"Di Bumi kalian pasti pernah mendengar tentang orang yang bisa membelah lautan atau orang yang bisa menghidupkan orang mati. Itu semua adalah mukjizat dan kamu akan mendapatkan salah satunya."
Devan masih tak percaya dengan suara misterius tersebut. Dia berpikir jika dirinya hanya berhalusinasi sebelum kematian.
"Hahaha ... mana mungkin aku percaya perkataan orang yang bahkan tak ku kenal dan tak bisa kulihat. Mana mungkin aku percaya denganmu!"
"Namamu Devano Devan lahir di kota S tanggal 20 pada bulan Mei tahun 2000, setelah dibuang keluarga dan ditinggalkan Ayah, kamu hidup bersama Ibumu. Sampai waktu kelulusan SMA, Ibumu meninggal karena mendonorkan jantungnya kepadamu."
Devan tak percaya jika ada orang lain yang mengetahui masa lalu nya dan itu membuatnya sangat marah.
"Hah, bagaimana kamu bisa tau semua itu, kamu sampah ... Apa semua itu hanya lelucon bagimu?"
"Meski begitu, kamu tetap sabar dan tetap berada pada jalan kebajikan. Itu adalah salah satu syarat mutlak untuk menjadi Raja."
Devan menjadi agak muram karena banyak nya kejadian tidak masuk akal yang di alaminya beberapa hari ini. Dia Mencoba menenangkan diri untuk memperjelas situasi dirinya.
"Terserah kamu, lakukan apa saja yang
kamu inginkan! Percuma saja aku melawan dan membantah, karena kamu sudah mengetahui tentangku bahkan masa lalu ku sekarang apa yang kamu inginkan dariku?"
"Sekarang kamu akan menjadi Raja, jadi pilihlah salah satu mukjizat seperti yang kamu inginkan!"
"Apakah ada syarat khusus atau larangan larangan setelah aku menerima mukjizat?"
"Menerima mukjizat berarti menjadi tangan kanan Tuhan, jadi kamu bisa menghukum manusia. kamu adalah Raja, jadi kamu bebas melakukan apapun demi kebajikan."
"Kalau begitu, aku ingin mempunyai penyimpan dimensi!"
"Aku akan memberi satu saran kepadamu, pilihlah mukjizat lain! Seperti menghidupkan orang mati. Yaitu sebuah mukjizat yang tak akan membuatmu menyesal."
"Memang, menghidupkan orang mati adalah satu kemampuan yang aku inginkan dan sedikit menarik, tapi aku tak tertarik akan hal itu. Menurutku menghidupkan orang mati tak cocok bagiku. Bukan kah aku bebas memilih mukjizat yang aku inginkan? Tentu, aku ingin penyimpanan dimensi yang ideal bagiku!"
"Jika itu yang kamu inginkan, maka akan aku berikan sesuai permintaan mu."
[Я молю бога, даруй ему святые чудеса, в долгом путешествии и святости луны, даруй ему великую силу и могу разрушить мир, я умоляю тебя ценой моей жизни•••Gift•••]
Suasana yang tadinya mencekam seakan menjadi luntur karena ada sebuah cahaya yang masuk ke dalam tubuh Devan. Perasaan damai Devan rasakan saat cahaya itu memasuki tubuhnya.
"Sekarang kamu sudah mempunyai satu mukjizat seperti apa yang kamu inginkan, jadi aku akan mulai menghidupkan mu."
"Tunggu, apa sekarang aku bisa melihat Ibu?"
"Sayang sekali Devan, hal itu tidak diperbolehkan."
"Setidaknya Ijinkan aku bertanya!"
"Silakan bertanya, asalkan tidak melewati batas dan masih bisa aku jawab pasti aku akan menjawab mu."
"Siapa kamu dan dimana ini?"
"Aku merupakan suatu keberadaan yang manusia biasa sebut sebagai Malaikat dan sekarang kamu berada di dunia setelah kematian."
