Namanya Cahaya tapi ia lebih suka dipanggil Aya. Wanita imut yang usianya sudah menginjak tiga puluh tahun. Orang-orang pasti tidak akan menyangka jika usianya sudah kepala tiga. Tubuhnya yang mungil ditambah wajah baby face-nya yang imut serta gaya berpakaiannya yang casual membuat dia terlihat sepuluh tahun lebih muda dari usianya.
Saat ini yang ingin dilakukan Aya adalah berteriak sekeras-kerasnya memaki satu nama pria yang sangat dibenci saat ini. Bagaimana tidak, pria itu memutuskan hubungan percintaan sepihak dengannya. Jalinan kasih yang sudah dibina lebih dari sepuluh tahun terputus sudah. Seharusnya tahun ini saat usianya menginjak tiga puluh tahun, ia sudah harus melepas masa lajangnya. Bahkan ini sudah jauh melampaui target usia seorang wanita untuk menikah.
"Aaaaaaaaaaaaaaah...!"
"Dasar jahat!"
"Aku benci kamu. Dasar jelek!"
"Kalau mau putus kenapa ga dari dulu aja! Kenapa justru sekarang!"
Dug ... Dug ... Dug...
Aya memukul tiang jembatan penyeberangan orang tempat dia berdiri sekarang.
Dia mengeluarkan unek-uneknya memaki sesosok pria yang sudah melukai hatinya. Dia melampiaskan rasa kesalnya dengan berteriak di tempat sepi ini di atas jembatan jalan tol.
Jembatan ini menghubungkan suatu perkampungan dengan sebuah Rest Area Tol. Jadi, orang yang memungkinkan menggunakan jembatan ini adalah karyawan Rest Area di jalan tol ini.
Aya tidak menyadari ada satu sosok pria yang berdiri tidak jauh darinya menatapnya dengan penuh kecemasan.
Kenapa perempuan itu. Sedang apa dia. Tunggu,, apa dia akan loncat ke bawah apa dia akan bunuh diri. Gumam si pria.
Ting.... tiba-tiba cincin yang dipegang Aya terjatuh ke bawah. Cincin pemberian mantan kekasihnya.
Yaaah cincinnya terjatuh ke bawah.
Aya berusaha melongok ke bawah sambil kedua kakinya naik satu level di besi jembatan itu. Jika dilihat memang posisinya seperti gerakan ancang-ancang akan terjun ke bawah.
"Jangan...!!" Seorang pria menarik tangan Aya membuat tubuh Aya limbung ke belakang dan terjatuh dipelukkan pria itu.
Beberapa detik mereka terdiam dengan posisi Aya duduk dalam pangkuan pria itu. Setelah kesadarannya kembali, Aya langsung cepat berdiri. Begitu pun dengan pria itu. Aya merasa kikuk dan malu mengingat adegan yang barusan terjadi.
"Maaf," ucap si pria. Dia merasakan sikap kikuk Aya. Sejujurnya pria ini pun sama merasa kikuk dan malu dengan adegan pangku-pangkuan yang barusan terjadi.
"Maaf bukannya saya mau ikut campur tapi kamu jangan melakukan perbuatan bodoh."
Perbuatan bodoh?? Apa maksudnya sih. Aya bergumam dalam hati.
Aya hanya terdiam sambil kebingungan tidak memahami maksud pembicaraan pria itu.
"Percayalah bahwa setiap masalah itu pasti ada jalan keluarnya. Jangan kamu berfikir untuk mengakhiri hidupmu. Kamu kira setelah mati nanti kamu tidak akan mendapat masalah. Justru masalahnya lebih besar karena kamu akan disidang oleh malaikat. Memangnya kamu sudah siap menjawab pertanyaan malaikat," tutur pria itu.
Apa? Dia pikir aku mau bunuh diri. Aya masih diam dia hanya bergumam sendiri dalam hati.
