NovelToon NovelToon

LUCEM

Chapter I

Suatu hari, Tuan Jhonatan melintasi kota yang dikelola dengan baik oleh saingan terberatnya, Wali Kota Ahem, Tuan Adam.

Melewati alun-alun kota yang terlihat seperti pasar festival yang meriah malam itu dan penuh dengan tawa riang penghuni kota Ahem benar-benar mengusik perasaannya saat itu. Tuan Jhonatan, bagaimanapun ia berupaya selama ini, alun-alun kotanya tidak pernah menampilkan keceriaan seperi yang ia harapkan. Ini sepertinya tidak adil.

Ini pertarungan dingin dua wali kota! Mereka saling mengejar dan menggigit, ya... mereka seperti anjing mengejar kucing dan kucing mencakar anjing lalu anjing menggigit kucing, itu siklus yang tak dapat dihentikan. Tapi ada yang lebih dari itu.

Seperti yang dikatakan kakakku Marbella yang luar biasa, itu hanya sebuah cerita tentang manusia dan tikus. Dan bagian yang sulit dari itu adalah memutuskan siapa orangnya, dan siapa tikusnya. Tapi bilang saja itu cerita tentang cerita.

Mari dimulai! Sebagian dimulai, dengan kehadiran petugas pos muda yang datang membawakan sepucuk surat dari tuan Jhonatan untuk kakakku Marbella. Kami tinggal jauh di pegunungan dan itu cukup menyiksa petugas pos manapun yang datang dari kota-kota yang jauh di dataran rendah.

Ini adalah bagian dari perjalanan yang tidak disukai petugas pos. Jalan menuju tempatku melewati hutan dan pegunungan di jalan yang rusak, berlumpur dan kadang runtuh. Ada bayangan yang dalam dan aroma hutan di antara pepohonan.

Kadang-kadang dia mengira ada penguntit yang mengikuti laju kendaraannya, suara-suara berdesau yang kadang samar dan kadang jelas membuat bulu tengkuknya meremang, beberapa kali ia menoleh tapi tetap tidak terlihat. Tapi dia yakin itu. Mereka datang dari belakangnya, dari jok belakang kendaraannya, tapi tidak ada apa-apa di sana kecuali tas surat besar dari kain kanvas dan koper pemuda pos itu.

Dan dalam perjalanan ini, tekad yang sangat besar adalah kuncinya. Dia sangat loyal dengan tugasnya. Aku diam-diam mengagumi kegigihan yang ia perlihatkan setiap kali datang mengantarkan surat atau paket ke tempat kami.

Sembari menikmati suguhan teh yang biasa aku hidangkan setiap kali ia datang, pemuda pos itu akan bercerita tentang perjalanan yang baru saja ia lalui, sesekali dia yakin dia mendengar suara-suara melengking, berbisik. Dan aku, aku selalu akan menyimak dan menikmati setiap cerita yang ia bawa tidak peduli itu sungguhan atau imajinasinya.

Kisah perjalan pemuda pos ini kadang panjang kadang singkat. Biasanya setelah menyerahkan surat petugas pos itu akan berlalu, bergerak menuju desa dimana orang-orang berkumpul lebih ramai dan kisahnya akan terdengar lebih meriah di sana. Tapi, dia tidak pernah melewatkanku sebelum itu.

Memandangi punggung pemuda pos itu hingga menghilang dikejauhan, aku mengalihkan pandangan pada satu-satunya rumah di sisi rumah kami.

Ya, hanya ada satu tetangga saat ini di dekat rumah kami. Dia adalah seorang pemuda berambut coklat, duduk sendirian di teras rumah dan menikmati ayunan kursi goyang, membaca buku. Dia membaca perlahan, dan dengan keras, menggerakkan jarinya di atas kata-kata. Dia membacakan. 'Itu 'Daemoooooooonologie,' kata asing itu diucapkan sebuah suara kecil, melengking miliknya.

“Daemonologie?” ulangku pelan.