"Apakah membunuh manusia yang berbuat jahat adalah sebuah kesalahan?"
Suasana menjadi hening dan tak ada jawaban atau suara saat itu.
"Jawab aku wahai malaikat!"
"Untuk pertanyaan itu kamu bisa memikirkannya sendiri, renungkan lah wahai Devan atas apa yang kamu perbuat dan pasti kamu akan mendapat jawabannya."
"Pertanyaan terakhir, apa ada di bumi seseorang yang memiliki mukjizat sepertiku?"
"Maaf untuk pertanyaan itu aku juga tak bisa menjawabnya, kamu harus mencari tahu sendiri."
Mendengar jawaban itu Devan menjadi lesu dan kecewa.
"Kalau begitu, setidaknya tunjukkan wajahmu kepadaku!"
Sosok wanita dengan kulit putih pucat dan rambut pirang tersenyum ke arah Devan. Dengan tubuh ideal dan wajah tirus, Malaikat itu mendekat kepada Devan seolah akan menciumnya.
[Wahai jiwa yang suci yang tak akan pernah ternodai, jiwa yang bahkan lebih Putih dari cahaya rembulan, jiwa yang lebih hangat dari matahari, jiwa yang lebih lembut dari sutra. Sekarang saatnya bagimu untuk bangkit, tegak kan aturan aturan mutlak di dunia dan jadilah Raja Dunia. Meskipun akan banyak darah yang tumpah, berikanlah harapan untuk manusia di dunia. Pimpin lah manusia menuju jalan kebajikan, selamat berjuang jiwa yang suci. cerita dan asa'mu akan hidup dalam keabadian••*R**esurrect*••]
"Semoga kita bisa bertemu lagi Devano Devan."
******
Ruangan jenazah rumah sakit Kota S 20××.
"Wih ada rezeki nomplok nih bor, enaknya kita lelang aja organ dalamnya di pasar gelap, meskipun organ bagian perut rusak karena pendarahan, setidaknya masih ada jantung, mata, dan kulit wih gak sabar nih bisa untung besar kita hahaha ..."
"Ya udah, cepetan kita kerjakan! Toh ini juga mayat yang tidak memiliki keluarga. Cepetan! Kerjain sebelum organ dalam lain ikutan rusak."
Pada saat mau membedah tubuh, kedua Dokter itu dibuat terkejut setengah mati karena tangan dan bagian tubuh lain beregenerasi dengan sangat cepat hingga bekas luka tusukan di perut sudah menutup sempurna.
"Mau kalian apakan tubuhku?"
Mendengar itu kedua Dokter pun kaget seakan tak percaya jika ada mayat yang hidup lagi.
"Aaaa ... ada mayat hidup!" Dokter itu langsung lari.
Devan langsung membuat penyimpanan dimensi yang membuat Dokter itu tak bisa keluar.
"Siapa yang kalian sebut mayat hidup? Enak aja, mentang mentang kerja di rumah sakit panggil orang sembarangan."
Kedua Dokter pun syok dan bingung memutuskan untuk membungkuk dan memohon maaf.
"Ngomong-ngomong kenapa kami tidak bisa keluar?" ucap salah satu dari kedua Dokter itu.
Dokter tidak tahu kalau mereka sebenarnya berada dalam sebuah kotak menyerupai penjara.
"Tolong lepaskan kami, kami mengaku salah dan tak akan mengulangi perbuatan tercela ini lagi, kami masih punya anak dan istri di rumah. Nanti kalau kami tiada bagaimana nasib anak dan istri kami?"
Dalam posisi nya sekarang tubuh Devan lemah, kelaparan dan tak ada tempat untuk pulang.
"Uang, mana uang!"
Kata Devan dengan nada membentak. Kedua Dokter pun tak ada pilihan lain selain menuruti kata Devan. Devan langsung merampas dompetnya dan mengambil semua uang di dompet itu.