"Ayo ikut saya, sepertinya kamu butuh minum agar pikiranmu fresh." Pria itu menuntun Aya sampai di Rest Area dan kemudian mereka duduk di kursi salah satu warung di Rest Area.
"Ini minum dulu," ujar pria itu sambil menyerahkan sebotol minuman dingin.
"Oya, nama saya Rizal... nama kamu siapa?" Pria itu mencoba memelperkenalkan dirinya tanpa mengulurkan tangan.
"Aku Aya," jawab Aya sambil meminum sebotol minuman dingin. Ternyata minuman dingin ini mampu menyegarkan dahaga dan juga pikirannya.
"Ok Aya, dengerin saya yah, kamu jangan berpikir untuk melakukan perbuatan tadi ya. Sebelum kamu melakukan itu coba kamu ingat ibumu atau keluargamu yang pasti akan sedih kalau kamu melakukan perbuatan nekad itu."
Idih ini orang siapa juga yang mau bunuh diri.
Eh, ngomong ngomong dia kok ganteng sih.
"Kamu duduk saja dulu di sini, saya tinggal dulu ya sebentar," Rizal agak berlari meninggalkan Aya, dia ingat bahwa dia harus melanjutkan pekerjaannya setelah tadi dia beristirahat. Jam istirahatnya sudah habis.
Sambil duduk dan meneguk minumannya, pikiran Aya masih tertuju pada cincin itu.
Kenapa cincinnya pake jatuh segala sih padahal mending aku jual aja lumayan buat makan-makan atau beli baju baru.
Eh apa-apaan sih pikiranku ini. Sorry dorry morry ya aku tidak mau memakan atau pun memakai sesuatu yang berhubungan dengan si kampret itu.
Hmmm... Tapi kan kalau dijual uangnya bisa disedekahkan kepada orang yang membutuhkan. Eh, enak saja nanti malah dia yang mendapatkan pahala.
Akhirnya Aya mendamaikan perseteruan hatinya sendiri tentang cincin itu. Memang yang terbaik adalah cincin itu jatuh dan kemudian hancur berkeping-keping terlindas mobil yang melintasi jalan tol itu seperti hancurnya rasa cinta Aya kepada mantannya itu. Hancur berkeping-keping tak tersisa.
Beberapa menit kemudian Rizal datang dengan membawa peralatan kebersihan. Dia harus melanjutkan pekerjaannya sebagai cleaning service di Rest Area tersebut. Hari ini dia ditugaskan membersihkan area rumah makan di Rest Area.
Sebelum melanjutkan pekerjaannya dia menghampiri Aya.
"Maaf yah saya tinggal kerja dulu, saya harus kembali bekerja." Aya hanya menjawab dengan anggukkan.
Rizal mulai melakukan pekerjaannya menyapu lantai rumah makan di Rest Area ini. Aya terus memperhatikan Rizal yang bekerja dengan telaten.
Pria setampan ini jadi cleaning service. Wah dia pasti cleaning servis terganteng seantero negeri ini.
Aya melirik jam pada ponselnya waktu menunjukkan jam 13.10. Dia harus bergegas melanjutkan agendanya hari ini. Kemudian dia membuka dompetnya mencari uang untuk membayar minumannya.
"Mas Rizal terima kasih ya minumannya... ini untuk bayar minumannya." Aya menyerahkan selembar uang dua puluh ribu rupiah kepada Rizal.
"Tidak usah, itu biar saya yang traktir saja." Rizal berusaha untuk menolaknya. Aya tidak mau berbasa-basi langsung saja menyelipkan uang itu di saku baju Rizal membuat Rizal tak berkutik dan mau tidak mau harus menerimanya.
"Tapi harga minumannya gak segitu, saya gak punya kembaliannya," ucap Rizal ketika tangannya merogoh uang pemberian Aya di kantong saku bajunya.
"Udah ga apa-apa buat kamu aja... By the Way terima kasih ya."
"Iya sama-sama Aya"
Aya sudah berjalan dua langkah meninggalkan Rizal kemudian dia berbalik lagi.