'Ada yang namanya terlalu banyak pengucapan, Nak,' kata suara lain, yang terdengar setengah tertidur dari sisi dalam rumah.

“Tapi kau tahu yang terbaik tentang Daemonologie?” Terdengar suara Marbella di belakangku.

“Itu sangat jauh dari desa ini. Itu jauh dari Gunung Colonomis. Ini jauh dari mana saja di mana Komandan Pengawas pernah mengatakan, bahwa dia pencipta Daemologie akan membuat kita direbus hidup-hidup jika dia pernah melihat atau mendengar tentang kita. Dan itu tidak terlalu modern.

Jalan yang buruk. Banyak bukit dan lembah yang harus dilewati. Orang tidak banyak bergerak di atas sini. Jadi, berita tidak menyebar dengan sangat cepat, paham? Dan kita tidak memiliki polisi. Mars, kita bisa menghasilkan banyak uang di sini!”

'Marbi?' ucapku dengan hati-hati.

“Ya, Mars!?”

“Kamu tidak berpikir apa yang kita lakukan adalah, kamu tahu ... tidak jujur, kan?”

Ada jeda sebelum suaranya, '

“Well... kita mengambil uang mereka, Mars.”

Marbella menggoyang-goyangkan amplop putih bercap kantor wali kota di tangannya.

"Baiklah," kata Marbella dengan suara pelan, "tapi yang harus kau tanyakan pada dirimu sendiri adalah: dari siapa sebenarnya kita mengambil uang itu?"

“Yah ... biasanya wali kota atau dewan kota atau seseorang seperti itu.” Jawabku.

“Baik. Dan itu artinya… apa? Aku sudah memberitahumu sedikit sebelumnya.”

'Emm...'

“Itu uang pemerintah, Mars,” sambung Marbella dengan santai. “Katakan!? Uang pemerintah.”

“Uang pemerintah,” aku mengulangi ucapan Marbi dengan patuh.

“Baik! Dan apa yang dilakukan pemerintah dengan uang?”

“Emm, mereka ...”

"Mereka membayar tentara," potong Marbella. “Mereka berperang. Faktanya, kita mungkin telah menghentikan banyak perang dengan mengambil uang itu dan meletakkannya di tempat yang tidak membahayakan. Masyarakat akan memberikan gelar pahlawan kepada kita, jika mereka memikirkannya.” Ucap Marbella dengan mengangkat dagunya sembari melangkah masuk.

Aku mengekori langkahnya.

"Beberapa dari kota itu tampak sangat miskin, Marbi," kataku ragu.

“Hei, kalau begitu, itu hanya jenis tempat yang tidak membutuhkan perang.” sahut Marbella.

Aku melirik dari jendela, anak laki-laki itu berkonsentrasi, dan bibirnya bergerak-gerak larut dalam buku digenggamannya.

“Itu benar, Marbi. Tapi, bukankah Nyonya Mascherano pernah mengatakan kita seharusnya tidak hidup dengan tipu daya.”

“Dengar, Mars, tipu daya adalah inti dari manusia,” ujar Marbella.

“Mereka sangat ingin menipu satu sama lain sepanjang waktu sehingga mereka memilih pemerintah untuk melakukannya untuk mereka.

Sedangkan kita, kita memberi mereka nilai uang.

Mereka mendapat wabah tikus yang mengerikan, mereka membayar pengendali tikus, semua tikus mengikuti pengendali ini ke luar kota, melompat-lompat, dan itu berakhirlah wabah, semua orang senang bahwa tidak ada lagi yang mengotak-atik padi, sawah dan ladang, pemerintah dapat kembali dipilih oleh populasi yang bersyukur, perayaan umum di semua tempat. Uang dibelanjakan dengan baik, menurutku.” Ucap Marbella yang kini telah duduk di kursi kayu di tengah ruang baca.

"Tapi hanya ada wabah karena kita membuat mereka mengira ada," ucapku lagi.

