‘Tentangku, tentangnya dan tentang kisah kita yang baru dimulai.’
Busan, Korea Selatan
“YA AMPUN! Kita benar-benar tersesat, tak ada satu orang pun yang dapat kita tanyai, hanya ada rerumputan liar yang bergoyang di sepanjang jalan dan ini salahmu Manajer Han!”
Kata-kata itu menerjang gendang telinga Han Kyungmin yang tetap tenang di bangku pengemudi. Dilihatnya wanita berwajah putih pucat, bibir semerah cherry dan manik mata berwarna cokelat tengah memberengut kesal dari kaca spion dashboard.
Dia adalah Kim Serin, yang kini menegakkan tubuhnya di bangku belakang. Kepalanya ia julurkan pada Kyungmin yang masih bisa tenang setelah hampir setengah jam menyusuri jalanan sepi di hari yang hampir gelap. Ia menatap sang manajer, menghela tidak sabar karena sejak tadi ocehannya tidak ditanggapi.
“Duduklah dan pakai sabuk pengamannya,” kata Kyungmin.
Akhirnya laki-laki berumur dua puluh delapan tahun itu berbicara, namun itu tidak membuat Serin puas apalagi tenang sepertinya. Wanita yang lebih muda lima tahun darinya itu mendengus, menyandarkan punggungnya kasar pada sandaran bangku mobil van yang biasa digunakan para artis seperti dirinya.
“Oppa (Kakak, panggilan wanita pada lelaki yang lebih tua), kau pikir akan terjadi kecelakaan di tempat sunyi senyap seperti ini! Aku berani taruhan kita akan gagal menghadiri Festival Film Busan!”
Selesai mengatakannya suara ledakan terdengar menggelegar bersamaan cahaya dari api yang menyambar, membakar bangunan yang biasa digunakan para petani untuk menyimpan hasil panennya. Kim Serin terperanjat kaget dari duduknya, matanya terbelalak nyaris keluar ketika melihat terangnya malam karena kobaran api yang membesar.
Saking terkejutnya dengan apa yang baru saja terjadi, Kyungmin sampai hilang kendali sebelum akhirnya mengerem laju mobil yang berjalan zig-zag sehingga kini menghadap tepat di bahu kanan jalan, di mana tempat ledakan hebat terjadi. Barulah mereka sadar ada bangunan yang tak begitu jauh sekitar sepuluh meter dari jalan utama.
ΘΘΘ
“Katakan padaku apa sekarang aku sedang berada di lokasi syuting sebuah drama atau mungkin film?” ucap Serin tercengang tak percaya, ia keluar dari mobilnya, ingin melihat lebih jelas lumbung padi yang terbakar.
Han Kyungmin juga sudah berada di luar mobil, ia melangkah maju untuk memastikan apa kemungkinan di lumbung padi ada orang. Serin tak habis pikir pada manajernya yang masih bisa setenang itu setelah menyaksikan kejadian menyeramkan yang hanya pernah dilihatnya di layar kaca.
Kaki Serin bergetar ketika melihat lumbung dilahap api mengakibatkan asap hitam mengepul tinggi. “Jangan pergi terlalu jauh nanti Oppa bisa terluka!” serunya memperingatkan Kyungmin yang berada dua meter dari tempatnya berdiri, ia mulai berpikir tentang drama ‘tragedy’ yang pernah ditontonnya.
“Bagaimana kalau ada ledakan susulan?” Serin segera menajamkan pandangannya pada Kyungmin yang masih melangkah ragu. “OPPA, CEPAT MENJAUH DARI SANA!!”
Benar saja, apa yang ditakutkan Serin terjadi. Ia buru-buru menutup pandangannya dengan kedua tangan, menjerit-jerit ketakutan karena ternyata bukan hanya sekali ledakan susulan, tetapi beberapa kali yang tak sempat dihitung olehnya. Suara ledakan tak lagi terdengar. Serin membuka matanya perlahan dengan napas memburu, seakan-akan telah berlari kencang.
Kepalanya bergerak gelisah mencari-cari sosok laki-laki tinggi, mata sipit yang selalu tampak sendu, hidung mancung dengan rambut agak ikal menutupi dahinya yang tadi berjalan tenang mendekati lumbung.