Setelah mengambil pakaian dari kedua Dokter itu dan sedikit membersihkan diri, Devan hanya terdiam dan merenung tanpa sepatah katapun, yang mana itu mengakibatkan suasana menjadi begitu mencengkram.
"Anu ... apa kami boleh keluar sekarang?"
"Aku pikir kalian sudah banyak menjalankan bisnis gelap, dengan jual beli organ manusia secara ilegal. Bahkan saat aku cek semua mayat disini, seperti kepompong yang sudah tak ada isinya!"
Pandangan Devan dingin dan tajam ke arah ke dua Dokter tersebut. Seperti singa yang siap menerkam domba, begitulah gambaran suasana yang tepat pada saat itu.
Terdengar suara yang sangat keras dari kamar jenazah.
"Ah ... ampuni kami tuan, kami berjanji tak akan mengulangi perbuatan tercela ini lagi," ucap memelas ke dua Dokter itu.
"Bukan kan aku sudah mengampuni kalian, akan kuberikan kematian yang tak terasa menyakitkan untuk kalian berdua. Tenang saja, kalian pasti langsung mati! Hahaha ..."
"Tapi kenapa, bukan kah uang sudah cukup untuk kompensasinya? jika kamu tetap membunuh kami berarti kamu lebih tidak berperikemanusiaan daripada kami," ucap salah satu Dokter itu.
"Bagaimana bisa, orang picik seperti kalian berbicara tentang kemanusiaan?" Devan terus memotong jari demi jari dari kedua Dokter tersebut dengan Kekuatan nya.
Teriakan kedua dokter itu bahkan sampai terdengar sampai ruangan lainnya.
"Walikota! Ini semua adalah suruhan Walikota."
"Hehe ... tapi lepaskan kami dulu maka akan aku beritahu"
"Jangan salah paham kalian sampah, kalian tidak sedang dalam posisi memilih sekarang dan sayang sekali aku bukan manusia, aku adalah Raja!" ucap Devan angkuh.
"Selamat tinggal, semoga Tuhan mengampuni semua dosa kalian."
Sebuah kotak transparan muncul mengelilingi kepala kedua dokter tersebut. Tak butuh waktu lama kotak dimensi itu hilang bersamaan dengan terpotongnya kepala kedua Dokter itu.
Devan menghela nafas. "Jadi begini rasanya membunuh manusia" Devan langsung muntah melihat banyak darah. Pupil mata Devan berubah menjadi merah seperti darah. Devan mencoba melihat dirinya di kaca, melamun membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Devan yang keluar dari kamar mayat melihat Satpam yang mematung tak berani bergerak sedikitpun, dengan kata lain satpam tersebut telah melihat peristiwa yang sangat mengerikan. Devan mengabaikan Satpam tersebut seperti memberi isyarat kepada dunia Jika sang Raja telah kembali.
Setelah pembunuhan itu Devan sangat depresi, bahkan ia tak menyangka bisa menghilangkan nyawa seseorang dengan semudah itu. Di sebuah apartemen dia bahkan mengunci dirinya selama 7 hari.
Suatu saat setelah perasaan Devan membaik dia mencari berita di internet tentang pembunuhan tersebut, di internet banyak berita tentang konspirasi pembunuhan ke dua Dokter dan yang menjadi tersangka utama adalah Satpam.
"Haha, konyol sekali para manusia ini," ucap Devan lirih.
Di berita Satpam tidak dihukum karena di nyatakan gila, dengan kesaksian ada mayat yang hidup lagi dan menghancurkan kepala kedua Dokter tersebut.
"Bagus, dengan begini identitas ku masih aman."
Devan bergegas membuat pasport, visa dan segala keperluan lainnya sebelum dia menjadi buron. Bahkan Devan tak tau apakah ini nanti berguna dimasa depan sambil meletakkannya di ruang dimensi miliknya.