“Wah, sayangku, hal lain yang semua pemerintah kecil lakukan dalam menghabiskan uang anggaran mereka adalah dengan menangkap tikus, paham? Aku tidak tahu mengapa kamu hari ini repot dengan itu semua?” Selidik Marbella.

“Ya, tapi kita-' bagaiman jika mereka menyadari bahwa kau telah berhenti?” Kejarku.

Marbella mengabaikan pertanyaanku. Aku kembali memandang keluar jendela yang mulai menggelap karena dihampiri senja dan juga mendung yang menggelayut. Hujan segera turun.

********

Daemonologie (secara harfiah, artinya ilmu setan). Biasa dituliskan juga sebagai Demonology atau Demonologi.

Chapter II

Di luar, di tengah hujan yang mulai mengguyur deras, terdengar ringkik kuda. Kemudian terdengar suara kaki berlari. Dan sebuah suara dari kegelapan berkata, “Apakah ada dukun atau orang sakti di sana!?”

Aku beradu pandang dengan Marbella dengan bingung. “Tidak?” Jawabku, jenis 'tidak' yang berarti “kenapa kamu bertanya?”

"Bagaimana dengan penyihir?" kata suara itu.

“Tidak, tidak ada penyihir,” jawabku lagi.

“Baik.” Ada jeda lagi yang dipenuhi hujan.

“Oke, vampir?”kata suara itu lagi.

“Ini malam yang basah, tentu vampir tidak ingin terbang dalam cuaca seperti ini, bukan? Ada vampir di sana?” nadanya memastikan.

“Tidak!” Jawabku sekali lagi.

“Ya ampun,” gumam Marbella, dan mulai merangkak ke bawah kursi menuju ruang pengintai dilantai.

“Itu melegakan,” kata suara itu lagi. Sedetik berlalu dan sebilah pedang menyelinap diantara dua daun pintu yang tak terkunci dan didorong, dan suara itu berkata, “Uang dan hidupmu. Ini kesepakatan dua-untuk-satu, paham?”

"Uang ada di kotak di lantai atas," terdengar suara Marbella dari lantai.

Pria berperawakan sedang itu melihat sekeliling ruangan yang redup dengan nyala lilin yang bergoyang tertiup angin.

“Siapa yang berbicara?” Dia bertanya.

“Emm... Aku.” Sahutku cepat.

“Aku tidak melihat bibirmu bergerak, Nak!”

“Uang ada di lantai atas. Tapi jika aku jadi kau, aku tidak akan– ”

"Hah, aku hanya berharap kau tidak akan melakukannya," potong perampok itu.

Wajah bertopengnya menghilang dan mulai menapaki anak tangga. Aku mengambil bambu berlubang yang tergeletak di kursi. Itu jenis seruling dengan batang bambu yang bewarna gading.

"Mainkan! "Perampokan dengan kekerasan", Mars.” kata Marbella dengan pelan.

"Tidak bisakah kita memberinya uang?" Sahutku dengan sunggingan senyum.

“Uang adalah untuk diberikan kepada kita," kata Marbella dengan tegas.

Di lantai atas, terdengar suara seperti sesuatu yang diseret ke bawah. Marbella memukul lantai dengan tangannya, memandangiku dengan perintah. Aku dengan patuh mengambil seruling dan memainkan beberapa nada.

Sekarang ada sejumlah suara dari lantai atas. Ada derit, bunyi gedebuk, semacam suara decitan dan kemudian teriakan-teriakan singkat pria perampok itu.

Saat ada keheningan dari lantai atas, ku turunkan seruling ke sisi paha kanan dan menarik napas perlahan. Marbella naik kembali dan duduk di kursi, menjulurkan kepalanya memandang ke lantai atas. “Pria yang malang,” ujarnya.

“Apa kau ingin melihatnya Marbi?” Tawarku.

“Baik. Majulah, aku ingin mengekor dibelakangmu saja. Tapi hati-hati, ya? Kita tidak ingin ada yang panik, bukan?” Marbella mulai menempeli punggungku dan tangannya meraih lenganku.

