NovelToon NovelToon

ANNA

THE CHARACTER- ANNA

...Aku seorang gadis berusia 20 tahun, yang di besarkan oleh kedua orang tua angkat ku, Fred dan Maria....

...Jika kebanyakan para wanita akan memimpikan hal-hal yang hebat dalam hidupnya, seperti pangeran berkuda putih, mahkota, bahkan istana, maka berbeda dengan ku....

...Sejujurnya keinginanku hanyalah satu, yaitu memiliki sebuah kehidupan biasa dengan keluarga yang biasa-biasa saja. Aku tak ingin berharap sesuatu yang sulit untuk di yakini sebagai sebuah realita....

...Tapi apa yang ku dapatkan? hah, sungguh jauh dari apa yang ku pikirkan....

...Dan ini adalah cerita hidupku. Hidup yang tak pernah ku bayangkan akan ku lalui.....

...Dan kau tau, sejujurnya aku sungguh bingung harus memulai cerita ini dari mana. Namun sebagai awal yang baik, bagaimana jika aku memulai dari apa yang bisa ku ingat belasan tahun silam.......

...🍁🍁🍁...

Bisa di bilang, saat ini aku adalah seorang wanita yatim piatu, tapi penyebabnya bukan karena orang tua ku meninggal dunia, hanya saja kami terpisah saat aku berusia lima tahun, dan sejak hari itu, aku tidak pernah melihat mereka lagi.

Awalnya, dimulai pada saat hari festival. Dimana biasanya akan begitu banyak orang-orang yang datang dan berkumpul memadati satu tempat untuk menikmati kemeriahan kembang api dan juga bermacam-macam keramaian yang di suguhkan dalam perayaan tahunan itu.

Hari yang indah dan sangat menyenangkan, bukan? seharusnya memang seperti itu. Tapi ternyata, memori indah itu bukan untuk ku. Bagian ku ternyata adalah cerita kelam di balik indah dan meriahnya lampu-lampu festival.

Hanya samar-samar dalam ingatan tentang bagaimana rupa kedua orang tua ku saat itu. Mom, adalah seorang wanita yang selalu memperlihatkan wajah tersenyum serta berkata manis setiap kali ia menegur ataupun bicara kepadaku.

Walaupun tak jarang aku selalu mendapati mom menangis, namun mom selalu mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Lalu mom akan memeluk ku dan setelahnya mom juga membelikan ku permen kapas yang sangat ku sukai. Seperti itulah dirinya.

Dan Saat itu hidupku benar-benar bahagia. Hanya dengan mom yang selalu memelukku, maka tidak ada hal yang perlu ku takuti di dunia ini.

Dan, jika aku harus menceritakan tentang Dad.

Maka yang bisa ku katakan adalah, Dad hanya seperti seorang uncle yang sesekali dapat ku lihat, itupun hanya sesekali jika tanpa sengaja aku terbangun begitu pagi. Lalu setelahnya, aku seperti tak pernah melihat Dad lagi untuk waktu yang cukup lama.

Namun mom tidak pernah mengatakan apapun padaku jika aku bertanya. Katanya, aku masih terlalu kecil untuk memahami urusan orang dewasa. Dan anehnya, Bagiku sungguh tak apa jika tidak ada dad, asalkan mom selalu bersama ku, itu pun sudah lebih dari cukup.

Hingga suatu hari, aku sangat senang ketika menyambut kedatangan mom yang entah pulang dari mana.

Mom menghampiriku dan memelukku seperti biasanya. Mom juga membelikan aku setangkai permen kapas berwarna-warni dengan rasa yang meletup-letup di dalam mulutku.

Dan saat itu, untuk pertama kalinya juga dalam ingatanku, aku bisa melihat wajah Daddy untuk waktu yang cukup lama. Bisa di katakan mereka datang bersama.

Yang aku ingat, saat aku menatap Daddy, tangannya yang besar menyentuh wajah ku dan terasa hangat. Aku merasa nyaman dan terlindungi di bawah telapak tangannya yang besar. Meskipun terasa asing.

Daddy juga tersenyum begitu ramah, kemudian berkata kepadaku, "Anna sayang, kita akan pergi melihat kembang api yang begitu besar dan cantik. Apakah Anna mau pergi bersama Dadd dan mommy?" Suaranya yang begitu lembut membuat aku lupa, bahwa orang itu untuk pertama kalinya bicara seperti ini padaku. Aku menyukai suara Daddy. Suara yang meneduhkan.

Saat itu, otak kecil ku tak bisa memikirkan apapun. Aku hanya melonjak bahagia karena melihat Daddy dan Mommy diwaktu yang bersamaan. Tapi tidak hanya itu, aku juga melihat sorot yang lain dalam mata mom, semacam kesedihan, tapi aku tidak yakin apakah benar begitu. Aku masih terlalu kecil untuk mengerti semua yang terjadi. Seperti kata mommy.

Yang aku tau, Aku bahagia.

Untuk pertama kalinya, mom dan Dad mengajak ku menghabiskan musim festival bersama. Tidak ada alasan yang membuatku harus merasa takut ataupun sedih saat bersama dengan mereka. Jadi, ya, saat itu aku benar-benar bahagia.

Bahagia karena ada mom dan Dad. Bahagia karena mereka menggandeng tangan ku. Bahagia karena kami bersama-sama.

Bahkan setelah kami tiba di tempat tujuan, mom dan Dad terus menggandeng tanganku dengan begitu erat seakan-akan aku adalah benda berharga yang harus di jaga dengan sangat baik dan yang berpotensi hilang di tengah-tengah kerumunan. Manis sekali bukan?

...🍁🍁🍁...

Aku ingat, saat itu Kami turut memainkan beberapa wahana bersama. Memakan bermacam-macam jajanan dan juga candy yang menjadi favorit ku..

Begitulah kenangan yang mereka ciptakan untuk ku, lalu BOOM, kami terpisah.

Terpisah begitu saja.

Entah di sengaja atau tidak, aku tidak tahu, yang aku tahu hanyalah:

Aku menangis di tempatku berdiri sambil memegang setangkai gulali. Aku tidak mengenal siapapun, dan untuk pertama kalinya aku merasa takut di dunia yang besar dan asing.

Aku memanggil mom dan Dad, namun salah satu dari mereka bahkan tidak kunjung menghampiriku. Aku menangis dengan keras berharap mommy akan segera memeluk ku. Namun ternyata, hal itu tidak pernah terjadi.