"Oya satu lagi... aku tadi tidak sedang melakukan upaya percobaan bunuh diri. Lain kali jangan pernah mengambil kesimpulan atas perbuatan seseorang jika kamu belum tahu faktanya." Aya langsung melengos pergi meninggalkan Rizal yang masih berdiri mematung menatap Aya dengan gagang sapu masih tergenggam di kedua tangannya.
Apakah di beberapa langkah kedepan Aya akan menengok ke belakang lalu menatap balik Rizal seperti adegan di film percintaan romantis? Ternyata tidak.
Aya terus berjalan cepat agak terburu-buru. Ponselnya berdering dan dia langsung mengangkatnya.
"Assalamualaikum."
"Waalaikum salam, teh Aya dimana?”
"Ini lagi jalan menuju parkiran... kalian sudah selesai salat dan makannya?"
"Sudah Teh."
"Ya sudah sebentar lagi teteh sampai parkiran kok"
Mata Rizal terus mengikuti langkah kaki Aya yang pergi meninggalkannya sampai matanya tidak lagi dapat menjangkau bayangan Aya.
Ketika Rizal hendak melanjutkan pekerjaannya matanya tertuju pada sebuah dompet di meja tempat Aya duduk tadi. Rizal mengambil dompet itu dan membukanya untuk memastikan siapa pemilik dompet tersebut. Benar saja sesuai dugaannya dompet itu benar milik Aya karena di dalam dompet itu terdapat foto Aya.
Rasanya tidak mungkin kalau Rizal mengejar Aya untuk mengembalikan dompet itu, pasti Aya sudah pergi jauh. Akhirnya Rizal memutuskan untuk mengamankan dompet itu, nanti dia akan mengantarkan langsung ke alamat yang ada di Kartu Tanda Penduduk milik Aya. Begitu pikirnya.
Aya pun sampai di tempat parkir Rest Area, di sana ada dua orang yang tengah menunggunya yaitu Lia dan Hendi. Mereka adalah karyawan Aya.
"Yuk, berangkat!" ucap Aya kepada kedua orang itu.
"Teteh udah makan siang?" tanya Lia.
"Nanti saja teteh belum lapar," jawab Aya datar.
"Makan atuh Teh nanti sakit loh kalo telat makan!" seru Lia mengingatkan.
"Iya, tadi kan teteh sarapannya siang jam sepuluhan jadi sekarang belum lapar. Tenang saja nanti kalo lapar kan kita bisa turun sebentar," jawab Aya diakhiri dengan sebuah senyuman.
Beberapa hari ini Aya memang jarang makan, mungkin karena stres dan patah hati nafsu makannya jadi menurun. Menurut para ahli, ketika stres terjadi, bagian otak yang disebut hipotalamus melepaskan hormon kortikotropin, yang berfungsi untuk menekan nafsu makan. Sebenarnya ketika stres, reaksi tubuh setiap orang berbeda-beda ada yang nafsu makannya naik dan ada yang nafsu makannya turun seperti Aya.
Kemudian Aya dan Lia masuk ke dalam mobil sementara Hendi sedari tadi sudah duduk di belakang kemudi mobil. Aya duduk di belakang sementara Lia duduk di depan bersama Hendi.
"Jalan sekarang teh?" tanya Hendi.
"Tahun depan," jawab Lia spontan.
"Oh, kirain tahun monyet," canda Hendi.
"Eh, lo ngomong monyetnya jangan liat gue dong!" jawab Lia sambil memukul tangan kiri Hendi.
"Ih siapa yang liatin elo, elo nya aja yang merasa mirip hahaha...."
"Heh! sembarangan mana mungkin monyet cantiknya paripurna kaya gini," sungut Lia.
"Cantik kalau dilihat dari Gunung Everest terus lihatnya pake sedotan," jawab Hendi.
"What? Gunung Everest mah gunung tertinggi di dunia. Ah, emang gue cantik dasar elo aja yg sirik... weeee... " Lia menjulurkan lidahnya.