Perampok itu muncul kembali dalam cahaya yang temaram. Dia berjalan sangat lambat dan hati-hati, kakinya tampak tidak baik-baik saja dengan banyak bekas gigitan dan cakaran, dan itu juga terlihat disebagian besar badan dan wajahnya yang kini tidak ditutupi topeng lagi, puluhan binatang pengerat itu bergerak pelan di dalam celana dan baju perampok itu. Bau amis darahnya menyeruak menyerbu hidungku. Dan dia diam-diam merintih.

“Ah, lihat dia!” Seru Marbella dengan riang.

Pria perampok itu tersentak kaget mendapati kami. “Kau! Penyihir busuk.” Suaranya bergetar.

“Apa paman perampok sudah bertemu peliharaan kami?” Tanya Marbella dengan wajah yang dibuat polos.

Perampok itu mengangguk sangat lambat. Lalu matanya menyipit. “Kau seorang penyihir?” Dia bergumam.

Marbella memutar matanya “Apakah Paman mengatakan sesuatu?” Marbella bertanya dengan mengangkat dagunya.

Wajah pria itu menjadi kosong dan tertunduk.

“Ah, cepat belajar, aku suka itu dari perampok,” ujar Marbella.

“Apa rencanamu selanjutnya, Paman?” Marbella mengalihkan pandangannya ke tangga.

“Kabur,” jawab perampok itu dengan suara serak.

Marbella menjulurkan kepalanya melongok ke jendela. “Bagaimana menurutmu?” dia berkata. “Paman perampok ini memiliki dua kuda yang menarik keretanya, mungkin ada beberapa barang berharga di tas dan keretanya... bisa jadi, oh, seribu Sickle atau lebih.” Marbella menebak dengan wajah berbinar dan melompat kecil diatas kakinya.

“Ingin memeriksanya?” Tanya Marbella.

Aku kembali memandangi raut pria yang masih meringis memegangi tungkai kakinya itu. Pria itu mendengus kasar.

"Itu mencuri, Marbi," ujarku.

“Seperti itu tidak dapat dikatakan mencuri, Mars.” jawab Marbella ringan.

“Ini... menemukan, pengemudinya kabur, jadi seperti… penyelamatan. Marbella berjalan seolah berpikir. Hei, itu benar, kita bisa menyerahkannya sebagai hadiah. Itu lebih baik. Warga desa juga akan berpihak. Bolehkah kita?”

“Orang-orang akan mengajukan terlalu banyak pertanyaan,” ujarku dengan mengedikkan bahu.

"Jika begitu mari kita biarkan saja, cukup satu orang yang meneriaki kita pencuri, itu juga kalau dia mampu untuk berteriak," senyum licik menghiasi wajah Marbella.

“Bukankah jauh lebih baik jika kita menerimanya, eh? Kami bukan pencuri, OK!!” Suara Marbella meninggi memandangi paman perampok yang terlihat jengah.

“Ayolah kita lupakan saja ide itu Marbi," ucapku.

“Kalau begitu, mari kita curi kuda perampok itu," Marbella masih berusaha bernegosiasi seolah malam tidak akan selesai dengan baik kecuali kami mencuri sesuatu. 'Mencuri dari pencuri, begitulah'

"Kita tidak bisa membiarkan paman ini tinggal di sini sepanjang malam," ucapku mengingatkan.

"Dia benar!” Sahut paman perampok itu dengan mendesak. “Aku tidak bisa tinggal di sini sepanjang malam!”

Marbella menghela nafas, dan menjulurkan kepalanya ke luar jendela lagi. “Oke,” katanya.

“Ini kemurahan hati untukmu, perampok. Mulailah berdiri diam sambil menatap lurus ke depan sana, dan jangan mencoba trik apa pun karena jika kau melakukannya, aku

hanya perlu mengucapkan kata- ”

“Jangan mengucapkan sepatah kata pun!” Mohon perampok itu lebih mendesak lagi.