“Oppa, Kyungmin Oppa! Ke mana dia? Apa dia terlempar!” pikiran Serin menerawang jauh pada film-film perang yang pernah ditontonnya, lalu menggeleng menapik semuanya. “Tidak, tidak mungkin dia meninggal!” Serin hampir menangis.
Di antara rumput liar Kyungmin mengangkat bagian atas tubuhnya yang tertempel di tanah, lututnya terasa lemas untuk berdiri. “YA! Serin–ah, aku ada di sini! Cepat bantu aku,” suaranya melemah di akhir kalimat, ia memandang ngeri api yang sudah melahap bagian atas lumbung, rasa penasarannya mendadak memudar dan berpikir ingin segera pergi saja.
Kyungmin menyimpulkan tidak akan ada orang di dalam lumbung malam-malam begini.
Tangan Serin yang terkepal berada di depan bibirnya, ia menggumamkan rasa syukur dengan perasaan lega. “Dia baik-baik saja,” lalu kakinya turun memasuki ladang kering di akhir musim panas. “Kyungmin Oppa, cepat bangun!” dituntunnya Kyungmin mendekati mobil.
Mereka kembali ke dalam mobil yang rasanya menjadi tempat teraman sekarang. Serin yang duduk di sebelah kemudi melihat kaki Kyungmin yang menekan pedal gas ragu-ragu, sepertinya kakinya masih lemas, sehingga mobil berjalan tersendat-sendat. Sepuluh menit lalu, Kyungmin menolak tawaran Serin untuk menggantikannya mengemudi, dia bilang, dia tidak apa-apa, berdalih bahwa pastilah Serin lebih terkejut tadi.
“Sudah aku bilang, aku saja yang menyetir!” omel Serin tangannya tergantung, melingkar erat di handle pegangan, sesekali tubuhnya maju ke dashboard bersamaan dengan muncul rasa takut akan kecelakaan diakibatkan Kyungmin yang tidak becus mengemudi.
ΘΘΘ
Kobaran api tak juga berhenti, jelas ingin menghanguskan lumbung beserta isinya. Tiba-tiba saja pintu terbuka, terhempas cukup jauh. Seorang laki-laki telah membukanya secara paksa dengan hanya menendang sebilah kayu kokoh itu dengan kekuatan yang tersisa, berjalan menerobos panasnya api.
Ia mengedipkan mata muram. Mata cokelatnya bercahaya dengan gurat wajah penuh kemarahan terpampang jelas ditambah kedua tangan yang mengepal kuat. Selanjutnya ia berlari cepat, sangat cepat, meninggalkan bangunan tersebut.
Sesaat kemudian dirinya sudah berada di depan mobil van hitam yang dikemudikan Han Kyungmin. Berdiri mematung membiarkan cahaya lampu menyorotinya yang seketika itu juga memperlihatkan betapa lusuh pakaiannya, terkena noda hitam dari kayu yang baru saja terbakar namun tak sampai membuat kulitnya melepuh.
Tangan Serin menunjuk-nunjuk, tergagap menyuruh Kyungmin menghentikan mobilnya. “A, ada orang di depan!”
“Datang dari mana dia!” panik Kyungmin seolah masih belum tersadar dari keterkejutannya beberapa saat lalu dan kini mendadak ada orang berdiri menghadang mobilnya.
“Kau harus mengerem seka–rang …,”
Mobil berhenti bersamaan dengan suara berdebam keras. Serin tahu akan seperti ini, makanya kalimat yang diucapkannya melambat. Sialnya dia tidak memakai sabuk pengaman, tubuhnya terhenyak ke depan, kepalanya terbentur cukup membuat ia merasakan pusing dan meringis kesakitan. Kyungmin sendiri sudah sigap menyelamatkan kepalanya dari benturan setir kemudi.
Serin menoleh dengan kilatan mata tajam pada Kyungmin seraya memegang dahinya yang berdenyut sakit. Kyungmin buru-buru mengatakan, “Sudah aku bilang pakai sabukmu, kan,” bela Kyungmin tak mau disalahkan atas apa yang terjadi pada aktrisnya.
“Kau benar dan aku salah,” hela Serin kembali teringat dengan seseorang yang baru ditabrak Kyungmin. “Oppa, cepat periksa keluar!” titahnya sambil mendorong Kyungmin pelan namun mampu membuat tubuh laki-laki dengan tinggi badan 184 cm itu sedikit terhuyung.
