...KAMPUNG SEJAGAD...
Suara alarm yang berbunyi dari ponsel seorang gadis, yang masih tertidur nyenyak diatas singgasananya. Kedua matanya bahkan enggan untuk terbuka. Hingga suara ketukan pintu yang cukup keras dan juga teriakan wanita paruh baya dari depan pintu membuat ia terperanjat duduk diatas tempat tidur.
DORDORDOR (suara ketukan pintu yang cukup keras)
"Reka bangun! udah jam berape nih, kagak sekolah emangnye lu!"
Ia menoleh kearah jam dinding yang terpasang rapih diatas meja riasnya. Matanya langsung membulat dengan sempurna saat ia tahu waktu yang kini terus berjalan.
Astaghfirullah! udeh jam 6!
Pekiknya lalu menjawab pertanyaan wanita paruh baya itu dari dalam kamar dengan suara yang sedikit teriak. "Iye Bun, Reka mandi dulu!"
"Iye buruan, si Dinda udeh nyamper tuh!"
Kemudian suara wanita paruh baya itu menghilang dan tak terdengar lagi. Reka langsung turun dari tempat tidur dan sedikit berlari menuju kamar mandinya.
Lima belas menit kemudian, Reka keluar kamar dengan tergesa-gesa bahkan ia tak menutup pintu kamarnya kembali. Pakaian seragam sekolah yang ia pakai pun masih berantakan.
"Ya Allah, Reka yang bener nape itu kalo pake baju, lu pan cewek, rambut acak-acakan gitu, pusing deh Bunda kalo tiap hari liat lu kayak gini."
Wanita paruh baya itu adalah Tina Surtiana, bunda dari anak gadisnya yang kini berusia delapan belas tahun. Dan gadis itu bernama Reka Mahasti.
"Reka udeh telat bun," iapun langsung menarik tangan sang bunda yang kemudian mencium punggung tangan bundanya bergantian dengan Dinda Darani, sahabat satu servernya sejak kecil.
"Reka same Dinda berangkat dulu ya bun, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Sang bunda hanya menghela nafasnya. Setelah keduanya hilang dari pandangan, bunda pun masuk kembali ke dalam rumah dan tak lupa menutup pintunya kembali. Saat ia melewati kamar Reka, lagi-lagi helaan nafas pun berhembus dari rongga hidung sang hunda.
Kapan ye lu bisa berubah Ka?
Tina menutup pintu kamar Reka kembali.
...🍂🍂🍂🍂🍂...
...SMAN HARAPAN BANGSA...
"Dinda lu udeh ngerjain tugas pak Jono belom?" tanya Reka yang lupa mengerjakan tugas dari guru killer itu.
"Etdah gue juga belom ngerjain Ka, bisa disetrap ini kita," jawab Dinda lalu mencebikkan bibirnya.
"Eh bocah, gue liat dong PR pak Jono," bisik Reka kepada Winda yang duduk di belakang kursinya.
"Bocah.. bocah bae! gue udah gede kali! nih buruan bentar lagi pak Jono masuk," protes Winda lalu menyerahkan bukunya kepada Reka. Dengan cepat Reka pun mengambilnya tak lupa ia bilang terima kasih pada Winda.
"Woy pak Jono otw rapihin baju kalian semua," teriak Jeki KM di kelas Reka yang tiba-tiba masuk ke dalam kelas.
"Etdah gue baru mau nulis, pasrah dah gue!" gerutu Reka yang tidak jadi menyontek lalu mengembalikan buku Winda kepada sang empunya.
Jono pun masuk ke kelas dengan langkah tegap serta memasang wajah mistis yang penuh kegelapan seperti habis diserang oleh negara api.
"Memberi salam!" ucap Jeki saat Jono sudah duduk dimeja guru.
"Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh," ucap semua siswa siswi kelas XII IPA 3.
"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh. Kalian ini seperti anak TK kalau guru baru masuk kelas, kan saya bilang dari dulu biar saya aja yang ucap salam duluan, masih muda udah pada pikun!" kata pak Jono langsung menusuk ke jantung para murid diruangan itu.
"Sial! kita dibilang anak TK," gerutu Reka sembari berbisik ke Dinda tema satu kursinya.
"Emang!" timpal Dinda dengan pandangan yang masih melihat ke arah Jono.