"Aku penasaran apakah ada di dunia ini Raja lainnya selain aku," ucap Devan dalam hati. Devan masih mecari tau lebih dalam tentang mukjizat nya dan bagaimana cara menggunakannya lebih baik.
"Harusnya aku mencari tahu lebih dalam tentang mukjizat ku tetapi tak ku sangka uang sebanyak itu yang ku rampas dari Dokter itu sudah habis, Hah ... aku harus mencari lebih banyak uang lagi kali ini."
***
Di sebuah villa mewah di daerah kota S.
"Hahaha ... dengan semua uang ini aku bisa kaya tujuh turunan!"
"Selamat Tuan atas kerberhasi ..."
Crak!!
Crak!!
Keempat pelayan itu seketika mati.
"Hii ... hikk ... siapa kamu! u ... uang, aku ada banyak, tapi biarkan aku hidup." Keringat dingin keluar dari tubuhnya, wajahnya menunjukkan jika dia ketakutan setengah mati di kursi itu.
"Hmm, apa yang harus aku lakukan ya. mau aku beri tahu?" ucap Devan pelan sambil berjalan mendekat.
"Wanita, perhiasan, rumah, tanah, uang atau apapun itu akan aku berikan asalkan kamu mau mengampuniku."
"Ya, untuk sekarang aku memang butuh uang."
"Iya uang! aku ada banyak. Mau berapa juta? berapa ratus juta?"
"Shhhh ... diam, lebih baik aku sendiri yang mengambil uang nya."
"Di sana, di brangkas yang ada di sebelah almari itu."
Devan pun pergi berjalan ke arah brankas yang berada tak jauh darinya.
Dor!!
Dor!!
Dor!!
"Hahaha, mampus kau dasar anak kemarin sore. Pelayan cepat kesini! dimana sih mereka."
Smirk!!
Smirk!!
"Hahahaha ... ternyata kau lebih busuk dari yang aku kira Walikota. Tidak, tapi tuan Franbert!"
"Hiiiiii ... am ... ampun ampuni aku," Franbert bersujud di hadapan Devan meminta pengampunan nya.
"Berapa sandinya?" Devan hanya fokus pada brankas itu dan seolah olah mengabaikan Franbert.
"1768582," ucap Franbert sigap.
"Tapi setidaknya kau tidak berbohong tentang brankas ini."
"Mana mungkin aku berani berbohong kepada anda tuan muda."
"Franbert, anda adalah walikota yang baik di mata masyarakat. Tetapi di balik layar, anda adalah pengedar obat obatan terlarang. Anda juga melakukan penculikan manusia demi menjual organnya dan anda telah melakukan penggelapan dana yang harusnya diperuntukkan rakyat miskin dengan kedok bakti sosial. Anda telah menipu banyak orang, Anda adalah iblis berbentuk manusia!"
"Pelayan ... pe ... pelayan cepat kesini ada penyusup!"
Crak!!
Tubuh Walikota itupun terbelah menjadi dua.
"Sampai akhir pun kau tetap busuk!"
"Ternyata menggunakan mukjizat dengan sangat banyak tak berefek apapun bagiku, jadi aku bebas menggunakan sesering mungkin," ucap Devan dengan sedikit tersenyum.
"Lalu, akan aku apakan uang sebanyak ini. Apa aku setor saja ke bank untuk ditabung? hah, mana mungkin haha ..." gurau Devan sambil memasukkan semua uang ke dalam penyimpanan dimensi miliknya.
**
Di daerah kumuh pinggiran kota S pukul 00:00.
"Kamu berhenti!" terlihat gadis remaja dengan pakai an lusuh membawa koran dan menggendong adiknya yang masih kecil.
"Ada apa kak, mau beli koran?"
"Iya, aku beli semuanya."
Wajah yang semula murung berubah menjadi senyuman.
"Aku hitung dulu ya kak, 175 rb kak semuanya. Tapi kakak yakin mau beli semuanya?"