Sebagai aktris pendatang baru yang tengah melebarkan sayapnya di dunia perfilman, setelah dengan mantap memilih hiatus dari kegiatannya bersama girl group, yang lebih dulu membesarkan namanya dan mulai fokus pada karir berakting–nya. Tentu saja Serin enggan diberitakan telah menabrak seseorang ketika dia tersesat di Busan. Media bisa heboh bahkan melebih-lebihkannya.
Kyungmin terantuk berteriak otomatis langkahnya terhenti, dalam waktu beberapa menit saja ia sudah terlalu sering dikejutkan. Dan sekarang yang membuatnya terkejut adalah bagian depan mobilnya penyok cukup parah, ia meliukkan kepalanya khawatir pada laki-laki yang tergeletak di aspal. Memicingkan mata cemas, apa separah itu?
Di dalam mobil Serin mencondongkan tubuhnya ke jendela depan, melihat ekspresi Kyungmin, mengigiti kuku ibu jarinya dengan panik. Serin menggumamkan kata tak jelas. Akhirnya ia putuskan untuk keluar juga.
Serin mengulang keterkejutan manajernya ketika melihat bagian depan mobil yang penyok, ia membatin, sekeras itukah?
“Kenapa kau keluar?” tanya Kyungmin, ia tengah memeriksa keadaan korban yang ditabraknya, lebih tepatnya laki-laki itu yang tiba-tiba muncul di depan mobilnya.
Serin buru-buru menjawab, “Di sini tidak akan ada paparazi, kan. Biar aku perjelas, yang menabraknya bukan aku, tapi kau… Manajer Han,” ia menambahkan dengan cemas, “Dia tidak mati, kan?”
ΘΘΘ
‘Nama untuk memanggilmu.’
Seorang laki-laki dengan rambut yang ditumbuhi beberapa helai uban, memakai jubah putih, tengah duduk membelakangi mejanya. Terlihat kedua tangan yang meremas kasar rambut menunjukkan bahwa ia sedang kesal. Tak lama ia pun menurunkan tangan mengatur napas seraya membalikkan kursi kerjanya, menatap tajam pada laki-laki muda bertubuh tegap di depannya.
“Park Chanyong, Chanyong–ah, seharusnya kau pastikan dulu apa semua humanoid sudah berada di dalam lumbung!” sungut laki-laki paruh baya dengan kaca mata bertengger di ujung hidungnya, sebisa mungkin ia membuat suaranya agar tidak terdengar marah, meski begitu lawan bicaranya tetap mengetahui kemarahan tertahannya.
Ia meneruskan dengan ekspresi menyalahkan. “Jumlah mereka tujuh dan kau kehilangan satu dari mereka?”
“Maafkan aku ayah, aku sungguh minta maaf,” sesal Chanyong tak berani menatap balik.
“Sudah aku bilang panggil aku profesor dan sebaiknya kau selesaikan tugasmu dengan benar!” pada akhirnya Profesor Park meninggikan suaranya.
Kata maaf kembali dilontarkan Chanyong, kali ini dengan menambahkan gelar profesor.
“HMD07… cari dia lalu hancurkan, jangan sampai ada manusia yang terluka karenanya. Aku sudah memberitahumu tentang humanoid, mereka itu berbahaya, sangat berbahaya jadi aku suruh kau melenyapkannya. Kau mengerti?!”
“Baik Profesor Park,” ucap Chanyong patuh.
Dalam hatinya Chanyong masih mencoba menelaah apa yang dimaksud dengan berbahaya, mungkinkah humanoid itu mengancam manusia, tapi kenapa? Apa ayahnya salah memprogram robot itu, atau telah terjadi komplikasi terhadap komponen dasarnya? Rasanya ia ingin menanyakannya, tapi ....
“Sekarang keluarlah,” kata Profesor Park seraya mengedikkan kepala.
Setelah memberi salam hormat, Chanyong melangkah pergi dari ruang kerja Profesor Park, Park Donggun, yang seorang mahasiswa lulusan Universitas Waseda, Tokyo. Terkenal dengan keahliannya dalam membuat robot. Ia mampu membuat berbagai macam robot mulai dari robot kecil yang fungsinya untuk membantu pekerjaan rumah sampai pekerjaan berat di sebuah pabrik dan ciptaan terbarunya adalah robot humanoid yang kabur dari perusahaan tempat mereka dipekerjakan.