“Baiklah, kau benar-benar cepat paham. Dan kami akan mengambil salah satu kudamu sebagai hukuman dan kau dapat memiliki satu kuda dan keretanya. Cukup adil?” Marbella kembali terlihat luar biasa dengan kata-katanya.

“Apa pun yang kamu katakan!” Jawab paman perampok itu, lalu terlihat dia memikirkan hal lain dan menambahkan dengan tergesa-gesa, “Tapi tolong jangan ucapkan kata sihir apapun padaku!" Dengan pandangan matanya terus menatap lurus ke depan dari tempatnya berdiri.

Marbella berjalan mendahului menuruni tangga dengan paman perampok dan aku mengekori langkahnya menuju kereta kuda. Marbella bargerak memisahkan seekor kuda putih, dan dia juga mengambil sebilah pedang dari dalam kereta. Lalu berbalik menuntun kuda dan kereta membelakangi kami.

“Baiklah, waktunya pergi sekarang, dan kau harus berjanji untuk tidak akan menginjakkan kaki di sini atau mengingat kejadian dan tempat ini lagi, kata-kataku dapat mengejarmu sampai sejauh apapun, Janji?”

“Kalian dapat memegang kata-kataku sebagai pencuri,” ucap perampok itu, perlahan-lahan menurunkan tangan kesisi tubuhnya, menunggu.

“Baik. Kami pasti bisa mempercayai itu,” seraya tangan Marbella mengayun pelan dan aku membalas dengan anggukan kecil.

Pria itu merasa celana dan bajunya meringan saat tikus-tikus itu keluar dan berlari pergi. Dia menunggu sebentar, lalu berbalik, membungkuk dan berlalu, menghilang dalam pekat malam dan suara hujan.

Begitulah kakakku Marbella yang luar biasa mengakhiri kisah perampokan tanpa memakan hari. Selanjutnya, apa yang ditulis wali kota kali ini untuk kami.

Chapter III

___

___

___

*******

Empat tahun dan kerap hampir tidak memiliki sesuatu untuk ditelan sebagai makanan, tidak ada yang tersisa selain bekas luka di beberapa bagian tubuh dan hidungnya yang sesekali mengeluarkan darah, ingus dan kadang keduanya, dan dia pintar. Dia sangat sombong saat berjalan sehingga enggan menengadahkan tangannya memohon bantuan pada siapapun.

Menuntun tanganku menyusuri setiap sudut kota demi pekerjaan atau berebut makanan yang dibagikan orang-orang kaya yang ingin dikatakan dermawan.

“Tikus busuk, ingin mencuci dosa dengan menyantuni perut kami.” Begitu ejekan Marbella setiap melihat mereka datang.

“Berdiri rapat di belakangku, Mars.” Ucapnya.

“Baik.” Sahutku dan sibuk menyingkirkan juntaian rambut yang menutupi pandanganku.

Marbella menganggap kami hanya harus pintar untuk hidup selama empat tahun di jalanan ini, terutama dengan semua geng liar dan pedagang illegal, yang artinya mereka akan menjual apa saja, termasuk kami jika kami lengah. Itu bukan belum pernah terjadi. Lebam, bibir pecah, berdarah, adakalanya kaki pincang yang ia seret berlari, Marbella selalu bertarung, kadang demi dirinya kadang demi diriku.

Ya, kami harus pintar. Kami juga harus kaya. Begitu tekad Marbella, Ini membutuhkan beberapa penjelasan panjang untukku, tetapi Marbella telah menjelajahi kota dan belajar bagaimana hal-hal bekerja dan uang, katanya, adalah kunci dari segalanya.

Dan kemudian suatu hari dia melihat anak yang tampak bodoh memainkan seruling dengan topi di depannya untuk mendapatkan uang receh, dia punya ide. Ide yang luar biasa. Itu muncul begitu saja, sekaligus.