Hingga akhirnya, mungkin karena merasa iba atau memang peduli, salah satu dari pengunjung berbaik hati mengantarkan aku ke post penjagaan yang tidak jauh dari tempat aku kehilangan orang-orang yang aku cintai.

Dan setelahnya, kehidupan ku benar-benar berubah.

Festival musim itu merubah semuanya, merenggut semua yang kumiliki dan kucintai. Festival itu sungguh perampas yang kejam.

Selanjutnya, karena tidak ada satupun yang mencari ku selama beberapa hari, pak polisi yang sudah berbaik hati menjaga ku terpaksa menitipkan aku di panti sosial milik pemerintah setempat.

"Anak manis, kau harus tinggal disini. Mereka semua akan merawat mu dan menjadi keluargamu." kata polisi itu.

Aku mengangguk begitu saja.

Saat itulah aku sudah di cap sebagai seorang anak yatim piatu. Dan perlahan tapi pasti, aku terbiasa dengan panggilan si-yatim piatu.

Dan sungguh, saat itu aku benar-benar merasa sedih jika mengingat wajah Daddy dan mommy yang tersenyum dengan begitu manis tapi nyatanya melukai hatiku dengan teramat sangat.

Mungkin itulah yang di maksud dengan rasa manis yang datang begitu cepat, juga akan di ikuti kesedihan yang datang lebih cepat-setelahnya.

...🍁🍁...

Tahun demi tahun pun berlalu. Hanya saja, selama beberapa tahun aku hidup di panti sosial, aku benar-benar merasa sangat buruk. Aku di paksa melakukan pekerjaan kasar dan kerap mendapatkan kekerasan fisik dari ibu pengasuh atau pun kakak-kakak senior ku di sana.

Meskipun mendapatkan sebuah pendidikan dari program pemerintah. Namun itu tidak menjadikan aku merasa lebih baik. Bukan karena aku bodoh, tapi karena aku sering di jadikan bahan rundungan dari para seniorku, padahal saat itu aku masih berusia sepuluh tahun.

Dari sanalah aku benar-benar belajar, bahwa kehidupan itu sangat keras. Hingga akhirnya, saat berusia empat belas tahun, aku memutuskan untuk kabur dari panti yang sudah membesarkan aku selama beberapa tahun.

Sebenarnya bukan sekali, aku sudah mencobanya berkali-kali, hanya saja aku selalu gagal untuk kabur. Alhasil dari kegagalan itu, aku kembali menjadi bahan amukan dari ibu asuh karena menjadi contoh buruk bagi anak-anak lainnya. Mereka mengatakan aku seorang remaja pemberontak.

Tapi hal itu tidak membuatku jera. Jika ada kesempatan, aku akan mencobanya terus dan terus, dan jika gagal maka aku hanya akan kembali menerima hukuman yang sama.

Hingga percobaan yang kesekian kalinya, kemujuran pun berpihak padaku, aku berhasil kabur dari panti yang terasa seperti neraka.

Saat itu aku merasa hidupku sangatlah terberkati. Aku tidak lagi harus menerima semua perlakuan buruk yang sebelumnya ku alami. Dan aku bersumpah, bahwa aku tidak akan pernah lagi kembali ke sana.

Tapi lagi-lagi, aku salah memperhitungkan situasi. Hidupku justru semakin sulit dari sebelumnya, dan saat itulah aku benar-benar mengerti bagaimana kerasnya realita suatu kehidupan.

Gadis remaja yang kabur dengan membawa pakaian seadanya dan juga sedikit koin dari tabungan yang di simpan selama berbulan-bulan, tak bisa menjadikan hidupku lebih baik.

Entah jadi seperti apakah diri ku saat itu. Aku benar-benar tidak tau. Aku hanya berjalan sejauh yang aku bisa.

Saat gelap aku akan tidur di depan-depan toko, ataupun tidur di depan rumah warga setempat. Berharap ada dari mereka yang akan merasa iba dan memberiku yang seorang bocah ini sebuah pekerjaan, ataupun tempat menumpang walau hanya semalam, namun ternyata aku salah.

Tidak ada yang namanya belas kasih ataupun keramah-tamahan dari orang asing. Yang ada hanyalah penolakan.

Tak perlu di ragukan, saat itu aku bahkan sempat merasakan kelaparan selama beberapa hari karena tidak memiliki uang sepeser pun. Dan selama itu juga, aku hanya mengisi perutku dengan air yang berasal dari keran-keran yang ada di tempat umum.

Hidup terlunta-lunta di jalanan tanpa uang dan juga makanan, benar-benar kehidupan yang tidak aku harapkan.

Hingga pada suatu hari, tepatnya di akhir pekan, dimana orang-orang lebih ramai memenuhi jalanan, aku terpikirkan untuk menjadi seorang pengemis. Ah, mungkin bahasa halusnya seorang pengamen jalanan.

Saat itu, aku menjadi pengamen dengan hanya berbekal sebuah botol yang ku isi dengan batu-batuan kecil hingga menimbulkan suara gemericik.

Aku bernyanyi sebisa ku, dengan lagu-lagu yang di ajarkan di sekolah ataupun lagu-lagu yang sering ku nyanyikan saat harus melakukan misa.

Dari sanalah, untuk pertama kali setelah beberapa hari kelaparan, akhirnya aku bisa mendapatkan beberapa keping koin dari hasil suara ku yang sangat-sangat tidak merdu.

"Ini ambil lah!" Pria paruh baya memberikan tiga keping koin dengan wajah kesal. Tapi aku tidak peduli.

"Terima kasih tuan, terima kasih." Aku membungkuk senang,

Dan untuk bertama kali juga dalam beberapa hari, aku bisa membeli makanan dari hasil jerih lelahku. Meskipun saat itu koin-koin ku hanya mampu membeli sepotong roti tawar dengan saos kacang seadanya- tapi aku bahagia.

Sejak saat itu, aku benar-benar bertekad untuk sungguh-sungguh menekuni profesi baruku, yaitu sebagai seorang pengamen jalanan.

...🍁🍁🍁...

Usia empat belas tahun, tidak ada yang bisa aku lakukan. Sedangkan Aku perlu makan. Aku perlu mandi, dan juga berganti pakaian sedangkan tidak ada yang gratis di dunia ini.

Meskipun aku seorang pengemis, tapi aku tetaplah seorang pengemis yang memiliki wajah rupawan, atau yang lebih dikenal dengan pengamen dengan pesona seorang remaja.