Ketujuh humanoid itu diberi nama HMD dengan akhir nomor seri sesuai urutan pembuatan. Diketahui HMD07 adalah robot terakhir dari eksperimen pembuatan humanoid yang merupakan robot terhebat dari seri sebelumnya, tak heran jika ia berhasil lolos dari ledakan yang terjadi di lumbung padi, sedang yang lainnya dinyatakan hancur, tepatnya mati.
Humanoid: jenis robot yang penampilan keseluruhannya dibentuk berdasarkan tubuh manusia, mampu melakukan interaksi dengan peralatan maupun lingkungan yang dibuat untuk manusia.
ΘΘΘ
Rumah sakit kecil dengan tulisan di atas bangunan yang satu lampunya berkedip-kedip, menambah suasana makin seram. Namun tampak depannya berbeda dengan suasana dalam yang hangat. Seorang suster datang menhampiri pasien yang digendong Kyungmin dengan susah payah. Suster itu mencoba bersikap biasa ketika dilihatnya Kim Serin memakai kaca mata hitam besar, serta syal bermotif bunga-bunga kecil tersampir di atas kepala, menutupi rambut hitam kecokelatan bergelombangnya.
Suster itu tersenyum ramah kepada Serin, yang mempersilahkan untuk mengobati pasien tanpa harus repot-repot memperdulikannya. Sembari melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan, Kyungmin mengangguki, supaya si suster bergegas.
“Bagaimana bisa bajunya terbakar, apa dia korban kebakaran?” tanya suster melihat kaos hitam sang pasien yang memang compang-camping.
Serin dan Kyungmin saling pandang, ingatan mereka kembali pada saat terjadinya ledakan di lumbung padi. Mungkinkah dia seseorang yang selamat dari ledakan itu?
“Tapi syukurlah tidak mengenai kulitnya, sama sekali tidak melepuh,” kata suster lagi, keheranan. Mestinya ada luka, dilihat dari baju lengan yang bolong.
Gugup akan pandangan suster yang menyiratkan keingintahuannya kenapa pasien bisa terluka, Kyungmin berkata, “Kami menemukannya telah tergeletak di jalan.” Serin mengiyakan dengan menambahkan tiga kali anggukkan.
Suster memulai dengan memeriksa suhu tubuh, meletakkan punggung tangannya pada kening pasien. “Panas!” pekiknya menarik tangan seraya mengibas-ngibaskannya. “Sepertinya dia demam tinggi, sangat tinggi,” tambahnya dengan canggung yang lalu terburu memastikan apa punggung tangannya baik-baik saja.
Rasanya Serin ingin mengatakan bahwa pasti semua orang tahu kalau kening mereka panas berarti demam. Dan lagi tak seharusnya seorang suster mengawali perkataan dengan kata ‘sepertinya’, seakan dia ragu atas pernyataannya.
“Suhu tubuhnya mencapai 49,5 derajat celcius, “ katanya lambat-lambat, si suster tak percaya dengan apa yang telah diucapkannya dan segera melihat lagi hasilnya, siapa tahu dia salah melihat angka yang ditunjukkan termometer-nya. “Suhu tubuhnya sangat tidak normal, melebihi suhu kritis orang dewasa!” sentaknya baru tersadar bahwa di tiap sisinya ada Serin dan Kyungmin yang juga memperhatikan benda putih yang tengah ia pegang.
Diapit dua orang asing membuat sang suster salah tingkah, ia memutuskan untuk menyuntik laki-laki yang masih belum sadarkan diri itu. Tentu saja karena pasien memiliki suhu tubuh sangat tinggi. Serin dan Kyungmin masih mengawasinya, ketika tak lama suster tersentak menahan napas mendapati jarum suntik yang digunakannya patah sebelum benar-benar menyentuh tubuh si pasien.
“YA! Lakukan yang benar, dia bisa saja terluka,” gertak Serin segera saja diamankan Kyungmin agar gadis itu diam sambil tersenyum pada suster sebagai tanda permintaan maaf atas tingkah sang aktris.