"Emang apaan sih maksud lu!" sahut Reka dengan amarah yang masih bisa ia tahan.
"Emang bukan anak TK maksudnye," jawab Dinda dengan tawa yang dipaksakan.
Siang pun tiba, jam pelajaran Jono pun telah usai. Para murid diruangan itu bisa bernafas lega kembali. Walaupun mereka mendapat tugas yang cukup banyak, namun mereka hanya dengan santainya menghadapi tugas-tugas tersebut.
"Gaes, setelah ini gurunya rapat tapi gak boleh pulang tapi disuruh ngerjain tugas," ucap Jeki yang baru masuk kedalam kelas karena saat Jono keluar, Jeki pun ikut dengannya ke ruang guru untuk memanggil guru jam pelajaran berikutnya. Namun pengumuman yang Jeki berikan membuat para murid dikelasnya langsung berwajah suram.
"Tugas mulu kapan lulusnya sih!" sahut Winda sembari membuka buku pelajarannya.
"Winda pliese deh jangan ngikutin si Reka malesnya, nanti gak ada yang bisa dicontekin selain lu," ujar Bekti yang langsung dapat tatapan tajam dari Reka.
Winda memang murid paling rajin dalam hal mengerjakan tugas namun isinya belum tentu benar semua, intinya hanya pencitraan diri saja. Selebihnya mereka semua yang ada dikelas itu sama.
"Widih jangan salah! gini-gini gue otaknya adaan tapi males aja," timpal Reka membela dirinya sendiri dengan bangganya.
"Males kok bangga!" sahut Bekti kemudian terkekeh dan Reka pun menjadi terpancing emosinya.
"Sial! udeh ye abis ini gue mau berubah, jangan kaget kalo gue dapet juara umum nanti pas kelulusan," ucap Reka tak mau kalah sambil memicingkan matanya karena dia telah terbakar emosi yang mampu membangkitkan ambisinya.
Hari mulai beranjak sore, tak terasa semua pelajaran hari ini pun telah usai, semua murid pulang ke rumah masing-masing, tak terkecuali Reka dan Dinda.
"Reka! abis ini lu mau ikut kumpul sama anak-anak merpati gak?" tanya Dinda membuat Reka seketika berfikir keras. Keduanya pun kini sudah berjalan keluar dari kelasnya.
"Kayaknya gak deh lain kali aje, lu pan tau sendiri gue mau berubah sekarang. Gue mau belajar," Reka menghentikan langkahnya sejenak dan menatap Dinda membuat Dinda yang mendengar perkataan Reka langsung membulatkan matanya dengan sempurna.
PROKPROKPROK (Dinda bertepuk tangan)
"Gue kira tadi di kelas lu bercanda, taunye beneran lu Rek!" Dinda sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Rek! Rek! nama gue Reka Mahasti," kata Reka tegas lalu mereka pun melanjutkan langkahnya kembali.
"Iya maksud gue itu, santai aja kali, emosi mulu inget katanya mau berubah harus kalem," ucap Dinda mengingatkan sedangkan Reka langsung menghempaskan nafas kasar.
"Eh iye! Ya Allah, Reka sabar, thank you very much Dinda lu emang sahabat gue paling the best!" kata Reka lalu memeluk Dinda di lehernya saat keduanya sudah berjalan hampir dekat dengan rumah Reka.
...🍂🍂🍂🍂🍂...
...KAMPUNG SEJAGAD...
"Reka! mati gue! pelan dikit napa sih, gue kan mau ngerasain kawin dulu," kata Dinda emosi seraya mencoba melepaskan kaitan tangan Reka dilehernya dan Reka pun melepaskan tangannya itu.
"Kawin?" Reka pun tertawa lalu berkata, "nikah kali Din, kebelet banget kawin lu mah," kata Reka sambil menjulurkan lidahnya dan kemudian langsung berlari sekencang mungkin menjauh dari Dinda.
Dinda yang mulai ikut tersulut emosi pun langsung meneriaki Reka. "Reka! awas lu ya kalo ngomong tebang-tebang emang gak disaring dulu!"
Reka berlari sekencang mungkin hingga akhirnya Dinda tertinggal jauh bahkan tidak terlihat lagi dibelakangnya.