Aku mengurus diriku dengan baik, meskipun harus hidup di jalan.

Singkat cerita lagi, hampir satu tahun lamanya aku menjadi seorang pengamen dan hidup di jalanan. Aku tidur dimana saja dan melakukan apa saja.

Aku juga berteman dengan para preman untuk menjaga diriku tetap aman. Aku tidak bisa menjadi sasaran, sehingga akhirnya aku memilih untuk menjadi sekutu.

Saat itu jugalah aku bertemu dengan Luck, seorang pemuda berusia sekitar dua puluhan, yang di kenal juga sebagai ketua preman di wilayah itu. Entahlah, aku tidak terlalu mengenalnya.

Beberapa hari berteman dengan Luck, aku merasa kami cocok. Dan Luck juga merasakan hal yang sama dengan ku. Hanya dalam hitungan hari, kami pun menjalin hubungan.

Saat itu, Aku seorang remaja puber berusia lima belas.

Gadis naif yang harus menjalani kerasnya hidup di jalanan.

Luck menjaga ku di tengah kawanannya. Aku mendapatkan tempat tinggal di rumah kecil miliknya yang juga sering dijadikan tempat berkumpul para preman.

Bisa di bilang, Luck adalah penyelamat hidup ku. Cinta pertama ku. Dan juga pria yang mendapatkan ciuman pertama ku. Luck bagaikan guardian Angel-ku.

Bodohnya, aku sangat menikmati apa yang dilakukan luck padaku. Kami mencari uang bersama, tinggal bersama, tertawa bahkan bercerita tentang banyak hal. Aku seperti mendapatkan hidupku kembali.

Aku kira aku sudah benar-benar mendapatkan kebahagiaan ku. Namun kembali lagi, tidak ada yang gratis di dunia ini.

Untuk tempat tinggal dan juga rasa aman yang di berikan luck padaku, aku harus membayar mahal karenanya.

...🍁🍁🍁...

Sampai matipun, sepertinya aku tidak akan melupakan malam itu. Hari dimana aku harus menerima kemalangan lain dalam hidupku. Malam yang benar-benar menghancurkan hidupku sekali lagi. Bahkan rasanya lebih hancur dari sebelumnya. Aku sudah tak bersisa sedikitpun. Tidak ada harapan lagi..

Saat itu, Luck pulang dari bekerja (memalak para pejalan kaki, mencuri, bahkan merampok), Luck terlihat sangat marah. Aku yang sedang duduk di atas kursi reot yang ada di pojokan ranjang menatap Luck sambil bertanya-tanya.

Aku ingat sebelum kejadian itu, kami sempat bicara. Aku bertanya padanya, "Luck, ada apa? wajah mu tidak terlihat baik-baik saja. Apa terjadi sesuatu?" Aku khawatir, dan juga gila. Karena bergelayut manja pada seorang preman yang aku tahu pasti dalam keadaan yang buruk..

Namun bukannya kata-kata lembut seperti biasanya yang ku dengar, Luck malah menarik tangan ku, lalu menampar wajah ku dengan keras beberapa kali hingga aku terhuyung dan terperosok jatuh ke lantai. Sebelum itu, aku sempat mencium bau alkohol dari mulutnya. Luck mabuk.

Kepala ku berdengung, dan mulut ku tidak bisa berkata-kata. Belum lagi aku sadar dari rasa sakitku, tangan Luck sudah kembali menarik tubuhku dengan begitu keras hingga aku tersentak.

Aku kembali menerima beberapa kali tamparan, hingga benar-benar tidak sadarkan diri. Tidak tahu berapa Lama aku pingsan, tapi di saat aku mulai tersadar, yang aku rasakan pertama kali adalah rasa pening dan rasa sakit di wajahku akibat perbuatan Luck.

Namun tidak hanya itu, aku merasa sesuatu yang asing memasuki tubuh ku dengan begitu kuat hingga menimbulkan rasa sakit yang teramat sangat.

Dingin dan sakit. Itulah yang ku rasakan.

Saat itulah aku sadar, bahwa aku tengah di perkosa. Bukan oleh orang lain, tapi oleh kekasih ku sendiri. "Luck, lepaskan aku! Ku mohon, lepaskan aku." Sekali lagi tamparan melayang di wajahku.

Aku berontak dan menangis sejadi-jadinya memohon kepada Luck untuk menghentikan perbuatan kejinya.

Aku memohon belas kasihannya padaku, tapi ternyata hal itu malah menjadikan dirinya semakin buas.

Aku benar-benar hancur, sehancur-hancurnya. Setelah di perkosa aku bahkan di tinggalkan begitu saja.

Tanpa ada permintaan maaf dan rasa bersalah sedikitpun.

Luck benar-benar bajingan.

Setelah Luck pergi, aku hanya bisa menangis, aku mengasihani diriku, dan juga menyalahkan keadaan.

Aku menyalahkan mom dan Dad yang meninggalkan diriku. Aku menyalahkan kebodohan dan kenaifan diriku hingga aku juga menyalahkan Tuhan yang membuatku hadir di dunia ini.

Tidak ada yang bisa ku lakukan lagi pada hidup ku. Aku begitu kotor dan juga menjijikkan. Bagaimana pun aku berusaha, kebahagiaan bukanlah milik ku. Bagian ku hanyalah kemalangan dan penderitaan.

Jika memang demikian, lalu untuk apa aku hidup?

Saat itu lah, aku hanya memikirkan satu hal, yaitu mati.

Tanpa pikir panjang, dengan sekuat tenaga aku berlari keluar dari rumah Luck dengan hanya mengenakan pakaian seadanya di tengah hujan deras. Bahkan langit sepertinya merestui niatku untuk mengakhiri semuanya.

Aku tidak perduli bagaimana penampilan ku saat itu. Yang aku tau, aku sangat kotor dan menjijikkan. Aku harus segera membersihkan tubuh dan jiwa ku sepenuhnya.

Aku berlari secepat mungkin, berniat untuk melompat dari jembatan gantung yang tidak jauh dari rumah Luck.

Dengan aku mati, aku berharap agar penyesalan menghantui Luck seumur hidupnya karena telah memperlakukan diriku dengan buruk.

Namun belum lagi aku melompati jembatan yang setidaknya akan bisa membuat bagian tubuh ku patah ataupun kepalaku yang pecah, sebuah mobil justru sudah melaju ke arahku layaknya cahaya bahkan aku tak bisa menghindarinya.