"Hadeuh, pasti yang bilang lo cantik itu matanya katarak deh!" Hendi berkata pelan sambil melengos tapi tentu saja Lia bisa mendengarnya kemudian dibalas oleh Lia dengan sebuah jitakan di kepala Hendi.
"Sudah sudah kalian berdua nih ribut aja, ngeributin monyet segala itu pasti monyet sekarang lagi keselek pisang karena lagi digibahin sama kalian!" Aya menengahi keributan keduanya dan kemudian mereka bertiga tertawa.
Aya memang menjalin hubungan yang baik dan santai dengan para karyawannya tapi tetap dengan mengedepankan sopan santun serta mematuhi aturan-aturan yang ada. Baginya seorang bos atau pemimpin tidak harus bersikap otoriter. Dia justru menganggap para karyawan nya seperti keluarga sehingga terciptalah keterbukaan dan hubungan yang harmonis antara pimpinan dan karyawan. Jika hubungannya baik tentu saja akan mempengaruhi pekerjaan sehingga mendapat hasil yang baik juga.
Agenda hari ini Aya akan ke Jakarta menghadiri undangan dari GAPOPIN pusat (Gabungan Pengusaha Optik Indonesia). Aya adalah pengusaha optik di kotanya. Sekarang optiknya sudah mempunyai empat cabang. Ketika ada keperluan ke luar kota Aya selalu mengajak satu atau dua orang karyawannya untuk menemani.
Tadi mereka berangkat siang hari sekitar pukul 11.45 kemudian mobilnya berhenti di Rest Area SPBU untuk mengisi bahan bakar dan sekalian menyuruh Lia dan Hendi untuk makan siang dan salat zuhur. Sementara Aya memutuskan untuk jalan-jalan di sekitar Rest Area karena sedang datang bulan serta perutnya belum terasa lapar. Sehingga tadi terjadilah insiden pertemuan Aya dengan pria bernama Rizal.
"OMG... itu cowok ganteng bingit," tiba-tiba Lia berseru ketika mobil melaju, matanya menangkap seorang pria yang sedang berjalan berpapasan dengan mobil yang ditumpanginya.
"Yang mana?" gumam Aya sambil celingak celinguk.
"Itu Teh yang lagi jalan," jawab Lia. Aya menoleh dan matanya menuju orang yang ditunjuk oleh Lia.
Itu kan cowok yang tadi. Eh tapi memang dia ganteng sih. Aya bergumam dalam hati..
"Iya kan Teh ganteng... iya kan, iya dong, bener kan, bener dong!" ujar Lia bersemangat yang hanya dibalas senyuman oleh Aya dan sebuah jitakan oleh Hendi.
"Mata elo tuh harus diruqyah, ga bisa liat cowok bagusan dikit!" seru Hendi.
"Eh itu tadi emang ganteng kaleee. Emangnya elo tiang listrik di pakein bedak dan lipstik juga pasti di bilang cantik... Hahaha..." Lia tertawa dengan sangat keras dibalas oleh Hendi dengan melotot.
"Tom n Jerry nih ribut aja nanti kalian berdua tak kawinin nih," Aya menggoda keduanya.
"Ih ogah!" sungut Lia.
"Gua juga ogah kali," balas Hendi. Aya hanya tersenyum melihat tingkah keduanya.
Ketika suasana hatinya sedang terluka seperti ini Aya sengaja menyibukkan diri dengan kegiatan pekerjaannya. Daripada di rumah malah akan stres karena terus memikirkan masalahnya. Ketika bertemu dengan para karyawannya ada saja hal yang bisa membuat Aya tersenyum dan tertawa. Aya adalah anak bungsu jadi tidak memiliki adik sehingga dia menganggap para karyawannya sudah seperti adik sendiri.
"Oya nanti kita sekalian belanja frame ya, mudah-mudahan waktunya sempat... yang sudah mulai kosong frame model apa ya?" tanya Aya.