Seruling, anak yang tampak bodoh itu telah menukar serulingnya dengan setengah kantong kain uang, dan beberapa bungkus makanan hasil kami mengantri hari itu. Ketika anak itu akan berlalu–.

Dan Marbella berkata, “Hei, kamu! Bagaimana kamu dapat dengan senangnya menerima uang kami tanpa melihat kelengkapan barang yang kami beli?” Dan berakhir dengan latihan penuh selama seminggu untukku hingga akhirnya mampu memainkan nada.

“Apakah aku harus memainkan seruling ini setiap hari, Marbi?” Tanyaku polos.

“Kita tidak akan melakukan hal bodoh itu, Mars.” Ucap Marbella yang menyunggingkan senyuman tipis di wajahnya.

___________________

“Binatang apa yang ingin kau jadikan teman, Mars?” Tanya Marbella pagi itu.

“Binatang?” Aku meyakinkan.

'Kenapa hal merepotkan ini harus terpikirkan oleh otak pintar Marbella? Apa debu jalanan membuat isi kepalanya bermasalah?'

“Apa sudah kau putuskan?” Ia kembali dengan sebuah buku coklat kecil ditangannya.

“Tikus, aku mau memelihara tikus.” Jawabku cepat. Setidaknya tikus tidak akan membuat Marbella bekerja dua kali lipat untuk memberinya makan. Aku melihat tikus-tikus itu berebut makanan dari tumpukan sampah di sudut bangunan tempat kami biasa menumpang tidur setiap malamnya kala itu.

“Apa kamu tidak dapat memikirkan binatang lain yang tidak begitu menjijikkan?” Tanya Marbella

“Tidak.” Aku sudah bertekad, dan lagi kenapa aku harus memiliki binatang sebagai teman?

“Well, tikus juga lumayan.” Gumam Marbella. Tangannya mulai sibuk membolak-balik buku ditangannya dengan hati-hati.

“Mereka ada dimana-mana, kamu akan mendapatkan banyak teman.” Seringai Marbella mengintip dari sela rambutnya yang berjuntai.

_____________________

”Kita di sini…” Ujar Marbella.

Fajar menyeruak di sela-sela pepohonan yang rapat, ketika kami melangkah memasuki hutan dan terus maju semakin dalam lalu berhenti di sisi tebing, dibawah sebuah pohon rindang yang nyaman. Lembah sungai terbentang di bawah, dengan pemandangan sebuah kota jauh di seberang tebing. Marbella terlihat memandang jauh ke sana, dan meregangkan tubuh. 

“Untuk apa kita di sini, Marbi?” Tanyaku penasaran.

Marbella memasukkan tangan ke dalam mantel yang ia pakai dan membantu seekor tikus putih keluar dari kantongnya. Aku memperhatikan tanpa bertanya. Kami, lebih tepatnya Marbella, dia menghabiskan uang yang ia kumpulkan dengan susah payah hanya untuk membeli seekor tikus putih kecil. Aku melirik tikus itu dengan perasaan menyesal.

“Apa nama kotanya, Marbi? Tanyaku sambil mengarahkan telunjuk jauh kedepan.

”Ahem... haruskah kita pergi ke sana, jika keadaan terus memburuk? balas Marbella mendongakkan kepalanya. Sinar matanya sesaat meredup.

“Hah, tidak akan lebih buruk, aku akan tumbuh cepat dan membantumu mewujudkan semuanya.” Hanya itu yang bisa aku lakukan untuk melihat senyumannya kembali. Marbella adalah lampu yang tak boleh padam, atau aku akan tersesat.

Marbella terkekeh mendengar ucapanku kala itu.

“Apakah kamu siap, Mars?”. Dia mengajukan pertanyaan itu dengan lembut dengan menyentuh bahuku.

“Emmm... Ya, aku rasa.” Aku menjawab tanpa mengerti arah pertanyaanya.

“Aku akan mengajarimu sihir.” Ia menatapku dalam.