Devan memberikan setumpuk uang 100 ribuan kepada gadis itu. Karena malas berhitung Devan mengambil uang di dalam sakunya tanpa menghitung dahulu.
"Ini, cukup?"
Gadis remaja itu sontak kaget.
"Aduh kak ini kebanyakan," ucap gadis itu sambil mengembalikan sisanya.
Devan sedih dan terharu melihat orang yang tidak tergila gila harta duniawi padahal kondisinya memprihatinkan dan sangat membutuhkan.
"Kamu terima atau aku buang uang ini!"
"Iya kak aku terima, terima kasih banyak kak" Sambil mencoba membungkuk di hadapan Devan tapi dihentikan oleh Devan.
"Cukup! kamu tak perlu sampai seperti Itu, ini hanyalah kertas yang kebetulan memiliki nominal."
"Apa kamu berjualan setiap hari disini dan kenapa kamu sampai larut malam baru pulang?"
Dengan suara lirih bahkan hampir tidak terdengar.
"Karena kalau hari ini tak mencapai target nanti dimarahi Bos."
Devan dengan nada marah berbicara kepada gadis tersebut. Suasana yang semula bahagia sontak menjadi tangis yang pilu.
"Hah Bos siapa, Ibumu?"
Gadis itu menjawab dengan sedikit air mata keluar dari matanya.
"Bukan kak! Ibuku sudah meninggal."
Tak diam disitu, Devan terus memojokkan gadis tersebut.
"Ayah mu?"
Dengan air mata mengalir dan tersedu sedu, gadis itu mencoba menjawab.
"Lebih baik kakak tidak tahu karena dia orang yang sangat berbahaya dan kebal hukum."
Devan dengan nada yang meyakinkan mencoba mencari tahu kebenaran.
"Jadi benar kataku itu ayahmu yang suka mabuk mabuk an dan menyuruh anaknya berjualan koran," ucap Devan sinis.
Mendengar perkataan sinis Devan, gadis itu marah dan menampar Devan.
"Kakak kalau enggak tahu tidak usah sok tau ya!"
Gadis itu melempar uang yang diberikan Devan. gadis itu lari, tapi dia bingung karena seperti ada dinding di depan nya. Yang mana membuat dia tak bisa keluar, meskipun dia mencoba mendobrak dobrak nya hingga membuat adik perempuannya bangun dan menangis, tapi dia tetap tidak bisa keluar dari sana.
Devan berdiri dan menghampiri gadis tersebut. Suara tangisan membuat suasana menjadi lebih pilu.
"Percayalah kepadaku!"
Gadis itu duduk pasrah sambil memenangkan adiknya. Dia tak percaya akan mengatakan kebenaran kepada orang asing yang bahkan tidak ia kenal.
"Sulit menceritakan dari mana, dulu aku hidup bahagia layaknya orang lain dengan Ayah, Ibu dan Adik perempuanku. Sampai suatu malam terjadi perampokan di rumah ku, keluargaku sudah melapor ke Polisi tetapi laporan kami dianggap kurang lengkap. Pada malam berikutnya Ayah dan Ibuku memergoki orang yang merampok rumah kami dan karena hal itu Ayah dan Ibuku langsung dibunuh oleh orang-orang bajingan tersebut."
Gadis itu menangis tersedu sedu sambil mengusap air mata seakan tak sanggup melanjutkan ceritanya, Devan mengelus pundak gadis Itu dan menyuruhnya untuk tegar dan melanjutkan ceritanya.
"Waktu itu aku bingung harus bagaimana, aku kembali ke kantor Polisi dan tak ada tindakan apapun dari sana dan malah mengatakan harus menerima insiden tersebut. Aku pun hanya bisa pasrah, setelah pemakaman Ibu dan Ayahku preman bajingan itu menghampiri rumahku dan merampas surat surat berharga dan menjual rumahku. Tak ada warga yang menolongku, karena mereka juga takut menjadi korban berikutnya. Bahkan saat aku teriak teriak pun tak ada yang peduli. Preman itu menawarkan atau lebih tepatnya mengancam kepadaku, jika aku tak bekerja untuk mereka maka adikku akan di bunuh dan aku akan di masukkan rumah bordil."