Aku tersenyum saat tubuhku melayang entah kemana, mentertawakan bagaimana kematian akan menjemput ku.

Aku benar-benar gadis yang diberkati dengan sebuah kemalangan. Ya, hanya kemalangan, begitulah hidupku.

Aku akan mati. Aku akan bebas. Aku akan melepaskan semua kesakitan ini.. itulah yang ku pikirkan. Tapi ternyata semuanya belum cukup..

Beberapa bulan kemudian, aku terbangun dari tidur panjang yang ku kira adalah kematian abadi. Ku kira aku berada di surga, tapi surga tak mungkin berbau obat bukan?

Ternyata kisah hidupku belum berakhir. Aku justru terbangun di sebuah rumah sakit dengan fasilitas kamar yang begitu lengkap.

Dan di sanalah aku selama beberapa waktu. Bersama dengan Fred dan juga Maria, yang tidak lain adalah orang tua dari pengemudi yang membuatku mengalami kejadian naas itu.

Dari yang mereka ceritakan kepadaku, putri mereka yang bernama Carmella lah yang tidak bisa di selamatkan, bahkan aku pun hampir tak bisa tertolong jika bukan karena donor organ yang ku terima dari pelaku yang tidak lain adalah Carmella, putri mereka.

Kenapa mereka menyelamatkan aku? bukankah putri mereka mati karena ku? apa yang mereka harapkan dengan membuatku tetap hidup? untuk balas dendam?

Anehnya, Fred dan Maria justru bersikap sangat baik padaku. Mereka merawatku dengan begitu sabar, bahkan mereka tidak menyalahkan aku sedikitpun atas apa yang terjadi pada putri mereka.

Jika di pikir lagi, aku adalah penjahat yang sebenarnya. Jika aku tidak berada di sana, maka hal buruk tak akan terjadi pada putri mereka.

Dan yang mencengangkan, Mereka justru berkata, agar aku berusaha lebih keras untuk memulihkan kondisi tubuhku, dan mereka juga berkata, bahwa mereka akan mendampingiku selama yang bisa mereka lakukan.

Hah, ternyata Tuhan masih belum mengijinkan aku untuk mati dengan begitu mudah.

Kali ini, kemalangan apa lagi yang harus ku terima? anehnya, aku justru menantikannya. Ini seperti permainan yang tak berkesudahan..

.......

.......

.......

THE CHARACTER- ANNA

Samuel McAdam. Pria Berusia 27 tahun, bekerja sebagai Manager di SkyLand, yang tidak lain adalah perusahaan milik keluarga besar McAdam.

Anak dari seorang wanita simpanan yang akhirnya menjadi istri sah. Lucu bukan?

...Lupakan! Motto hidup Samuel adalah; ...

...Jangan mendekatiku. Karena aku tidak suka di dekati. Dan jangan mengusik ku, jika kau ingin hidup mu baik-baik saja....

...🍁🍁...

Samuel McAdam. Pria yang bisa mencintai sekaligus membenci dalam satu wajah. Jika dilihat dari namanya, maka siapapun akan tau jika Sam bukanlah orang biasa.

McAdam, adalah label yang diberikan kepadanya karena sebuah garis keturunan. Samuel adalah salah satu anggota dari keluarga besar McAdam.

Keluarga terkaya di asia, sekaligus pemilik perusahaan raksasa SKYLAND.

Samuel adalah putra kedua setelah Darco McAdam, sang pewaris tahta. Namun ini bukanlah kisah tentang putra mahkota, Karena memang tidak akan seperti itu.

Meskipun para executive lebih banyak memberikan suara kepada Sam sebagai kandidat yang paling cocok untuk memimpin Skyland, namun tetap saja, itu bukanlah takdir seseorang seperti Sam.

Sam hanyalah putra kedua. Itupun bukan dari rahim yang sama dengan Darco. Melainkan dari rahim wanita lain. Wanita yang di sebut-sebut sebagai pembunuh ibu Darco.

Itulah fakta yang banyak orang percayai. -Sam adalah anak haram. -Sam dan ibunya adalah kutukan bagi keluarga McAdam Karena kehadiran merekalah, ibu Darco lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya.

Itulah yang orang-orang gunjingkan tentang Sam dan Ivanka, wanita satu-satunya yang masih Sam miliki, ibunya.

Meskipun ia sangat mampu untuk menempati posisi Darco saat ini, namun Sam tidak akan memiliki kesempatan itu. Jelasnya, ia tak akan bersaing hanya untuk memperebutkan tahta.

Tidak untuk Skyland. Tidak juga untuk cinta.

... Lima tahun sebelumnya......

"Sayang, tersenyumlah. Jangan memasang tampang seperti itu." Ivanka menyentuhkan tangannya ke tangan Sam. "Tunjukan wajah bahagia mu, kakak mu sedang berbahagia saat ini." ujar Ivanka membujuk Sam.

Saat ini mereka sedang berada di tengah-tengah acara pertunangan Darco dan juga Carmella. Sam sungguh tidak memiliki masalah apapun terhadap Darco. Darco adalah kakaknya. Selain itu, sejak dulu keduanya bahkan selalu akur, meskipun mereka tidak lahir dari rahim yang sama.

Tapi tidak dengan Carmella. Wanita yang saat ini tengah tersenyum dengan mata berbinar bahagia saat menatap Darco.

Damn!

Bagaimana Sam bisa tersenyum bahagia, jika wanita yang saat ini berdiri di samping saudara laki-lakinya adalah wanita yang ia cintai juga.

"Mom, aku sudah tersenyum sejak tadi. Lagi pula aku bukan boneka yang dibuat dengan wajah tersenyum. Wajah ku bisa kaku jika terus begitu." Sahut Sam masa bodoh. Padahal di dalam hati ia tengah meradang.

Ia merasa terluka, dan juga kecewa. Cintanya bertepuk sebelah tangan. Carmella tidak pernah menganggap serius semua perhatian yang Sam tunjukan padanya. Meskipun Sam tau jika Darco dan Carmella di jodohkan oleh keluarga besar mereka, namun tetap saja; baik Darco maupun Carmella terlihat bahagia dengan perjodohan tersebut.

Seakan-seakan keduanya memang telah jatuh hati jauh sebelum keduanya di jodohkan. Sial. Sejak kapan Sam harus tertinggal seperti ini.

