Menyusuri jalanan kota yang sangat padat dan panas di pagi itu seolah sudah menjadi bagian dari kepentingan orang-orang di kota itu. Namun tidak bagi Alika, ini pengalaman pertama baginya untuk menyusuri jalanan ibu kota dikala dirinya harus bersusah payah untuk segera sampai di tempat dirinya menimba ilmu di salah satu Universitas Negeri ternama di kota itu.
Bukannya tidak rela Alika menyisihkan uang yang dia miliki untuk kepentingannya, untuk menaiki kendaraan umum agar cepat sampai di kampusnya. Tetapi lagi dan lagi dirinya harus menghemat uang agar dapat hanya sekedar membeli makanan pengganjal perutnya di pagi itu.
Dia tahu dan paham akan hal itu, karena kedua orang tuanya hanya bisa mengirimi uang setiap bulan dengan sangat terbatas. Namun Alika akan selalu tetap bersyukur karena sampai saat ini dia bisa sampai menyelesaikan kuliahnya berkat kedua orang tuanya yang hidup dengan sangat sederhana.
Pagi itu entah kenapa Alika sangat merasa mudah lelah pada tubuhnya. Cucuran keringat terus membanjiri di setiap bagian tubuhnya. Dia ingat, pagi ini dia belum sarapan sama sekali untuk mengisi perutnya yang kosong. Dia hanya menyempatkan meminum air putih saja sebelum berangkat ke kampus.
Dia harus sesegera mungkin untuk datang ke kampus agar dirinya dapat menyelesaikan urusannya. Dengan semangat yang hampir saja menyusut tiba-tiba kepalanya merasa pusing dan langkah kakinya terasa berat. Pandangannya kabur ketika melihat jalanan yang tengah dia susuri. Seketika dirinya sudah merasa tidak kuat untuk menahannya. Dan pada akhirnya dia pun terjatuh tergeletak di pedestrian jalan.
Dengan cepat, orang-orang yang berlalu lalang disekitarnya menghampiri Alika yang sudah terjatuh pingsan. Semua orang panik dan khawatir dengan keadaan yang ada, terutama para wanita yang dengan mudahnya berteriak meminta pertolongan pada setiap orang yang ada. Dalam sekejap, tubuh Alika yang tergeletak tak berdaya sudah dikerumuni oleh banyak orang yang membantunya. Dengan cekatan seorang laki-laki yang sudah berumur sesegera mungkin menghentikan mobil yang melintas di jalan raya tersebut.
Tin tin tin
Suara klakson mobil berbunyi dengan nyaring, dan tak lama dari itu berhentilah sebuah mobil berwarna hitam mengkilat yang dengan susah payah dijegal oleh laki-laki itu.
"Anda cari mati ya Pak! Ini jalan raya yang belum ada lampu lalu lintasnya. Kenapa anda seenaknya memberhentikan mobil saya?" decak pria yang keluar dari mobil mewah tersebut yang menggunakan setelan jas yang rapi terkesan orang kantoran yang sangat penting.
"Maafkan saya Pak, tapi ini darurat. Bisakah anda menolong kami?" jawab laki-laki itu sambil memohon.
"Menolong apa? pagi-pagi begini sudah diminta tolong. Saya buru-buru, ada hal yang lebih penting dari saya untuk menolong Bapak." dengan kesalnya pria berjas itu menjelaskan.
"Tolonglah kami Pak, kasihan wanita itu. Dia tiba-tiba pingsan saat beriringan jalan bersama kami. Kalaupun kami membawa kendaraan pasti sudah kami bawa ke Rumah Sakit."
"Panggil Ambulan, selesaikan. Menyusahkan saja." hardik pria itu dengan geramnya.
"Pak, untuk saat ini kami sudah menelpon Ambulan, tetapi diluar jangkauan. Tolonglah wanita itu. Kami tidak ingin terjadi sesuatu padanya. Dan kalaupun sampai anda tidak membantu, pasti akan terbawa dalam masalah karena tidak mau menolong wanita itu. Karena di jalanan ini terpasang CCTV" dengan memohon dan sedikit memaksa laki-laki itu berharap pria berjas itu akan menolong wanita itu.
