🌻 Happy reading 🌻
Malam yang sepi menyelimuti kota Jakarta saat itu, lorong gelap nan panjang harus dilalui oleh wanita berparas cantik bernama Bella.
"Kring ...." Bunyi ponsel Bella yang membuat seisi lorong ikut bersuara. Lalu dengan senyuman hangat Bella pun langsung mengangkat telepon itu sambil terus berjalan.
"Kamu di mana?" ucap lembut Bella.
Tidak ada jawaban apapun dari seseorang di ponselnya.
"Mmmmm?" gumam Bella.
"Ha..llo..?" Suara Bella penasaran, dan langkahnya pun terhenti.
Sudah 15 menit Bella menapaki lorong gelap itu. Tapi, tak seorangpun yang melintas. Bella akhirnya mengamati sekelilingnya. Dia baru menyadari jika hanya ada satu lampu saja yang menyala, yaitu di ujung lorong. Tepatnya, sebelum ia harus terpaksa turun dari mobil, dan melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki.
Bella terus berpikir sampai timbul pertanyaan dalam hatinya "Sepertinya aku salah alamat!"
"Tut ... Tutt ... Tutt ...." ( Telepon terputus )
Saat itu, ponsel Bella masih menempel di telinganya. Sontak dia pun terkejut dan menjatuhkan ponselnya.
Sekilas Bella memejamkan mata sambil menghela nafas. Lalu dengan cepat ia menurunkan tangannya untuk mengambil ponsel itu. Tiba-tiba, tangan besar menghalanginya membungkuk.
"Aldo?"
"Happy Birthday, Sayang," ucap Aldo hangat. Kemudian dia menarik tubuh Bella dan memeluknya.
Bella yang masih setengah sadar, akhirnya meleleh diperlukan itu.
"Aku mencintaimu ...." ungkap Bella dengan manjanya.
Ucapan itu membuat Aldo tersenyum dan menatapnya lekat.
"Baiklah, aku mengerti. Setiap kau mengatakan itu, kau pasti mempunyai keinginan. Betul kan? Katakanlah," ujar Aldo sambil menyentuh kedua bahu Bella.
Aldo, seorang pria romantis penuh dengan perhatian. Dia selalu memberikan kenyamanan di setiap sentuhan-sentuhannya.
Bukan hanya itu, Aldo adalah anak dari sahabat ayah Bella. Wajar saja jika mereka bisa menjalin kasih hingga sekarang. Terkadang, Bella ingin sekali mengucapkan terimakasih pada kedua orangtuanya Aldo. Terimakasih sudah melahirkan Pangeran Tampan penuh cinta seperti Aldo.
"Aku ingin di sisimu selamanya. Jangan pernah menggantikan posisiku dengan wanita manapun. Dan asal kau tau saja, aku bersumpah, tidak akan pernah mencintai siapapun kecuali kamu," ungkap Bella dengan wajah polosnya.
"Itu pasti, Sayang!" tegas Aldo yang masih menatapnya lekat.
"Tutuplah matamu. Aku akan memberikan sebuah kejutan." Aldo memosisikan diri di belakang Bella. Kemudian, tangannya melingkari kepala Bella dan menutup matanya rapat.
"Kau akan melakukan apa, Aldo? Kenapa aku tidak boleh melihatnya?" tanya Bella.
"Ini adalah kejutan. Jika kau tidak menutup matamu, apakah itu akan disebut kejutan?" jawabnya sembari mengarahkan Bella melangkah.
Bella tertawa kecil dan terus melangkah. Tangannya ikut menyentuh tangan Aldo yang tengah menutup matanya.
Bella tidak tau jelas itu tempat apa. Dan di mana. Yang jelas, lengkah mereka memasuki lorong itu semakin dalam.
"Sekarang bukalah matamu." Aldo melepaskan tangannya lalu menjauh. Kemudian, Bella perlahan membelah mata yang sedari tadi tertutup rapat.
Lorong tersebut ternyata buntu. Hanya ada tembok tua, yang berhias lampu warna-warni teruntai indah, dengan kado-kado berukuran kecil di atas meja panjang. Serta kue ulang tahun susun yang di lumeri cream vanilla kesukaan Bella.
"Woooww ...."
Bella langsung terharu. Suasana malam yang semula mencekam seketika berubah menjadi hangat. Kegelapan yang alami, dengan sinar rembulan. Lalu, dihiasi dengan pernak-pernik lampu kecil di sana.