"Hoss hoss hoss.. syukurlah si Dinda langsung balik ke rumahnye. Gile! udah kayak dikejar hantu aja gue!" ucap Reka bermonolog sembari mengatur nafasnya kembali.
Tina yang baru saja keluar dari rumah menatap heran kepada Reka.
"Abis dikejar apaan lu! sampe ngos-ngosan gitu. Jangan bilang lu maen kejar-kejaran lagi sama si Dinda ye ?" tanya bunda sambil melipat kedua tangan didadanya lalu menghampiri Reka.
"Hehe.. iya bun. Itu bunda tau," jawab Reka sambil cengengesan dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Udeh kayak anak TK aje lu berdua tiap pulang sekolah ade aje kelakuannye," gerutu Tina kemudian pergi masuk ke dalam rumah kembali meninggalkan Reka.
Dengan nafas yang masih tersengal-sengal, Reka pun ikut masuk ke dalam rumah dan berjalan menuju ke kamarnya. Sesampai dikamar, Reka menutup pintunya kembali lalu menghela nafas panjang saat melihat kondisi kamarnya yang sangat berantakan.
Alih-alih membereskan kamarnya terlebih dahulu, tapi ia malah memilih membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur dan tak butuh waktu lama ia pun tertidur pulas dengan kondisi masih memakai seragam sekolah lengkap serta sepatunya.
Waktu bergulir sangat cepat, matahari pun sudah hampir tak terlihat. Kini hanya ada bulan yang sudah tersenyum diatas sana. Tina yang merasa aneh karena Reka sejak pulang sekolah tak kunjung keluar kamar pun pergi menghampiri Reka dikamarnya, dibukanya pintu kamar tersebut ternyata tidak dikunci.
Tina langsung masuk ke dalam kemudian berkata dengan nada yang mulai ditinggikan satu oktav. "Astaghfirullah ini anak gadis ampun deh, gimana mau ada cowok yang deket same lu kalo kelakuan lu kayak gini. Reka! bangun udeh sore molor aje lu!" kata bunda sambil membangunkan Reka dengan menggoyang-goyangkan tubuh Reka.
Reka pun menggeliat karena merasa tubuhnya terkena guncangan yang sangat dahsyat. Iapun mulai membuka kedua matanya dan langsung terperanjat duduk di tepi tempat tidur.
"Bunda! kok bisa masuk? bukannye Reka kunci ya tadi kamarnya?" tanya Reka sambil mengumpulkan kesadarannya sambil sesekali menguap.
"Udeh jangan banyak tanya! cepet mandi sono gih udeh mau maghrib ini! kebiasaan lu sholat ashar di lewatin mulu. Udeh gak sayang ape sama bunda sama almarhum ayah lu?" tutur Tina sambil merapihkan kamar Reka yang sangat berantakan.
Selama ini Reka paling malas membersihkan kamar, selalu Tina yang turun tangan. Padahal saat ini ia sudah kelas 3 SMA tapi kebiasaan buruknya tidak pernah berubah. Tina selalu memberitahukan pada Reka dari cara yang halus sampai suara bunda melengking menjadi lima oktav. Tapi Reka tidak pernah jera.
Mungkin karena almarhum ayahnya dulu yang selalu memanjakannya sejak kecil jadi Reka menjadi anak yang sangat manja dan ketergantungan dengan orang lain.
"Iya bunda maaf, Reka ngantuk banget tadi pas pulang sekolah, padahal Reka laper tapi gara-gara ngantuk jadi ngalahin segalanye," jawab Reka dengan pelan sambil menundukkan kepalanya, namun Tina pun langsung berdecak seraya menatap Reka.
"Sampe kapan sih Ka lu mau kayak gini terus?" tanya Tina yang kemudian ikut duduk disebelah Reka lalu berkata. "Lu tuh udeh gede, udeh 18 tahun Ka. Harusnya lu udeh punya pemikiran dewasa. Ini ape? kamar aje MasyaAllah berantakan udeh kayak kapal pecah," tutur Tina panjang lebar sembari berdiri lalu merapihkan kembali kamar Reka, membuat Reka hanya terdiam dan merenungkan perkataan sang bunda.