"Ya, mereka telah berhasil. Mereka berhasil membuat kehidupanku seperti berada di neraka."
Tangisan gadis itu semakin kencang di ikuti oleh adiknya.
Devan memeluk keduanya dengan erat.
"Sekarang kamu mau setor uang ke preman itu kan?"
Gadis itu hanya bisa mengangguk sambil tetap berada di pelukan Devan.
"Bawa aku ke tempat kumpulan sampah Itu berada! akan aku tunjukkan neraka yang sesungguhnya kepada mereka, " ucap Devan dengan lantang.
"Woi sampah! kalian tau kan pepatah mengatakan mata dibalas mata, ku harap kalian mengerti apa yang aku ucapkan. Kalian manusia sampah bersiap lah. Sang Raja akan memberikan hukuman yang layak bagi kalian semua."
"Siapa yang kamu bawa kesini Reka, apa kamu mau anak yang ter obsesi menjadi tokoh anime ini untuk menyelamatkanmu. Hei anak muda jangan sia sia kan sisa hidup mu seperti ini. Bagaimana jika kamu menjadi anjingku, mungkin kamu akan keluar dari sini dengan keadaan utuh," ucap Bos preman itu mencaci Devan yang berada tak jauh darinya.
Semua rekan preman tertawa mendengar hal itu. Terdapat 30 preman di bar tersebut dengan wanita pemandu di sampingnya. Pandangan angkuh dari pengunjung lainnya dan tatapan sinis dari wanita kupu kupu malam membuat atmosfer tidak berpihak kepadanya.
"Reka! kamu pikir membawa seorang pria bisa menyelesaikan masalahmu? masih untung kamu tidak ku jual ke rumah bordil. Kamu aku berikan kesempatan malah membuang nya, bodoh sekali kamu. Aku pastikan setelah aku membunuh pria itu kamu akan aku lelang di rumah bordil, dulu kamu masih kecil dan tak membuat orang tertarik tapi sekarang lihat gundukan itu. bukankan sekarang waktunya untuk memanen," ucapnya sambil menunjuk Reka yang waktu itu berada di luar Bar.
"Oh jadi namamu Reka," ucap Devan pelan. Reka yang ketakutan terus menundukkan kepala dan adiknya terus memegang tubuh kakak nya. Keringat dingin dari kedua kakak beradik ini jelas sekali terlihat. Devan yang melihat itu memegang pundak reka.
"Woi paman, bukannya perkataan mu terlalu keterlaluan. Memang, aku tak akan menyelesaikan masalah Reka tapi aku akan membunuh kalian semua. Sekarang kalian semua bersujud kepadaku dan memohon untuk diampuni nyawa kalian. Dengan begitu mungkin akan kuberikan kematian yang tidak menyakitkan bagi kalian semua," ucap Devan sambil mengacungkan jari tengah.
"Apa yang kamu katakan bajingan? apa kamu bosan hidup hah." Teriak seorang preman sambil membawa botol miras. Tak lama setelah itu, Krak, crot splash kepala preman Itu seperti meledak dan darahnya tumpah kemana mana. Devan menyuruh Reka untuk pergi dari bar itu. Reka Yang melihat kejadian Itu bingung dan tak bisa berkata kata. Suasana bar menjadi kacau, pengunjung berlarian dan pelayan bar hanya mematung.
"29"
"28"
Pandangan Devan seperti pembunuh berdarah dingin sambil terus menghitung orang yang dibunuhnya.
"Hmm, tinggal sepuluh. Tenang saja kalian tak akan bisa lari dariku," ucap Devan.