"Anda! Ah... baiklah, bawa wanita itu cepat ke mobilku. Aku tidak mempunyai banyak waktu saat ini." dengan terpaksa pria berjas itu menolong wanita yang jatuh pingsan di jalan itu.
"Wait, siapa diantara kalian yang akan bertanggung jawab atas wanita ini? tidak mungkin saya membawanya sendiri!."
"Saya Pak, tenang saja. Saya akan ikut bersama Bapak." usul salah satu ibu-ibu berjilbab yang akan ikut mengantarkan Alika ke Rumah Sakit.
"Good, silahkan Ibu masuk."
"Terima kasih Pak, sudah bermurah hati membantu kami. Semoga menjadi amal kebaikan dan pahala untuk Bapak." sahut laki-laki berumur itu.
"Ya, iya... kami pergi." dengan malas pria berjas itu enggan meladeni perkataan laki-laki itu. Dia tidak ingin berlama-lama dan sesegera mungkin untuk sampai di kantornya setelah mengantarkan kedua wanita yang ada di dalam mobilnya kini.
*****
Setibanya di salah satu Rumah Sakit terdekat. Alika dengan cepat mendapat bantuan medis dari pada perawat dan langsung dilarikan ke bagian UGD.
Dengan langkah gontai, pria berjas itu menatap wanita berjilbab yang ikut bersamanya sedang menerima telepon. Dengan menghembuskan napas yang kasar, pria itu menunggu karena dirinya akan pergi untuk segera menuju ke kantornya. Karena tas wanita pingsan itu berada ditangannya dan hendak akan diberikan kepada wanita berjilbab itu.
Dering ponsel milik pria itu terus berbunyi seakan ada hal penting untuk segera dijawab. Dengan cekatan, pria itu merogoh saku jasnya untuk mengambil ponselnya dan langsung menjawab sambungan telepon tersebut.
"Ya, ada apa?" jawab pria itu dengan malas.
"Maaf Pak. Sedang dimana anda sekarang? klien sudah menunggu sedari tadi didalam ruang meeting." jawab seorang pria yang ada di sambungan telepon tersebut.
"Aku masih di jalan, Kau tahan dulu mereka. Sebentar lagi aku akan sampai."
"Baik Pak, Kami usahakan."
"Good."
Tanpa sadar pria itu berjalan menuju mobilnya hendak meninggalkan tempat dimana dirinya berada. Dengan gelagat pembawaan yang santai, dia masih memegang tas milik wanita yang jatuh pingsan tadi.
"Damn!!! Kenapa aku harus membawa tas wanita itu!." pekiknya menyadari dirinya membawa tas milik wanita pingsan itu.
"Masa bodoh, aku akan cepat sampai ke kantor dan menyelesaikan pekerjaan penting ku. Dan untuk ini, nanti saja." gumamnya dalam hati seraya menarik pedal gas melajukan mobilnya sedikit kencang.
Di Rumah sakit, Alika yang mendapat perawatan mulai tersadar dari pingsannya.
Dirinya merasa heran kenapa dirinya kini terbaring di ranjang seperti orang yang sedang sakit. Matanya terus berputar melihat keadaan sekeliling ruangan, yang didapatinya ada seorang perawat yang sedang menunggunya.
"Maaf, kenapa saya ada disini?" tanyanya kepada Perawat dengan suara yang lirih belum sepenuhnya tersadar.
"Anda tadi pingsan, sekarang ada di UGD. sekarang anda harus istirahat." jelas perawat tersebut kepada alika.
"Siapa yang membawa saya kemari? dan tas saya?" Alika mulai panik karena tas miliknya tidak ada.
"Tadi ada seorang wanita berjilbab yang mengantarkan anda kesini, dan beliau yang sudah mengurus semua administrasi anda. Untuk masalah tas, maaf saya kurang tahu. Kalau begitu saya permisi dahulu."
"Terima kasih." Alika terus mengingat kejadian sebelum dirinya menyadari keberadaannya di Rumah Sakit. Dia tidak mengingat apapun selain dirinya pada pagi itu sedang berjalan untuk sampai ke kampus.
"Bagaimana ini? tas ku tidak tahu dimana sekarang adanya. Kalau sampai hilang, tamat sudah riwayatku." decak dalam hati.