"Mom tau sayang." Ivanka bersuara lembut, "Hanya saja, wajah mu terlihat tidak tampan jika cemberut seperti itu. Sungguh." Ivanka tersenyum lagi sambil sesekali bertepuk tangan mengikuti keramaian. "Hanya mom yang selalu memperhatikan wajahku. Orang lain tidak akan." Bantah Sam menolak.

Ivanka mengerutkan kening sambil menatap singkat putranya, "Ingatlah siapa kita sayang. Daddy tidak akan suka jika di berita besok justru wajah menekuk mu ini yang ramai di perbincangkan.- Temuilah kakak mu, dan beri selamat padanya." pinta Ivanka sedikit memaksa. Sam ingin membantah, namun Ivanka sudah memasang wajah peringatan pada Samuel. Dan itu artinya, ia harus menuruti permintaan mommynya.

Jujur saja, Sam akan memilih langsung pergi di bandingkan harus memberikan selamat atas pertunangan Darco dengan cinta tak terbalasnya.

"Kak,- Selamat untuk mu." Sam mengulurkan tangan kepada Darco. Namun Darco menepis tangan Sam. "Bukan tangan bung!" ujar Darco nampak kesal. Sam hanya membatu di tempatnya. Ia sudah sangat kesal dengan kenyataan tentang Carmella, sekarang apa lagi yang akan Darco lakukan untuk menambahkan luka dihatinya.

"Seharusnya kau memberikan kakak mu ini sebuah pelukan!" ujar Darco yang dengan cepat sudah merubah raut wajah kesalnya menjadi wajah penuh tawa bahagia. "Kau benar. Bodohnya aku." Sahut Sam dengan nada bicara menyesal yang dibuat-buat.

"Selamat untuk mu kak." ujarnya lagi, lalu keduanya pun berpelukan. "Semoga kau benar-benar bahagia untuk ku.-" Sahut Darco, membuat tubuh Sam menegang.

Darco menahan pelukannya lebih Lama, "Jangan pikir aku tidak tau kalau kau menyukai Mella." Bisik Darco. "Kali ini, kau harus menyerah bung." Darco menepuk punggung Samuel prihatin sambil tertawa kecil, lalu melepaskan pelukannya.

"Kau sungguh tega.- Bagaimana kau menerimanya jika kau tau perasaan ku." kesal Sam, dengan wajah menekuk.

Darco dan Carmella sama-sama tertawa, melihat Sam. Bagi keduanya, Sam benar-benar seperti seorang adik. Carmella memang lebih tua dari Sam, karena itulah, Carmella tak pernah menaruh hati pada Sam. Dan Darco tau itu..

Bagi Carmella yang seorang anak tunggal, Sam sudah seperti adik laki-lakinya sendiri. "Dasar bocah. Kau pikir dirimu cocok untuku? aku ini kakak mu tahu." Sela Carmella, dengan nada memarahi Sam.

Sam menggeleng. "Kalian berdua benar-benar." ujarnya lagi tidak percaya dengan apa yang Darco dan Carmella lakukan padanya.

Meskipun Sam merasa terluka, namun ia tidak akan membiarkan perasaannya merusak hari bahagia Darco dan Carmella. Mereka adalah orang-orang yang sangat Sam pedulikan selain ibunya.

Orang-orang yang selama ini selalu mendukung Sam untuk melewati hari-harinya yang buruk.

"Kau harus menemukan sendiri wanita yang lebih cocok untuk mu. Aku yakin kau juga akan bahagia,- adik kecilku." kata Carmella, membuat hati Sam semakin terluka.

Bagaimana bisa ia bahagia, jika wanita yang ia cintai adalah Carmella. Wanita yang sama yang memintanya untuk menemukan wanita lain. yang artinya, Carmella sudah dengan jelas meminta Sam untuk melupakan perasaannya kepada wanita itu.

"Yah! Aku akan menemukan wanita lain. Kau bahagia?" sahut Sam, enggan.

Carmella hanya tertawa kecil melihat Samuel.

"Lihatlah, bocah ini pasti akan terus menempel padamu seperti sebelumnya." Sela Darco, yang memeluk Carmella dengan mesra.

"Tidak akan! Aku akan mencari wanita lain!" Sahut Samuel dengan nada sinis, lalu ketiganya kembali tergelak.

Ketiganya terlihat begitu akrab jika sedang berada di lingkaran yang sama seperti saat ini. Sam, Carmella dan Darco, mereka adalah keluarga sekaligus sahabat.

...🍁🍁🍁...

Samuel menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. Ia menghembuskan nafas lelah. Ia benar-benar harus menyerah pada cinta pertamanya.

"Mella.. Mella.. Mella.. Huh!" Lagi-lagi Samuel melepaskan semua kepenatan dan juga rasa kecewanya.

Akhir yang tidak pernah ia harapkan. Tapi pada kenyataannya harus Sam jalani.

"Mencari wanita lain?" Apa kau pikir perasaan ku bisa berganti dengan begitu cepat? wanita tak berperasaan." gumam Samuel menyesalkan.

Samuel bangun dari tempat duduk sebelumnya, kemudian berpindah ke kamar. Ia berdiri di depan cermin, lalu memandangi pantulan dirinya dari dalam kaca.

"Lihatlah dirimu Sam! Kau benar-benar tidak memiliki apapun." Samuel mengulas sedikit senyuman kecewa. Ia benar-benar harus selalu di bawah Darco. Tapi kenapa harus Darco? seandainya saja itu pria lain. Tapi ini Darco, kakaknya. Samuel jadi tidak bisa marah ataupun melampiaskan kekesalannya pada pria itu. Sial.

"Dasar pecundang!"

Samuel kembali berjalan gontai menuju ke kasurnya. Lalu, bruuuk. Ia kembali menghempaskan tubuhnya.

Ranjangnya benar-benar terasa kembut, namun begitu dingin. Sama seperti hatinya yang sedang terluka dan hampa.

Samuel mengumpat pelan, saat mendapati ponselnya yang tiba-tiba bergetar. Ia sedang tidak ingin bicara pada siapapun, terutama pada jam-jam seperti ini. Samuel hanya ingin merenung, dan sendirian.

Tapi sayangnya, ponsel Samuel tak kunjung berhenti bergetar. "Sial!" Siapa yang menghubunginya pada jam seperti ini?

Samuel mengernyit; "Mella..?"

Cepat-cepat ia mengubah posisinya, lalu menempelkan benda pipih itu di telinga.