Bella meneteskan air matanya haru. Bagaimana tidak. Umur mereka yang masih 13 tahunan sudah seromantis ini. Oh, Bella sangat menyayangi Aldo.
Bella menyeka air matanya dan membalikkan badan. Dia menangis dan memeluk hangat kekasihnya itu.
Aldo memejamkan matanya dan menghirup wanginya rambut Bella. Entah mengapa, cinta Aldo semakin lama, semakin kian membesar.
Mereka saling menghangatkan tubuh satu sama lain. Kaki mereka bergerak seirama menikmati pelukan itu.
Tiba-tiba Aldo buka suara. membuat Bella membuka matanya. Aldo berbicara tepat di atas kepala Bella. "Bella, kau ingin tau, apa kado spesial dariku?"
"Apa?"
Aldo merogoh saku celananya dan mengambil sebuah kotak cincin. Dengan berlutut, Aldo membukakan kotak itu dihadapan Bella.
Seketika kebahagiaan langsung merasuk dalam jiwa Bella, dan menyebar ke seluruh tubuhnya, menjadi cinta yang luar biasa.
"Apa ini? Apa kita akan menikah? Oh, Aldo, ini terlalu cepat. Kita bahkan belum lulus SMP bukan?" tanya Bella dengan wajah polosnya.
"Hehe. Tentu saja bukan, Sayang. Cincin ini, akan menjadi saksi kesetiaan kita berdua."
Perlahan, Aldo menarik satu cincin berukuran lebih kecil. Kemudian dia memakaikannya di jari manis tangan kanan Bella.
"Sekarang, kau pasangkan satu cincin ini di jariku," pinta Aldo.
Bella yang masih terpesona itu, langsung memakaikan cincin yang lebih besar pada salah satu Aldo.
"Ini sangat cantik, Aldo. Emmmm, peluk lagi ...." ucap Bella dengan manjanya. Kemudian dia membentangkan kedua tangannya lalu mereka berpelukan.
"Setelah ini, jangan ada yang berkhianat! Aku, ataupun kau, tidak boleh mencintai orang lain. Janji?" Aldo menunjukkan jari kelingkingnya.
"Janji." Bella mempertemukan kelingkingnya dengan kelingking Aldo. Lalu membiarkan kelingking mereka saling mengunci.
"Oke, sekarang giliranku untuk meminta padamu."
"Apa?"
Aldo meletakkan jari telunjuknya pada bibir merahnya. Matanya terpejam dan rambut batlenya mengayun ke kiri. Oh, Aldo sangat tampan.
"Cium," pintanya sembari mengetuk-ngetuk bibir.
"Tidak, Sayang. Kita masih sangat kecil untuk melakukan itu." Bella membuang muka dan ngambek.
"Yah ... kapan dong aku bisa merasakan itu?" ucap Aldo dengan memonyongkan bibir bawahnya.
Bella sekilas kasian melihat pacarnya. Sudah beratus-ratus kali Aldo selalu meminta itu. Tapi, Bella tetap tidak mau.
"Emmm ... Baiklah, aku berjanji, jika kita sudah SMA nanti, kita akan melakukan itu."
Bella tersenyum manis seperti anak kecil yang diberi eskrim.
TIIN!!
Bunyi klakson mobil seseorang dari luar, berhasil membuat gadis berwajah baby face itu bangun dari mimpinya.
Bella terperanjat. Tatapannya langsung menatap jam dinding di sana.
"Ah, sial! Aku kesiangan!" kesalnya.
Tangan Bella menarik seragam sekolah yang sudah digantung rapih di belang pintu. Tanpa mandi, tanpa sarapan apapun, dia memakai seragamnya dan menarik sepatu. Oh, dia harus benar-benar berangkat sekarang.
***
Sebuah pesawat mendarat dengan sempurna. Dengan wajah gayanya yang cool, pria itu menuruni tangga kecil dan keluar dari pesawat.
Beberapa Bodyguard langsung menjaganya agar para fans tidak menghalanginya berjalan.
Dia adalah pemain film terkenal di luar negri, yang sudah lama tidak menongolkan diri di layar kaca.
Banyak para fans yang kecewa terhadap nya. Namun sampai sekarang belum ada penjelasan apapun dari pemain film asal Indonesia itu.