Dengan perasaan yang kalut, dirinya tetap berusaha tenang. Keadaan yang sudah mulai membaik, dia kini sudah dipindahkan ke ruang rawat sementara menunggu sampai keadaan Alika benar-benar pulih dan diperbolehkan untuk pulang.
Beberapa jam berlalu, Alika yang tertidur kini terbangun kan oleh suara ketukan kamar rawat yang ia tempati. Suara ketukan itu mulai hilang ketika nampak pintu kamar sedikit demi sedikit terbuka, dan memperlihatkan seseorang yang masuk kedalam kamarnya.
"Permisi..." seseorang masuk dan mulai menutup kembali pintu kamar yang ia buka.
"Siapa anda?" tanya Alika kepada orang yang masuk kedalam kamar rawatnya. Orang tersebut merasa kaget, ketika melihat orang yang berbaring di ranjang tersebut adalah seorang wanita muda.
.
.
.
.
.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
ACELO PRATAMA CORP.
"Pak, anda sudah ditunggu diruang meeting oleh klien sekarang juga." Revan menegaskan kembali atasannya itu setelah kedatangannya yang terlambat membuat dirinya harus mengurus kacaunya jadwal yang molor akibat ulah Bosnya.
"Ya, maka dari itu ayo cepat segera masuk." tanpa ada rasa bersalah Ryan berjalan dengan santai nya memasuki ruang meeting, diikuti oleh Revan dibelakang sebagai sekretaris pribadinya. Semua karyawan yang berada di sana, menundukkan kepala tanda menghormati ketika Ryan berjalan dihadapan mereka. Dengan wajah yang cool dan tanpa ekspresi penuh, dia berjalan kembali masuk kedalam ruangan.
Ryan Pratama Putra adalah salah seorang pengusaha yang sukses, anak dari seorang pengusaha Rendra Aditya Pratama yang juga terbilang sangat sukses pada masanya.
Dia diberikan kepercayaan oleh ayahnya pada saat usia 25 tahun untuk memimpin perusahaan keluarganya itu. Dia mengemban kepercayaan Ayahnya itu dengan sangat penuh tanggung jawab, sehingga perusahaan yang sudah dia pimpin selama 3 tahun ke belakang ini terbilang sukses.
Dengan berbagai prestasi yang dia raih, membuat nama perusahaan dan juga empunya sang pemilik perusahaan disoroti oleh banyak pihak.
Selama hampir tiga jam, Ryan dan juga tim berkutat dengan klien akhirnya berhasil membukukan kerjasama. Ini adalah salah satu pencapaian yang gemilang mengingat perusahaan yang mengikat kerjasama kali ini sangat berpengaruh di kawasan asia tenggara.
Dengan sedikit drama datang terlambat, namun tidak mempengaruhi hasil meeting kali ini yang berbuah manis. Lain tidak lain yakni hasil kepiawaian dari seorang Ryan Pratama Putra.
"Apa jadwalku setelah makan siang hari ini?" tanya Ryan pada sekretarisnya itu.
"Anda ada pertemuan dengan klien dari perusahaan yang sedang kita jalankan proyeknya di Cafe Camelo Pak." Revan tidak menjelaskan begitu dengan detail perusahaan apa yang akan bertemu dengannya hari ini. Ingin sedikit menguji daya ingat dari Bosnya itu.
"Bumi Sinar Jaya? Aku ingat dengan perusahaan itu. Kau itu hobi ternyata selalu menguji ingatanku." tangannya memainkan pena di atas meja dengan manik matanya yang melirik ke arah Revan.
"Anda benar Pak. Siang ini pertemuan membahas progres dari proyek yang sedang berjalan."
"Baiklah. Tetapi aku akan pergi sebentar ada hal yang harus ku selesaikan. Setelah makan siang aku akan menyusul mu." Ryan menyambar ponselnya dan beranjak dari tempat duduk bergegas untuk keluar.
Siang ini Ryan berencana untuk kembali ke Rumah sakit guna mengembalikan tas milik Alika yang sempat dia bawa tadi pagi di mobilnya. Dia hendak akan membuka tas yang ada di kursi mobil penumpang disisi kirinya. Ketika akan membuka tas tersebut, aksinya tertunda karena panggilan masuk di ponselnya terus bergetar.