"Ka ... kamu mau apa? kalau memang uang oke aku transfer sekarang," ucap Bos preman itu gemetar ketakutan.
"Jangan salah paham sampah, tumpukan kertas seperti itu sudah tak bernilai dihadapan ku, kalau cuman uang nih aku juga punya. Apa kamu pikir uang bisa menyelesaikan segalanya?"
"Kalau kau membunuhku saudaraku tak akan tinggal diam," ancam Bos preman itu.
"Diam! mengoceh terus bikin kepalaku tambah pusing. Kamu terus saja mengoceh seperti badut, mungkin nama preman terlalu berat untuk kamu tanggung. Bukankah sudah kukatakan memohon lah kepadaku mungkin akan kuberikan kematian yang layak bagi sampah sepertimu, " ucap Devan kepada preman itu.
Devan berdiri, Devan tak sengaja melihat Reka tidak lari tapi masih mengintip nya dari kejauhan sambil menutup mata adiknya. Reka terus mengintip dari luar bar dan saat Devan melihatnya dia mencoba untuk bersembunyi.
"Reka kamu kesini! aku tau kamu masih di sana. Sekarang katakan padaku apa ada diantara sampah ini yang membunuh keluargamu," ucap Devan.
Reka menunjuk salah satu dari mereka. Tak lama kemudian Devan langsung membunuh 8 preman lainnya selayaknya membuang tumpukan sampah. Devan mengunci tangan dan kaki kedua preman Itu dengan posisi duduk seperti ter salib. Devan mengambil sebuah pisau dari penyimpanan dimensi miliknya dan memberikan kepada Reka. Itu adalah Combat Knife yang di belinya saat mengunjungi toko peralatan militer.
"Sekarang bunuh dia Reka!"
Dengan pandangan dingin dan menggenggam pisau dengan erat Reka terus melihat ke arah preman itu selama beberapa detik.
splash!
crak!
crak!
terlihat Reka menusuk kedua mata preman itu.
"Argh, mataku. Kamu sialan, kamu dan adikmu akan aku bunuh dan ku siksa sampai mati!"
"Sadarilah posisimu dasar sampah." Reka langsung menikam ke arah leher pria tersebut membuat darahnya muncrat ke arah Reka. Reka yang melihat darah bercucuran membuat nya muntah muntah. Devan mencabut pisau yang menancap di leher orang tersebut. Devan Menghampiri preman satunya dan melihat kearahnya, preman itu menangis bahkan hampir pingsan. Devan melepaskan kedua tangan dan kaki preman tersebut. Devan menarik rambut kepala preman itu.
"Kamu diam dulu disini! berniat untuk kabur kamu akan mati. Sekarang dengarkan aku baik baik, di sana 100 meter dari sini ada sebuah lapangan golf. 3 Hari, aku berikan waktu untuk kalian semua, panggil semua temanmu Bos mu dan antek anteknya. Pastikan untuk memberitahunya. Jika tidak, akan kucari kalian dan akan aku bunuh kalian satu persatu dan untukmu aku sarankan untuk tidak kabur setelah ini, kamu tau kan konsekuensinya. Kamu bisa pergi sekarang pecundang!"
Bahkan preman itu sampai menangis berlari keluar. Devan menghampiri Reka dan memeluknya.
"Aku dulu juga muntah muntah waktu pertama kali membunuh orang," ucap Devan kepada Reka.
"Tak apa, Devan kamu tak perlu mengkhawatir kan aku! untuk sekarang mari kita pulang dahulu. Maafkan aku karena terlambat memperkenalkan diri, perkenalkan namaku Reka, Teresa Reka adalah nama lengkap ku dan adikku Aria Zasa." Reka memperkenalkan dirinya dan adiknya waktu itu kepada Devan.
"Aku Devano Devan senang berkenalan dengan mu."
...****************...
Devan kaget melihat rumah Reka hanya sebuah kardus di pinggir jalan dengan beberapa helai selimut didalamnya. Rumahnya berada diantara Kedua pohon yang tumbuh melintang di pinggir jalan raya.