"what is your reason for returning to Indonesia?" ucap salah satu wartawan di sana.
Lelaki itu hanya tertunduk dan tidak buka mulut sedikitpun.
"Who is this guy behind you dear?" ucap wartawan yang lain.
Lagi-lagi lelaki itu tak merespon dan terus berjalan.
Sebuah mobil hitam dengan sopir di depannya, siap mengantar lelaki itu dan lelaki yang lain ke tujuannya.
"Ah, sial. Sudah menunggu berhari-hari, usahaku tetap gagal." Tak jarang di antara wartawan yang kapok mewawancarai artis tampan itu.
Dan para fans pun kecewa. Barang-barang yang sudah di persiapkan untuk Lelaki itu, akhirnya di buang.
Mobil mewah berhenti tepat di sebuah apartemen di Bandung.
"Professor, please check all my data here!" ucap lelaki itu sambil menunjuk sesuatu di sana.
Professor itu mengangguk dan langsung mengerjakan apa yang di suruh oleh tuan nya.
Kemudian lelaki itu membuka ponselnya dan menghubungi seseorang di sana.
"Iya, om. Aku ingin tinggal di Indonesia."
"Baik," ucapnya santai. Lalu menutup teleponnya.
Lelaki berparas luar negeri tapi berdarah Indonesia. Entah apa yang membawanya pulang ke tanah air.
Tiba-tiba Professor menghampirinya dan berkata, "I think I know something..."
Lelaki itu menatapnya tajam.
Assalamualaikum. Aku adalah author baru. Aku sangat bahagia jika kalian memberiku semangat, dengan like komentar dan vote. Jangan lupa jadikan novel favorite kalian ya.
🌻 Happy reading 🌻
Gracia Bella, seorang gadis berwajah baby face. Parasnya sangat cantik. Tidak terlalu gendut dan tidak terlalu kurus. Kulitnya putih berseri. Rambutnya lurus dengan keriting di rambut bagian bawah saja. Matanya bulat dan coklat. Hidungnya tidak terlalu mancung. Dia manja dan polos.
Bella adalah siswi baru di SMA Nusa Bangsa. Sekolah itu, adalah sekolah terfavorit di Jakarta. Tak heran, jika banyak artis artis yang sekolah di sana. Bahkan, anak-anak para pejabat pun juga belajar di sana.
Tepat pukul 06:45. Bella dan Arinda berlarian memasuki kelas.
Hari ini memang hari pertama masuk sekolah, di tahun ke duanya. Dan Bella hampir saja terlambat. Beruntungnya, ada Arinda yang menjemputnya.
Arinda adalah sahabatnya sejak SMP. Berbanding terbalik dengan Bella. Arinda mempunyai tubuh yang gendut. Pipinya chubby lebih dikatakan dia itu Bombom. Hobinya adalah menonton film drakor dan halu. Dan hobi kedua pastilah makan.
"Kesiangan?" tanya Arinda.
"Hmm."
"Pasti gara-gara Aldo," omel Arinda. Saat itu, Bella menoleh dan menatap Arinda dengan tatapan tidak senang.
"Kau pasti bermimpi lagi. Iya kan? Oh, Bella. Sampai kapan kau terus memikirkan mantanmu yang sudah meninggal itu!" omel Arinda. Saat itu, mereka tengah berjalan menuju kelas.
Bella memalingkan wajahnya dari Arinda. Dia tidak ingin meladeni omongan itu.
"Haduh. Aku lelah terus menasehatimu Bella. Lihatlah di depan matamu! Lihat! Di SMA ini banyak sekali Pria Tampan kan?" Tangan Arinda menunjuk beberapa lelaki tampan yang tengah melintas.
Gadis berpipi chubby itu memperlihatkan senyuman lebarnya. Lalu matanya menghilang. Begitulah saat Arinda tersenyum. Semua daging di wajahnya tertarik oleh pipi.
Bella tidak tertarik sama sekali dengan pria yang ditunjuk Arinda. Semuanya terlihat biasa saja. Jelas, Aldo lebih baik dari siapapun.
"Eh, aku dikacangin. Kacang itu mahal, Woy!" teriak Arinda.
"Iya, iya. Tapi, hatiku tetap untuk Aldo, Rin."
"Ah, kau ini. Hey, itu dia kelas kita. Kelas XI IPA," ucap Arinda seraya menunjuk papan yang bergantung di atas pintu kelas.