Suster muda itu merasa bersalah dan mengatakan akan menggantinya dengan jarum yang baru. Namun hasilnya tetap sama, jarum itu juga patah. Ia merasa ada yang aneh dengan pasiennya ini. Serin kembali menggerutu menyuruh suster tak menyuntiknya saja.
“Tolong jaga dia sampai kita kembali,” kata Serin melepas syal yang menutupi kepalanya, mengundang rasa penasaran Kyungmin dengan apa yang akan ia lakukan.
Sambil mengikatkan syal berwarna merah maroon di pergelangan tangan laki-laki yang dirasa adalah tanggungjawabnya ia melanjutkan, “Bilang padanya untuk menungguku, jangan biarkan dia pergi sebelum aku datang. Ingat, jika dia pergi katakan bahwa dia harus mengembalikan uang dan syal-ku. Tentu saja dia juga berhutang nyawa padaku.”
ΘΘΘ
Serin dan Kyungmin baru saja keluar dari rumah sakit, mereka masih berada di beranda ketika Kyungmin menanyakan alasan Serin meninggalkan syalnya. Serin bilang karena dia seorang artis, jangan sampai orang itu melaporkannya pada polisi. Dengan bangganya ia mengatakan bahwa telah meninggalkan tanda untuk mencari si pria jika kabur.
“Sekarang dia terikat denganku,” kata Serin sambil tersenyum bangga. “Dia tidak bisa mengancamku atas kejadian ini di kemudian hari.”
Pendapat Kyungmin berbeda. Bagaimanapun orang itu adalah laki-laki tampan yang terlihat jantan, dengan wajah tegas dan alis cukup tebal, tampak manly dengan otot kekar yang sempat terpegang olehnya saat susah payah mengangkat tubuh laki-laki tersebut ke dalam mobil. Mana mungkin bersedia memakai syal berbunga, paling juga laki-laki itu akan membuangnya. Serin tidak memperdulikan ucapan Kyungmin, ia berjalan menuju tempat mobil terparkir sembari menggerutu tak jelas.
“Kenapa kita harus repot-repot, toh, dia tidak mengingat wajah kita,” celetuk Kyungmin mengelus bagian depan mobil, menyayangkan penyoknya kendaraan yang telah lama dikemudikan olehnya.
“Manajer Han, kau yakin pria itu tidak ingat wajah kita?” tanya Serin, ia merasa sempat bersitatap dalam seperkian detik dengan laki-laki tersebut.
“Tenang saja, aku sudah meninggalkan nomor teleponku.”
“Sesekali aku ingin mendapat ketenangan sepertimu.”
ΘΘΘ
“Kau sudah bangun?”
Berselang tiga puluh menit seperginya Serin dan Kyungmin. Laki-laki yang terbaring itu mendadak duduk tegak, mengedarkan pandangan ke sekitar ruangan dengan tatapan asing. Mengingatkannya pada masa karantina di sebuah ruangan bernuansa sama dengan deretan ranjang seperti yang tengah ia tempati. Satu tangannya dipasangi selang infus, benar-benar persis dengan apa yang selalu dia dan rekan-rekan kerjanya pakai saat masa perbaikan ataupun pemulihanᅳjika mengalami cedera otot buatan, fungsi otak mati, dan cedera lainnya yang tidak diketahuinya.
“Kau berada di rumah sakit, dua orang menemukanmu tergeletak di jalan dan mengantarkanmu ke sini,” jelas si suster menambahkan, “Demammu tinggi sekali, syukurlah mereka membawamu kalau tidak kondisimu akan lebih parah lagi.”
Laki-laki itu melihat tangan lainnya, tampak sehelai kain tipis bermotif bunga dengan warna merah maroon diikatkan di pergelangan tangan. Kemudian menoleh seakan-akan meminta penjelasan lebih dari suster yang masih berdiri di dekat ranjangnya.
“Ohh, itu… wanita yang menolongmu mengikatkan syal sebagai tanda kalau kau harus membalas budi, kau tidak diperbolehkan pergi sebelum dia datang,” kata suster menyangsikan sambil mengecek suhu tubuh pasiennya yang sudah normal kembali. “Cepat sekali kau pulih,” lanjutnya meletakkan termometer dan meneruskan,
“Ah iya, satu lagi kalau kau memilih pergi, kau diminta untuk mengembalikan biaya rumah sakit dan syalnya.”