"Hallo Ma, ada apa?"
"Hallo sayang, kamu kapan pulang ke rumah. Sudah lama Mama dan Papa tidak bertemu denganmu. Bagaimana keadaanmu?" ucap Melisa ibu dari Ryan.
Seorang ibu yang sangat menyayangi anak satu-satunya Ryan. Selalu akan merasa khawatir ketika anaknya tersebut sudah jarang sekali pulang ke rumah. Memang untuk saat ini, Ryan lebih sering pulang ke apartemen miliknya yang dia beli hasil dari keringat kerja kerasnya selama 1 tahun yang lalu.
"Iya, nanti Ryan usahakan akan pulang. Itu pun kalau Papa dan Mama berjanji tidak akan membahas mengenai masalah satu bulan yang lalu." dengan mendengus Ryan mencoba untuk meladeni pembicaraan dengan Ibunya.
"Baiklah, nanti malam, usahakan untuk pulang. Papa pasti senang dengan kabar ini. Dan Mama akan memasak masakan kesukaanmu. Semoga kau tidak mengecewakan seperti 2 hari yang lalu batal untuk pulang." dengan perasaan senang karena anaknya akan pulang, namun terselip sedikit rasa kecewa karena tempo hari Ryan tiba-tiba batal pulang setelah dirinya memasak makanan untuknya.
"Ok, ok. Sudah dulu ya Ma. Ryan lagi nyetir. Sebentar lagi akan bertemu dengan klien. Dah Ma." Ryan memutuskan sambungan teleponnya. Dan fokus kembali menyetir untuk segera ke Rumah Sakit agar urusannya selesai dengan Alika.
Sesampainya di Rumah Sakit. Ryan menanyakan keberadaan Alika, wanita yang tadi pagi pingsan di bawa ke UGD. Dengan cekatan resepsionis langsung mengarahkan Ryan ke ruang rawat dimana Alika berada.
Lagi dan lagi sambungan telepon berdering di ponselnya. Menghentikan langkah kakinya untuk bertemu dengan pemilik tas. Kali ini Revan yang menghubunginya. Memberitahukan bahwa Pertemuan nanti siang dimajukan jadwalnya dikarenakan sang pemilik perusahaan yang bekerja sama dengannya akan melakukan penerbangan yang mendadak. Mau tidak mau Ryan harus bersikap profesional demi berjalannya proyek tersebut.
"Kenapa bisa begitu. Apa tidak bisa diundur, kenapa harus dimajukan jadwalnya. Apa kau sudah berbicara kembali?"
"Maaf pak, sepertinya tidak bisa. Pak Handoyo pemilik perusahaan tersebut tetap dengan pendiriannya. Jadi saya akan tunggu Bapak di lokasi sekarang." Revan menjelaskan.
"Ada-ada saja. Sangat tidak profesional. Jika tidak mengingat proyeknya sedang berjalan, sudah Aku pastikan akan batal kerja samanya. Baiklah, aku akan ke sana sekarang juga." titahnya pada Revan, dan menutup sambungan teleponnya.
"Maaf, boleh saya meminta bantuannya. Bolehkah saya menitipkan tas milik wanita yang tadi pagi pingsan ini di sini." pintanya kepada salah satu Resepsionis di sana.
"Baik Pak silahkan. Tapi boleh kami meminta tanda pengenal Bapak sebelumnya, setelah itu nanti akan kami berikan kepada pasien."
"Ini ada kartu nama saya, silahkan bisa digunakan. Terima kasih." memberikan kartu nama pribadinya. Dan beranjak untuk pergi segera bertemu dengan klien.
Sementara itu diruang rawat, Alika dikagetkan dengan seseorang yang masuk ke dalam kamarnya. Seseorang yang tidak dia kenali sama sekali. Masuk ke dalam membawa bingkisan buah ditangannya.
"Permisi," seseorang masuk dan mulai menutup kembali pintu kamar yang ia buka.
"Si-siapa anda?" tanya Alika kepada orang yang masuk kedalam kamar rawatnya. Merasa kaget, ketika melihat orang yang berbaring di ranjang tersebut adalah seorang wanita muda.