Bella tetap dengan muka malasnya. Kaki mereka terus menelusuri lorong itu. "Astaga! Pria itu benar-benar tampan! Oh, aku ingin jadi istrinya!" ucap Arinda bersemangat.
Seketika, Bella menoleh padanya. Ini masih pagi, kenapa Arinda sudah menghalu sangat tinggi. Heuh. Bahkan dia tidak merasakan jika pulpen dari tasnya terjatuh.
Akhirnya, Bella membalikkan badan lalu mengambil pulpen itu yang tak jauh dari posisi mereka. Saat itu, Arinda masih terpesona dan terus melihat pria pujaannya di sana.
Gadis gendut itu terus melangkah menuju kelas. Dan dia tidak merasakan jika Bella sudah tidak di sampingnya.
"Harusnya, di sini tidak boleh ada Pria Tampan. Oh, itu hanya akan membuat Arinda semakin gendut!" kesalnya yang sudah tau, jika Arinda merasa senang, makanannya akan bertambah dua kali lipat dari biasanya.
Bella pun mengambil pulpen itu lalu membalikkan badan.
BRUK.
Bella menabrak seorang Pria Tampan. Gayanya saat itu memasukkan kedua tangan ke saku celana. Wajahnya terlihat dingin dan garang. Dari matanya, sudah bisa dikatakan jika dia adalah lelaki arogant. Juga terlihat dari alisnya. Oh, sepertinya dia lelaki angkuh dan seenaknya.
"Ma, maf. Aku tidak sengaja," ucap Bella gugup. Kemudian dia membungkuk dan melangkah pergi.
SRET.
Tangan lelaki itu menahan Bella. Seketika, Bella tersentak dan matanya terbelalak. Jantungnya berdebar kencang. Entah apa yang akan dilakukan pria itu padanya.
"Bersihkan sepatuku!" pintanya dengan nada dingin.
Benar saja. Lelaki itu tidak sebaik rupanya. Bella perlahan menelan salivanya gugup. Kemudian dia mundur dua langkah dari tempatnya.
Tatapan Bella memelas di depan mata pria itu, yang bahkan tidak melihat ke arahnya.
"Kau sudah menginjak sepatu mahalku yang baru saja aku beli dari Prancis," pinta pria itu kembali. Kemudian, dia menatap Bella dengan tajamnya.
Deg!
Ah, benar saja dugaan Bella. Pria itu ternyata memang sombong. Tatapan itu benar-benar membunuh. Hem, siapa sih lelaki itu. Sepertinya tidak asing di sekolah ini.
"Enak saja, dia menyuruhku membersihkan sepatu jelek itu. Aku bahkan tidak menginjaknya sama sekali. Yah ... hanya tersenggol saja sih ...." batin Bella tidak terima.
"Cepat, bersihkan! Jangan diam saja!" tagasnya.
Bella, lagi-lagi tersentak dan kembali menatap pria yang mendekap kedua tangannya itu. "Ah, iya, iya." Bella terkesiap dan duduk mengahadapi kaki pria itu yang entah kelas berapa. Yang jelas, seragam mereka terlihat sama.
Tiba-tiba pria itu tersenyum sinis, lalu membungkuk. Melihat betapa polosnya wanita yang menabraknya itu.
"Eh, tunggu. Kenapa aku menurutinya. Sepatu ini sama sekali tidak ada bekas injakanku!" kesalnya dalam hati.
Bella pun berdiri tanpa ada aba-aba. Alhasil, kepala kembali menabrak pria itu. Dan kali ini mungkin dagunya sangat keram. "Aw!" teriak pria itu sembari memegangi dagunya.
"Aaaarrrgghhh! Beraninya kau!!!!" geramnya dengan wajah melotot ke arah Bella.
Wajah Bella ketakutan dan.
"KABUUURRR!" Bella dengan cepat lari menjauh dari pria itu.
Dia pun masuk ke kelas dengan wajah tersenyum geli. Dalam hatinya berkata, "Rasain tuh! Makannya, jadi orang jangan angkuh! Huh! Sepatu beli di Prancis saja, pamer!"
"Bella!" teriak Arinda yang duduk di pojok sana.
Arinda duduk sendiri di sana. Pastinya, Arinda sudah menyiapkan kursi di sampingnya itu untuknya. Dengan wajah manisnya dia melewati siswa-siswi lainnya di sana. Melangkah lurus mendekati Arinda.