“Kim Serin,” gumam pelan laki-laki itu, membaca sebuah nama yang disulam di salah satu sisi kain, samar-samar ia ingat dua wajah yang dilihatnya sebelum tak sadarkan diri. “Aku harus mengembalikan ini padanya.”
“Tuan bisa berikan kartu identitasmu, pihak rumah sakit membutuhkannyaᅳ”
Tanpa berbasa-basi laki-laki itu mencabut selang infus, turun dari ranjang dan bergegas keluar dari UGD. Mengabaikan panggilan sang suster yang menyuruhnya untuk setidaknya menghabiskan cairan infus yang tersisa.
Aku tidak punya kartu identitas. HMD03 bilang namaku Oh Sejun. Ia mulai membatin selagi dengan mantap melangkah meninggalkan gedung rumah sakit.
ΘΘΘ
‘Kesakitan yang membekas.’
Sejak acara Festival Film Busan berlangsung, Serin sama sekali tidak fokus dan pikirannya dipenuhi dengan laki-laki misterius yang ditemuinya setelah ledakan yang terjadi di lumbung padi. Kejadian di rumah sakit juga cukup aneh baginya. Sampai-sampai ia harus disadarkan oleh rekan sesama rekan aktris yang duduk di sebelahnya, ketika namanya disebut sebagai pemenang aktris pendamping wanita terbaik.
Serin terlonjak kaget lalu tersenyum canggung, berjalan menuju panggung megah diiringi suara tepuk tangan meriah, sorak sorai dan seruan namanya. Ia menerima piala penghargaan beserta sebuket bunga cantik, hampir menangis ketika mengatakan ucapan terima kasih terhadap beberapa orang yang ikut andil dalam kemenangannya.
Setelah acara selesai Serin terburu-buru menyuruh Kyungmin menuju mobil van-nya. Kyungmin segera mengekor di belakang seraya kesusahan membawa beberapa setelan baju. Tentu saja agar tidak terlalu mencolok berada di tempat umum, tepatnya rumah sakit dengan berpakaian gaun maka Serin sudah menggantinya dengan kemeja putih polos dan celana jeans hitam.
“Apa yang sangat kau khawatirkan darinya? Dia tidak tahu bahkan tak ingat siapa yang telah menabraknya,” tanya Kyungmin bersikukuh selagi menaruh asal pakaiannya di bagasi mobil.
“Bukankah Oppa mengatakan sebagai walinya, dia akan mengetahui namamu dan meminta uang ganti rugi!” Serin sudah duduk menyilangkan kakinya, “Kau yang telah menabraknya, apa kau tidak merasa bersalah?!”
Kyungmin berdehem malu dan menjawab dengan pelan, “Namun aku tidak sepenuhnya salah.”
“Aku merasa ada yang aneh tentangnya,” kata Serin mencoba menelisik sesuatu yang dirasa janggal.
Saat itu seorang wanita berlari mendekati mobil dengan satu tangan mengangkat gaun hitam yang panjangnya hampir menyapu jalan. Kaki jenjangnya terlihat sedikit oleng ketika high heels setinggi 10cm menginjak undakan kecil.
“Im Seora-ssi, jangan lari kau bisa tersandung!” seru wanita yang mengekor di belakangnya, ia juga khawatir barang sponsor rusak dan harus mengganti rugi.
Seora tidak memperdulikan peringatan manajernya, ia bergegas menepis tangan Kyungmin, menghentikan Kyungmin dari menutup pintu mobil kemudian menatap Serin yang terduduk di dalamnya. “Apa tadi kau tidak melihatku melambaikan tangan ke arahmu?” tanyanya dengan napas memburu.
Seakan baru teringat sesuatu, Serin segera menyesalinya, “Aakh, Seora Eonni.”
Sesama manajer, Kyungmin menyapa wanita yang segera memegang gaun berjuntai milik Seora agar tak terinjak sembari membalas sapaan seniornya itu. Dari pandangan keduanya tampak tidak saling mengenal.
“Dia manajer baruku,” tanpa ditanya Seora berbicara membenarkan dugaan Kyungmin pada wanita yang baru dilihatnya.
“Kau datang terlambat?” Seora kembali bertanya pada Serin.
“Yeah,” kata Serin lambat-lambat, ia meneruskan, “Bagaimana ini, aku tidak bisa berbicara lama denganmu.”