"Iya bun, pelan-pelan Reka bakal berubah kok. Maafin Reka ya bun udeh selalu ngerepotin bunda terus," ucap Reka sambil menghampiri Tina kemudian memeluk sang bunda dengan begitu erat. Tak disangka Reka pun menangis begitupun dengan bunda.
"Iye, buka ape-ape suatu saat bunda udeh gak ade dan lu udeh nikah. Siapa yang bakal ngurus lu sendiri dan juge suami lu? iye kalau suami lu nanti kaya raye, lu bisa sewa tuh pembantu. Coba kalo suami lu miskin dan gak punye ape-ape, ape lu sanggup ngerjain semua kerjaan rumah sendiri? mulai sekarang berubah Ka, gak semua nikmat yang kita dapetin sekarang akan berlangsung lama sampe nanti. Inget pesen bunda, jadilah wanita yang kuat dan bisa segala hal. Tapi tunduklah kite sama suami kite nanti setelah menikah ye," jelas bunda panjang lebar membuat Reka merasa tertampar mendengar penjelasan sang bunda. Keduanya pun melepaskan pelukannya.
"Udeh sono mandi, bunda mau siapin makan malem buat kite, nanti kalo udeh selesai jangan lupe sholat maghrib terus langsung keluar kamar ye jangan tidur lagi!" sambung bunda kemudian pergi dari kamar Reka.
"Iye bun," jawab Reka lirih.
Bener juga ape yang dibilang bunda barusan, pokoknye gue harus berubah!
Tina keluar dari kamar Reka, sedangkan Reka langsung masuk ke dalam kamar mandi.
Bersambung..
Setelah makan malam dan sholat isya bersama sang bunda, Reka pun kembali ke kamarnya untuk belajar dan mengerjakan tugas sekolahnya. Sedangkan Tina memilih menonton televisi di ruang keluarga sembari mengecek laporan restoran peninggalan mendiang suaminya.
Reka Pov
Ayah itu cinta pertame aye. Dari orok ayah selalu ada buat aye. Ayah gak pernah ngeluh ataupun marah sama aye. Dulu aye pernah ketauan pacaran sama ayah, sampe mau jalan berdua sama pacar aye pun ayah ikut. Ayah takut aye diapa-apain sama pacar aye. Padahal waktu entuh aye bukan cume berdua tapi berenam terus sama ayah jadi bertujuh.
Ayah itu didikannye lembut, beda sama bunda. Mungkin karena ayah lahir dan gede di kampung halamannye yang berdarah Jawa. Tapi mereka sayang banget sama aye. Mereka selalu ngasih yang terbaik buat aye. Walaupun cara mereka sederhane, tapi itulah yang membuat aye gak pernah ngehambur-hamburin duit buat beli sesuatu yang gak penting.
Ayah selalu bilang sama aye, kalo jadi wanita itu harus teduh hatinya, lembut perlakuannya, dan juga sejuk saat dipandang wajahnya. Kalo inget ayah kayaknya udeh gak bisa digambarin sama ape-ape. Ayah tetaplah ayah.
Ayah satu-satunya pembisnis restoran dikota ini yang cukup sukses. Ayah lebih seneng banget berwirausaha dibidang kuliner. Nama restoran milik ayah itu Autentic Resto & Cafe. Itu kenape aye juga tertarik buat buka dan nerusin restoran milik ayah.
Bunda juge berpengaruh banget buat restoran ayah, salah satunye roti yang bunda buat selalu habis setiap harinye. Bahkan sering ade yang pesen roti banyak banget. Makanye aye bangga punya ayah dan bunda yang begitu romantis. Bukan hanye mencurahkan kasih sayang sebatas perasaan tapi keduanye bisa berjuang dari nol sama-sama.
Sampe ayah meninggal 1 tahun lalu tepat dihari ulang tahun aye yang ke 17 tahun. Kepergian ayah begitu mendadak. Sebelum ayah pergi, pas lagi sarapan bareng-bareng, aye sempet bercanda sama ayah dan juge bunda.
Flashback on
"Bunda, ayah," teriak aye pas keluar dari kamar.
"Iye, pelan aje nape sih sampe pake teriak gitu anak perempuan juge," bunda selalu ngomel kalo aye teriak-teriak padahal teriakan aye gak ade ape-apenye dibanding teriakan bunda.
"Maaf bunda hehe," aye kemudian memeluk bunda dengan manja.