"Oh,maaf nona. Saya mengagetkan anda. Dan saya sudah salah masuk kamar rawat anda." tangannya dengan tidak sengaja menjatuhkan bingkisan buah. Sehingga buah terjatuh berserakan dilantai kamar tersebut.
"Maaf sekali lagi membuat anda tidak nyaman." dengan cepat tangannya mengambil buah yang berserakan dan langsung merapikannya.
"Tidak apa-apa. Mau menjenguk?" tanya Alika yang melihat wajah orang tersebut gelagapan.
"Iya, saya mau menjenguk Grand Ma. Ternyata salah kamar. Saya kira ini kamar Melati 1." mengusap pundaknya serasa malu dengan kejadian salah masuk kamar dan insiden buah terjatuh.
"Iya, enggak apa-apa mas..."
"Reno, bisa panggil saya Reno saja Nona..."
"Alika, cukup panggil Alika saja."
"Ya, maaf sekali lagi Alika. Saya pamit ke kamar Melati, pasti ada diseberang dari kamar ini. Benarkan?" senyum dia perlihatkan untuk mengurangi rasa malunya.
"Mungkin, saya juga kurang tahu. Saya belum lama di sini." jawab Alika yang memperlihatkan senyuman manisnya, membuat Reno terpana dengan kecantikan yang terpancar dari wajah Alika. Seketika tatapannya teralihkan ketika seorang perawat masuk kedalam kamar.
"Maaf menggangu waktunya. Ini tas mbak Alika, tadi ada seseorang yang memberikannya di meja Resepsionis. Untuk identitasnya, ada kartu nama yang sudah saya selipkan dikantong bagian depan. Kalau begitu saya permisi." Perawat itu memberikan tas Alika dan langsung pergi keluar meninggalkan kamar rawat.
"Kalau begitu saya pun pamit, maaf sekali lagi. Dan ini sebagai rasa maaf dari saya yang sudah membuat anda tidak nyaman. Permisi." Reno memberikan beberapa buah yang dia bawa kepada Alika sebagai permintaan maaf darinya. Dan bergegas pergi meninggalkan Alika.
"Tapi Mas tidak usah, Mas!" teriaknya memanggil Reno tidak enak dengan pemberian buah darinya. Namun apalah daya dia tidak bisa mengejar karena kondisinya yang belum stabil mengharuskan dia untuk tetap di ranjangnya. Alika menatap buah pemberian dari Reno. "Pria yang sopan dan ramah, namun sangat..."
.
.
.
.
.
🍁🍁🍁🍁🍁
...Jangan lupa like dan komen ya 😉...
Setelah menunggu beberapa jam dengan memainkan ponselnya, Alika kini tersenyum senang karena dirinya sudah di izinkan untuk pulang. Rasanya dia ingin segera pergi ke kampus agar urusannya segera selesai, dan dapat membawa ijazah yang sudah dia harapkan untuk dijadikan modal mencari pekerjaan.
Dokter memberi nasihat, agar dirinya harus menjaga pola makan, dan beristirahat dengan cukup. Mendengar nasihat dokter yang panjang kali lebar, dia menganggukkan kepala tanda paham dengan apa yang dikatakan dokter.
"Saya harap Ibu Alika paham dengan apa yang sudah saya jelaskan." senyum Dokter muda tersebut mengakhiri wejangan yang dia berikan.
"Terima kasih Dok, kalau begitu saya pamit."
tak lupa senyum mengembang dia perlihatkan kepada Dokter ketika berpamitan untuk pulang.
Langkah kaki Alika yang sudah menuntunnya sampai di depan halaman rumah sakit terhenti. Dia berpikir keras, apakah dirinya harus memakai uang makan yang tersisa saat ini. Supaya dia bisa pakai sekedar menaiki mikrolet agar cepat sampai di kampusnya.
Dia teringat pada pesan dokter agar dirinya dapat menjaga kesehatannya. Dia tidak ingin kejadian tadi pagi terulang kembali jika dirinya harus memaksakan berjalan kaki menuju kampus. Dengan hati yang teguh, dia menaiki mikrolet yang akan membawa ke tempat tujuannya.
*****
Setelah urusan di kampus selesai, dan sedikit berbincang-bincang dengan teman-teman kampus. Akhirnya Alika memutuskan untuk pulang ke rumah kontrakannya. Sebelum pulang, dia berjalan sebentar menyusuri jalanan.