Otak Bella masih setengah mengejek pria angkuh itu. Dia sampai tidak curiga dengan raut wajah Arinda yang tidak bersahabat.
"Eh, eh, eh." Arinda menghalangi Bella duduk di sampingnya.
"Kenapa? Apa aku tidak boleh duduk di sampingmu?"
"Tidak, Bella. Ini untuk pangeranku!"
Oh, tidak. Arinda mulai mengeluarkan hobinya. Halu. Iya, dia sering sekali membayangkan pria-pria tampan menyamar jadi idolanya di film drakor.
"Lalu aku duduk di mana, Rin? Wah kacau nih! Masa kau tega melihat sahabatmu duduk sendirian!" omel Bella. Kemudian, dia memalingkan wajahnya. Seolah setelah ini sudah bisa ditebak Arinda akan berbuat apa.
"Bell, please, Bell. Kau tahu kan. Sudah beberapa menit terakhir aku berusaha menggiring pria idolaku untuk duduk di sini. Hiks hiks. Apa kau tidak senang jika aku memiliki pacar? Ah, duduklah di sana. Cepat! Sebelum pria itu masuk kembali," ucap Arinda dengan penuh sandiwara. Jarinya menunjuk kursi kosong di sana.
Bella menoleh dan wajahnya ragu. Dia masih takut jika jauh dari Arinda.
Semasa SMP, Bella sudah terbiasa dimanjakan Aldo. Apapun masalah Bella di Sekolah. Aldo pasti mengurusinya sampai tuntas. Tapi, sekarang, semua hanya tinggal kenangan saja.
TENG TENG TENG TENG.
Bel masuk berbunyi. Arinda buru-buru mengarahkan Bella agar duduk di kursi lain. Tempatnya tidak jauh dari Arinda. Hanya saja, tempat itu berada di barisan tengah belakang.
"Duduk di sini ya, Sayang," ucap Arinda yang sudah mendudukan Bella di sana. Kemudian, dengan wajah gembira gadis gendut itu kembali ke tempatnya.
"E ...." Tangan Bella hendak menahan Arinda pergi. Tapi, langkah Arinda lebih cepat dari biasanya.
Seketika, siswa lain berlarian masuk. Bella tidak perduli dengan itu. Yang dipikirannya sekarang adalah, meja di hadapannya itu berbentuk persegi panjang. Bella menoleh dan mendapati kursi kosong di sebelahnya. "OMG. Aku akan duduk dengan siapa?" benaknya.
Pandangannya langsung beralih ke arah pintu kelas. Seolah melihat siapa saja yang belum mendapatkan kursi di kelas ini.
Deg!
Seketika, semangatnya sirnah saat melihat pria angkuh itu memasuki kelas yang sama.
Bella terus menatap pria itu ketakutan. Sepertinya, pria itu ingin menghajarnya. Terlihat dari langkahnya yang terus mendekati.
JEDER.
Hati Bella terasa seperti tersambar petir. Ternyata, pria angkuh itu menjadi teman sebangkunya.
TO BE CONTINUE ...
🌻 Happy reading 🌻
Bella masih separuh melayang. Rasanya, tubuh yang sekarang menjadi miliknya itu, sudah tidak bernyawa. "Apa ini? Aku tidak halu seperti Arinda kan? Apa iya, pria di sampingku ini adalah pria menyebalkan tadi?" benak Bella bertanya-tanya.
Kepala Bella berputar 30 derajat setelah mendapati mata pria itu mengarah padanya. "Aduh, Bella. Kenapa kau terus melototinya. Dia pasti akan membunuhku sekarang." benak Bella tak henti membicarakan pria itu. Bella benar-benar takut karena raut wajahnya yang garang. Pria itu seperti jagoan yang akan melawan 1000 Mafia.
"Jangan pernah menatapku."
Suara pria super dingin itu membuat Bella menoleh. "Heuh?"
"Kubilang, jangan menatapku!" tegasnya. Namun, Bella malah menatapnya sekarang.
"Kalau kau masih menatapku, kau akan ...." Tangan pria itu mengepal seolah membawa senjata tajam. Lalu dia arahkan tangannya untuk memotong leher.
"Haah!" Bella menganga dan langsung memalingkan pandangannya. Jedag jedug jantungnya tak karuan.