"Reka, sekarang ganti pakai an mu dan ambil semua bajumu mari ikut aku! untuk bajumu yang terkena darah jangan dibuang, berikan kepadaku aku yang akan menyimpannya," ucap Devan kepada Reka yang saat itu pakaian nya berlumuran darah.
Pukul 02:00 dini hari Devan membawa Reka ke hotel dan menyewa kamar untuk 3 Hari. Devan menyuruh Reka untuk mandi, sementara dia membuatkan secangkir kopi untuknya. Zasa tertidur bahkan tanpa melepaskan alas kaki nya terlebih dahulu. Devan dan Reka keluar dan mengobrol di balkon hotel. Kamar yang disewa Devan berada di lantai 15, jadi pada malam hari terlihat indah pemandangan kota. Angin semilir yang bertiup menambah suasana menjadi lebih damai pada malam itu.
"Ah, suasana yang indah setelah semua peristiwa hari ini," ucap Devan lirih.
"Devan, boleh kah aku bertanya?"
"Tanyakan lah, akan ku jawab selama aku mengetahui nya."
"Devan, apakah aku berdosa setelah melakukan pembunuhan itu? Bahkan tanganku tak bisa berhenti gemetar, mengingat saat aku menusuk kedua matanya dan lehernya membuatku gila. Apakah aku sudah ternodai?"
"Hahaha, apa yang kamu katakan jangan membuat ku tertawa Reka. Justru kamu adalah pahlawan Reka, kamu bisa membalaskan kematian kedua orang tuamu. Jiwamu yang tegar dan selalu sabar hingga saat ini aku yakin jiwa mu adalah jiwa yang suci," ucap Devan sambil tersenyum.
"Terima kasih Devan, perkataan mu membuat hatiku sedikit tenang."
"Reka, kamu harus tau perbedaan antara pembunuh yang hanya membunuh semua orang dan pembunuh yang hanya membunuh orang jahat," sahut devan sembari melihat indahnya gemerlap lampu kota.
"Jadi kamu maksud aku pembunuh gitu?" ucap Reka sedikit marah.
"Ya emang kenyataan kamu sudah membunuh orang jadi kamu termasuk pembunuh. Tapi membunuh demi kebaikan orang lain adalah hal baik menurutku, bayangkan jika preman itu masih hidup, berapa banyak orang lagi yang akan dia peras. Membunuh untuk menyelamatkan kehidupan orang lain, mungkin itu adalah Hal tersuci yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan dunia yang busuk ini," ucap Devan meyakinkan Reka.
"Terima kasih Devan untuk semua nya, aku tak tahu harus berbuat apa untuk mu. mungkin jika aku mengabdikan seluruh hidupku untukmu tak akan cukup untuk membayar rasa terima kasih ku kepadamu."
"Jangan salah paham dulu Reka, manusia memang sering melakukan hubungan timbal balik, tapi aku bukan lah manusia aku adalah Raja!"
"Kamu terus berbicara tentang Raja, apa maksudmu itu? Bagaimana kamu bisa memiliki kekuatan itu," ucap Reka dengan penasaran.
"Reka kau tak perlu mengetahui masalah ini, hanya orang yang setara yang boleh menanyakan itu. Sebaiknya kamu tak tau tentang ini," jawab Devan dengan sombong.
"Baiklah, Aku tak akan memaksamu untuk menceritakan masalahmu kepadaku tapi Devan, kamu harus tau jika aku sangat berterima kasih kepadamu." Reka sedikit kecewa dengan jawaban Devan tapi dia tak mau jika perkataannya menyinggung Devan.
Pandangan kosong Reka melihat ke arah Devan. Seolah dia tak percaya akan semua kejadian yang dialaminya hari ini. Mulut mungkin bisa berbohong tapi mata tak akan pernah bisa berbohong.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!