Di setiap jalan yang ia lewati terlihat banyak sekali toko dan cafe yang berjajar rapih. Sesekali dia melihat ke arah cafe yang menghidangkan berbagai macam menu makanan yang mereka jual. Membayangkannya saja membuat perut Alika semakin menagih janji untuk segera di isi. Namun apalah daya dirinya tak mempunyai cukup uang untuk sekedar mampir di cafe itu.
Dia teringat dengan beberapa buah yang diberikan oleh pria yang bernama Reno saat di Rumah Sakit tadi. Mengambil buah di tasnya, untuk hendak dia makan. Lumayan sebagai pengganjal perut yang keroncongan, sebelum dia benar-benar merasakan arti makan yang sesungguhnya saat pulang nanti.
Baru saja dua gigitan pada buah apelnya, dengan tidak sengaja seseorang pria menabrak tubuhnya sehingga dirinya terhentak dan menjatuhkan buah apel yang sedang dia makan.
"Auw...sshh." Alika mendesis merasakan sakit di bahunya ketika orang tersebut menabraknya.
"Hei, kalau jalan itu lihat ke arah depan. Jangan sambil melamun." hardik orang tersebut sambil melepaskan kaca mata hitam yang dia pakai. Matanya melihat ke arah apel yang terjatuh dan bergelinding sampai ke tengah jalan.
"Auw... sakit!" tangan Alika langsung memegang bahu kirinya yang terasa sakit ketika di tabrak oleh badan kekar dan tinggi milik orang yang berjas rapih itu.
"Hei nona, kau punya..." mata yang tadinya melihat ke arah buah apel yang terjatuh, dengan cepat beralih kearah orang yang sudah menghalangi jalannya tersebut. Penasaran dengan wajah orang yang sudah berani menghalangi jalan seorang Ryan Pratama.
Pandangannya terpaku pada wajah yang dia lihat. Wajah yang sedang mengaduh kesakitan, tak mengurangi paras cantik dari pemilik wajah itu. Ryan terpana dengan kecantikan wajah Alika.
"Cantik...." gumamnya dalam hati.
Wajahnya seperti mirip gadis yang aku kenal .
"Maaf Pak, saya tidak sengaja. Maaf sudah menghalangi jalannya Bapak." Alika membungkukkan badan melihat orang yang menabrak dirinya dengan pakaian jas yang rapih, membuat Alika berpikir orang tersebut adalah orang penting dan dari kalangan atas. Dia tidak ingin membuat kekacauan maupun masalah, lebih baik meminta maaf terlebih dahulu walaupun dirinya tidak merasa bersalah.
"Umm... bu-bukan begitu maksud saya Nona. Saya hendak berkata, kalau anda punya buah apel yang terjatuh." perkataan Ryan langsung di ralatnya ketika ingin menghardik dan memarahi orang yang sudah menabraknya. Seketika keinginannya berubah setelah melihat wajah cantik Alika. Tangannya reflek menunjukan arah apel di tengah jalan.
"Apelku!" dengan raut muka yang sedih tanpa disadari terlihat langsung oleh Ryan pada waktu itu juga.
Ryan sangat begitu bersalah dengan sudah menabrak Alika secara tidak sengaja, dan kini dirinya pun menjatuhkan buah apel milik wanita cantik itu.
"Sekali lagi maafkan saya nona. Saya tidak sengaja. Dengan permintaan maaf, saya akan mengganti buah apel anda dengan uang yang saya punya." Ryan mengeluarkan dompet dari saku celananya. Mengambil sepuluh uang lembar berwarna merah muda dan memberikannya kepada Alika. Dia ingin tahu, sematre apa wanita cantik yang ada dihadapannya itu.
Melihat Ryan memberikannya uang dengan jumlah yang banyak membuat Alika menggelengkan kepalanya.
"Maaf Pak, tidak perlu terima kasih. Bapak simpan saja uangnya. Itu hanya sebuah apel, bukan hal yang berharga bagi Bapak. Jadi saya sangat berterima kasih, hanya dengan bapak meminta maaf saja. Begitu pula saya juga meminta maaf atas kesalahan saya."