Pria itu tersenyum sinis saat melihat Bella ketakutan. Lalu dia kembali menatap ke arah lain.
TOK TOK.
Jari manis itu perlahan mengetuk pintu kelas. Sontak, semua pasang mata tertuju padanya.
"Selamat pagi, Anak-anak." Suara lembut menyapa seolah menghangatkan suasana.
Seisi kelas itu menjawab, "Pagi, Bu."
Huufft ... Untunglah ada Guru yang datang seolah menyelamatkan Bella dari pria angkuh di sampingnya itu.
Bella membuka tasnya dan mengeluarkan buku, walaupun belum disuruh. Sedangkan orang di sampingnya hanya menatap Guru itu dengan wajah dinginnya.
"Perkenalkan, saya Rosalia Andin. Kalian bisa menyapa saya dengan sebutan Ibu Andin," ucapnya dengan wajah ceria.
Rosalia Andin, seorang wanita cantik dengan karakter yang lembut. Umurnya sekitar 30-an. Gaya keibuannya, menuai banyak anak-anak yang tak ingin lulus dari Sekolah.
Pakaiannya terlihat sopan. Tidak terlalu ketat juga tidak terlalu longgar. Tubuhnya juga sempurna. Hanya saja, dia seorang janda sekarang.
"Baiklah. Selamat Ibu ucapkan untuk kalian yang naik kelas." Kedua tangan Andin mengepal seperti sedang paduan suara.
PROK PROK PROK ...
Suara tepuk tangan menyambut kemenangan mereka.
"Di sini, Ibu adalah wali kelas kalian. Eh, Varrel kenapa kau ada di kelas dua. Bukankah kau sudah kelas 3?" tanya Andin pada seseorang di sana.
Yah, siapa yang tidak kenal dengan jagoan Sekolah itu. Ketua Geng Yolex. Geng yang paling ditakuti di Sekolah.
"Tidak naik kelas," ucap Varrel dengan wajah songongnya.
Seketika, Orang-orang yang tengah menatapnya jadi memalingkan wajah. Tentu saja karena mereka takut. Apalagi mereka hanya adik kelas saja.
Begitu juga Bella. Dia semakin merasa jika ini adalah awal kematiannya. Yah ... Benar. Pria yang duduk di sampingnya saat ini adalah Varrel.
Bella adalah anak paling pintar di Sekolah. Dia juga anak yang pendiam dan cukup misterius jika orang belum mengenalnya.
Selama setahun Bella sekolah di SMA itu, dia memang tidak perduli dengan apapun di sekelilingnya. Dia tidak perduli berapa banyak fansnya, tidak perduli berapa banyak lelaki yang menyukainya, dan tidak peduli jika ada yang membencinya. Dia hanya ingin hidup dengan caranya sendiri.
Andin menghela nafas panjang lalu dia menggeleng dengan cepat. "Baiklah, Sekarang mari kita mulai pelajaran pagi ini."
Seketika semua anak-anak langsung sigap membuka bukunya. Dan memperhatikan penjelasan Guru dengan baik. Kecuali, Varrel. Dia tertidur di kelas. Bella yang duduk di sampingnya tidak memperdulikan itu.
"Oke, Apa kalian paham dengan penjelasan tadi?"
"Paham, Bu."
"Tentu saja, ini adalah rumus paling sering kalian temui di kelas satu. Oke, Ibu akan kasih soal dan harus di kumpulkan sebelum istirahat ya ...."
"Iya, Bu."
Andin menulis beberapa soal di sana. Setelah itu, ponselnya berdering.
"Anak-anak, silahkan kerjakan dengan baik. Ibu keluar sebentar ya," ucapnya. Lalu melangkah pergi.
Suasana kelas menjadi ricuh. Ada yang mengobrol, ada juga yang mulai menulis soal. Dan ada juga yang memilih untuk tidak mengerjakan apapun.
"Berikan jawabanmu," ucap Varrel tanpa menoleh sedikit pun. Tatapannya lurus.
Saat itu, Bella tidak menghiraukan ucapan Varrel. Dia sibuk dengan buku dan pulpennya.
"Kubilang, Berikan jawabanmu!" tegas Varrel yang mengarahkan ucapannya pada Bella. Namun, Bella tetap tidak menggubrisnya.
BRAK!