“Sihir!?”

“Ya, ini sihir keluarga, Ibu pernah mengajarkan beberapa sihir padaku ketika aku lebih kecil darimu saat ini.”

Marbella mengeluarkan sebuah gulungan kertas dan sebuah buku dari mantelnya, dan dengan hati-hati menggelar gulungan itu di tanah.

" Ini kertas yang usang, jangan sampai merobeknya.” Ucapnya.

“Dan ini buku yang lebih tua.” Tangannya membuka bagian lembaran yang memperlihatkan jilidnya yang terbuat dari tulang anak sapi yang mewah namun usang. Bagian punggung bukunya bersepuh emas tepat di bagian tengahnya.

Marbella memakai sarung tangan yang entah ia dapat dari mana seperi ahli bedah lalu membungkuk menghadap gulungan yang ia gelar.

“Baiklah, mari kita lihat apa yang bisa kita dapat hari ini,” ucapnya. ”Siapkan serulingnya, Mars!”

“Baik.” Aku memindahkan seruling dari kantong celana ke tanganku.

“Mulailah!”

“Lagu apa yang harus aku mainkan, Marbi?”

“Semua yang sudah kau pelajari dan semua nada yang kau bisa buat.” Jawab Marbella tanpa mengalihkan pandangannya dari gelaran kertas.

Aku mengangguk pelan, menghela napas bersiap untuk konser hutan pertamaku.

Sudah beberapa lagu kumainkan, dan Marbella entah mendengarnya atau tidak, ia terlihat hanya antusias dengan tulisan-tulisan di hadapannya. Aku mengambil jedah untuk bertanya, tapi baru saja aku menurunkan seruling—'

“Apa yang kau lakukan, Mars? Terus mainkan serulingmu!” Bentaknya.

Seruling kembali kuangkat dan memainkan nada sebisanya. Sesekali aku melirik Marbella yang terlihat tak akan memberikan aku waktu untuk minum sekalipun. Aku dapat merasakan denyut nadiku berpacu dan kelembaban menguap dari mulutku.

“Menakjubkan!” Tiba-tiba Marbella berseru mengejutkan. Semangatnya langsung terangkat.

“Lihat, Mars!” Marbella menunjuk tikus putih yang entah sejak kapan telah berdiri dengan dua kaki belakangnya diatas batu hitam besar didekat akar.

Aku memandang dengan ekspresi bingung di wajah, tidak mengerti apakah tikus yang bisa berdiri itu terlihat sangat menakjubkan saat ini di mata Marbella? Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

“Mars, arahkan pandanganmu sedikit ke kiri.” Ucap Marbella sambil mengarahkan dengan tatapannya. Aku mengikuti arah pandangan mata Marbella. Aku tercengang melihat puluhan tikus berdiri dengan dua kaki belakang mereka dan berbaris rapat memandang ke arah tikus putih Marbella yang kini tampak seperti sosok komandan sebuah pasukan.

“Mainkan lagi, Mars!”

“Yang mana?” Jawabku bingung.

“Yang terakhir kau mainkan, atau mainkan yang mana saja.” Balasnya cepat.

Satu tarikan nafas, dan aku kembali meniup seruling. Tiba-tiba semua tikus itu berlari cepat dan mengelilingiku.

“Terus mainkan dan jangan berhenti.” Perintah Marbella tegas.

Pikiranku terpecah, tanganku bergetar saat melihat tikus-tikus itu dari dekat seolah menonton konserku dengan khidmat. Nada yang kuhasilkan semakin tidak beraturan ketika semua tikus mulai berdecit. Tak ada penjelasan di awalnya mengenai ini, aku sedikit dilanda rasa panik. Di sisi lain Marbella tampak tersenyum puas.

Tidak kurang dari dua minggu kami tinggal di bawah pohon, sampai Marbella mengatakan bahwa aku sudah mampu mengendalikan semua tikus di hutan sekitar kami berada. Waktunya kembali ke kota.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!