"Bunda sama ayah gak ngucapin selamat ulang tahun ke Reka?" tanya aye dengan percaya dirinye.
"Ngarep!" kata ayah dan bundanya bersamaan sedangkan aye langsung mengerucutkan bibir pura-pura kesal.
"Biasa aja itu bibir nanti bunda kuncir ya!" kata bunda terus ketawa.
"Kirain bunda sama ayah mau ngasih Reka kejutan gitu kayak di pilem-pilem, yang banyak balonnye terus kuenya juge gede," ledek aye menghalusinasi.
"Masih pagi ngehalu aje lu, sarapan dulu terus abis itu berangkat sekolah," kata bunda nyuruh aye karena emang feeling aye bilang si Dinda bentar lagi bakal nyamper aye ke rumah.
Tiba-tiba bunda ke dapur, disitu aye ga ngerasa curiga sama sekali. Pas aye lagi asik-asiknye sarapan. Bunda bawa kue ulang tahun yang cantik banget. Aye sampe terharu. Aye pun memeluk ayah dan juge bunda.
"Makasih banyak ayah, bunda. Reka sayang banget sama kalian," kata aye yang ngerasa seneng banget sampe ngeluarin air mata.
Pas aye mau berangkat, ternyata ayah ditelepon pihak restauran buat segera kesana karena informasi yang ayah dapet dari kepala dapur restoran kalo dapur restauran kebakaran. Ayah langsung panik, dan berangkat duluan. Entah kenape disitu perasaan aye mulai gak enak.
...🍂🍂🍂🍂...
...SMAN HARAPAN BANGSA...
Pas aye dan Dinda baru aje sampe dikelas, aye perhatiin si Dinda kayak lagi mikirin sesuatu. Dan tiba-tiba dia teriak bikin aye kaget setengah mati.
"Woy si Reka hari ini ulang tahun!"
"Astaghfirullah Dinda lu punya congor bisa pelan dikit gak sih! hampir aja ini kuping gue gak berfungsi denger lu teriak," aye ngegerutu soalnye kesel banget si Dinda teriak pas di kuping aye.
Temen-temen dikelas aye langsung pada nyamperin ke meja aye sama Dinda.
"Selamat ulang tahun ya."
"Selamat tambah tua ya."
"Selamat berkurang umur lu."
"Selamat anda harus mentraktir kita semua hari ini," kata su Jeki yang antusias banget.
"Ah lu giliran makan gratis aja maju nomor 1 coba kalau dikasih soal matematika kalo gak fisika mana mau," ledek aye bikin wajah Jeki langsung suram.
Pas kite semua lagi kumpul, tiba-tiba guru dateng masuk kedalem kelas.
"Ada apa nih ribut-ribut!" semua murid dikelas aye ngedenger suara guru dari depan pintu langsung berhamburan ke meja masing-masing.
"Memberi salam!" ucap Jeki dan guru itupun masuk kedalam kelas.
"Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh."
"Waalaikumsalam, cepat kumpulkan PR kalian sekarang juga! yang gak ngerjain berdiri didepan kelas, cepat!" kata bu Astri sebagai guru yang dijuluki The Queen killer of the women teacher yang ngajar mata pelajaran matematika.
"Kok cuma 5 orang, sisanya 25 orang lagi mana?" tanya bu Astri dengan nada tinggi.
Semua murid langsung diem dan gak ade yang mau jawab. Aye mah tenang, soalnye aye udah ngerjain PR nye.
"Baiklah yang tidak mengerjakan baris didepan kelas membentuk barisan buat dua shaf lalu lari keliling lapangan sampai jam pelajaran saya selesai, mengerti!" kata bu Astri yang tegas banget terus aye liat semuanya langsung pada melongo dan pasrah.
"Mengerti bu."
Terus mereka yang gak ngerjain PRnye langsung pade keluar kelas. Tersisalah 5 orang didalam kelas yaitu aye, Indri, Winda, Stella dan Yudi. Selame mata pelajaran berlangsung, aye berasa lagi uji nyali. Hening banget.
Hufft.. jam istirahat akhirnya berbunyi, semua murid di kelas aye yang udah selesai ngelaksanain hukuman bu Astri masuk ke kelas dengan wajah yang sangat kusam.