Ryan hanya melongo mendengar perkataan dari mulut Alika. Tidak percaya seorang wanita cantik yang dianggap sama saja dengan wanita lainnya, yang hanya mengejar materi ketika berkenalan dengan dirinya.
Namun wanita yang ada dihadapannya begitu berbeda. Cantik, ramah, dewasa, dan yang paling penting tidak matre. Bibir Ryan melengkung memperlihatkan senyuman kecil.
"Dan lebih baik uang bapak simpan saja untuk keperluan bapak lainnya. Untuk anak dan istrinya mungkin." Alika tersenyum manis dihadapan Ryan. Membuat hatinya semakin terpana.
Tapi si*l !!! dirinya dianggap sudah memiliki istri dan juga anak? apakah tampang wajah tampannya itu terlihat tua di mata nya, sehingga Alika berkata seperti itu. Si*l.
"Ok, baiklah. Saya simpan. Dan saya rasa Nona tidak akan menolak jika saya mengajak anda untuk makan siang di Cafe ini?" Alika kaget dengan ajakan pria itu. Dia tahu ajakan itu hanya sebatas permintaan maaf kepadanya. Bukan hal yang aneh-aneh seperti pemikiran tidak baiknya saat itu.
Ingin rasanya menolak walaupun dirinya menginginkan sekali merasakan makan di cafe yang terlihat mahal itu. Apalagi perutnya benar-benar meminta ingin segera di isi. "Terima kasih pak sebelumnya, tapi..."
Perkataannya tiba-tiba terpotong oleh Ryan.
"Ayolah, untuk menebus kesalahan saya. Akan merasa sedih jika Nona menolaknya." pinta Ryan sedikit memohon. Semoga saja dengan begitu Alika mau menerimanya.
Dengan berpikir matang-matang, Alika akhirnya menerima ajakan Ryan. Apa salahnya juga dirinya menerima permintaan maaf dengan ajakan makan di Cafe yang terlihat sangat menggoda itu. Masa bodoh dengan orang lain yang berkata tidak baik tentang dirinya. Toh inipun dirinya menerima atas ucapan permintaan maaf. Bukan mendapatkan dari hasil merayu dan menggoda seperti wanita matre.
"Baiklah, saya terima."
Ryan yang mendengar ajakannya diterima merasa senang. Karena dirinya akan melihat wajah cantik yang membuat dirinya terpesona lebih lama.
"Ok. Mari..." Dia mempersilahkan Alika untuk masuk ke dalam Cafe.
Setelah masuk dia mempersilahkan Alika untuk duduk. Memberikan daftar menu kepadanya untuk memilih makanan apa saja yang dapat dia pesan.
Selama Alika memilih menu makanannya, terlihat Ryan sangat sibuk dengan ponselnya. Jari tangannya dengan lincah mengetik pesan pada seseorang yang berada di ujung meja di Cafe yang sama.
Re : Kenapa kau kembali masuk? apakah ada yang tertinggal. Siapa yang sedang bersamamu?
Ra : Kau diam saja. Teruskan kembali pekerjaanmu. Jangan hiraukan aku. Setelah selesai cepat kembali ke kantor.
Re : Baik . Selamat bersenang-senang.
Ra : Ya.
Pesan singkat yang terjadi antara Ryan dan Revan. Manik mata Ryan langsung terarah kepada Revan untuk mengisyaratkan untuk tidak ikut campur. Jarak lima meja dengan dirinya tidak membuat pandangan Revan terhalangi kala Bosnya itu masuk kembali ke dalam Cafe bersama seorang wanita.
"Sudahkah anda memilih makanannya?" tanya Ryan pada Alika dengan cepat.
"Emm... saya bingung Pak. Bapak saja yang pilih. Dengan senang hati saya akan menerimanya." senyum Alika manis terpancar. Lagi dan lagi membuat Ryan terpana.
Setelah Ryan memanggil waiters untuk memesan makanan spesial yang dia pilihkan, tiba-tiba saja Alika memanggil Ryan.
"Pak, bolehkah saya... " Ryan mengerutkan dahinya.
.
.
.
.
.
🍁🍁🍁🍁🍁
...Jangan lupa like dan komen ya 😉...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!