“Kenapa? Apa yang lebih penting dariku?” tangan Seora terlipat di dada, matanya menyipit.
“Diriku sendiri,” singkat Serin sembari menunjuk wajahnya. “Aku tidak bisa menceritakannya sekarang, aku sedang terburu-buru,” tambahnya menyuruh Kyungmin untuk menutup pintu.
Seora tak terima sehingga berniat untuk menghalanginya. “Bahkan kau tidak menyapaku dan sekarang kau akan pergi tanpa mengucapkan selamat padaku,” keluh Seora menahan pintu dari dorongan Kyungmin.
“Singkirkan tanganmu, kau bisa terjepit!” kata Serin dengan malas menjelaskan, “Dengar, ini menyangkut karirku jadi aku akan mengatakannya nanti saja, sampai bertemu di Seoul!” selagi Kyungmin memegangi Seora, Serin menutup pintunya.
Setelah itu Kyungmin berlari kecil memasuki mobil, menyalakan mesinnya, menarik tuas lalu menginjak pedal gas.
“KIM SERIN!” seru Seora memandang kepergian mobil van hitam yang semakin menjauh, ia ingat sedang berada di tempat ramai. “Dia pergi begitu saja,” rutuknya mencoba tersenyum, ia tidak mau ambil risiko jika ada wartawan yang memotretnya dalam keadaan kesal.
Sebelumnya pun media massa pernah memberitakan hubungannya dengan Serin itu tidak baik. Lalu sekarang apa lagi yang akan mereka terbitkan di sampul majalah saat mendapati Serin menutup pintu mobilnya secara paksa dari rekan satu girl group-nya, Im Seora.
ΘΘΘ
Tanpa tahu arah dan tujuan humanoid yang diketahui selamat dari ledakan dengan nomor seri HMD07 berjalan di antara banyaknya orang yang akan menyeberang. Semuanya terasa asing dan baru, tak ada yang dikenalnya, ia menyesal karena telah hidup sebagai pekerja keras di sebuah pabrik yang bahkan tidak membayarnya. Ataukah seharusnya ia bersyukur karena telah diciptakan untuk membantu pekerjaan manusia sehingga bisa berada di dunia. Entahlah, yang ia tahu namanya adalah Oh Sejun.
Lima hari lalu Choi Jaewon, humanoid seri ketiga, HMD03, memberitahukan nama asli dari rekan sesama humanoid-nya. Sejun sangat bahagia memiliki sebuah nama, ia terkadang muak dengan namanya yang di akhiri angka, HMD07, ia rasa itu seperti ejekan.
“Namaku Oh Sejun,” ujar Sejun memperkenalkan diri pada manusia yang juga bekerja di pabrik, menanggapi bahwa robot itu semakin pintar saja.
Sedikit demi sedikit ia tahu bahwa kehidupan di luar sangatlah baik, terlebih ia bisa melakukan hal selain bekerja. Jaewon sering menceritakan bagaimana seorang manusia sangat berbeda dari mereka yang merupakan mesin tiruan manusia. Namun sebenarnya mereka sama, robot humanoid dan manusia hampir sama.
“Hanya saja kita lebih kuat dari manusia sehingga seharusnya bisa terbebas dari manusia yang memanfaatkan kekuatan kita,” jelas Jaewon di sela-sela pekerjaannya mengangkat besi beton yang beratnya lebih dari 10kg.
Itulah yang membuat Sejun memberontak dan menyetujui ide Jaewon untuk pergi dari keterbatasan mereka.
“Kita berhak hidup lebih baik,” katanya sedikit kesal mengetahui dirinya dibuat untuk terus bekerja. “Pegawai lain diberi libur kenapa kita tidak,” tambah Sejun semakin bertekad.
ΘΘΘ
Suasana di mobil hening, Kyungmin mencuri pandang lewat spionnya, ia mengawali ucapan dengan berdehem. “Serin-ah bukankah itu terlalu berlebihan, kau tidak seharusnya melakukan itu pada Seora.”
“Berlebihan apanya, kita sudah sering bertemu di tempat kerja dan aku pikir masalah ini tidak bisa diabaikan.” Serin membela diri merasa tidak ada yang perlu ditakuti dari Seora. “Seberapa keras aku memikirkannya, ini tetap terasa aneh,” lanjutnya dengan tangan tertempel di dagu, seolah masih berpikir pada kemungkinan yang bisa terjadi.