"Frame anak Teh yang sudah mulai kosong, kemarin ada customer anak-anak untung jadi padahal pilihannya udah tinggal sedikit," jawab Lia.
"Ok, semoga nanti sempat ya, kalau tidak sempat biar kita lihat-lihat dulu modelnya biar kita pesan saja, nanti suppliernya saja yang suruh datang ke toko," sahut Aya sambil membuka tas miliknya dan mencari-cari sesuatu di dalam tas. Aya terus merogoh tas karena belum menemukan yang dicarinya, sampai akhirnya dia mengeluarkan isi tasnya dan tetap saja dia tidak menemukan dompetnya.
"Ya Allah dompet ke mana nih... kok ga ada!" Aya berkata dengan nada cemas.
"Di tas ga ada, Teh?" tanya Lia.
"Ga ada, tuh coba lihat geh!" Aya menunjukkan tas dan isinya yang sudah berserakan di samping tempat Aya duduk.
"Coba Teh, cari di bawah takut jatuh ke bawah," Hendi menimpali.
"Ga ada juga."
"Coba Teteh ingat-ingat lagi, tadi Teteh sebelum berangkat dibawa ga dompetnya, apa jangan-jangan tertinggal di rumah," ujar Lia.
Aya mencoba mengingat dan dia ingat bahwa tadi dia memberikan uang kepada pria yang ia temui di Rest Area tadi.
"Ini mah teteh yakin dompetnya tertinggal atau jatuh di Rest Area tadi... ya sudahlah kalau masih rezeki pasti nanti dompetnya balik lagi, kalau ga balik lagi berarti memang bukan rezeki."
"Teh di dompet ada ATM-nya kan, langsung hubungi Bank Teh biar kartunya segera diblokir," Lia mengingatkan.
"Oh iya terima kasih ya, sudah mengingatkan." Aya langsung menghubungi pihak Bank. Ada tiga kartu ATM di dompetnya sehingga Aya harus menghubungi tiga Bank. Aya adalah nasabah prioritas di ketiga Bank tersebut.
Mobil terus melaju membelah jalanan menuju Jakarta.
*************
Suasana malam dihiasi sinar bulan dan kerlip bintang di sebuah rumah yang sederhana. Rizal sedang berada di kamarnya, dia baru saja pulang dari masjid melaksanakan salat Isya berjamaah.
Rizal duduk di kursi kamarnya, tangannya sedang memeriksa dompet yang ia temukan tadi siang. Di dalam dompet itu terdapat KTP, tiga kartu ATM, beberapa kartu nama, foto serta sejumlah uang. Rizal menghitung uang yang ada di dompet itu, ada banyak uang ratusan ribu dan beberapa uang pecahan kecil lainnya. Jumlah semuanya, Empat Juta Delapan Ratus Dua Puluh Sembilan Ribu Rupiah.
*Kenapa dia membawa uang banyak sekali, bukannya di zaman sekarang semuanya lebih mudah, ketika membeli sesuatu kita tinggal menggesek kartu tidak perlu membawa banyak uang*. Gumam Rizal. Kemudian dia membaca KTP untuk mengetahui alamat pemilik dompet tersebut.
"Namanya Cahaya... Hmmm... nama yang indah."
"Hah! kelahiran tahun 19XX berarti usianya 30 tahun. Aku pikir tadi usianya di bawah aku." Rizal tercengang melihat tahun lahir Aya.
"Tapi kok sudah umur segitu belum menikah." Rizal membaca status perkawinan di KTP Aya.
Rizal tersenyum sendiri mengingat kejadian tadi siang, dia mengira Aya adalah anak remaja yang sedang putus cinta lalu nekat mau bunuh diri. Harusnya tadi dia memanggil "Teteh" karena usianya tujuh tahun di atas Rizal, begitu pikirnya.