"Hallo Mell, ada apa?" Tanya Sam, cepat. Namun ternyata bukanlah suara Carmella yang Samuel dengar.

Melainkan suara bising, seperti suara hujan, dan juga sirene. Apa diluar tadi sedang hujan? "Mell, kau disana?"

"Apa ini dengan kerabat nona yang memiliki ponsel ini?" kata seseorang yang saat ini bicara pada Samuel. "Ya, dimana pemilik ponsel ini. Kenapa anda yang bicara pada ku?" Samuel menegang. Perasaannya tiba-tiba menjadi tidak nyaman.

"Nona ini sedang mengalami kecelakaan. Sekarang sedang di evakuasi dan akan di bawa kerumah sakit." kata orang itu samar-samar. Samuel segera melompat turun dari ranjang lalu mengambil kunci mobil kemudian bergegas pergi.

"Katakan pada ku dirumah sakit mana orang-orang akan membawanya?" kata Samuel yang terburu-buru.

"Tuhan, ku mohon jagalah Mella.- Tunggu aku Mell, aku akan datang secepatnya untuk mu, kau harus baik-baik saja. Ku mohon. ku mohon."

Sesampainya dirumah sakit, Samuel berusaha menelpon Darco kakaknya, ia ingin menyampaikan apa yang menimpa tunangannya itu, tapi Darco tak pernah menjawab panggilannya.

"Suster, dimana pasien atas nama Carmella?" Tanya Sam dengan nafas memburu. "Pasien berada di ruang penanganan tuan, di ruangan ketiga dari lorong." jelas perawat tersebut, dan Sam pun bergegas kesana.

Setibanya disana, Samuel tak mendapati keberadaan Carmella, akhirnya ia kembali bertanya kepada perawat, "Pasien atas nama Carmella, dimana saya bisa menemuinya?" kata Sam mulai merasa panik, "Anda keluarga korban?" Sam mengangguk cepat, "Mari ikut saya."

Sam mengikuti dengan perasaan kacau. Ia takut dan juga gelisah. Kepala Sam di penuhi dengan berbagai macam kecemasan.

"Disana, korban atas nama Carmella Stompson." tunjuk perawat itu mengarah ke ruang jenazah.

Bagaikan tersambar gledek, hati Sam benar-benar hancur. Dunianya benar-benar kiamat. Cintanya berakhir, begitu juga dengan...

Malam itu menjadi satu-satunya malam terburuk dalam hidup Sam, malam yang membuatnya benar-benar kehilangan cintanya untuk selama-lamanya,

"Kami tidak bisa menyelamatkan korban, silahkan anda mengurus administrasinya." kata perawat, dan Sam di buat membisu sepenuhnya.

Dadanya terasa sesak, kepalanya seperti di hantam berton-ton besi, dan darahnya.. darahnya seperti habis terhisap.

Sam ambruk begitu saja di depan tubuh dingin wanita yang di cintainya..

"Carmella.."

.......

.......

.......

.......

ANNA-03

...🍁🍁🍁...

...Langit membiru haru dengan keteduhan yang menyamai kesuraman yang sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata, semua bias itu seakan turut mendukung kesedihan yang Sam rasakan. Hatinya masih menyimpan sebuah kesedihan yang begitu dalam....

Mengingat tentang hari ini, hari dimana ia kehilangan orang yang sangat di cintanya, wanita yang menggoreskan luka yang teramat sangat di hati Sam.

Kepergian Carmella yang begitu tiba-tiba masih menyisakan sebuah kepedihan yang tak ingin pergi dan terus menggerogoti Sam entah sampai kapan.

Berbeda dengan Darco yang saat ini sudah melupakan Carmella dan juga sudah memiliki pendamping yang baru, Samuel tak bisa melupakan Carmella begitu saja.

Meskipun kejadian itu sudah lebih dari lima tahun yang lalu, namun bagi Sam, perasaannya masih sama. Carmella adalah cinta dalam hidupnya.

Sam tidak bisa menyingkirkan sosok Carmella begitu saja dari hatinya. Kepergian Carmella dan semua kenangan yang wanita itu tinggalkan, seakan terus menggores perlahan tapi pasti di hati Samuel.

Tak satupun kenangan tentang Carmella yang meninggalkan dirinya. Kenangan wanita itu begitu kuat dan begitu hidup mengikat jiwanya.

Entah dirinya yang tidak bisa melepaskan cinta pertamanya, ataukan memang sosok Carmella-lah yang enggan untuk pergi dari kehidupannya. Yang Samuel tahu, bahwa hatinya kosong setelah kepergian Mella.

Tok.. Tok..

"Masuklah." sahutnya. Samuel merapikan dasinya dan kembali ke kursi. Sementara sekertarisnya masuk dengan membawa tablet di tangan ingin menyampaikan laporan.

"Ada apa?" kata Samuel dingin. Ia menunggu dengan tidak sabaran. Samuel memang seperti ini. Ia tidak mudah untuk menunjukkan wajah ramah kepada orang lain, termasuk keluarganya sendiri.

"Tamu anda, dr.Raka sudah berada disini tuan." lapor Jeni, sekertaris utama Samuel. Wanita itu juga enggan untuk berbasa-basi sebab ia sudah sangat mengenal bagaimana atasannya. Tidak ada gunanya mencari perhatian putra kedua dari keluarga McAdam tersebut.

"Biarkan dia masuk." sahut Samuel memberikan perintah. Wajahnya terlihat lebih santai saat mengetahui kunjungan sahabatnya, Raka. Meskipun kunjungan Raka di luar jadwalnya hari ini.

Jeni mengangguk patuh, kemudian sedikit tersenyum, "Baik tuan." katanya kemudian berlalu. Jeni langsung melakukan tugas lain yaitu mempersilahkan tamu dari atasannya untuk masuk ke dalam.

Jujur saja, sebenarnya Sam tidak ingin bertemu dengan siapapun untuk hari ini. Ia hanya ingin menghabiskan sepanjang hari berteman dengan kesunyian. Tapi ternyata, seseorang tidak mengijinkannya melakukan hal itu. Tidak untuk hari ini.

Pintu ruangan Sam kembali terbuka, seorang pria dengan busana kasual memasuki ruangannya dengan senyuman yang merekah.

Apa dia pikir ada sesuatu yang menyenangkan diruangan ini? Sam mendelik sesaat kepada Raka. Tidak habis pikir karena sahabatnya selalu bisa menunjukkan wajah ramah bahkan kepada orang asing. Sedangkan Sam paling handal menunjukkan wajah datar.