“Itu lagi, bisa saja jarumnya terlalu tipis hingga patah dan… mungkin mobil ini adalah mobil bekas yang dibeli daepyonim (direktur utama)! Ya, bisa jadi ia mengurangi pengeluaran untuk aktrisnya. Makanya bisa penyok seperti ini,” jelas Kyungmin begitu yakin dengan dugaannya.
Menurut Serin itu terdengar cukup masuk akal. Kalau begitu ia akan melakukan protes pada atasannya untuk dibelikan mobil baru mengingat ia telah bekerja keras untuk mendapatkan penghargaan.
“Aku akan minta mobil baru yang memiliki airbag di dalamnya,” putus Serin dengan yakin.
ΘΘΘ
Satu hari lalu. Jaewon dan Sejun mengajak humanoid lain kabur dari pabrik yang selama bertahun-tahun mempekerjakan mereka khusus pada pekerjaan yang berat dan berbahaya. Jaewon akan mengantarkan mereka kepada keluarga masing-masing, dia bilang humanoid juga memiliki keluarga.
Tujuh humanoid bersembunyi di lumbung padi yang sudah lama tak terpakai, mereka antusias mendengarkan cerita Jaewon tentang manusia. Saat itu Sejun sangat senang, ia tak sabar menyambut hari esok sebagai manusia. Sampai sebuah ledakan terjadi, ia panik mendekati humanoid lain yang terluka karena terbentur benda keras atau bahkan terlempar ketika ledakan terjadi.
“Dongmin Hyung (Kakak, panggilan lelaki kepada lelaki yang lebih tua)!” Sejun meraung mengguncang-guncangkan humanoid seri pertama. “Hyung, bertahanlah.”
Bukan hanya HMD01 yang terluka, bahkan, Byun Baekho, HMD06 menahan rasa sakit saat tangannya memercikkan api. Kulit realistik berbahan silikonnya tergores sepanjang punggung tangan sampai ke sikunya, memperlihatkan komponen-komponen semrawut.
Sejun menghampiri dengan cemas. “Kau baik-baik saja, Baekho-ya,” gemetarnya memegang lengan yang kembali memercikkan api, sontak ia beringsut mundur.
Ada lagi yang lebih parah, Sejun berjingkat melihat seonggok kaki tergeletak. “Hyung!” panggilnya dengan suara parau, Yoon Suhwan, humanoid seri kedua kehilangan satu kakinya, tengah merintih menahan rasa sakit yang teramat di pinggulnya.
Panik sekaligus kalut, Sejun bingung harus berbuat apa. Dua rekan yang lain juga sama terluka parahnya. Sejun merasa bersalah karena lukanya yang paling ringan.
Saat itu Sejun berada jauh dari asal ledakan terjadi dan lebih bersalah lagi karena tak ada yang bisa dilakukannya untuk membantu mereka. Ia semakin terpukul ketika tak mendapati Jaewon, mungkinkah dia telah hancur berkeping-keping?
“Tolong, tolong aku.” Suara lemah mengalihkan pikiran kacau Sejun.
“Astaga Jonghan… k, kau,” tampak lelaki berkulit gelap di sudut ruangan kehilangan kedua kaki dan satu tangannya. “Bawa aku bersamamu.”
Sejun tak kuasa melihat keadaannya. “Bagaimana ini …?”
“Pergilah,” titah HMD04 ketika menatap sorot mata keraguan Sejun. “Cepat bawa dia.”
“Minhee Hyung,” ujar Sejun dengan suara lemah, ia bergegas membopong Jonghan menuju pintu keluar.
Dengan berat hati menuruti keempat humanoid yang menyuruhnya segera meninggalkan lumbung, karena mungkin akan ada ledakan susulan.
“Aku akan kembali menolong kalian,” kata Sejun.
Beberapa detik kemudian ledakan beruntun terjadi, tubuh Sejun terlempar, otomatis pegangan tangannya pada tubuh Jonghan terlepas.
ΘΘΘ
Airbag: Kantung dengan material khusus yang dapat mengembang begitu sensor membaca terjadi kecelakaan untuk melindungi penumpang dari cedera.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!