Sebenarnya Rizal ingin mengantarkan dompet itu malam ini tapi karena motornya sedang dipinjam oleh kakak iparnya, maka ia memutuskan untuk mengembalikan dompet itu besok pagi saja sekalian mengantar adiknya berangkat kerja. \=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Keesokan harinya Aya bangun dari tidurnya, seperti biasa dia bangun ketika suara azan berkumandang. Aya langsung pergi ke kamar mandi untuk mandi wajib karena telah selesai dari haid. Setelahnya Aya berwudu dan melaksanakan salat Subuh. Selepas salat dia ingin merebahkan badannya sebentar karena badannya terasa lelah, semalam dia pulang sampai rumah sekitar jam sebelas malam.
Hari ini Aya memutuskan untuk di rumah saja, dia tidak akan pergi bekerja karena badannya terasa sangat lelah. Sejurus kemudian Aya teringat akan dompetnya yang hilang. Rencana hari ini untuk diam di rumah sepertinya dibatalkan, nanti siang Aya harus pergi ke kantor polisi untuk membuat surat laporan kehilangan. Matanya tidak bisa ditahan, rasa kantuk yang hebat dan rasa letih yang sangat membuat Aya langsung tertidur kembali.
“Nong... bangun ada yang nyariin Nong tuh!" Bu Aisyah membangunkan Aya. Bu Aisyah selalu memanggil Aya dengan panggilan "Nong". Nong adalah sebutan sayang untuk anak perempuan. Biasanya anak perempuan paling kecil di keluarga dipanggil "Nong".
"Hmmmm...." Aya hanya bergumam dengan mata masih terpejam.
"Lagian ini anak perawan ga baik loh pagi-pagi tidur," ucap ibu sambil membelai rambut Aya.
"Pasti takut rezekinya dipatok ayam yah Bu... tapi kan anak ibu yang manis ini alhamdulillah rezekinya bagus kan, Bu, " jawab Aya sambil mengucek-ngucek matanya. Dilihatnya jam dinding di kamarnya ternyata masih jam tujuh pagi.
"Siapa yang nyari aku sepagi ini sih!" Aya mendengus sembari bangun lalu duduk.
“Ibu juga ga tahu, ibu baru kali ini melihatnya."
Aya melangkah keluar kamar dan hendak ke ruang tamu.
"Nong mau ke mana?" ibu menarik tangan Aya dan menghentikan langkah Aya.
"Cuci muka dulu sana atau mandi dulu sana nanti kamu akan menyesal kalau kamu langsung menemuinya dengan keadaan kucel seperti ini," ucap ibu memberi saran.
"Memangnya siapa sih tamunya, kok ibu ngomongnya gitu." Aya berbalik arah ke kamar mandi.
"Tapi jangan lama-lama mandinya kasihan tamunya kalau kelamaan nunggu."
“Iya Bu... nong udah mandi kok tadi subuh."
Sepuluh menit kemudian Aya sudah rapi, tadi dia hanya mencuci muka untuk menghilangkan muka bantalnya. Aya tidak berlama-lama di kamar mandi karena dia merasa penasaran dengan tamu yang mencarinya pagi-pagi begini. Aya bergegas ke ruang tamu. Rupanya ibu sedang menemani tamunya. Saat Aya di kamar mandi, ibu menyuguhkan teh hangat dan cemilan untuk Rizal.
Dan Aya terkejut ketika melihat tamunya.
"Loh, kamu kan yang kemarin ketemu di Rest Area!" Rizal yang sedang meminum teh yang di suguhkan ibu jadi tersedak karena kaget.
"Uhuk.. Uhuk... Uhuk" Rizal terbatuk karena tersedak minuman.
"Nong kamu itu ngagetin aja, kasian tuh Nak Rizal sampai tersedak," ibu berkata sambil berdiri bangun dari duduknya.
"Hehe... Iya maaf ga sengaja," jawab Aya sambil nyengir.
"Ya sudah ibu tinggal dulu ya Nak Rizal, mau ke tukang sayur dulu." Ibu melangkah meninggalkan ruang tamu.
"Iya Bu... terima kasih tehnya," jawab Rizal sopan.