"Reka traktir minumlah haus nih kita, kan lu ulang tahun hari ini," kata Jeki yang tiba-tiba bernegosiasi sama aye.
"Iye selow mamen," aye jawab dengan santai.
Tiba-tiba ponsel aye bunyi.
"Bentar ya bunda gue telepon," kata aye dengan memberi kode pada mereka.
"Assalamualaikum bunda," ucap aye pake nada lembut.
"Waalaikumsalam, Reka hiks hiks hiks Reka pulang ya sekarang, ayah lu Ka hiks hiks hiks ayah lu meninggal," kata bunda sambil menangis sendu.
DEG jantung aye kayak tiba-tiba berenti terus aye juge gerasain nafas aye sesek banget.
"I-iya bunda Reka pulang sekarang," aye kemudian menutup telepon dan balik badan, ternyata teman-teman aye udeh berkumpul dibelakang aye dari tadi.
Aye berusaha kuat dan gak menangis.
"Gaes ini duit gue kalian atur aja ya biar kebagian semua, gue minta doanya dari kalian di hari ulang tahun gue semoga ayah gue diterima disisi Allah Subhanahu Wa Ta'al. Jeki gue izin ya pamit mau pulang duluan ya, Dinda gue duluan ya," kata aye yang masih gemetaran dengan tatapan kosong.
Semua temen-temen ngasih ucapan turut berduka cita sama aye, emang kalo dikelas aye terkenal bandel dan nakal tapi rasa solidaritas mereka semuanye tinggi banget tapi mereka gak pernah ikut campur masalah pribadi masing-masing. Abis entuh aye pun buru-buru pulang ke rumah.
Sampe dirumah ternyata udeh ada bendera kuning, aye langsung lemes, tatapan aye cume kosong aje gitu, entah setelah ini aye harus apa dan seperti apa. Orang yang selalu memotivasi aye buat jadi wanita hebat udah gak ade. Aye ngerasa kayak kehilangan harapan bersama kepergian ayah. Aye nyamperin bunda yang lagi bacain surah Yasin disamping ayah.
"Bun.." Tangis aye langsung pecah saat itu juge sambil peluk bunda.
"Kita harus kuat meski tanpa ayah sekarang," lirih bunda sambil mengelus punggung aye.
Setelah tangisan kite reda, bunda mengajak aye buat bicara.
"Bun, ayah kenapa bisa meninggal? apa yang udah terjadi sama ayah sebenernye bun?"
Jujur aye belom ikhlas ayah pergi, tapi mau begimane lagi. Ini udah takdir ayah dan hidup aye juge bunda harus terus berjalan meski tanpa ayah.
"Ayah kecelakaan sewaktu jalan ke restoran, sebelumnye bunda udah ingetin ayah buat hati-hati nyetir mobilnye, tapi qadarullah, Allah berkehendak lain. Ayah meninggal ditempat soalnye ayah ngehindarin mobil tronton dari arah yang berlawanan pas ayah pengen nyalip mobil yang ade didepannye itu kalo kata saksi di tempat kejadian," penjelasan bunda membuat aye masih berusaha mencerna dan tersadar atas kejadian yang menimpa ayah hari ini yang gak bisa aye lupakan seumur hidup aye dan juge bunda.
"Tapi, masalah kebakaran di dapur restoran bunda masih terus menyelidikinya," lanjut bunda seraya mengelus lembut rambut aye.
Flashback off
Dan semenjak ayah pergi, aye liat bunda sering merenung terus. Mungkin ini adalah kehilangan terbesar untuk aye terlebih bunda.
Selamat jalan ayah, doa Reka dan bunda selalu sama ayah. Tunggu kite di surga ya yah.
Bersambung..
Author Pov
...SMAN HARAPAN BANGSA...
Keesokan harinya, semua murid dikelas Reka tiba-tiba diadakan ujian dadakan. Beruntung Reka semalam sudah belajar jadi perasaannya sedikit lebih tenang.
"Dinda lu ngapa sih gelisah amat," ucap Reka yang melihat Dinda langsung membuka buku dan menghafal materi yang akan diujikan.
"Diem apa Reka gue lagi belajar, ujiannya 5 menit lagi," kata Dinda yang mulut komat kamit seperti sedang membaca mantra.