"Hei bung, aku datang untuk mu." kata Raka menghampiri meja kerja Samuel dan duduk di sana dengan leluasa meskipun tidak Sam tawarkan.

"Kau tidak punya hari lain untuk mengunjungi ku?" Samuel bangkit dari kursi masih dengan wajah datar. Seakan Raka akan di timpa sebuah kemalangan. Raka pikir Sam akan meninggalkannya sendiri di ruangan itu, tapi Sam tetap menghampiri Raka dan memberikan pria itu sebuah pelukan penuh keakraban. Sahabatnya belum berubah.

"Entahlah, aku hanya suka tanggal ini untuk menemui mu, karena aku tau kau pasti akan mengurung diri.- Masih tidak bisa melupakannya?" Raka berpindah dan mendaratkan bokongnya di atas sofa dengan kepala yang setengah bersander kemudian menengadah menatap langit-langit ruangan Samuel.

Raka adalah sahabat terdekat Samuel. Sejak di universitas, hanya Raka lah satu-satu orang yang bisa mendekati dirinya. Meskipun mereka berbeda fakultas, tapi entah bagaimana, Raka selalu saja bisa menempel kepada Sam. Dengan cara dan alasan apapun. Hingga Sam terlalu lelah untuk menghindar.

Samuel bukanlah seseorang yang mudah membuka diri terhadap orang-orang baru, meskipun itu adalah teman-teman sewaktu ia mengenyam pendidikan sekolah junior maupun senior high school.

Samuel selalu membangun tembok pembatas yang membuat dirinya tak tersentuh. Dulu. Tapi setelah nya tidak lagi. Setelah ia bertemu dengan Raka. Pria aneh yang terlalu gigih untuk berteman dengan dirinya. Ah, tapi tidak hanya Raka, sebenarnya ada satu lagi seseorang yang bisa menghancurkan tembok pertahanan Sam, yaitu Carmella.

Tapi sekarang tidak lagi, yang tersisa hanyalah Raka seorang. Karena itulah, sejak kepergian Carmella Samuel kembali membangun tembok pembatas untuk dirinya. Tembok yang lebih tinggi dan lebih dingin dari sebelumnya, hingga tak ada satupun yang kelak akan mendekati tembok itu dan meruntuhkannya seperti yang di lakukan Carmella pada hatinya. Wanita itu pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun sebagai ucapan perpisahan. Benar-benar membuat Sam terlihat sangat menyedihkan.

Karena itulah Sam membangun temboknya kembali. Karena Sam tidak ingin terluka lagi. Ia sangat takut terluka untuk kedua kalinya. Kehilangan seseorang yang penting sangatlah menyakitkan. Sam tidak ingin merasakannya lagi.

"Dia yang kau maksud,- aku tidak berniat melupakannya." sahut Samuel datar. "Kau sepertinya sangat lowong. Apa kau tidak memiliki pasien? atau jangan-jangan kau sudah menutup rumah sakit mu." Sam bicara dengan nada yang sama, sinis dan juga tidak berperasaan.

Raka adalah seorang dokter dan juga pemilik rumah sakit terbesar di ibu kota saat ini. Rumah sakit yang diwariskan untuknya, dan rumah sakit yang sama tempat dimana Carmella menghembuskan nafas terakhirnya.

Menurut Sam, untuk seorang pemimpin rumah sakit terbesar, sahabatnya itu tidak cocok untuk kegiatannya saat ini.

"Rumah sakit ku tidak akan tutup hanya karena aku meninggalkannya selama satu hari." Raka membalas Sam dengan begitu santai. Ia sangat tahu bagaimana sahabatnya. Dan Raka sudah sangat terbiasa dengan kata-kata tajam dan pedas dari mulut seorang Samuel.

"Baiklah kawan. Karena aku sudah disini, apa kau Ingin menemuinya? aku juga sudah lama tidak menemui Carmella." Karena tahu Samuel akan melakukan sendiri jika ia tidak datang, karena itulah Raka berada di sana. Ia ingin menjadi bagian saat sahabatnya itu mengenang rasa sakitnya.

Sedangkan Sam sendiri, Ia memang berniat untuk mengunjungi makam Carmella setelah jam kantor berakhir, dan menghabiskan sepanjang hari untuk mengenang cinta pertamanya. Seorang diri- tadinya.

Raka tersenyum kecil saat Sam menganggukkan kepala dengan patuh, "Kita pergi sekarang."

Samuel mengambil kunci mobil lalu meninggalkan kantor bersama Raka. Sebelum itu, mereka masing-masing membeli sebuket bunga untuk di bawa saat mengunjungi makam Carmella.

"Setiap tahun kau selalu membeli bunga yang sama. Kau sepertinya sangat yakin jika dia menyukai bunga ini?" komentar Raka saat mobil Sam sudah kembali memasuki jalan raya.

"Aku mengenal Carmella dengan baik, dan aku akan selalu memberikan yang terbaik untuknya.- Tidak seperti seseorang." sahut Sam ketus.

Dari nada bicaranya yang tidak ramah, Raka tahu jika sahabatnya itu sedang membicarakan saudara laki-lakinya, Darco.

Wajar saja jika Sam marah pada Darco. Raka yang mengetahui keseluruhan kisahnya pun sangat setuju akan sikap Samuel. Jika malam itu Darco tidak membuat Carmella pulang seorang diri, dan mau mengantarnya kembali ke kediaman keluarga Stompson maka kejadian naas malam itu mungkin saja tidak akan pernah terjadi.

Tapi malam itu, Darco justru memilih untuk tinggal bersama para koleganya di bandingkan bersama Carmella yang adalah tunangannya sendiri.

Dan Raka sangat menyayangkan kejadian itu. Dan yang membuat Raka semakin prihatin adalah, Samuel yang terus menyalahkan dirinya atas kejadian yang menimpa Mella. Menimpa sahabat baik mereka.

"Sudah sampai rupanya.. " komentar Raka setelah sekian lama keduanya hening dalam perjalanan.

Samuel dan Raka keluar dari mobil dan memasuki area pemakaman yang berputar karena berada di daerah perbukitan. Dan di sana selalu sepi seperti biasanya.

"Seseorang sepertinya sudah mendahului kita." gumam Raka saat melihat buket bunga yang masih segar di letakkan di atas makam Carmella. Namun Sam tidak bersuara. Sam lebih memilih diam sambil mengenang cinta pertamanya.