Kemudian Aya duduk di tempat tadi ibunya duduk.
"Teh, saya mau mengembalikan ini. Dompet Teteh tertinggal di meja tempat duduk Rest Area kemarin." Rizal menyerahkan dompet milik Aya.
"Ya Allah alhamdulillah... kamu yang menemukan dompet aku ya. Terima kasih banyak ya." Aya senang sekali dompetnya kembali, karena dia membayangkan kerepotan yang akan dia jalani kalau sampai dompet itu hilang. Mulai dari mengurus ke kantor polisi, mengurus ke Bank, membuat KTP baru dan sebagainya.
"Iya Teh, maaf baru sempat dikembalikan sekarang, tadinya mau tadi malam diantarkan ke sini tapi ga ada motor," ucap Rizal
"Gak papa, aku malah berterima kasih banyak, tadinya aku pikir kalaupun ada yang menemukan dompet aku pasti ga akan dibalikin sama orangnya." Sebenarnya Aya tadi sudah pasrah kehilangan dompet.
"Diperiksa dulu Teh isinya takut ada yang hilang, uangnya juga dihitung dulu takut ada yang kurang!"
"Aku ga masalah kok sama uangnya, yang aku khawatirkan justru yang lainnya seperti KTP dan ATM ribet ngurus-ngurusnya."
"Oya nama Mas siapa tuh?” Aya ingat bawa mereka sudah berkenalan tapi ia lupa dengan nama Rizal.
"Saya Rizal, Teh.”
"Mas Rizal, terima kasih banyak ya, aku ga menyangka dompetnya bakal kembali sama aku."
“Iya sama-sama Teh... panggil Rizal saja Teh biar enak, lagi pula usia saya di bawah Teteh.”
"Oh gitu, baiklah... Oya Rizal tunggu sebentar ya!" Aya berdiri dan melangkah ke kamarnya. Dia mengambil beberapa lembar uang ratusan ribu dan memasukkannya ke dalam amplop putih. Aya kembali ke ruang tamu menemui Rizal.
“Rizal, ini sebagai ucapan terima kasih aku tolong diterima ya." Aya menyodorkan amplop putih berisi uang yang tadi disiapkan.
"Tidak usah, Teh... maaf bukannya ga sopan tapi saya ga bisa menerimanya, saya ikhlas Teh. " Tolak Rizal dengan halus.
"Ya sudah Teh saya permisi pulang, titip salam buat ibu." Rizal berpamitan pulang.
“Sekali lagi terima kasih ya Rizal, aku berhutang nih sama kamu."
"Iya teh, nyantai aja," ucap Rizal sambil berjalan keluar.
Aya mengantar Rizal keluar hingga Rizal menyalakan motornya dan pergi menjauh bersama motornya.
“Memang tadi itu siapa nong?" tiba-tiba Bu Aisyah sudah ada di belakang Aya.
“Jadi gini bu, kemarin dompet nong hilang sepertinya ketinggalan atau terjatuh di Rest Area... nah laki-laki tadi ke sini mengembalikan dompet nong... Dia yang menemukan dompet nong." Aya menjelaskan pada ibunya.
"Wah, untung yang menemukan dompet kamu itu orang baik ya... jarang loh ada orang baik seperti itu udah gitu ganteng lagi."
"Ih ibu ini tau ganteng segala, jangan-jangan ibu naksir ya." Aya malah menggoda ibunya.
"Ih kamu ini ya malah menggoda ibu. Sudah sana sarapan dulu"
"Siap, Bu!" seru Aya tangannya memeragakan gerakan hormat. Aya langsung melangkah ke dapur hendak sarapan. Menikmati nasi uduk dengan toping tempe orek, kerupuk dan sambal goreng ditambah gorengan bontot kesukaannya. Bontot adalah gorengan berbahan dasar tepung sagu, masih saudara dengan cireng.
Bangun tidur kedatangan tamu pria tampan dan dompetnya kembali. Aya tersenyum sendiri. Pagi yang sangat indah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!