"Emang lu mah tebang-tebang, belajar tuh harusnye semalem, lah ini materi sebanyak itu mau lu apalin 5 menit doang itu otak apa celengan," ledek Reka.
"Emang otak sama celengan apa bedanya?" tanya Dinda dengan polosnya.
"Kalau otak itu gak bisa dipaksa buat diisi, lah kalo entuh celengan tinggal lu bongkar dah baru bisa masuk semuanye," kata Reka dan Dinda hanya ber oh ria lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Ujian pun dimulai, Reka dengan penuh konsentrasi mengisi soal dengan jawaban yang tepat, sedangkan Dinda seperti cacing kepanasan yang tidak bisa diam.
"Dinda! sini kamu maju ke depan! kerjakan soalnya di samping saya!" kata bu Lastri yang ternyata memperhatikan Dinda sedang berusaha mencoba untuk menyontek ke Reka.
"Sial! Reka awas lu!" kata Dinda sambil menatap tajam ke Reka.
"Makanya belajar," ledek Reka sambil menjulurkan lidahnya.
Ini mah ujiannya double, udah soalnya susah ditambah suruh ngerjain disamping nih guru, makin panas dingin aja, ini jawabannye ape lagi, ya Alloh beri aku petunjukMu.
Beberapa jam kemudian, pelajaran bu Lastri pun selesai, semua murid bisa bernafas lega setelah mengerjakan soal yang diberikan oleh bu Lastri. Walaupun banyak diantara mereka yang tak yakin dengan jawaban mereka sendiri, terlebih soal itu berbentuk essay.
"Soalnya susah banget sih ya, gue gak yakin nilai gue bagus," kata Winda.
"Lumayan lah," jawab Reka dengan santai.
"Widih bener-bener gak tebang-tebang ini si Reka sama ucapannya kemaren, anda luar biasa," seru Jeki sembari tepuk tangan.
Setelah melewati hari yang cukup menegangkan, akhirnya bel pulang pun berbunyi. Sepulang sekolah, lagi-lagi Dinda merengek supaya Reka mau nongkrong dengan anak-anak merpati. Merpati adalah nama tempat nongkrong Reka and the geng di perkampungannya.
...🍂🍂🍂🍂...
...KAMPUNG SEJAGAD...
"Ayolah Reka, ikut ye," ajak Dinda.
"Sorry Din sebentar lagi pan kite lulus, gue gak mau main-main sekarang," kata Reka yang baru tiba di depan rumahnya.
"Ya udah deh kalau begitu, daah," kata Dinda dengan lesu lalu meninggalkan Reka dan pulang ke rumahnya.
Dinda dan Reka seperti kancing dan benang, kalau salah satu gak ada seperti ada yang kurang. Karena Reka menolak untuk nongkrong akhirnya Dinda pun memilih pulang ke rumahnya.
Reka membuka kunci rumah dengan kunci cadangan, karena biasanya Tina masih berada di restauran. Namun kini berbeda, pintu rumah Reka tidak terkunci.
Loh kok gak dikunci, ape bunda udah pulang ye?
"Assalamualaikum bun, bunda," ucap Reka sambil mencari keberadaan Tina ternyata ada di dapur.
"Bunda tumben jam segini udeh dirumah?" tanya Reka sambil mencium punggung tangan bundanya.
"Sini duduk Ka," ajak Tina sembari menarik tangan Reka lalu keduanya duduk sofa yang ada di ruang keluarga.
"Ade ape bun?"
"Sebenarnye restoran kite sudah bangkrut Ka, bunda udeh cari cara supaye entuh restoran tetep bertahan ternyate gak bisa, akhirnye tadi restorannye bunda jual deh," Tina menghela nafas panjang lalu melanjutkan pembicaraannya.
"Enam bulan lagi pan lu lulus ye, nanti biar bunda jualan dari rumah aje, lu mau kan bantu bunda? kalo bukan lu siapa lagi yang mau bantuin bunda Ka, pan bunda disini sendiri," Reka tersenyum mendengar perkataan bunda yang sangat lembut.
"Iya bun, Reka mau kok. Abus lulus nanti Reka bakal cari kerja biar bunda gak kerja keras lagi ya," kata Reka langsung memeluk bundanya dengan penuh kasih sayang. Tak lama mereka pun melepaskan pelukannya.
