada dikendali lelaki itu. Berarti hanya ada satu cara. Merusak laptopnya.

Setidaknya akan butuh waktu untuk mencari laptop lain. Dan saat lelaki itu pergi, dia akan membawa Ms. Hill keluar dari gedung ini.

Dengan gerakan cepat Rose mengambil laptop di meja dan sekuat tenaga melemparnya ke dinding hingga laptop itu retak dan layarnya pecah.

Melihat tindakan Rose membuat lelaki itu naik pitam.

"Kamu mencari masalah denganku, hah?" ujar lelaki itu dan mendorong tubuh Rose dengan keras ke dinding.

Dia menarik rambut wanita itu dengan kasar dan membuat wajah mereka bertatapan. Rose dapat melihat warna mata lelaki itu berubah dari coklat menjadi keemasan.

"Aku bisa saja membunuhmu sekarang juga. Tapi itu tidak menyenangkan kalau kamu mati terlalu cepat. Aku ingin kamu masuk ke dalam rencanaku," bisik lelaki itu di depan wajah Rose.

"Aku tahu kamu masih memimpikan Revon bukan? Aku bisa membuatmu lupa dengannya. Bagaimana, huh?" ujar lelaki itu sambil memberikan open kiss ke leher Rose.

Air mata perlahan jatuh membasahi pipi Rose. Andai saja Revon ada disini, pasti dia tidak akan tinggal diam melihatnya seperti ini.

Saat pandangannya melihat ke arah sudut ruangan menuju kantor CEO. Disana dia melihat punggung lelaki yang dia kenal. Dia sedang berjalan ke arah ruangan itu.

Tidak mungkin?! Apa ini benar-benar nyata? Apa itu benar Revon? Pikir Rose.

Rose sekuat tenaga mendorong lelaki di depannya dan berlari ke arah ruangan CEO. Jantungnya berdetak cepat. Dia bisa merasakan darah dalam tubuhnya mengalir dengan cepat. Perasaannya campur aduk.

Sampai di depan pintu, dia mendorongnya dengan kuat dan segera masuk ke dalam. Rose mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Tapi tidak ada siapapun disana.

"Revon? Apa kamu disini? Revon! Tolong jangan main-main dan keluar sekarang," teriak Rose sambil berkeliling ruangan.

Namun tidak ada jawaban dan hanya keheningan yang dia dengar. Dia berhenti di meja besar tepat di tengah ruangan.

Aku tadi melihat dia masuk ke sini. Postur tubuhnya bahkan rambutnya sangat aku kenal. Aku melihat Revon. Tapi bagaimana bisa sekarang tidak ada siapapun? Apa aku hanya berkhayal? Apa aku mulai gila?

Pikir Rose tak henti-hentinya bekerja mencari jawaban.

"Hahaha. Apa kamu sudah gila Rose?" tawa lelaki tadi yang entah sejak kapan sudah berada di dalam ruangan bersamanya.

"Keluar! Keluar dari sini!" usir Rose dengan teriak. Saat ini dia tidak ingin seseorang melihatnya seperti ini.

Lelaki itu terlihat terhibur melihat Rose sekarang. Kali ini dia menuruti permintaan wanita itu dan pergi keluar ruangan.

"Ini semakin menarik." gumam lelaki itu sambil tersenyum smirk.

•••

Hai readers👋

Jangan lupa dukung author dengan tekan tombol rating bintang 5 dan vote.

Tinggalkan like dan comment juga agar author tahu keberadaanmu😊

Dukungan kamu sangat berharga untuk author. 😉

Selamat membaca....

Salam hangat,

Author

Affxxvi

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!