Varrel menggebrak meja. Dan semua orang langsung menoleh padanya. Tatapannya masih datar dan dingin. Pria itu, tidak melihat siapapun. Dia hanya ingin memandang lurus saja.
Bella mulai kesal. Dia memang tidak senang jika diganggu. Apalagi, ketika sedang belajar.
"Tidak mau," ucapnya singkat. Lalu kembali meneruskan pekerjaannya.
Orang-orang yang melihat mereka tiba-tiba berbisik. Seolah mengatakan "Wah, Bella hebat sekali bisa melawan pria ganas itu."
Varrel langsung terpancing emosi. Dia melototi setiap mata yang tertuju padanya. Sontak pandangan mereka pun langsung terusir dengan pelototan Varrel.
Lalu, perlahan, dia menoleh pada gadis yang berani melawannya itu. Wajahnya menjadi kesal sekarang. "Apa dia tidak tahu aku ini siapa," benaknya.
"Berapa harga jawabanmu," tantang Varrel.
Bella masih sibuk dengan rumus-rumus di otaknya. Sepertinya, Bella memang tidak bisa diganggu. "Sorry, aku bukan penjual. Aku adalah pelajar. Jika kau ingin membeli sesuatu, pergilah ke kantin," ucapnya santai. Wajahnya tetap fokus pada buku tulisnya.
BRAK!
Varrel semakin marah dengan jawaban itu. Dia sampai berdiri dan menatap Bella dengan tatapan paling sengitnya.
Orang-orang ingin sekali menonton adegan mereka. Tapi, ketakutannya lebih besar ketimbang rasa penasarannya.
Tangan Varrel terlihat mengepal geram. Bibirnya bergetar karena sudah tidak bisa menahan amarahnya. "Belum ada yang berani melawanku selama ini! Tapi kau ...." kesal Varrel. Saat itu, Bella menatapnya lekat. Dan Varrel tiba-tiba susah untuk melanjutkan ucapannya.
"Apa?" tanya Bella. Dalam hal belajar, dia memang tidak bisa dilawan. Semua anak kelas sudah mengetahui itu.
"Ada apa Varrel?" tanya Ibu Andin yang tiba-tiba masuk. Varrel dan Bella menoleh pada wanita cantik itu.
Varrel tidak ingin menjawabnya. Dia masih memancarkan tatapan kesalnya lalu duduk.
Bella pun kembali meneruskan pekerjaannya tanpa berpikir aneh saat itu. Dia memang tidak tau, seperti apa Varrel yang di sampingnya itu. Dia hanya tau, jika Varrel adalah murid yang bodoh dan tidak naik kelas.
Awalnya, Bella memang takut dengan tampang lelaki itu. Namun, setelah tau dia adalah murid yang tidak pintar, Bella jadi berani kepadanya.
***
Istirahat telah tiba. Semua anak-anak sibuk memilih kelas tambahannya. Sementara Bella, tidak perlu memilih itu. Tentulah dia akan masuk kelas tambahan berakting.
Saat itu, Bella tengah berjalan sendiri di lorong Sekolah. Dia berniat untuk pergi ke Perpustakaan seperti biasanya.
PUK.
Seseorang tiba-tiba menepuk bahu Bella. Dia pun menoleh.
Deg!
Bella menatapnya lekat. Hatinya berdebar-debar tidak tentu arah.
"Aldo?" ucapnya dengan mata yang berbinar-binar.
"Apa kamu yang bernama Bella?" ucap seseorang di depannya.
Karena itu benar Aldo, Bella akhirnya terharu.
Mata itu?? Kenapa mata itu sama dengan Aldo? dan suaranya juga benar-benar mirip Aldo? Ya Tuhan ... Apakah ini Aldo?
"Hey?" tegur lelaki itu.
"Eh ... Iya," ucapnya gugup.
Bella memberanikan diri untuk tersenyum pada lelaki di depannya.
"Akhirnya aku menemukanmu Bella, aku sangat merindukanmu," ucap Aldo hangat.
"Aldo ...." pikir Bella masih setengah tidak percaya.
Setelah cukup lama menatapnya, tiba-tiba Bella langsung bahagia dan memeluk erat kekasihnya itu.
"Cepatlah pergi! Kepala Sekolah sudah menunggumu!" tegas Aldo.
"Siapa?? kepala Sekolah?"
Apa hubungannya Aldo dengan Kepala Sekolah?
TO BE CONTINUE ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!