"Oh iya, kira-kira kite bakal jualan apa ya?" tanya bunda dengan wajah yang mulai serius.
"Gimane kalo kite jualan roti aja bun, kan roti buatan bunda enak bener tuh, dulu juge direstoran paling laris roti buatan bunda pan," jawab Reka dengan sangat antusias.
"Ah iya, ide bagus oke deh besok sepulang sekolah lu anterin bunda belanja bahan kue ye, sekalian ajak si Dinda buat bawain belanjaan," ajak bunda kemudian terkekeh.
"Siap bunda, Reka mau ke kamar, mau ganti baju, dah bunda," kata Reka kemudian berdiri lalu berlari ke kamarnya. Sedangkan Tina hanya menggelengkan kepalanya seraya tersenyum simpul.
Sesampai di kamar, Reka langsung membersihkan kamarnya karena kebiasaannya bangun siang Reka di pagi hari masih belum hilang. Alhasil kamar Reka masih berantakan sekali. Sekarang Tina sengaja membiarkannya, hanya ingin tahu kalau Reka sekarang sudah benar-benar berubah.
Setelah kamarnya bersih dan rapih, Reka pun menuju kamar mandi yang berada di dalam kamarnya tersebut. Tak butuh waktu lama Reka pun keluar dari kamar mandi lalu berjalan menuju ruang ganti.
Setelah berganti pakaian, iapun merasakan lapar. Reka keluar kamar dan berjalan menuju dapur. Sesampai di dapur, Reka melihat Tina sedang menulis sesuatu. Karena penasaran, Reka pun menghampiri sang bunda.
"Lagi nulis apaan bun?" tanya Reka sambil menghampiri bunda di meja makan.
"Ini bahan-bahan kue buat besok yang harus dibeli Ka," jawab bunda yang masih tetap menulis dan Reka pun mengangguk.
"Bunda masak apa hari ini?" tanya Reka sambil mendaratkan bokongnya di kursi.
"Buka aje tudung sajinye, itu ada ayam goreng, sambel terasi, lalap selada sama timun terus ade sayur asem juge," jawab bunda dan mata Reka pun langsung berbinar melihat ada ayam goreng dan sambel terasi kesukaannya dan juga mendiang sang ayah.
Reka pun tiba-tiba teringat ayahnya.
"Kok diem sih? ayok makan katanye laper," ucap bunda membuat Reka tersentak kaget.
"Ah iya bun, Reka cume inget ayah aje. Dulu kalo bunda lagi masak kayak gini Reka sama ayah selalu perebutan kepala ayam," jawab Reka terkekeh kemudian mengambil piring dan mengambil nasi serta lauknya.
"Iye bunda juga lagi kangen ayah, makanya bunda masak kayak gini. Eh abis makan kita ke makam ayah nyok," seru bunda dan Reka pun mengangguk.
"Iya bun, ayok bunda juga makan biar tetep sehat," kata Reka dan mereka pun makan bersama.
Selesai makan, Reka dan bunda bersiap-siap untuk ke makam. Reka mengeluarkan motor matic peninggalan ayahnya dari garasi yang ada di belakang rumahnya. Ia pun melajukan motornya dengan santai sambil menikmati sore hari.
Sesampai di makam, ternyata banyak juga yang berziarah. Reka dan bunda langsung ke tempat terakhir ayahnya disemayamkan.
Mereka berdoa begitu khusu' memanjatkan doa kepada Sang Khalik. Tak terasa air mata keduanya jatuh begitu saja membasahi pipi mereka. Rasa rindu yang menyelimuti hati mereka akan sosok seorang ayah dan suami yang begitu mereka cintai.
Sekarang hanya tinggal kenangan yang menyatu dalam setiap memori yang tersimpan dari masa itu. Lembut tutur katanya, sentuhan tangannya serta senyumannya, semua hanya ada dalam kenangan indah yang tidak bisa disentuh lagi. Hanya dapat diingat dan disimpan rapih.
Kepergian sang ayah membuatnya tersadar akan hatinya yang rapuh saat cinta pertamanya telah tiada. Begitupun bunda, walaupun tutur bicara bunda bar-bar karena darah betawi yang begitu melekat sejak kecil. Justru membuat ayah selalu jatuh cinta pada bunda hingga nafas terakhirnya.
Bersambung..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!