Ia tidak perduli ataupun penasaran tentang siapa yang mengunjungi makam sebelum mereka tiba. Yang ada di pikiran Samuel saat ini hanyalah Carmella dan Carmella. Dan sebuah penyesalan yang tidak kunjung pergi dari hatinya.

Kau bahagia di sana? Sam berucap dalam hati sambil menatap nanar batu nisan didepan nya, Aku harap kau bahagia karena meninggalkan kami semua dengan begitu cepat. Setidaknya aku tahu bahwa kau berada di tempat yang indah. Aku merindukan mu. Dan sampai hari ini masih sangat merindukan mu, Mella.

...🍁🍁🍁...

Seorang wanita muda menggosokkan tangannya agar mendapatkan kehangatan. Dengan wajah dan hidung yang sudah memerah, wanita muda itu dengan cepat masuk ke dalam rumah untuk melindungi dirinya dari cuaca dingin yang hampir membekukan.

"Astaga, Anna. Apa yang kau lakukan sayang,- lihat dirimu, apa kau berniat berubah menjadi boneka salju?" Maria membulatkan matanya saat melihat Anna yang masuk kerumah dengan tubuh gemetar. Maria mengambil secangkir air hangat kemudian segera membungkus tubuh Anna dengan kain dan memeluknya erat.

"Aku tidak apa-apa mom." balas Anna sambil memijit pelan hidungnya yang merah. Sedangkan bibirnya sudah terlihat memucat.

Wajah Maria terlihat cemas, ia sangat tahu bagaimana kondisi putri angkatnya itu. Ditambah lagi Anna keluar rumah dalam keadaan seperti ini. "Kau kedinginan sayang, darimana saja kau di cuaca seperti ini, hem? bagaimana jika sesuatu terjadi padamu sedang aku ataupun Daddy mu tidak mengetahuinya, kau benar-benar membuatku cemas Anna." Raut kekhawatiran terlihat jelas di wajah Maria saat melihat Anna yang terus menggigil karena kedinginan.

"Aku hanya pergi sebentar mom,- sahut Anna cepat. "Jangan cemaskan aku, aku baik-baik saja. Sungguh,-" Anna tersenyum berharap Maria menghentikan kecemasan atas dirinya.

Tapi ternyata ia justru membuat keadaan berbanding terbalik. Bahkan Maria sudah mulai menangis saat memeluk tubuh Anna yang tidak berhenti bergetar.

Maria adalah orang tua dari Carmella. Sejak kejadian lima tahun lalu, orang tua Carmella langsung mengadopsi Anna untuk menjadi putri angkat mereka. Bukan karena mereka menginginkan Anna untuk menjadi pengganti Carmella, atau memastikan jantung dan juga mata yang Anna dapatkan dari putri mereka terjaga dengan baik, tapi alasan Maria dan suaminya melakukan itu adalah lebih kepada rasa bersalah dan juga sebuah rasa tanggung jawab. Mereka tidak bisa membiarkan Anna begitu saja setelah mengetahui bagaimana kondisi Anna yang sebenarnya.

"Kau menemuinya lagi, putri kami." Tebak Maria dengan suara pilu yang sangat Anna kenali. Maria selalu bisa menebak kemana dirinya pergi selama ini. Seakan Anna tidak bisa menyembunyikan apapun dari Maria.

"Mom, aku harus selalu berterima kasih kepada Carmella, dan juga kepada kalian. Jika tidak melakukan itu, aku akan merasa sangat berdosa. Aku akan merasa sangat bersalah kepadanya dan juga kepada kalian." Ah, sial. Seharusnya Anna tidak terbawa perasaan seperti ini. Anna memegang dadanya yang tiba-tiba terasa ngilu.

Luka jahitan di dadanya memang telah sembuh, namun bekasnya masih jelas terlihat. Setiap Anna mengingat Carmella dan merasakan emosi pada dirinya, maka jantungnya akan berdebar dan menimbulkan rasa ngilu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Maria yang menyadari ada sesuatu yang salah pada Anna pun segera menghampiri putrinya dengan wajah takut, "Anna, kau kenapa sayang. Kau baik-baik saja?" Maria memegang kedua tangan Anna dan menuntunnya,

"duduk dan tenangkan dirimu, aku tidak marah padamu sayang. Aku hanya khawatir padamu." Maria mendudukkan Anna di kursi dan mengambilkan segelas air lagi. Apa dirinya berlebihan? seharusnya Maria tidak menceramahi gadis kecilnya dalam kondisi seperti ini.

Anna membuka mulutnya dengan nafas yang sulit untuk ia raih, "Aku tidak apa-apa mom, hanya saja." Anna mengelus dadanya seraya menahan rasa sakit yang kembali di rasakan. Kali ini terasa lebih sakit dari sebelumnya. Itu bukan sakit dari jantung yang sudah di operasi dan di lekatkan pada tubuhnya. Itu adalah rasa penyesalan di hati Anna.

Penyesalan yang terus menghantuinya atas apa yang menimpa Carmella dan keluarga yang sudah merawatnya selama lima tahun terakhir ini. Penyesalan Anna atas keputusannya yang membuahkan kemalangan tidak hanya untuk dirinya tapi juga kepada orang lain.

Seharusnya Anna lah yang mati malam itu, bukan Carmella. Seharusnya Anna lah yang menanggung semuanya, bukan Carmella. Seharusnya Anna lah yang menerima semuanya.

"Mom, maafkan aku. Maafkan aku." Karena sakit yang teramat sangat, Anna pun menangis terisak karena kebodohannya malam itu. Penyesalan yang ia rasakan saat ini adalah penyesalan yang akan ia bawa bahkan sampai nanti ia sendiri yang akan menemui Carmella dan meminta maaf langsung kepada wanita itu.

Maria mendekap dan memeluk Anna dengan erat kemudian menangis bersama dalam pelukan yang hangat, "Ssttt.. jangan katakan itu sayang. Jangan katakan. Kami tahu apa yang terjadi, kita semua terluka dan ini bukan salah mu sayang, bukan salah mu." Maria memeluk Anna dengan lebih erat dan turut merasakan apa yang gadis kecil itu rasakan.

"Mom, kenapa rasanya begitu sakit. Hatiku.. hatiku rasanya benar-benar sakit mom."

.......

.......

.......

.......

.......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!